Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu proses antepartum, intrapartum maupun postpartum tidak selamanya berjalan


secara normal. Kadangkala hal ini merupakan jembatan kematian bagi para ibu di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang tidak disadari oleh para
ibu hamil maupun tenaga kesehatan. Ketidaksigapan tenaga kesehatan di indonesia inilah
yang mengakibatkan angka kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi.
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3 – 0,5% dari seluruh kelahiran dari
kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab terbanyak. Oleh
karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus
dipikirkan terlebih dahulu sedangkan solusio plasenta kejadiannya sangat bervariasi dari
1 antara 75 sampai 830 persalinan dan merupakan penyebab dari 20-35% kematian
perinatal walaupun angka kematiannya cenderung menurun pada akhir-akhir ini tapi
morbilitas perinatal masih cukup tinggi, termasuk gangguan neurologis. Pada tahun
pertama kehidupan, solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya.
Kejadian tercatat sebesar 1 diantara 8 kehamilan.
Penyebab kematian ibu paling banyak disebabkan oleh perdarahan obstetris
diantaranya solusio plasenta 19%, laserasi/ruptur uteri 16%, atonia uteri 15%,
koagulopati 14%, plasenta previa 7%, plasenta akreta/inkreta/perkreta 6%, perdarahan
uteri 6%, retensio plasenta 4% (Chicakli, 1999). Perdarahan obsteri yang tidak dengan
cepat ditangani dengan transfusi darah atau cairan infus dan fasilitas penanggulangan
lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesaria, atau
histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderita.
Perdarahan di sini dapat bersifat antepartum atau selama kehamilan seperti pada
plasenta previa dan solusio plasenta atau yang lebih sering lagi terjadi yaitu perdarahan
postpartum akibat dari atonia uteri atau laserasi jalan lahir. Tampak nyata bahwa
perdarahan serius dapat terjadi kapan saja selama kehamilan dan masa nifas. Waktu
terjadinya perdarahan pada kehamilan digunakan untuk mengklasifikasikan secara luas
perdarahan obstetris. Sebagian besar kematian akibat perdarahan disebabkan oleh
beberapa kondisi ibu yang dapat memperparah perdarahan obstetris, selain itu faktor yang
terpenting penyebab perdarahan obstetris yaitu kurang memadainya fasilitas kesehatan
maupun pelayanan kesehatan yan tidak sesuai dengan standar prosedur.
1
Secara khusus perdarahan antepartum merupakan suatu perdarahan uterus dari
tempat diatas serviks sebelum melahirkan merupakan suatu hal yang sangat
mengkhawatirkan. Perdarahan dapat disebabkan oleh robeknya sebagian plasenta yang
melekat di dekat kanalis servikalis yang disebut plasenta previa. Perdarahan juga dapat
berasal dari robeknya plasenta dari tempat implantasi sebelum waktunya yang disebut
solusio plasenta. Meskipun sangat jarang perdarahan juga dapat terjadi akibat insersi
velamentosa tali pusar disertai ruptur dan perdarahan dari pembuluh darah janin pada
saaat pecahnya selaput ketuban yang disebut vasa previa.
Sumber perdarahan uterus yang berasal dari daerah di atas serviks tidak selalu dapat
teridentifikasi sejak dini. Pada keadaan ini perdarahan biasanya dimulai dengan sedikit
atau tanpa gejala kemudian berhenti. Perdarahan tersebut selalu disebabkan oleh robekan
marginal plasenta yang sedikit dan tidak meluas. Kehamilan dengan perdarahan seperti
ini tetap beresiko walaupun perdarahan segera berhenti dan kemungkinan plasenta previa
tampaknya telah dapat disingkirkan dengan USG. Perdarahan dengan plasenta previa
biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, stelah bayi lahir maupun setelah
plasenta lahir. Oleh sebab itu, hal ini perlu diantisipasi lebih awal sebelum perdarahan
menuju ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan
antenatal sangat memungkinkan karena umumnya keadaan dengan plasenta previa
munculnya perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak
banyak tanda disertai dengan rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tentu tanpa
trauma. Perempuan hamil yang diidentifikasi mengalami plasenta previa harus segera
dirujuk ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena tindakan tersebut
dapat menyebabkan perdarahan semakin banyak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana asuhan keperawatan pada antepartum bleeding?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada antepartum bleeding
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengetahui pengkajian keperawatan antepartum bleeding
1.3.2.2. Mengetahui diagnose keperawatan antepartum bleeding
1.3.2.3. Mengetahui intervensi keperawatan antepartum bleeding
1.3.2.4. Mengetahui tindakan keperawatan antepartum bleeding
1.3.2.5. Mengetahui evaluasi keperawatan antepartum bleeding
2
1.4 Manfaat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan perawat dalam hal ini bagaimana
melaksanakan asuhan keperawatan dalam menangani klien dengan antepartum bleeding.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Perdarahan Antepartum


2.1.1 Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di
mana umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000
gram (Manuaba, 2010). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan
antepartum adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan
kedua pada kira-kira 3% dari semua kehamilan. Jadi dapat disimpulkan perdarahan
antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada akhir usia kehamilan.
Menurut Johanes (2003), perdarahan antepartum ialah perdarahan pada
tremister terakhir dari kehamilan. Penyebab utama pendarahan yaitu abortus,
kehamilan ektopik dan mola hidatidosa. Penyebab nonobstetik yaitu luka-luka
pada jalan lahir karena terjatuh, akibat koitus atau varises yang pecah dan oleh
kelainan serviks, seperti karsinoma, erosion dan polip.

2.1.2 Jenis-jenis Perdarahan Antepartum


2.1.2.1 Plasenta Previa
1. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta atau biasa disebut dengan ari-ari
yang letaknya tidak normal, yaitu pada bagian bawah rahim sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan rahim. Pada
keadaan normal ari-ari terletak dibagian atas rahim (Wiknjosastro,
2005).
2. Klasifikasi
Jenis-jenis plasenta previa di dasarkan atas teraba jaringan plasenta
atau ari-ari melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
a. Plasenta previa totalis, yaitu apabila seluruh pembukaan tertutup
oleh jaringan plasenta atau ari-ari.
b. Plasenta previa parsialis, yaitu apabila sebagian pembukaan
tertutup oleh jaringan plasenta.
c. Plasenta Previa marginalis, yaitu apabila pinggir plasenta atau ari-
ari berada tepat pada pinggir pembukaan jalan ari.

4
d. Plasenta letak rendah, yaitu apabila letak tidak normal pada
segmen bawah rahim akan tetapi belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir (Wiknjosastro, 2005).

3. Etiologi
Plasenta previa bisa disebabkan oleh dinding rahim di fundus
uteri belum menerima implantasi atau tertanamnya ari-ari dinding
rahim diperlukan perluasan plasenta atau ari-ari untuk memberikan
nutrisi janin (Manuaba, 2010).
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum
di ketahui atau belum jelas, bermacam-macam teori dan faktor-faktor
dikemukakan sebagai etiologinya.
Strasmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah
vaskularisasi yang kurang pada desidua yang menyebabkan atrofi dan
peradangan, sedangkan browne menekankan bahwa faktor terpenting
ialah villi khorialis persisten pada desidua kapsularis (Manuaba,
2010).
4. Patofisiologi
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Walaupun perdarahannya
sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang
pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen
bawah rahim telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah rahim akan lebih
melebar lagi, dan leher rahim mulai membuka. Apabila plasenta atau
5
ari-ari tumbuh pada segmen bawah rahim, pelebaran segmen bawah
rahim dan pembukaan leher rahim tidak dapat diikuti oleh plasenta
yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding
rahim. Pada saat itulah mulai terjadi perdarahan.
Sumber perdarahannya ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dan dinding rahim atau karena robekan sinus
marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat dihindarkan
karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut
otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta
yang letaknya normal, makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi (Winkjosastro, 2005)
5. Tanda dan Gejala
Gejala utama dari plasenta previa adalah
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan rejatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. HIS biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal
6. Penatalaksanaan
Pengobatan pada plasenta previa dapat dibagi dalam dua golongan,
yaitu aktif dalam terminasi kehamilan dan terapi ekspetatif atau
konservatif.
1. Aktif/terminasi kehamilan
a. Persalina per vaginam
 Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta marginalis,
atau plasenta previa lateralis di anterior (dengan anak letak
kepala). Diagnosis ditegakkan dengan melakukan
6
pemeriksaan USG, perabaan forniks atau pemeriksaan dalam
di kamar oprasi tergantung indikasi.
 Dilakukan oksitosin drip disertai pemecahan ketuban.
b. Persalinan perabdominal
Dilakukan pada keadaan-kadaan berikut ini.
 Plasenta previa dengan perdarahan banyak.
 Plasenta previa totalis.
 Plasenta previa lateralis di posterior.
 Plasenta letak rendah dengan anak sungsang.
2. Ekspektatif
Syarat-syarat dilakukannya terapi ekspektatif adalah sebagai
berkut.
a. Keadaan umum ibu dan anak baik.
b. Perdarahan sedikit.
c. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat janin
kurang dari 2.500 gram.
d. Tidak ada his persalinan.

Penatalaksanaan dari terapi ekspetatif adalah sebagai berikut.

a. Pasang infus, tirah baring.


b. Bila ada kontraksi premature bisa diberikan tokolitik.
c. Pemantauan kesejahteraan janin dan USG dan KTG setiap hari.

2.1.2.2 Solusio Plasenta


1. Pengertian Solusio Plasenta
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta atau ari-ari dari tempat
perlekatannya yang normal pada rahim sebelum janin dilahirkan
(Saifuddin, 2006).
2. Klasifikasi Solusio Plasenta
Menurut derajat lepasnya plasenta
1) Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepasnya dari tempat
perletakannya.
2) Solusio Plasenta Totalis
7
Bila seluruh plasenta sudah terlepasnya dari tempat
perlekatannya
3) Prolapsus Plasenta
Bila plasenta turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan
dalam.

3. Etiologi Solusio Plasenta


Penyebab Solusio Plasenta adalah
1) Trauma langsung terhadap Ibu hamil
a) Terjatuh trauma tertelungkup
b) Tendangan anak yang sedang digendong
c) Atau trauma langsung lainnya
2) Trauma Kebidanan, artinya solusio plasenta terjadi karena
tindakan kebidanan yang dilakukan :
a) Setelah versi luar
b) Setelah memecahkan air ketuban
c) Persalinan anak kedua hamil kembar
3) Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek
faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
a) Hamil tua
b) Mempunyai tekanan darah tinggi atau eklampsia
c) Bersamaan dengan pre-eklampsia atau eklampsia
d) Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e) Kekurangan asam folik (Manuaba, 2010).

8
4. Patofisiologi Solusio Plasenta
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau
uterus yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta
terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,
hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara rahim dan plasenta belum terganggu dan
tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena
otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu
untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian
dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding rahim.
Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput ketuban
keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam
kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot
rahim.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding rahim. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,
anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil
yang terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya
gangguan pembekuan darah, kelainan ginjal, dan nasib janin. Makin
lama sejak terjadinya solusio plasenta, makin hebat terjadinya
komplikasi (Manuaba, 2010).

5. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta


a. Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar His
b. Anemia dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai
dengan banyaknya darah yang keluar
c. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus
bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta
sehingga uterus teregang (uterus en bois)
9
d. Palpasi sukar karena Rahim keras
e. Fundus uteri makin lama makin naik
f. Bunyi jantung biasanya tidak ada
g. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena
isi uterus bertambah)
h. Sering ada preteinuri karena disertai preeklamsi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan unuk solusio plasenta adalah
sebagai berikut:

1. Tindakan gawat darurat: pemasangan infus dan mempersiapkan


transfuse.
2. Persalinan pervaginam: persalinan pervaginam dapat dilakukan
jika derajat separasi tidak terlampau luas dan/ atau kondisi ibu
dan/ atau anak baik dan/ atau persalinan akan segera berakhir.
3. Seksio sesar: indikasi seksio sesar dapat dilihat dari sisi ibu dan/
anak. Tindakan seksio sesar dipilih bila persalinan diperkirakan
tidak akan berakhir dalam waktu singkat (dengan dilatasi 3-4 cm
kejadian solusio plasenta pada nulipara).

10
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Subjektif


a.   Data umum
Biodata, identitas ibu hamil dan suaminya
b.   Keluhan utama
Keluhan pasien pada saat masuk RS adala perdarahan pada kehamilan 20
minggu.
c.    Riwayat kesehatan masa lalu
d.   Riwayat kehamilan
- haid terakhir
- keluhan
- imunisasi
e.    Riwayat keluarga
- riwayat penyakit ringan
- penyakit berat
Dukungan psikososial
- dukungan keluarga
- pandangan terhadap kehamilan
f.    riwayat persalinan
g.   riwayat menstruasi
- haid pertama
- sirkulasi haid
- lamanya haid
- banyaknya darah haid
- nyeri
- haid terakhir
h.   riwayat perkawinan
- status perkawinan
- kawin pertama
- lama kawin

11
3.1.2 Data objektif
Pemeriksaan fisik
1.   Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan ibu hamil
a.    Rambut dan kulit
- Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra
- Striae tau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha
- Laju perumbuhan rambut berkurang
b.   Wajah
- Mata : pucat, anemis
- Hidung
- Gigi mulut
c.    Leher
d.   Payudara
- Peningkatan pigmentasi areola putting susu
- Bertambahnya ukuran dan modular
e.    Jantung dan paru
- Volume darah meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi
- Terjadi hiperventilasi selama kehamilan
- Peningkatan volme tidal, penurunan jalan nafas
- Perubahan pernafasan abdomen menjadi perbafasan dada.
f.    Abdomen
Palpasi abdomen
- Menentukan letak janin
- Menentukan tinggi fundus uteri, janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri
sesuai dengan umur kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, dapat dijumpai kelainan letak janin
dalam Rahim dan bagian terendah masih tinggi
g.   Vagina
- Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan (tanda
Chadwick)
h.   Sistem muskuluskeletal
- Persediaan tulang pinggul yang mengendur
- Gaya berjalan yang canggung
12
- Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis-
rectal
2.   Khusus
- Tinggi fundus uteri
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin
3.   Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Pemeriksaan radio isotopic
- Ultra sonografi
- Pemeriksaan dalam

3.2. Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan.
3.2.2 Resiko terjadi distress janin berhubungan dengan kelainan letak placenta.
3.2.3 Potensial terjadi shock hipovolemik berhubungan dengan adanya perdarahan.
3.2.4 Gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene berhubungan dengan aktivitas
yang terbatas.
3.2.5 Gangguan psikologis cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kehamilan yang bermasalah.

3.3. Intervensi Keperawatan

3.3.1 Diagnosa 1 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya


perdarahan.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil : Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :

a. Kaji tentang banyaknya pengeluaran caiaran (perdarahan).


b. Observasi tanda-tanda vital.
13
c. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
d. Pantau kadar elektrolit darah.
e. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
f. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak
minum.
g. Kolaborasi dengan dokter sehubungan dengan letak placenta.

3.3.2 Diagnosis 2 : Resiko terjadi distress janin berhubungan dengan kelainan letak
placenta.
Tujuan : tidak terjadi fetal distress
Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya pergerakan
bayi, bayi lahir selamat.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
b. Monitor perdarahan dan status janin.
c. Pertahankan hidrasi.
d. Pertahankan tirah baring.
e. Persiapkan untuk section caesaria .

3.3.3 Diagnosa 3 : Potensial terjadi shock hipovolemik berhubungan dengan adanya


perdarahan.
Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria hasil :
Perdarahan berkurang
Tanda-tanda vital normal
Kesadaran kompos metit
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda terjadinya shock hipolemik.
b. Kaji tentang banyaknya pengeluaran cairan (perdarahan).
c. Observasi tanda-tanda vital.
d. Observasi tanda-tanda kekurangan cairan dan monitor perdarahan.
e. Pantau kadar elektrolit darah.
f. Periksa golongan darah untuk antisipasi transfusi.
g. Jelaskan pada klien untuk mempertahankan cairan yang masuk dengan banyak
minum.
14
3.3.4 Diagnosa 4 : Gangguan pemenuhan kebutuhan personal hygiene berhubungan
dengan aktivitas yang terbatas.
Tujuan : pasien dapat meningkatkan personal hygiene dengan
Kriteria hasil: - Pasien dapat berpartisipasidalam perawatandiri
- Pasien terlihat bersih dannyaman
- Kuku bersih,rambut rapi, kulittidak kusam dangigi bersih
Intervensi :
a. Berikan penjelasan tentang pentingnya personal hygiene
b. Berikan motivasi untuk tetap menjaga personal hygiene tanpa melakukan
aktivitas yang berlebihan
c. Beri sarana penunjang atau mandikan klien bila klien masih harus bedrest

3.3.5 Diagnosa 5 : Gangguan psikologis cemas berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang kehamilan yang bermasalah..
a. Beri dukungan dan pendidikan untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan pemahaman dan kerja sama dengan tetap memberikan
informasi tentang status janin, mendengar dengan penuh perhatian,
mempertahankan kontak mata dan berkomunikasi dengan tenang, hangat dan
empati yang tepat.
b. Pertahankan hubungan saling percaya dengan komunikasi terbuka. Hubungan
rasa saling percaya terjalin antara perawat dan klien akan membuat klien
mudah mengungkapkan perasaannya dan mau bekerja sama.
c. Jelaskan tentang proses perawatan dan prognosa penyakit secara bertahap.
Dengan mengerti tentang proses perawatan dan prognosa penyakit akan
memberikan rasa tenang.
d. Identifikasi koping yang konstruksi dan kuatkan. Dengan identifikasi dan
alternatif koping akan membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya.
e. Lakukan kunjungan secara teratur untuk memberikan support system. Dengan
support system akan membuat klien merasa optimis tentang kesembuhannya.

3.4. Evaluasi
3.4.1 Kondisi ibu tetap stabil atau perdarahan dapat dideteksi dengan tepat, serta terapi
mulai diberikan.
3.4.2 Ibu dan bayi menjalani persalinan dan kelahiran yang aman
15
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam semasa kehamilan di mana
umur kehamilan telah melebihi 28 minggu atau berat janin lebih dari 1000 gram
(Manuaba, 2010). Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007), perdarahan antepartum
adalah perdarahan pervaginam yang timbul pada masa kehamilan kedua pada kira-kira
3% dari semua kehamilan. Jadi dapat disimpulkan perdarahan antepartum adalah
perdarahan yang terjadi pada akhir usia kehamilan.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan antepartum bleeding meliputi pengkajian
yang terdiri dari data subyektif dan data obyektif, analisa data, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan dan evaluasi.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi mahasiswa
Diharapkan untuk mempelajari lebih dalam tentang antepartum bleeding.
4.2.2 Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan untuk lebih sigap dan cepat dalam mengatasi kasus dengan antepartum
bleeding agar ibu dan bayi bisa selamat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Feryanto, Ahmad & Fadlun. 2011. Asushan Kebidanan Patologis. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika
Walyani, Elisabeth
Sastrawinata, sulaiman dkk. 2003. Ilmu Kesehatan reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC
Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

b003-ante-partum-bleeding.pdf
https://wadung.wordpress.com/2010/03/22/pendarahan-antepartum-antepartum-blooding/

17

Anda mungkin juga menyukai