OLEH :
Della Silviana
2141312115
KELOMPOK D
1. Pengertian
Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. (Syaifudin,dkk, 2014). Plasenta previa totalis atau
komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Etiologi
Menurut Sukami dan Wahyu (2013) penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan,
tetapi ada beberapa factor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa misalnya bekas
operasi rahim (bekas caesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang
panggul), kehamilan ganda , pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan Rahim, dan abortus.
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan yang endometriumnya kurang baik,
misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini
bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek.
2. Mioma uteri.
3. Koretasi yang berulang.
4. Umur lanjut.
5. Bekas seksio sesarae
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemi yang terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang per hari).
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2010), penyebab blastokista berimplantasi pada
segmen bawah rahim belumlah diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja
blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain
yang mungkin.
Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi
desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan,
miomektomi, dan sebagiannya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di
endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai factor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat dalam bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga
kali lipat. Hipokssemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok
menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang
terlalu besar seperti kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan
pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum.
3. Manifestasi klinis
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervagina (yang keluar
melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir trimester 2 atau 3.
Pendarahan dapat berawal dari pendarahan bercak-bercak atau dapat dengan pendarahan massif
(Reeder, 2011). Klien dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi tanpa
faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi faktor pencetus.
Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga menyebabkan robeknya perlekatan
dari plasenta dengan dinding rahim. (Aspiani, 2017).
4. Patofisiologis
Perdarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak kehamilan 20 minggu saat
segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serat menipis. Umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena segmen bawah uterus mengalami banyak perubahan. Pelebaran segmen
bawah uterus dan pembukaan serviks menyebabkan sinus uterus robek karena lepasnya plasenta
dari dinding uterus atau karena perobekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahan tidak dapat
dihindarkan karena keitidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
seperti pada plasenta letak normal. (Sukarni & Wahyu, 2013) Sedangkan menurut Aspiani,
(2017) penyebab pasti plasenta previa belum diketahui. Kondisi yang multifactorial telah
dipostulatkan berhubungan dengan multipara, gestasi berkali-kali, umur kehamilan dini,
kehamilan dengan sesarea sebelumnya, abortus dan mungkin merokok. Berbeda dengan
perdarahan trimester awal, pada perdarahan trimester dua dan tiga biasanya sekunder karena
implantasi abnormal dari plasenta.
Plasenta previa diawali dengan implantasi embrio (embryonic plate) pada bagian
bawah (kauda) uterus. Dengan melekatnya dan bertumbuhnnya plasenta, plasenta yang
berkembang bisa menutupi ostium uteri. Hal ini diduga terjadinya karena vaskularisasi desidua
yang jelek, inflamasi, atau perubahan atropik. Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada
trimester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen
bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basialis yang bertumbuh menjadi bagian
uri. Dengan melabarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplantasi si situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas.
Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal
yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim
dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat
minimal, dengan akibat pembuluh darah tempat itu akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan
akan terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada
mana perdarahan akan berlansung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlansung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab
lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa previa parsialis
atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.
Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kekjaidannya pada
umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdardahan terletak dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk
hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan
tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati
pada plasenta previa (Prawirohardjo, 2010).
5. Pemeriksaan penunjang
Berikut pemeriksaan penunjang plasenta previa menurut Ashari (2009), di dalam buku Asuhan
Keperawatan Maternitas :
USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring plasenta tapi plasenta melapisi serviks
tidak bisa di ungkapkan
Sinar X
Menampakkan keadaan jaringan lembut untuk menampakkan bagian- bagian tubuh janin.
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Factor pembekuan pada darah umumnya didalam
batas normal.
Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa plasenta previa tapi seharusnya di tunda jika
memungkinkan hingga kelansungan hidup tercapai (lebih baik sesudah 34 minggu).
Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda (double setup procedure). Doeble
setup adalah pemeriksaan steril pada vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan
kesiapan staf dan alat untuk efek kelahiran secara sesar.
Pemeriksaan inspekulo, adanya darah dari ostium uteri eksemum.
Amniocentesis
Jika 35-36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis
untuk menaksir kematangan paru-paru (kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin.
Kelahiran segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
MRI (Magnenetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi plasenta
akreta, ikreta, dan plasenta perkreta.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan plasenta previa menurut Maryunani & Eka (2013) sebagai berikut:
a. Terapi ekspektatif :
i. Tujuan terapi ekspektatif adalah supaya janin tidak terlahir premature, pasien
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis.
ii. Upaya diagnosis dilakukan secara non invasive. Pemantauan klinis dilaksanakan
secara ketat dan baik.
Syarat pemberian terapi ekspentatif:
1. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
2. Belum ada tanda-tanda in partu.
3. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal) Janin masih
hidup.
Hal yang dilakukan :
1. Rawat inap, tirah baring, dan berikan anti biotic profilaksis.
2. Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui implantasi placenta, usia kehamilan,
profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
3. Berikan tokolitik bila ada kontriksi :
MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr tiap 6 jam.
Nifedipin 3 x 20 mg /hari
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari tes amniosentesis.
Bila setelah usia kehamilan di atas 34 minggu plasenta masih berada di sekitar ostium
uteri iternum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas sehingga perlu dilakukan observasi
dan koseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat.
Bila perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat
dipulangkan untuk rawat jalan (kecuali apabila rumah pasien di luar kota dan jarak untuk
mencapai rumah sakit lebih dari 2 jam) dengan pesan segera kembali ke RS apabila terjadi
perdarahan ulang.
b. Terapi aktif (tindakan segera)
1. Pervaginam yang aktif dan banyak harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa
memandang maturitas janin.
2. Untuk wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan.
3. Diagnosis placenta previa dan menentukan cara
menyelesaikan persalinan, setelah semua persyaratan di penuhi, lakukan PDOM
jika :
a. Infuse/ transfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB ≥ 2500 gram) dan in partu
c. Janin telah meninggal atau terdapat anomali congenital mayor (misal:
Anensefali).
d. Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati PAP (2/5 atau 3/5
pada palpasi luar.
Cara menyelesaikan persalinan dengan plascenta previa :
1. SC (Section Caesarea)
Prinsip utama dalam melakukan SC adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tak punya harapan hidup tindakan ini tetap dilakukan
Tujuan SC antara lain :
- Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan.
- Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada cervik uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
Indikasi Seksio Sesarea :
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa pada primigravida.
- Plasenta previa pada janin letak lintang atau letak sunsang
- Fetal distress.
Plasenta lateralis jika :
- Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
- Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
- Plasenta terletak disebelah belakang (posterior)
- Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat
7. Komplikasi
Komplikasi utamanya adalah perdarahan pada wanita, dan hipoksia kehamilan atau
kematian fetus. Perdarahan pada imediet postpartum seringkali diikuti dengan kondisi ini karena
area luar menjadi lebih baik dari biasanya dan bagian dari plasenta yang berimplantasidi bagian
terendah segmen uterus tidak bisa berkontraksi dengan baik setelah plasenta dibuang.
Perdarahan bias disebabkan oleh shock hipovolemik dan kematian. Infeksi postpartum juga bias
menyerang karena posisi dari plasenta yang terlalu dekat dengan servik dan vagina. Ada wanita
yang selah postnatal dimonitor secara dekat perdarahan dan infeksi nya. (Leifer, 2012). Menurut
Morgan (2009) komplikasi yang terjadi pada janin diantaranya kelainan letak janin,
prematuritas dan morbiditas dan mortalitas tinggi, dan asfiksia intra uteri sampai kematian.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, pekerjaan, alamat, nomor MR, tanggal masuk,
penanggung jawab, pekerjaan suami, usia suami, alamat
b. Data kesehatan umum
1) Alasan Masuk
Pasien mengeluhkan keluar darah pervaginam tanpa nyeri selama trimester
2 atau 3, pendarahan bercabak-bercak atau dapat berawal dengan
pendarahan massif (Reeder,2011).
2) Riwayat kesehatan dulu
Biasanya riwayat kesehatan klien pernah keguguran atau aborsi, pernah
menjalani kuret, pernah menjalani operasi caesar, mengalami plasenta
pervia sebelumnya, merokok.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya anggota keluaarga ada yang menderita penyakit keturunan secara
genetic.
4) Riwayat Menstruasi
Biasanya riwayat menstuarsi : menarche pada umur 14 tahun, siklus
lamanya 6 – 7 hari, banyaknya 3 x ganti duk, baunya, keluhan waktu
haid, HPHT.
5) Riwayat Perkawinan
7) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, ada serumen atau tidak, oedama atau tidak
8) Mulut dan Gigi
Mukosa bibir kering atau lembab, ada atau tidak karies gigi, ada atau tidak
stomatitis (Sarwono, 2009).
9) Leher
ada atau tidak pembesaran kelenjer tyroid dan kelenjar getah bening
(Sarwono, 2009)
10) Payudara
Lihat kesimetris payudara kiri dan kanan, aerola mamae hiperpigmentasi,
papilla mamae meninjo atau mendatar, ada atau tidaknya bendungan ASI,
ada atau tidak stimulasi ASI
11) Thorak
I: Biasanya simetris kiri dan kanan
P: Biasanya fremitus kiri dan kanan
P: Biasanya sonor
A: Biasanya vesikuler, Ronki ( - ), Whezing ( - ) (Sarwono, 2009)
12) Jantung
I: Biasanya ictus tidak tampak
P: Biasanya ictus cordis teraba 1 jari di RIC V
P: Biasanya pekak
A: Biasanya regular
13) Abdomen
Biasanya tampak strie gravidarum, tampak linea nigra, ada bekas operasi,
TFU (1 jari perhari), kontraksi keras atau lembek (Sarwono, 2009)
14) Perineum
Kaji keadaan perineum ke bersihan, jenis lochea dan jumlahnya (Sarwono,
2009)
15) Ekstremitas
Ada atau tidak varises, reflek patella +/-, tanda human +/-(Sarwono, 2009)
d. Pola aktifitas sehari-hari
1) Pola nutrisi
Makan: Biasanya pada klien post sectio caesaria mengalami mual akibat
pengaruh anastesi tetapi nanti hilang dengan sendiriannya.
Minum: Minum pada klien post section caesarea biasanya baik,dianjurkan
klien banyak minum
2) Pola Eliminasi
Pada klien post op biasanya pemenuhan eliminasi BAK tidak terganggu.
Pada hari ke 2 post operasi klien masih terpasang kateter, pemenuhan
eliminasi BAB biasanya terganggu karena kondisi klien yang lemah dan
sakit pada daerah abdomen sehingga klien takut untuk BAB (Mochtar,
2009)
2) Tingkat kecemasan
Cemas meningkat ditandai dengan wawasan persepsi diri terhadap
lingkungan menjadi menurun atau biasanya diakibatkan bonding
attachment
3) Data spiritual
Klien dengan section caesarea biasanya akan mengalami gangguan dalam
melaksana ibadah terutama shalat karena masih dalam keadaan nifas
f. Pemeriksaan Diagnostik
1) Jumlah darah lengkap diantaranya Hb, Ht, leukosit, dan trombosit:
mengkaji dari kadar pre operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan (Reeder, 2011)
2) Urinalisis : kultur urine,vagina dan lokhia: pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual (Reeder, 2011)
2. Daftar Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita dengan section
saesaria atas indikasi plasenta pervia
a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (prosedur tindakan operasi)
b. Risiko pendarahan b/d tindakan pembedahan
c. Menyusui tidak efektif b/d situasional (tidak rawat gabung)
d. Kecemasan b/d situasional
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NO. NOC NIC
(NANDA)
Aktivitas :
a. Tentukan lokasi,
karakteristik nyeri
b. Periksa order, dosis dan
frekuensi analgetik yang
diberikan
c. Cek riwayat alergi obat
d. Evaluasi efektifitas
analgesic pada interval
tertentu
e. Dokumentasikan respon
klien terhadap analgetik
f. Kolaborasi dengan
dokter jika terjadi
perubahan obat, dosis,
rute pemberian, atau
interval
2. Resiko Perdarahan 1. Blood lose severity 1. Bleeding precautions
Aktivitas :
a. Identifikasi penyebab
perdarahan
c. Monitor penentu
pengiriman oksigen ke
jaringan (PaO2, SaO2 dan
level Hb dan cardiac
output)
d. Pertahankan patensi IV
line
Aspiani, R.Y.2017. asuhan keperawatan maternitas aplikasi NANDA, NIC dan NOC. Jakarta
: CV Trans Info Media
Farrer, H. 2011. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta.: Balai Pustaka.
Leifer. G. (2012). Maternity Nursing an Introductory Text. Canada: Elseiver
Maryunani, A. (2010). Asuhan pada Ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta : Trans Info
Medika.
Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Morgan, Geri dan Hamilton Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Reeder, S.J., Martin, L.L., & Koniak-Griffin, D. (2011). Keperawatan maternitas: Kesehatan
wanita, bayi, & keluarga. Jakarta : EGC
Saifudin, Abdul Bari. (2012). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : EGC.
Sarwono. (2009). Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.