Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat
terjadi selama kehamilan atau persalinan (NANDA,2013). Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2014)
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2017, Angka Kematian
Bayi (AKB) menjadi indikator kesehatan pertama dalam menentukan derajat kesehatan
anak karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak pada saat ini serta
merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Pada tahun
2017 angka kematian bayi yang disebabkan oleh asfiksia di usia 0-27 hari terbanyak
terdapat di India sebanyak 114.306 bayi, diikuti oleh Nigeria sebanyak 76.154 bayi,
kemudian Pakistan sebanyak 53.110 bayi, sedangakan di Indonesia sebanyak 13.843 bayi.
Menurut Syaiful (2016), lima negara ASEAN dengan insiden kasus tertinggi yaitu,
Myanmar 48 per 1.000, Laos dan Timor Leste 46 per 1.000, Kamboja 36 per 1.000,
Indonesia 35 per 1.000.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (2015) menunjukkan angka kematian bayi di
Indonesia disebabkan oleh Asfiksia 51%, BBLR 42,9%, Seksio Sesarea 18,9%, Prematur
33,3%, kelainan kongenital 2,8%, Sepsis 12%. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukkan angka kematian neonatal (AKN) adalah
15 kematian per 1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKBA) adalah 32
kematian per 1.000 kelahiran hidup, Penyebab kematian adalah asfiksia (35,9%),
prematur (33,1%), BBLR (32,4%), dan Sepsis (12%) (SDKI, 2017).
Asfiksia Neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor ibu yang
meliputi kehamilan postterm, partus lama, preeklamsia, ketuban pecah dini, dan plasenta
previa, kemudian faktor tali pusat yang meliputi lilitan tali pusat, prolapsus tali pusat,
simpul tali pusat dan tali pusat terlalu pendek, selanjutnya faktor bayi yang meliputi air
ketuban bercampur mekonium (berwarna kehijauan), BBLR, bayi prematur, persalinan
dengan tindakan (presentasi bokong) (Yuni, 2018).

1
Karena tingginya angka kematian akibat asfiksia, maka kelompok tertarik untuk
menggali lebih lanjut tentang konsep teori tentang Asfiksia secara keseluruhan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
“Bagaimana konsep teori tentang Asfiksia secara keseluruhan?”
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep teori
tentang Asfiksia secara keseluruhan.

2
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. DEFINISI
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian (Dewi,
2011)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir (Manuaba, 2012).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia
sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau
masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Rahayu, 2012).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,
atau segera setelah bayi lahir (Hidayat, 2012).
B. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala klinis
a. RR > 60x/menit atau < 30x/menit
b. Bradikardia
c. Tonus otot berkurang
d. DJJ > 100x/menit atau < 100x/menit dan tidak teratur
e. Takikardia
f. Apnea
g. Pucat
h. Sianosis
i. Penurunan terhadap stimulus
j. Nafas cepat, nafas cuping hidung
2. Gejala lanjut pada asfiksia
a. Pernafasan megap-megap yang dalam
b. Denyut jantung terus menurun

3
c. Tekanan darah mulai menurun
d. Bayi terlihat lemas (flaccid)
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2)
g. Menurunnya PH (akibat asidosis respiratorik dan metabolisme)
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak akibat metabolisme anaerob
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler
C. ETIOLOGI
Keadaan asfiksia terjadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti
pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia, antara lain:
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uremia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
1) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/insersi uteri)
2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul
5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya
6) Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta
7) Kalau plasenta sudah tua: postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri

4
b. Paralisis pusat pernafasan
1) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
2) Trauma dari dalam: akibat obat bius
Asfiksia pada bayi juga dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada
gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solutio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi
saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi
misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipolasia
paru.

5
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada
janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapt dipengaruhi lagi.
Timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika
berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menerus,
tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (fascid). Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah, dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan
buatan dan pemberian O2 tidak dimulai dengan segera.

6
E. KOMPLIKASI
1. Otak : edema otak, perdarahan otak
2. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
3. Ginjal : tubular nekrosis akut
4. Hiperbilirubinemia
F. PENATALAKSANAAN
1. Langkah awal
a. Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering dan
hangat untuk melakukan pertolongan
b. Memposisikan bayi dengan baik, kepala bayi setengah tengadah/sedikit
ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain.
c. Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir pada
mulut baru pada hidung.
2) Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai menghisap lendir
setelah kepala lahir (berhenti sebentar untuk menghisap lendir di mulut dan
hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur, lakukan asuhan bayi baru lahir
normal. Bila bayi mengalami depresi, tidak menangis, lakukan upaya
maksimal untuk membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut
lebar-lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
3) Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna kulit
kemerahan, lakukan asuhan bayi baru lahir normal. Bila bayi tidak
menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau pucat, denyut jari tung
< 100x/menit, lanjutkan langkah resusitasi.
2. Langkah resusitasi
a. Sebelumnya periksa dan lakukan pengecekan alat resusitasi (balon resusitasi
dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test terlebih
dahulu).
b. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau memeriksa
bayi

7
c. Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan dada
bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang hangat.
d. Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi tengadah
e. Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung, dan mulut sehingga terbentuk
semacam tautan sungkup dan wajah.
f. Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan
(tergantung ukuran balon resusitasi).
g. Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua kali
dan periksa gerakan dinding dada
h. Bila tidak bocor, dan dinding dada mengembang maka lakukan ventilasi
dengan menggunakan oksigen.
i. Perhatikan kecepatan ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan tekanan
yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama ventilasi.
j. Bila dinding dada tidak naik turun dengan baik berarti ventilasi berjalan tidak
adekuat.
k. Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau terjadi
kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang. Lakukan ventilasi selama 2 x
30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian segera tentang upaya
bernafas spontan dan warna kulit :
1) Bila frekuensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi, lakukan
kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan bayi baru normal (menjaga bayi
tetap hangat, mulai memberikan ASI dan mencegah infeksi, serta berikan
imunisasi)
2) Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30 detik
atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.
3) Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas bayi. Jika
masih tidak bernafas, rujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih lengkap, atau
bila setelah tindakan bayi tidak mengalami perubahan tetap tidak ada
respon dan tidak ada nafas sama sekali maka bayi dinyatakan meninggal
dan berikan edukasi pada oarang tua dan keluarga serta dokumentasikan
setiap tindakan yang telah diberikan.

8
G. KLASIFIKASI
1. Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa
2. Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung >
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung <
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu memberikan O2
yang adekuat.
2. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
3. Babygram (photo rongten dada)
4. Ekstrolit darah
5. Gula darah
6. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinau terhadap
saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Resusitasi
a. Apneu pprimer : nafas cepat, tonus otot berkurang, sianosis
b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut jantung menurun,
lemas, tidak berespon terhadap rangsangan
c. Tindakan ABC
1) Assesment/Airway : observasi warna, suara, aktivitas bayi, HR, RR,
Capilary refill
2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai pernafasan
3) Circulation : bila HR < 60 x permenit atau 80 x permenit, jika tidak ada
perbaikan dilakukan kompresi

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian focus meliputi :
1. Data biografi
2. Riwayat persalinan
3. Pemeriksaan fisik
4. Riwayat kesehatan klien / bayi saat ini
5. Riwayat kelahiran bayi
6. Nilai apgar skore
7. Pengkajian ABC
8. Pemerikasaan tingkat perkembangan/refleks premitif
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan mucus
a. Bersihkan jalan nafas
b. Auskultasi suara nafas
c. Berikan O2 baik nasal atau dengan headbox
d. Monitor status O2
e. Monitor respirasi
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
h. Kalaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan bayi
c. Auskultasi suara nafas
d. Keluarkan lender dengar suction
e. Monitor adanya cuping hidung
f. Monitor respirasi
g. Berikan O2 sesuai indikasi

10
h. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan suction
i. Kalaborasi dengan untuk pemeriksaan AGD dan terapi obat
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
a. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman pernafasan dan produksi sputum
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau keadaan dan keluhan pasien
d. Pantau vital sign
e. Pantau hasil AGD
4. Resiko cidera berhubungan dengan anomaly congenital tidak terdeteksi, tidak
teratasi pemajanan pada agen infeksius
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
b. Pakai sarung tangan steril
c. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
d. Bebaskan dari cidera dan komplikasi
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh (hipo/hipertermia) berhubungan dengan
transisi lingkungan
a. Hangatkan bayi
b. Monitor gejala hipotermi atau hipertermi
c. Monitor vital sign
d. Monitor adanya bradikardi
e. Monitor pernafasn
f. Kaji warna kulit dan gejala siaonosis
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergatian status kesehatan anggota
keluarga
a. Tentukan proses tipe keluarga
b. Identifikasi efek pertukaran peran dalam anggota keluarga
c. Bantu anggota keluarga menggunakan metode support yang ada
d. Bantu anggota kelaurga untuk merencanakan strategi yang normal dalam segala
situasi

11
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
b. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic dalam pemberian askep
c. Lakukan perawatan tali pusat
d. Jaga kebersihan badan dan lingkungan bayi
e. Observasi tanda infeksi
f. Hindarkan bayi kontak dengan yang sakit
g. Kalaborasi pemberian obat dan antiseptic
8. Resiko terjadinya hipoglikemi berhubungan dengan metabolisme meningkat
a. Berikan nutrisi secara adekuat
b. Hangatkan bayi
c. Observasi tanda vital
d. Lakukan cek GDS
e. Monitor keadaan umum
f. Kalaborasi dengan tim medis utnuk pemeriksaan laboratoratorium
C. EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah intervensi keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas efektif
2. Pola nafas efektif
3. Pertukaran gas adekuat
4. Resiko cidera dapat dicegah
5. Suhu kembali normal
6. Koping keluarga adekuat
7. Tidak terjadi infeksi
8. Tidak terjadi hipoglikemi selama masa perawat

12
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat
terjadi selama kehamilan atau persalinan (NANDA,2013). Asfiksia neonatorum adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (IDAI, 2014). Penyebab kematian tertinggi pada
bayi adalah asfiksia (35,9%). Memperhatikan kondisi ibu saat kehamilan dengan
konsultasi rutin ke petugas kesehatan dan pemilihan tempat persalinan dapat mencegah
dan menurunkan angka kematian bayi akibat asfiksia.
B. SARAN
Makalah ini masih jauh dari kekurangan hendaknya mahasiswa tetap mencari
rujukan lain dalam mengetahui tinjauan teoritis pada kasus Asfiksia.

13
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


atas berkat rahmat dan karunia-Nyalah kita semua masih diberikan kekuatan dan
kesehatan hingga sampai sekarang. Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan
kita nabi besar Muhammad SAW serta para sahabat-sahabatnya, pengikutnya hingga
akhir zaman, sehingga kita dapat menikmati indahnya keimanan dan islam.

Ucapan syukur tadi teriring dengan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang telah banyak membantu sehingga kami kelompok dapat
menyelesaikan penulisan makalah Kegawatdaruratan Pada Respiratory “Asfiksia”,
dapat diselesaikan sesuai rencana. Namun, kelompok juga mengetahui, bahwa dalam
pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran
dari berbagai pihak sangat membantu dalam memperbaiki kesalahan ini.

Akhir kata semoga tugas ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.

Mempawah, September 2021

Kelompok

14
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ..................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ............................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH............................................. 2
C. TUJUAN PENULISAN............................................... 2
BAB II KONSEP TEORITIS ....................................................... 3

A. DEFINISI..................................................................... 3
B. MANIFESTASI KLINIS ............................................... 3
C. ETIOLOGI .................................................................. 4
D. PATOFISIOLOGI ....................................................... 6
E. KOMPLIKASI............................................................. 7
F. PENATALAKSANAAN............................................. 7
G. KLASIFIKASI............................................................. 9
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK................................ 9
I. PENATALAKSANAAN MEDIS.................................... 9

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .......................................... 10

A. PENGKAJIAN ............................................................ 10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 10
C. EVALUASI................................................................. 12

BAB IV PENUTUP ....................................................................... 13

A. KESIMPULAN ........................................................... 13
B. SARAN ....................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. iii

15
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Jakarta : Media Action Publishing
Carpenito, Lynda Juall. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Salemba Medika
Herdman, T. Heather. 2013. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz. 2012. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta
Mansjoer, Arief. 2013. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2012. Penyulit Pada Neonatus, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan dan KB. Jakarta : EGC
Maryunani A, Nurhayati. 2014. Asuhan Kegawatdaruratan Penyulit Pada Neonatus. Trans Info
Medika : Jakarta
Rahayu, Sri Dedeh. 2012. Asuhan Keperawatan Anak dan Neonatus. Jakarta : Salemba Medika
Rustam, M. 2014. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Obstetri Patofisiologi. Edisi 3, Jilid I. Jakarta :
EGC
Sarwono Prawirohardjo, 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.2. Jakarta : EGC.

16
MAKALAH

KEGAWATDARURATAN RESPIRATORY

“ASFIKSIA”

DISUSUN OLEH:

DEWI KARTIKANINGSIH
DIAH KURNIAWATI
ERNY MUHARNY
KLARA MALAU
TRISIWI DENY PURWANTI

PROGRAM STUDI DIV NERS JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK
TAHUN 2021

17

Anda mungkin juga menyukai