PENDAHULUAN
1
Respirasi distres sindrom merupakan kumpula gejala yang terdiri dari
dipsnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit , adanya
sianosis, adanya rintihan saat ekspirasi (Eskpirasi grunting) serta adanya
retraksi suprasternal , intercostals, epigastium saat inspirasi . penyakit ini
merupakan penyakit membrane hialin, dimana terjadi perubahan atau
kurangnya komponen surfaktan pulmoner komponen ini merupakan suatu zat
aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolapnya parufungsi surfaktan itu
sendiri adalah merendakan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak
terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi . penyakit
ini terjadi pada bayi premature mengingat produksi surfaktan yang kurang,
pada penyakit ini kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitas menjadi
terganggu dan alveolus akan kembali di lepas pada setiap akhir ekspirasi dan
pada pernafasan berikutnya di butuhkan tekanan negatif intra thorak yang
lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih kuat. Keadaan kolapsnya paru
dapat menyebabkan gangguan ventilasi yang akan menyebabkan hipoksia dan
asidosis (Hidayat 2005).
Respirasi distres sindrom yang terjadi dapat diselesaikan dengan usaha
dan penanganan yang tepat serta cepat. Makalah ini dibuat agar pembaca bisa
menerapkan asuhan keperawatan yang pada bayi yang mengalami asfiksia dan
respirasi distres sindrom dengan penagnanan yang cepat dan tepat.
2
Dapat dijadikan salah satu referensi yang dapat digunakan sebagai acuhan
dalam proses belajar mengajar mata kuliah keperawatan anak. Selain itu
juga dapat dijadikan sebagai tambahan referensi di perpusatakaan.
1.4.2 Bagi Praktisi
Dapat dijadikan panduan dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien anak dengan asfiksi atau respirasi distres sindrom.
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Dapat digunakan sebagai menambah wawasan mengenai asuhan keperaat
yang dilakukan pada anak dengan asfiksia atau respirasi distres sindrom
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Asfiksia Neonatorium
2.1.1.1 Definisi Asfiksia
Asfiksia neonatorium merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalmi gagl bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga
bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam
arang dari tubuhnya (Dewi, 2010). Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak
dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadan tersebut ,
dapat disertai dengan hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis. Keadaan asfiksia
ini terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru- paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorium ini dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, atau dapat terjadi segera setelah lahir, banyak factor yang
menyebabkan diantaranya adalah penyakit pada waktu ibu hamil seperti :
hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiko tinggi kehamilan, juga
dapat terjadi karena factor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta atau juga
factor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung
atau melilit pada leher juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,
kemudian factor persalinan itu juga sangat penting dalam menentuksn terjadinya
asfiksia atau tidak seperti partus lama atau partus dengan tindakan tertentu ini
dapat menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorium (Hidayat, 2005).
2.1.1.2 Etiologi
Penyebab secara umum disebabkan karena adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir.
a. Faktor ibu
4
1) Hipoksia
2) Usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
3) Gravid empat atau lebih
4) Sosial ekonomi rendah
5) Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin,
misalnya hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus.
b. Faktor plasenta
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil
3) Plsenta tak menempel
4) Solution plasenta
5) Perdarahan plasenta
c. Faktor non plasenta
1) Premature
2) IUGR
3) Gemelli
4) Tali pusat menumbung
5) Kelainan konginetal
d. Faktor persalinan
1) Partus lama
2) Partus tindakan (Sugeng & Weni, 2010).
2.1.1.4 Patofisiologi
5
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara, proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
pernafasan agar terjadi nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan
berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan
mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida
sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida
diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme
sel akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga sumber glikogen terutama
pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang terjadi akan
menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler yang akan disebabkan karena beberapa keadaan :
6
menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam uterus berisi
cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki
alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru (Haryati, 2012).
Pada kasus berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan
dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pad asfiksia
berat adalah sebagai berikut.
2. Asfiksia sedang
Pada asfiksia sedang akan muncul tanda dan gejala sebagai berikut.
3. Asfiksia ringan
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut.
7
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f. Bayi kurang aktivitas
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
pasitif (Dewi, 2010).
2.1.1.6 Komplikasi
2.1.1.7 Penatalaksanaan
a. Membersihkan jalan napas dengan penghisap lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik
c. Apabila bayi tidak menangis maka lakukan cara berikut.
1) Membungkus bayi dengan kain hangat
2) Badan bayi harus dalam keadaan kering
3) Jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil
untuk membersihkan tubuhnya
4) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala yang terbuat dari plastik
d. Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan
selanjutnya:
1) Membersihkan badan bayi
2) Perawatan tali pusat
3) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
4) Melaksanakan pengkajian antropometri dan pengkajian kesehatan
5) Memasang pakaian bayi
8
6) Memasang tanda pengenal bayi
e. Mengajarkan orang tua ibu cara:
1) Memberskan jalan napas
2) Pemberian ASI yang baik
3) Perawatan tali pusat
4) Memandikan bayi
5) Mengobservasi keadaan pernpasan bayi
f. Menjelaskan pentingnya:
1) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun
2) Makanan bergizi bagi ibu
3) Makanan tambahan untuk bayi diatas usia 6 bulan
4) Mengikuti program KB segera mungkin
g. Apabila nilai apgar pada menit kelima belum mencapai nilai normal,
persiapkan bayi untuk dirujuk kerumah sakit. Beri penjelasan kepada
keluarga alasan dirujuk ke rumah sakit (Sugeng & Weni, 2010).
9
untuk mempertahankan stabilitas menjadi terganggu dan alveolus akan kembali di
lepas pada setiap akhir ekspirasi dan pada pernafasan berikutnya di butuhkan
tekanan negatif intra thorak yang lebih besar dengan cara inspirasi yang lebih
kuat. Keadaan kolapsnya paru dapat menyebabkan gangguan ventilasi yang akan
menyebabkan hipoksia dan asidosis (Hidayat, 2005).
2.1.1.2 Etiologi
1. Sindrom gagguan pernapasan dapat di sebabkan Karena :
a. Obstruksi saluran pernapasan bagian atas.
1) Atresia esophagus.
2) Atresia koana bilateral.
b. Kelainan parenkim paru.
1) Penyakit membrane hialin.
2) Perdarahan paru.
c. Kelainan diluar paru.
1) Penumo thoraks.
2) Hernia diagfragma.
d. Kelainan lain diluar paru.
1) Asidosis, hipoglikemi.
2) Adanyana perdarahan (Sugeng & Weni, 2010).
Sering disertai riwayat afiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin, pada akhir
kehamilan. Adapun tanda dan gejalanya adanya :
10
f. Takikardi (170x/menit) (Sugeng & Weni, 2010).
2.1.1.4 Patofisiologi
2.1.1.5 Penatalaksanaan
11
Penatalaksanaan .
12
Untuk mengatasi gangguan masalah keperawatan diantaranya melalui :
melakukan monitoring gas darah, mengkaji denyut nadi, melakukan
monitoring system jantung, dan paru dengan melakukan resusitasi, dan
pemberian oksigen yang adekuat.
b. Penuruna cardiac output
Terjadinya penuruna cardiac output pada asfiksia neonatorium ini dapat di
sebabkan karena adanya edema paru dan penyempitan arteri pulmonal, untuk
mengatasi masalah tersebut dapat di lakukan memonitoring jantung paru,
mengkaji tanda vital, memonitoring perkusi jaringan setiap 2 – 4 jam,
memonitoring intake dan output serta melakukan kolaborasi dalam
pembberian vasodilator.
3. Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktifitas ini dapat di sebabkan karena gangguann pada system
syaraf pusat yang langsung terangsang dalam kondisi asfiksia, hal ini dpaat di
lakukan dengan melakukan intervensi keperawatan diantaranya menyediakan
stimulasi lingkungan uyang minimal, menyediakan monitoring jantung paru,
mengurangi sentuhan (stimulasi), monitoring tanda vital, melakukan
kolaborasi aalgetik dengan kondisi, menyediakan bantal yang nyaman serta
tempat tidur yang nyaman.
4. Gangguan perkusi jaringan (renal)
Gangguan perkusi jaringan pada asfiksia neonatorium ini di sebabkan oleh
adanya kemungkinan hipovolemia , atau kematian jaringan, keadaan seperti
ini dapat diatasi dengan cara mempertahankan output yang normal dengan
cara mempertahankan intake dan output, serta kolaborasi dalam pemberian
diuretic sesuai dengan indikasi, memonitor laboraturium lengkap dan
memonitor pemeriksaan darah.
5. Resiko tinggi terjadi Infeksi
Resiko tinggi infeksi ini di sebabkan oleh adanya Infeksi nosokomial dan
respons imun yang tergangggu , hal ini dpat diatasi dengan cara mengurangi
tindakan yang menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial dengan cara
mengkaji dan menyediakan intervensi keperawatan dengan memperhatikan
teknik aseptic.
13
2.2.1.4 Tindakan Resusitasi
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan nafas agar tetap baik
sehingga proses oksigenisasi cukup supaya sirkulasi darah tetap baik, cara
melakukan resusitasi ini sesuai dengan tingklatan asfiksi, antara lain :
Asfiksi ringan apgar skor (7-10)
Caranya :
1. Bayi di bungkus dengan kain hangat.
2. Bersihkan jalan nafas dengan cara menghisap lender dari hidung kemudian
mulut.
3. Bersihkan badan dan tali pusat
4. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan kepada
incubator
Asfiksi sedang apgar skor(4-6)
Caranya:
1. Bersikan jalan nafas
2. Berikan oksigen 2 liter permenit
3. Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi bantu pernafasan dengan melalui masker (ambubag)
4. Bila bayi sudah mulai bisa bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc. dekstrosa sebanyak 4 cc di suntikan
melalui intra vena umbilicus secara perlahan-lahan , untuk mecegah
tekanan intra cranial meningkat.
Asfiksi Berat apgar skor (0-3)
Caranya :
1. Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambabug
2. Berikan oksigen 4-5 liter
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT
4. Bersihkan jalan nafas melalui ETT
14
5. Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyakm6 cc . Dektrosa 40 % sebanyak 4 cc (Hidayat,
2005).
15
Resiko tinggi peningkatan volume cairan ini dapat di sebabkan karena adanya
retensi cairan, kondisi demikian dapat di atasi dengan mempertahankan
keseimbangan intake dan output , memonitoring urin , memonitoring serum
elektrolit , mengkaji status dehidrasi , drprrti tugor, membrane mukosa, status
fontalena anterior apabila bayi mengalami kepanasan berikan selimut, berikan
cairan melalui intravena sesuai indikasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat di sebabkan karena factor
prematuritis dan adanya distress respiratory, keadaan ini dapat di atasi dengan
mempertahankan status nutrisi yang adekuat dengan cara mengukur berat badan
setiap hari, mempertahankan intake kalori melalui intravena, total parenteral
nutrition dengan menyediakan 80-120 Kcal/ kg 24 jam , mempertahankan gula
darah dengan cara memonitoring hipoglikemia, mempertahankan adanya intake
dan output , memonitoring adanya gejala komplikasi gastrointestinal seperti
adanya konstipasi, diare, seringnya mual dan lain sebagainya.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bersihan jalan nafas ini diakibatkan karena menumpuknya jumlah mucus yang
berlebih , atau adanya atelektasis, keadaan ini dapat di atasi dengan
mempertahankan kepatenan jalan nafas dengan cara melakukan suction ,
pengaturan posisi dan memonitoring ketidakefektifan jalan nafas dengan
mendengarkan suara nafas , adanya takipnea , retraksi, sianosis dan adanya
hipoksia serta memonitoring jantung paru dengan mengoptimalkan oksigenisasi,
dalam memberikan oksigenisasi yang optimal di lakukan dengan cara
mempertahankan kepatenan pemberian oksigen , melakukan penghisapan lendir
yang sesuai dengan kebutuhan dan mempertahankan stabilitas suhu (Hidayat,
2005).
16
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
17
Ibu-ibu ketika hamil harus mendapatkan pengetahuan yang cukup
tentang kehamilan dan persalinan. Diharapkan dengan pengetahuan yang cukup
ibu dapat memberikan yang terbaik pada masa kehamilan dan dapat mengihdari
terjadinya asfiksia dan respirasi distres sindrom.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
Sugeng & Weni. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta:
Nuha Medika.
18