Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Respirasi distres sindrom adalah masalah yang dialami anak mulai
dari lahir. Respirasi distres sindrom ini tidak bisa dianggap sebagai masalah
yang sepele, karena komplikasi yang terjadi bisa sangat fatal jika tidak
dilakukan dengan cepat dan tepat. Respirasi distres sindrom juga harus
dilakukan secara tepat. Respirasi distres sindrom terjadi karena anak
kesuliatan untuk bernapas dan mengalami sianosis (Dewi, 2010).
Respirasi distres sindrom masih banyak kita jumpai di Indonesia.
Angka kejadian ini terjadi karen banyaknya faktor. Saat bayi didalam
kandungan bisa saja oksigen yang di transfer ibu ke anaknya tidak mencukupi
atau plasenta yang terlalu keci sehingga oksigen yang masuk hanya sebagian
kecil. Tapi kebanyakan kasus yang terjadi akibat dari penyakit yang di derita
ibu masa kehamilan.
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadan tersebut , dapat disertai dengan
hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis. Keadaan asfiksia ini terjadi karena
kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru- paru.
Proses terjadinya asfiksia neonatorium ini dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak factor yang
menyebabkan diantaranya adalah penyakit pada waktu ibu hamil seperti :
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan,
juga dapat terjadi karena factor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta
atau juga factor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan
menumbung atau melilit pada leher juga kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir, kemudian factor persalinan itu juga sangat penting dalam
menentuksn terjadinya asfiksia atau tidak seperti partus lama atau partus
dengan tindakan tertentu ini dapat menyebabkan terjadinya asfiksia
neonatorium (Hidayat, 2005).

1
Respirasi distres sindrom merupakan kumpula gejala yang terdiri dari
dipsnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit , adanya
sianosis, adanya rintihan saat ekspirasi (Eskpirasi grunting) serta adanya
retraksi suprasternal , intercostals, epigastium saat inspirasi . penyakit ini
merupakan penyakit membrane hialin, dimana terjadi perubahan atau
kurangnya komponen surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat
aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapnya parufungsi surfaktan itu
sendiri adalah merendakan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi . penyakit
ini terjadi pada bayi premature mengingat produksi surfaktan yang kurang,
pada penyakit ini kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitas menjadi
terganggu dan alveolus akan kembali di lepas pada setiap akhir ekspirasi dan
pada pernafasan berikutnya di butuhkan tekanan negatif intra thorak yang
lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih kuat. Keadaan kolapsnya paru
dapat menyebabkan gangguan ventilasi yang akan menyebabkan hipoksia dan
asidosis (Hidayat 2005).
Respirasi distres sindrom yang terjadi dapat diselesaikan dengan usaha
dan penanganan yang tepat serta cepat. Makalah ini dibuat agar pembaca bisa
menerapkan asuhan keperawatan yang pada bayi yang mengalami asfiksia dan
respirasi distres sindrom dengan penagnanan yang cepat dan tepat.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalh ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan asfiksia dan respirasi distres sindrom?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalh ini adalah untuk mengetahui, memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan asfiksia dan
respirasi distres sindrom
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Bagi Institusi

2
Dapat dijadikan salah satu referensi yang dapat digunakan sebagai acuhan
dalam proses belajar mengajar mata kuliah keperawatan anak. Selain itu
juga dapat dijadikan sebagai tambahan referensi di perpusatakaan.
1.4.2 Bagi Praktisi
Dapat dijadikan panduan dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan asfiksi atau respirasi distres sindrom.
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Dapat digunakan sebagai menambah wawasan mengenai asuhan keperaat
yang dilakukan pada anak dengan asfiksia atau respirasi distres sindrom

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Asfiksia Neonatorium
2.1.1.1 Definisi Asfiksia

Asfiksia neonatorium merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalmi gagl bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga
bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam
arang dari tubuhnya (Dewi, 2010). Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadan tersebut ,
dapat disertai dengan hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis. Keadaan asfiksia
ini terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru- paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorium ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak factor yang
menyebabkan diantaranya adalah penyakit pada waktu ibu hamil seperti :
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, juga
dapat terjadi karena factor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta atau juga
factor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung
atau melilit pada leher juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
kemudian factor persalinan itu juga sangat penting dalam menentuksn terjadinya
asfiksia atau tidak seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu ini
dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorium (Hidayat, 2005).

2.1.1.2 Etiologi

Penyebab secara umum disebabkan karena adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir.

Toweil (1966) penyebab kegegalan pernapasan pada bayi:

a. Faktor ibu

4
1) Hipoksia
2) Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
3) Gravid empat atau lebih
4) Sosial ekonomi rendah
5) Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin,
misalnya hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus.
b. Faktor plasenta
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil
3) Plsenta tak menempel
4) Solution plasenta
5) Perdarahan plasenta
c. Faktor non plasenta
1) Premature
2) IUGR
3) Gemelli
4) Tali pusat menumbung
5) Kelainan konginetal
d. Faktor persalinan
1) Partus lama
2) Partus tindakan (Sugeng & Weni, 2010).

2.1.1.3 Tanda dan Gejala


a. Pernapasan cuping hidung
b. Pernapasan cepat
c. Nadi cepat
d. Sianosis
e. Nilai apgar kurang dari 6 (Sugeng & Weni, 2010).

2.1.1.4 Patofisiologi

5
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan
berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan
mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida
sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida
diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme
sel akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga sumber glikogen terutama
pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang terjadi akan
menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang akan disebabkan karena beberapa keadaan :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi


jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan
termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem
sirkulasi yang lain mengalami ganguan.

Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob,


tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan
kerusakan membrane sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan
gangguan elektrolit berakibat terjadinya hiperglikemia dan pembengkakan sel.
Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8 – 15 menit.
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan
iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia karena mengakibatkan
perfusi jaringan kurang baik. Pada iskemia dapat mengakibatkan sumbatan
pembuluh darah kecil setelah mengalami asfiksia 5 menit atau lebih sehingga
darah tidak dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah normal.
Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menetukan kerusakan
yang menetap pada proses asfiksasi. BBL mempunyai karakteristik yang unik.
Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin,

6
menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam uterus berisi
cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki
alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru (Haryati, 2012).

2.1.1.5 Klasifikasi Asfiksia


1. Asfiksia berat

Pada kasus berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan
dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pad asfiksia
berat adalah sebagai berikut.

a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali permenit


b. Tidak ada usaha napas
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

2. Asfiksia sedang

Pada asfiksia sedang akan muncul tanda dan gejala sebagai berikut.

a. Frekuensi jantung menurun 60-80 kali permenit


b. Uasaha napas lambat
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e. Bayi tampak sianosis
f. Tidak terjadi kekurangan oksigenyang bermakna selama proses persalinan

3. Asfiksia ringan

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut.

a. Takipnea dengan naps lebih dari 60 kali per menit


b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih (grunting)

7
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f. Bayi kurang aktivitas
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
pasitif (Dewi, 2010).

2.1.1.6 Komplikasi

Meliputi berbagai organ yaitu :

a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis


b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan
paru, edema paru
c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
d. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
e. Hematologi DIC

2.1.1.7 Penatalaksanaan
a. Membersihkan jalan napas dengan penghisap lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik
c. Apabila bayi tidak menangis maka lakukan cara berikut.
1) Membungkus bayi dengan kain hangat
2) Badan bayi harus dalam keadaan kering
3) Jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil
untuk membersihkan tubuhnya
4) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala yang terbuat dari plastik
d. Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan
selanjutnya:
1) Membersihkan badan bayi
2) Perawatan tali pusat
3) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
4) Melaksanakan pengkajian antropometri dan pengkajian kesehatan
5) Memasang pakaian bayi

8
6) Memasang tanda pengenal bayi
e. Mengajarkan orang tua ibu cara:
1) Memberskan jalan napas
2) Pemberian ASI yang baik
3) Perawatan tali pusat
4) Memandikan bayi
5) Mengobservasi keadaan pernpasan bayi
f. Menjelaskan pentingnya:
1) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun
2) Makanan bergizi bagi ibu
3) Makanan tambahan untuk bayi diatas usia 6 bulan
4) Mengikuti program KB segera mungkin
g. Apabila nilai apgar pada menit kelima belum mencapai nilai normal,
persiapkan bayi untuk dirujuk kerumah sakit. Beri penjelasan kepada
keluarga alasan dirujuk ke rumah sakit (Sugeng & Weni, 2010).

2.1.2 Respirasi Distres Sindrom


2.1.1.1 Definisi Respirasi Distres Sindrom

Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari


dispnu atau hipernu dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali / sianosis ,
rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot – otot pada inpirasi (Sugeng & Weni,
2010). Respirasi distres sindrom merupakan kumpula gejala yang terdiri dari
dipsnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit , adanya sianosis,
adanya rintihan saat ekspirasi (Eskpirasi grunting) serta adanya retraksi
suprasternal , intercostals, epigastium saat inspirasi . penyakit ini merupakan
penyakit membrane hialin, dimana terjadi perubahan atau kurangnya komponen
surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat aktif pada alveoli yang
dapat mencegah kolapnya parufungsi surfaktan itu sendiri adalah merendakan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara pada akhir ekspirasi . penyakit ini terjadi pada bayi premature
mengingat produksi surfaktan yang kurang, pada penyakit ini kemampuan paru

9
untuk mempertahankan stabilitas menjadi terganggu dan alveolus akan kembali di
lepas pada setiap akhir ekspirasi dan pada pernafasan berikutnya di butuhkan
tekanan negatif intra thorak yang lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih
kuat. Keadaan kolapsnya paru dapat menyebabkan gangguan ventilasi yang akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis (Hidayat, 2005).

2.1.1.2 Etiologi
1. Sindrom gagguan pernapasan dapat di sebabkan Karena :
a. Obstruksi saluran pernapasan bagian atas.
1) Atresia esophagus.
2) Atresia koana bilateral.
b. Kelainan parenkim paru.
1) Penyakit membrane hialin.
2) Perdarahan paru.
c. Kelainan diluar paru.
1) Penumo thoraks.
2) Hernia diagfragma.
d. Kelainan lain diluar paru.
1) Asidosis, hipoglikemi.
2) Adanyana perdarahan (Sugeng & Weni, 2010).

2.1.1.3 Tanda dan Gejala

Sering disertai riwayat afiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin, pada akhir
kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adanya :

a. Timbul setelah 6 – 8 jam setelah ;ahir.


b. Pernapasan cepat / hiperpnu atau dispnu , dengan frekuensi pernapasan lebih
dari 60x / menit.
c. Retraksi intercostal , epigastrium atau suprasternal pada inspirasi.
d. Sianosis.
e. Grunting (terdengar seperti suara rintihan ) pada saat ekspirasi.

10
f. Takikardi (170x/menit) (Sugeng & Weni, 2010).

2.1.1.4 Patofisiologi

Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan


kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi
sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :

1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan


asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.

Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,


penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini sangat sensitive
dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan
kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi, IUGR
dan kehamilan kembar.

2.1.1.5 Penatalaksanaan

11
Penatalaksanaan .

a. Bersihkan jalan napas , dengan menggunakan penghisap lender dan kasa


steril.
b. Pertahankan suhu tubuh bayi, dengan membungkus bayi, dengan kain hangat.
c. Atur posisi tidur bayi, kepala ekstensi agar bayi dapat bernapas, denga
leluasa.
d. Apabila terjadi apnu lakukan napas buatan (mouth mouth ).
e. Longgarkan pakaian bayi.
f. Beri penjelasan keluarga bahwa bayi harus di rujuk ke RS .
g. Bayi rujuk, segera ke rumah sakit (Sugeng dan Weni, 2010).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Asfiksia Neonatorium
2.2.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang d dapatkan pada asfiksia neonatorium adalah sebagai berikut
adanya pernafasan yang cepat, pernafasan uping hidung,sianosis , nadi cepat,
reflek lemah, warna kulit kebiruan atau pucat , penilaian apgar skor menunjukkan
adanya asfiksia sperti asfiksia ringan (7-10), sedang (4-6) dan berat (0-3).

2.2.1.2 Diagnosis/Masalah keperawatan


Diagnosa atau masalah keperawtan yang terjadi pada bayi dengan asfiksia
neonatorium diantaranya adalah gangguan prtukaran gas , penurunan cardiac
output, intoleransi aktifitas, gangguan perkusi jaringan (renal), resiko tinggi
infeksi, kurangnya pengetahuan.

2.2.1.3 Intervensi Keperawatan


a. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas ini dapat terjadi pada bayi denga asfiksia , hal ini di
sebabkan olwh karena penyempitan pada arteri pulmonal, peningkatan
tahanan pembuluh darah di paru, dan lain- lain.

12
Untuk mengatasi gangguan masalah keperawatan diantaranya melalui :
melakukan monitoring gas darah, mengkaji denyut nadi, melakukan
monitoring system jantung, dan paru dengan melakukan resusitasi, dan
pemberian oksigen yang adekuat.
b. Penuruna cardiac output
Terjadinya penuruna cardiac output pada asfiksia neonatorium ini dapat di
sebabkan karena adanya edema paru dan penyempitan arteri pulmonal, untuk
mengatasi masalah tersebut dapat di lakukan memonitoring jantung paru,
mengkaji tanda vital, memonitoring perkusi jaringan setiap 2 – 4 jam,
memonitoring intake dan output serta melakukan kolaborasi dalam
pembberian vasodilator.
3. Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktifitas ini dapat di sebabkan karena gangguann pada system
syaraf pusat yang langsung terangsang dalam kondisi asfiksia, hal ini dpaat di
lakukan dengan melakukan intervensi keperawatan diantaranya menyediakan
stimulasi lingkungan uyang minimal, menyediakan monitoring jantung paru,
mengurangi sentuhan (stimulasi), monitoring tanda vital, melakukan
kolaborasi aalgetik dengan kondisi, menyediakan bantal yang nyaman serta
tempat tidur yang nyaman.
4. Gangguan perkusi jaringan (renal)
Gangguan perkusi jaringan pada asfiksia neonatorium ini di sebabkan oleh
adanya kemungkinan hipovolemia , atau kematian jaringan, keadaan seperti
ini dapat diatasi dengan cara mempertahankan output yang normal dengan
cara mempertahankan intake dan output, serta kolaborasi dalam pemberian
diuretic sesuai dengan indikasi, memonitor laboraturium lengkap dan
memonitor pemeriksaan darah.
5. Resiko tinggi terjadi Infeksi
Resiko tinggi infeksi ini di sebabkan oleh adanya Infeksi nosokomial dan
respons imun yang tergangggu , hal ini dpat diatasi dengan cara mengurangi
tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial dengan cara
mengkaji dan menyediakan intervensi keperawatan dengan memperhatikan
teknik aseptic.

13
2.2.1.4 Tindakan Resusitasi
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan nafas agar tetap baik
sehingga proses oksigenisasi cukup supaya sirkulasi darah tetap baik, cara
melakukan resusitasi ini sesuai dengan tingklatan asfiksi, antara lain :
Asfiksi ringan apgar skor (7-10)
Caranya :
1. Bayi di bungkus dengan kain hangat.
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara menghisap lender dari hidung kemudian
mulut.
3. Bersihkan badan dan tali pusat
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan kepada
incubator
Asfiksi sedang apgar skor(4-6)
Caranya:
1. Bersikan jalan nafas
2. Berikan oksigen 2 liter permenit
3. Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi bantu pernafasan dengan melalui masker (ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bisa bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc. dekstrosa sebanyak 4 cc di suntikan
melalui intra vena umbilicus secara perlahan-lahan , untuk mecegah
tekanan intra cranial meningkat.
Asfiksi Berat apgar skor (0-3)
Caranya :
1. Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambabug
2. Berikan oksigen 4-5 liter
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT
4. Bersihkan jalan nafas melalui ETT

14
5. Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyakm6 cc . Dektrosa 40 % sebanyak 4 cc (Hidayat,
2005).

2.2.2 Respirasi Distres Sindrom


2.2.2.1 Pegkajian
Pada pengkajian dapat di temukan adanya takipnea lebih dari 60 kali permenit ,
retraksi intercostals, pernapasan cuping hidung, sianosis dan peningkatan
hipoksemia, menurunnya daya complain paru , gangguan pernafasan tampak pada
6- 8 jam pertama setelah lahir, adanya tanda hipotensi sistemik seperti pucat pada
daerah perifer, edema , pengisian kapiler lebih dari 3 detik, produksi urin yang
menurun , penurunan suara nafas, adanya riwayat asfiksia, terjadi pada bayi
premature dengan berat badan 1000- 2000 gram, pada pemeriksaan darah di
temuka adanya sianosis metabolic dan respiratorik . adanya bradikardia, hipotensi
dan kardiomegali

2.2.2.2 Diagnosis / masalah keperawatan


Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan yang memungkinkan terjadi
adalah gangguan pertukaran gas, resiko tinggi peningkatan volume cairan,
perubahan nutrisi kurag dari kebutuhan tubuh dan errsihan jalan nafas tidak
efektif.

2.2.2.3 Intrvensi keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas
Gangguan ini dapat terjadi akibat penurunan produksi surfaktann dan imaturitas
dari jaringan paru , keadaan ini dapat diatasi dengan mempertahankan stabilitas
jantung dan paru dapat di lakukan dengan mengadakan pemantauan mulai
kedalaman , kesimetrisan, dan irama pernafasan, kecepatan , kualitas dan suara
jantung, ,mempertahankan kepatena jalan naas memantau reaksi terhadap
pemberian atau terapi medis PaO2, melakukan kolaborasi dengan memberikan
surfaktan eksogen(surfaktan dari luar) sesuai dengan indikasi
2. Resiko tinggi peningkatan volume cairan

15
Resiko tinggi peningkatan volume cairan ini dapat di sebabkan karena adanya
retensi cairan, kondisi demikian dapat di atasi dengan mempertahankan
keseimbangan intake dan output , memonitoring urin , memonitoring serum
elektrolit , mengkaji status dehidrasi , drprrti tugor, membrane mukosa, status
fontalena anterior apabila bayi mengalami kepanasan berikan selimut, berikan
cairan melalui intravena sesuai indikasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat di sebabkan karena factor
prematuritis dan adanya distress respiratory, keadaan ini dapat di atasi dengan
mempertahankan status nutrisi yang adekuat dengan cara mengukur berat badan
setiap hari, mempertahankan intake kalori melalui intravena, total parenteral
nutrition dengan menyediakan 80-120 Kcal/ kg 24 jam , mempertahankan gula
darah dengan cara memonitoring hipoglikemia, mempertahankan adanya intake
dan output , memonitoring adanya gejala komplikasi gastrointestinal seperti
adanya konstipasi, diare, seringnya mual dan lain sebagainya.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas ini diakibatkan karena menumpuknya jumlah mucus yang
berlebih , atau adanya atelektasis, keadaan ini dapat di atasi dengan
mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan cara melakukan suction ,
pengaturan posisi dan memonitoring ketidakefektifan jalan nafas dengan
mendengarkan suara nafas , adanya takipnea , retraksi, sianosis dan adanya
hipoksia serta memonitoring jantung paru dengan mengoptimalkan oksigenisasi,
dalam memberikan oksigenisasi yang optimal di lakukan dengan cara
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen , melakukan penghisapan lendir
yang sesuai dengan kebutuhan dan mempertahankan stabilitas suhu (Hidayat,
2005).

16
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asfiksia neonatorium merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir


yang mengalmi gagl bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2010). Penyebab secara umum disebabkan
karena adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 dari ibu ke janin,
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Masalah keperawatan
yang muncul pada bayi yang mengalami asfiksia adalah gangguan pertukaran gas,
penuruna cardiac output, intoleransi aktivitas, gangguan perkusi jaringan (renal),
resiko tinggi terjadi infeksi.

Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari


dispnu atau hipernu dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali / sianosis ,
rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot – otot pada inpirasi (Sugeng & Weni,
2010). Penyebab terjadinya respirasi distres sindrom adalah atresia esophagus,
atresia koana bilateral, penyakit membrane hialin, perdarahan paru, penumo
thoraks, hernia diagfragma, asidosis, hipoglikemi, adanya perdarahan. Masalah
keperawatan yang bisa muncul pada bayi dengan respirasi distres sindrom adalah
gangguan pertukaran gas, resiko tinggi peningkatan volume cairan, bersihan jalan
nafas tidak efektif.

3.2 Saran

17
Ibu-ibu ketika hamil harus mendapatkan pengetahuan yang cukup
tentang kehamilan dan persalinan. Diharapkan dengan pengetahuan yang cukup
ibu dapat memberikan yang terbaik pada masa kehamilan dan dapat mengihdari
terjadinya asfiksia dan respirasi distres sindrom.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.

Haryati, Sri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan RDS.

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.

Sugeng & Weni. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai