Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

L DENGAN HEMORAGIC
ANTEPARTUM DI RSUD RUTENG

NAMA : REINILDIS MALA

NP M : 23203019

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2023/2024
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Praktik Stase Maternitas Di Ruangan ANGGREK RSUD


Ruteng ini Telah Disetujui Pada
Tanggal

NAMA : REINILDIS MALA


NPM : 23203019

Menyetujui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Ns. Yuliana Suryati, S.Kep.,M.Biomed Paulina Haria, S. Tr.Keb


NIDN : 0812049003 NIDN : 197306022005012005
HEMORAGIC ATAU PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Pengertian Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di
mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram
(Manuaba, 2010).
Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum adalah
perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira 3%
dari semua kehamilan.
Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi
pada akhir usia kehamilan

B. Jenis-jenis Perdarahan Antepartum


Perdarahan antepartum dibagi menjadi 2, yaitu : Plasenta Previa dan Solusio
Plasenta
1. Plasenta Previa
a. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari yang
letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada keadaan
normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro, 2005).
b. Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta atau ari-
ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
 Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
 Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta.
 Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-ari
berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.
 Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada segmen
bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan
lahir (Wiknjosastro, 2005).
c. Etiologi
Mengapa plasenta atau ari-ari bertumbuh pada segmen bawah rahim
tidak selalu jelas. Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di
fundus uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding
rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk memberikan nutrisi
janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum di
ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi
yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan,
sedangkan browne menekankan bahwa faktor terpenting ialah villi khorialis
persisten pada desidua kapsularis.
d. Faktor-faktor etiologinya :
 Umur dan Paritas
 Hipoplasia endometrium, bila kawin dan hamil pada umur muda
 Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas
operasi, kuretase dan manual plasenta.
 Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
 Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.
 Kadang-kadang pada mal nutrisi (Manuaba, 2010).
e. Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama
dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya sering dikatakan
terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah rahim telah terbentuk
dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah rahim akan lebih melebar lagi, dan leher rahim mulai
membuka. Apabila plasenta atau ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim,
pelebaran segmen bawah rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta
dari dinding rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus marginalis
dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta yang letaknya
normal, makin rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi
(Winkjosastro, 2005).
f. Frekuensi
Frekuensi plasenta previa pada Ibu yang hamil berusia lebih dari 35
tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan Ibu yang
kehamilan pertamanya berumur kurang dari 25 tahun. Pada Ibu yang sudah
beberapa kali hamil dan melahirkan dan berumur lebih dari 35 tahun. Kira-
kira 4 kali lebih sering dibandingkan yang berumur kurang dari 25 tahun.
(Winkjosastro, 2003)
g. Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah timbulnya perdarahan secara
tiba-tiba dan tanpa diikuti rasa nyeri. Perdarahan pertama biasanya tidak
banyak sehingga tidak berbahaya tapi perdarahan berikutnya hampir selalu
lebih banyak dari pada sebelumnya apalagi kalau sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan dalam. Walaupun perdarahannya dikatakan sering
terjadi pada triwulan ketiga akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak saat itu bagian bawah rahim telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Pada plasenta previa darah yang dikeluarkan akibat pendarahan yang
terjadi berwarna merah segar, sumber perdarahannya ialah sinus rahim yang
terobek karena terlepasnya ari-ari dari dinding rahim. Nasib janin tergantung
dari bahayanya perdarahan dan hanya kehamilan pada waktu persalinan
(Winkjosastro, 2005)
h. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu
salah. Sedangkan diagnosis bandingnya meliputi pelepasan plasenta
prematur (ari-ari lepas sebelum waktunya), persalinan prematur dan vasa
previa (Winkjosastro, 2005)
i. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan
darah (Winkjosastro, 2005)
j. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat, guna mengatasi perdarahan
antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa. Perlu dilakukan beberapa
langkah pemeriksaan.
 Pemeriksaan luar
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan letak janin
 Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sumber
terjadinya perdarahan
 Penentuan letak plasenta tidak langsung
Pemeriksaan ini bertujuan untuk megetahui secara pasti letak
plasenta atau ari-ari. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dangan
radiografi, radioisotopi dan ultrasonografi.
 Penentuan letak plasenta secara langsung.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menegakkan diagnosis yang tepat
tentang adanya dan jenis plasenta previa dan pemeriksaan ini bisa
dilakukan dengan secara langsung meraba plasenta melalui kanalis
servikalis (Winkjosastro, 2005).
k. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
Karena dihalangi oleh ari-ari maka bagian terbawah janin tidak
terdorong ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahan-
kesalahan letak janin seperti letak kepala yang mengapung, letak sungsang
atau letak melintang.
Sering terjadi persalinan prematur atau kelahiran sebelum waktunya
karena adanya rangsangan koagulum darah pada leher rahim. Selain itu jika
banyak plasenta atau ari-ari yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat
terjadi kontraksi, juga lepasnya ari-ari dapat merangsang kontraksi
(Mochtar, 2003)
l. Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Persalinan
 Letak janin yang tidak normal, menyebabkan persalinan akan
menjadi tidak normal
 Bila ada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan
dapat menyebabkan terjadinya prolaps funikuli
 Sering dijumpai inersia primer
 Perdarahan (Mochtar, 2011)
m. Komplikasi Plasenta Previa
 Prolaps tali pusat (tali pusat menumbung)
 Prolaps plasenta
 Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu
dibersihkan dengan keroka
 Robekan-robekan jalan lahir karena tindakan
 Perdarahan setelah kehamilan
 Infeksi karena perdarahan yang banyak
 Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah (Mochtar, 2011)
n. Pragnosis Plasenta Previa
Karena dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat konservatif,
maka angka kesakitan dan angka kematian Ibu dan bayi tinggi, kematian Ibu
mencapai 8-10% dari seluruh kasus terjadinya plasenta previa dan kematian
janin 50-80% dari seluruh kasus terjadinya plasenta previa.
Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka
kematian dan kesakitan Ibu dan bayi baru lahir jauh menurun. Kematian Ibu
menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara dan
trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%,
terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan
persalinan buatan (Mochtar, 2003).
o. Penanganan Plasenta Previa
Setiap perdarahan yang terjadi pada usia kehamilan di atas 22 minggu
harus dianggap penyebabnya adalah plasenta previa sampai ternyata dugaan
itu salah. Penderita harus dibawa ke rumah sakit yang fasilitasnya cukup.
Ada 2 cara penanganan yang bisa dilakukan :
 Terapi ekspektatif atau sikap menunggu
Tujuannya adalah supaya janin tidak terlahir sebelum waktunya
dan tindakan yang dilakukan untuk meringankan gejala-gejala yang
diderita. Penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam
melalui kanalis servikalis. Syarat-syarat bisa dilakukannya terapi
ekspektatif adalah kehamilan belum matang, belum ada tanda-tanda
persalinan, keadaan umum Ibu cukup baik dan bisa dipastikan janin
masih hidup.
Tindakan yang dilakukan pada terapi ekspektatif adalah rawat
inap, tirah baring dan pemberian antibiotik, kemudian lakukan
pemeriksaan ultrasonografi untuk memastikan tempat menempelnya
plasenta, usia kehamilan letak dan presentasi janin bila ada
kontraksi. Berikan obat-obatan MgSO4 4 gr IV, Nifedipin 3 x 20
mg/hari, betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan
paru-paru janin
Bila setelah usia kehamilan diatas 34 minggu, plasenta masih
berada di sekitar ostium uteri internum maka dugaan plasenta previa
menjadi jelas. Sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling
untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat darurat (Manuaba,
2010).
p. Terapi Aktif atau Tindakan Segera
Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak harus segera dilaksanakan secara aktif tanpa memandang
kematangan janin. Bentuk penanganan terapi aktif
 Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan
Ibu dan anak atau untuk mengurangi kesakitan dan kematian.
 Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan
untuk dapat melakukan pertolongan lebih lanjut
 Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat
mengambil sikap melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang
mempunyai fasilitas yang cukup.
 Pertolongan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang
paling banyak dilakukan (Manuaba, 2010).
2. Solusio Plasenta

a. Pengertian Solusio Plasenta

Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat


perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin dilahirkan (Saifuddin,
2006).

b. Klasifikasi Solusio Plasenta

Menurut derajat lepasnya plasenta

 Solusio Plasenta Parsialis


Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari tempat
perletakannya.
 Solusio Plasenta Totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat perlekatannya
 Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan dalam
c. Etiologi Solusio Plasenta
Penyebab Solusio Plasenta adalah
 Trauma langsung terhadap Ibu hamil
 Terjatuh trauma tertelungkup
 Tendangan anak yang sedang digendong
 Atau trauma langsung lainnya
 Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan
kebidanan yang dilakukan :
 Setelah versi luar
 Setelah memecahkan air ketuban
 Persalinan anak kedua hamil kembar
 Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek faktor
predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
 Hamil tua
 Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
 Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
 Tekanan vena kava inferior yang tinggi
 Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).
d. Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan
akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu
hanya akan mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara rahim dan
plasenta belum terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas.
Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah
lama yang berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya
seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar
dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
rahim. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,
mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan gawat janin.
Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan darah, kelainan
ginjal, dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya solusio plasenta, makin
hebat terjadinya komplikasi (Manuaba, 2010).
e. Frekuensi Solusio Plasenta
Solusio plasenta terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan (Winkjosastro,
2005).
f. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta
Solusio Plasenta yang ringan pada umunya tidak menunjukkan gejala yang
jelas, perdarahan yang dikeluarkan hanya sedikit. Tapi biasanya terdapat
perasaan sakit yang tiba-tiba diperut, kepala terasa pusing, pergerakan janin
awalnya kuat kemudian lambat dan akhirnya berhenti. Fundus uteri naik,
rahim teraba tegang.
g. Diagnosis Solusio Plasenta
Diagnosis solusio plasenta bisa ditegakkan bila pada anamnesis ditemukan
perdarahan disertai rasa nyeri, spontan dan dikutip penurunan sampai
terhentinya gerakan janin dalam rahim.
h. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan rasa sakit yang tiba-tiba diperut, perdarahan, dari
jalan lahir yang sifatnya hebat berupa gumpalan darah besar dan bekuan-
bekuan darah.
i. Pemeriksaan
Untuk menentukan penanganan yang tepat untuk mengatasi solusio plasenta,
pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah : Pemeriksaan fisik secara umum
dan Pemeriksaan khusus berupa palpasi abdomen, auskultasi, pemeriksaan
dalam serta ditunjang dengan pemeriksaan ultrasonogravi.
j. Komplikasi Solusio Plasenta
 Komplikasi langsung, adalah perdarahan, infeksi, emboli dan syok
obstetrik.
 Komplikasi tidak langsung, adalah couvelair rahim,
hifofibrinogenemia, nekrosis korteks renalis yang menyebabkan tidak
diproduksinya air urin serta terjadi kerusakan-kerusakan organ seperti
hati, hipofisis dan lain-lain (Mochtar, 2003).
k. Prognosis Solusio Plasenta
 Terhadap Ibu
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari seluruh
jumlah kasus Solusio plasenta. Hal ini dikarenakan perdarahan
sebelum dan sesudah persalinan, toksemia gravidarum, kerusakan
organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi.
 Terhadap Anak
Kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari seluruh
jumlah kasus solusio plasenta. Hal ini tergantung pada derajat
pelepasan dari pelepasan plasenta, bila yang terlepas lebih dari
sepertiga ari-ari maka kemungkinan kematian anak 100% selain itu
juga tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
 Terhadap Kehamilan Berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio
plasenta yang lebih hebat dengan persalinan prematur (Mochtar, 2011).
l. Penanganan Solusio Plasenta
 Terapi Konservatif
Prinsipnya kita menunggu perdarahan berhenti dan kemudian
persalinan berlangsung spontan. Sambil menunggu berhentinya
perdarahan kita berikan suntikan morfin subkutan, stimulasi
kardiotonika seperti coramine, cardizol dan pentazol serta transfusi
darah.
 Terapi aktif
Prinsipnya kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar
anak segera dilahirkan dan pedarahan berhenti.
Pertolongan persalinan diharapkan dapat terjadi dalam 3 jam,
umumnya dapat bersalin secara normal.Tindakan bedah seksio sesarea
dilakukan apabila, janin hidup dan pembukaan belum lengkap, gawat
janin tetapi persalinan normal tidak dapat dilaksanakan dengan segera,
persiapan untuk seksio sesarea, hematoma miometrium tidak
mengganggu kontraksi rahim dan observasi ketat kemungkinan
terjadinya perdarahan ulang.
Persalinan pervaginam dilakukan apabila : Janin hidup, gawat janin,
pembukaan lengkap dan bagian terendah didasar panggul, janin telah
meninggal dan pembukaan > 2 cm (Saifuddin, 2006).
C. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah
1. DS: Plasenta Previa Hipovolemia
Pasien mengatakan
keluar darah dari jalan Dilatasi ostium uteri
lahir
DO: Serviks membuka
- Klien tampak
pucat Terlepasnya vili
- Tampak adanya plasenta dari dinding
perdarahan uterus
pervaginam
Perdarahan

hipovolemia
2. DS: Plasenta previa Ansietas
Pasien mengatakan
khawatir dengan kondisi Perdarahan
bayinya dan menanyakan pervaginam
kondisi bayinya apakah
baik baik saja Ibu tampak khawatir
DO:
- Pasien tampak ansietas
cemas
- Akral dingin

D. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
E. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan

1. Hipovolemika Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda 1. Pemeriksaan dilakukan


berhubungan dengan keperawatan selam 3x24 terjadinya shock hipolemik. agar bisa dilakukan
kehilangan cairan aktif jam masalah potensial intervensi selanjutnya
2. Kaji tentang banyaknya
terjadi syok hipovolemik
pengeluaran cairan 2. Mengetahu berapa cc
tidak terjadi dengan kriteria
(perdarahan). pendarahan yang terjadi
hasil:
3. Observasi tanda-tanda vital. 3. Pemeriksaan tanda-tanda
1. Nadi dalam batas
vital untuk mengetahui
yang diharapkan 4. Observasi tanda-tanda
terjadinya syok
kekurangan cairan dan
2. Irama jantung
monitor perdarahan. 4. Memonitor tanda-tanda
dalam batas yang
vital dan pendarahan
diharapkan 5. Pantau kadar elektrolit darah.
untuk mencegah
3. Irama pernapasan 6. Periksa golongan darah terjadinya komplikasi
dalam batas yang untuk antisipasi transfusi. pendarahan
diharapkan
7. Jelaskan pada klien untuk 5. Memantau kadar
mempertahankan cairan elektrolit untuk
yang masuk dengan banyak mengetahui kadar cairan
minum. dalam tubuh

6. Pemeriksaan golongan
darah dilakukan untuk
mengantisipasi jika
dilakukan terapi transfusi
pada lkien

7. Memperbanyak minum
dapat megurangi
terjadinya dehidrasi dan
menyeimbangkan cairan
pada tubuh

2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Beri dukungan dan 1. Agar klien merasa lebih
dengan kekhawatiran 2x24 jam maslah cemas pendidikan untuk rileks dan merasa
mengalami kegagalan dapat teratasi dengan menurunkan kecemasan dan nyaman, dan cemas
kriteria hasil: meningkatkan pemahaman dapat dikontrol
dan kerja sama dengan tetap
1. Klien mampu 2. Mempertahankan
memberikan informasi
mengidentifikasi hubungan saling percaya
tentang status janin,
dan dengan klien untuk
mendengar dengan penuh
mengungkapkan perhatian, mempertahankan mempertahankan rasa
gejala cemas kontak mata dan percaya klien agar
berkomunikasi dengan mampu mengungkapkan
2. Vital sign dalam
tenang, hangat dan empati maslah yang memicu
batas normal
yang tepat. terjadinya kecemasan
3. Postur tubuh,
2. Pertahankan hubungan saling 3. Beri pemahaman tentang
ekspresi wajah,
percaya dengan komunikasi penyakit agar klien
bahasa tubuh, dan
terbuka. Hubungan rasa mengetahu tentang
tingkat aktivitas
saling percaya terjalin antara penyakit dan prosesnya
menunjukkan
perawat dan klien akan serta peningkatan
berkurangnya
membuat klien mudah pemahaman klien
kecemasan
mengungkapkan perasaannya tentang penyakitnya
dan mau bekerja sama. secara adekuat

3. Jelaskan tentang proses


perawatan dan prognosa
penyakit secara bertahap.
Dengan mengerti tentang
proses perawatan dan
prognosa penyakit akan
memberikan rasa tenang.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan dan dapat dicapai (Mahendra, 2021).
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan
terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan
dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan
menentukan apakah seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan
tindakan berhasil dengan baik (Murni, 2019). Contoh evaluasi keperawatan
terhadap pasien dengan masalah ketidanyamanan yaitu nyeri dilakukan dengan
menilai kemampuan dalam merespon rangsangan nyeri di antaranya:
1) Klien mengatakan adanya penurunan rasa nyeri.
2) Mampu menggunakan tindakan-tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis
3) Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri.
4) Diharapkan masalah pada klien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
pada klien
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan


Edisi 2. Jakarta: EGC.

Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi,
edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.

Sandra M. Nettina. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.

Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Hanafi Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yogyakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Anda mungkin juga menyukai