Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada
tahun pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan
pertama. Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 2003 asfiksia menempati urutan ke-6,
yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1
juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan
morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan
belajar.
Angka Kematian Bayi (AKB) telah mengalami penurunan sejak tahun 2005
sampai tahun 2007. Pada tahun 2005 AKB mencapai 35/1000 kelahiran hidup
sedangkan pada tahun 2007, AKB adalah 27/1.000 kelahiran hidup (Depkes RI,
2008). AKB di Jawa Barat mengalami penurunan dari tahun 2003 sampai tahun
2007, yaitu tahun 2003 sebesar 49/1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2007
AKB 43.40/1000 kelahiran hidup (Dinkes Jabar, 2007).
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, menyebutkan
penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), berat

bayi baru lahir rendah (29%), tetanus neonatorum (10%), masalah pemberian
makanan (10%), gangguan hematologik (6%), infeksi (5%) dan lain-lain (13%).
Dua pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada
minggu pertama. Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama
meninggal pada hari pertama, penyebab utama kematian pada minggu pertama
kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis
dan komplikasi berat lahir rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis pada PKK II di
RSUD Tk. II Subang, umumnya banyak ibu hamil yang datang mengalami
ketuban pecah dini kemudian melahirkan bayinya dengan kondisi asfiksia. Hal
inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai
Hubungan KPD dengan kejadian asfiksia BBL di RSUD Subang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut Bagaimana hubungan KPD dengan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD Subang periode Oktober 2010?.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara KPD dengan kejadian asfiksia bayi baru
lahir di RSUD Subang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran mengenai kejadian asfiksia di RSUD Subang
periode Oktober 2010
b. Mengetahui gambaran mengenai KPD di RSUD Subang periode Oktober
2010
c. Diketahuinya hubungan antara KPD dengan kejadian asfiksia pada bayi
baru lahir di RSUD Subang periode Oktober 2010.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk
peningkatan pertolongan pada kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya dalam
memperbanyak referensi tentang asfiksia dan sebagai acuan bagi peneliti
selanjutnya.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dan
wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang
telah didapatkan selama kuliah.
3. Bagi Peneliti Lain
Agar dapat dijadikan masukan dalam penelitian serupa dan dapat lebih
memperdalam penelitian yang sudah ada.
E. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup penelitian sebagai berikut :


1. Objek Penelitian

: bayi baru lahir dengan asfiksia karena ibu KPD di

2. Subjek Penelitian

RSUD Subang periode Oktober 2010.


: seluruh bayi yang lahir di ruang bersalin di RSUD

3. Lokasi Penelitian
4. Waktu Penelitian
5. Jenis Penelitian

Subang periode Oktober 2010.


: Ruang bersalin RSUD Subang
: Oktober 2010
: Studi Deskriptif dengan pendekatan cross sectional

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asfiksia
1. Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda.
Menurut IDAI Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang
ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
Sebuah kondisi dimana terjadi penurunan jumlah oksigen secara ekstrim
dalam tubuh disertai dengan peningkatan jumlah karbondioksida yang
menyebabkan kehilangan kesadaran atau kematian (Medical Dictionary of
American Heritage, 2007).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya
(Saifuddin, 2001).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat
atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
2. Etiologi

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan


sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin
yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan
bayi berikut ini :
a. Faktor ibu
1)
2)
3)
4)
5)

Preeklampsia dan eklampsia


Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
KPD atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat


1)
2)
3)
4)

Lilitan tali pusat


Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor

risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya
tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, ada kalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu
siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
3. Manifestasi Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia
yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila
tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia
berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam
periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya
terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi
proses metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
b. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan


tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah
ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan,
(Rustam, 1998).
4. Gejala dan Tanda Asfiksia
a.
b.
c.
d.

Tidak bernafas atau bernafas megap-megap


Warna kulit kebiruan
Kejang
Penurunan kesadaran.

5. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang
perlu mendapat perhatian menurut Wiknjosastro (1999), yaitu :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak
artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per
menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi
dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks di
buat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan di ambil contoh darah janin.

Darah ini di periksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.


Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
6. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung
melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga
tanda penting, yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi
atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak
kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan
vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
7. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. 2 helai kain / handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
c.
d.
e.
f.

untuk mengatur posisi kepala bayii.


Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
Kotak alat resusitasi.
Jam atau pencatat waktu, (Wiknjosastro, 2007).

10

11

8. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
1) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3) Bila perlu masukkan pipa endo trakheal (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
1) Kompresi dada
2) Pengobatan.
9. Langkah-langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi
dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
f.

mengusap-usap punggung bayi.


Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri
oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
1) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif.

12

2) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui


ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut
tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari
mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 60 x / menit.
3) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10.
a) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b) 60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
c) 60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
d) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
e) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2
cara kompresi jantung :
1) Kedua ibu jari menekan sternum sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
2) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan
belakang tubuh bayi.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
h. Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
i.

sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat

j.

epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 0,3 mL / kg BB secara IV.


Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan

obat.
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 5 menit.

13

l.

Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak respon
terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2

MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit (Wiknjosastro, 2007).


10. Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan
efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan
depresi dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi
dengan depresi atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat
antepartum dan intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
1) Alat pemanas siap pakai Oksigen
2) Alat pengisap
3) Alat sungkup dan balon resusitasi
4) Alat intubasi
5) Obat-obatan
11. Prinsip-prinsip Resusitasi yang Efektif
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa
yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan
efesien.
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari
pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia
clan siap pakai.

14

B. Ketuban Pecah Dini


1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban pada setiap
saat sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah pecahnya
selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu.
2. Faktor Pemicu KPD
a. Infeksi, contoh : korioamnionitis.
b. Trauma, contoh : amniosentesis, pemeriksaan panggul, atau koitus.
c. Inkompeten serviks.
d. Kelainan letak atau presentase janin.
e. Peningkatan tekanan intrauterina, contoh : kehamilan ganda dan
hidramnion.
3. Diagnosis
a. Keluarnya cairan jernih dari vagina.
b. Inspekulo : keluar cairan dari orifisium utero eksterna saat fundus uteri
ditekan atau digerakkan.
c. Adanya perubahan kertas lakmus merah (nitrazin merah) menjadi biru.
d. Periksa dalam vagina : ketuban negatif.
4. Pemeriksaan Penunjang KPD
a. USG
b. Leukosit dan suhu badan (37,5 derajat celsius) untuk menilai adanya
infeksi (leukositosis).
c. Pemantauan kesejahteraan janin.
d. Pemeriksaan laboratorium, contoh : TORCH, dll.
5. Penatalaksanaan KPD
a. Konservatif
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan
kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda
persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau
gawat janin.

15

8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi
uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air
berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.
b. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi.
Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan
terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan
mengalami kegagalan.
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat
ditemukan.
6. Komplikasi KPD
a. Komplikasi pada ibu terjadi infeksi, sepsis dan kematian.
b. Komplikasi pada janin yaitu kelahiran prematur, infeksi janin, deformitas
janin dan kematian janin.

16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan suatu keadaan atau
suatu fenomena. Pemilihan desain deskriptif dalam penelitian ini sesuai
dengan tujuan dari penelitian, yaitu ingin mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai kejadian asfiksia karena ketuban pecah dini (Notoatmodjo, 145 :
2005).
2. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental yaitu metode
survei analitik dengan pendekatan waktu yang digunakan yaitu cross
sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau risiko dan
variabel terikat atau variabel akibat, dikumpulkan dalam waktu yang
bersamaan.
Pendekatan cross sectional digunakan untuk mempelajari dinamika
korelasi antara KPD dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RSUD
Subang.

17

B. Paradigma Penelitian
1. Dasar Teori
Dasar teori yang digunakan adalah menurut Notoatmodjo (2005)
2. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara
konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (di ukur) melalui
penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 44 : 2005).
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Ketuban Pecah Dini


Lahir prematur
Infeksi janin
Deformitas janin

Asfiksia

Kematian janin

Konsep-konsep yang akan diamati berdasarkan bagan tersebut

adalah KPD sebagai variabel independen dan kejadian asfiksia


sebagai variabel terikat.

18

3. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah variabel secara operasional dan
berdasarkan beberapa karakteristik yang diamati, memungkinkan penulis
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap
suatu obyek atau fenomena, sehingga dapat ditemukan parameter yang
dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat, 2003).
Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang
bersangkutan serta pengembangan instrumen/alat ukur (Notoatmodjo,
2005).
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 55 : 2002).
Populasi yang digunakan adalah semua bayi yang lahir di RSUD
Subang selama bulan Oktober 2010.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2002: 56).
Untuk menentukan besarnya sampel suatu penelitian menurut
Arikunto (2006), apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semua. Dan apabila subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau
20-25% atau lebih, tergantung dari:
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.

19

b. Sempit dan luasnya wilayah pengamatan dari setiap objek, karena


hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Untuk perolehan sampel yang lebih akurat, diperlukan rumus untuk
besarnya sampel, antara lain :
1. Rumus Jacob Cohen

N=

L
+u+1
f2

Dengan keterangan :
N = sampel
f = effect size
u = banyaknya ubahan dalam penelitian
L = fungsi power dari u, (Arikunto, 135 : 2006).
2. Rumus Proporsi

S=
S
N
P
d

x 2 NP (1P)
d 2 ( N 1 ) + x 2 P(1P)

: ukuran sampel
: ukuran populasi
: proporsi dalam populasi
: ketelitian

X2 : harga tabel chi kuadrat

tertentu (Rumus Isaac & Michael)

Z ( )(
N=
P 1P )
e

()

N : ukuran sampel
Z

: standar score untuk

yang dipilih

e : sampling error
P : proporsi harus dalam populasi, (Rumus Paul Leedy)
Menurut Notoatmodjo (2005), untuk menghitung besarnya sampel untuk
mengukur proporsi derajat akurasi pada tingkatan statistik yang bermakna
(signifikan) dengan menggunakan formula yang sederhana, yaitu :

d=Z

p q
N n

n
N1

20

d=

penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang

Z=
p=

diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,001.


Standar deviasi normal
Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada

q=
N=
n=

populasi.
1,0 p
besarnya populasi.
besarnya sampel.

Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah accidental


sampling dimana pengambilan sampel dilakukan secara kebetulan ada
atau tersedia. Pengambilan sampel dilakukan pada bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia di RSUD Subang periode Oktober 2010.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan master label
sebagai alat untuk mendata ulang data yang di dapat dari buku register di ruang
PONEK RSUD Subang pada bulan Oktober 2010.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder sebagai
data sekunder dengan pengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari
orang lain atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti sendiri. Data di
ambil dari catatan buku register ruang bersalin dan buku register ruang
perinatologi periode Oktober 2010.

F. Teknik Pengolahan Data


1. Analisis Data

21

Analisis data yang digunakan adalah analisis data penelitian


deskriptif. Data kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian korelasi
secara manual dan secara komputerisasi. Selanjutnya dilakukan
pelaporan hasil penelitian dengan cara menghitung presentase (%) untuk
data yang didapat dari register persalinan di ruang bersalin dan data
register bayi di ruang perinatologi menggunakan rumus Arikunto (2006)
sebagai berikut:

a
P= 100
b
Keterangan :
P : Persentase
a : Jumlah pertanyaan yang dijawab benar
b : Jumlah semua pertanyaan
Cara menghitung korelasi dengan koefisien korelasi bivariat, peneliti
menggunakan korelasi yang dikemukakan oleh Pearson yang dikenal
dengan korelasi Product-Moment. Terdapat tiga rumus yang dapat
digunakan untuk korelasi ini, yaitu :
a. Rumus 1

r
xy=

1
( xx ) ( y y )
N
Sx . S y

x =
y =

x
N

y
N

b. Rumus 2

22

r xy =

xy
( x 2 )( y 2 )

c. Rumus 3

r
xy=

n ( XY ) ( X ). ( Y )

{n . X ( X ) }. {n. Y ( Y ) }
2

Kemudian dimasukan ke rumus

xy =

N xy ( x )( y )

{ N x ( x ) }{N y ( y ) }
2

Interpretasi nilai r :
Besarnya nilai r
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200

Interpretasi
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah (tak berkorelasi)

Keputusan uji :
Bila r hitung (r pearson) > r tabel; maka Ho ditolak, artinya
pernyataan valid.
Bila r hitung (r pearson) > r tabel; maka Ho ditolak, artinya
pernyataan valid, (Riyanto, 2010).
1. Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, data yang masih mentah (raw
data), harus di olah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang
akhirnya dapat digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Agar analisis
menghasilkan informasi yang benar (Riyanto, 2010). Terdapat empat tahap
dalam mengolah data yaitu :

23

a. Editing yaitu langkah yang diambil untuk melakukan pengecekan


kelengkapan data, kesinambungan data dan keragaman data.
b. Coding atau pengkodean yaitu langkah yang diambil untuk memberi kode
setiap jawaban kuisioner agar memudahkan pengolahan data.
c. Scoring atau tahap ini meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan
penjumlahan hasil scoring dari semua pertanyaan.
d. Entry yaitu data yang sudah diberi kode kemudian dimasukan kedalam
komputer.
e. Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah
dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan
f.

melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti.


Tabulating adalah pengelompokkan data dalam suatu bentuk tabel
menurut sifat yang dimiliki sesuai tujuan penelitian dan disajikan dalam
bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.

G. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu pernyataan yang penting kedudukannya
dalam penelitian. Jenis hipotesis yang digunakan ada dua yaitu :
1. Hipotesis kerja/hipotesis alternatif (Ha)
Ada pengaruh antara KPD dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir.
2. Hipotesis nol/nully hypotheses (Ho)
Tidak ada pengaruh antara KPD dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir

24

DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi.


Cetakan Ketiga. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Edisi revisi VI. Cetakan Ketiga belas. Jakarta : Rineka Cipta.
Riyanto, Agus. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Cetakan
Ketiga. Yogyakarta : Nuha Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metodologi Penelitian Kebidanan dan Tekhnik
Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Notoatmodjo, S. (2005). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke II. Jakarta :
Rineka Cipta
Sarwono, Prawihardjo, 2001. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka,
Sarwono Prawihardjo, Jakarta.
Azwar, Azrul, Joedo Prihartono. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bina
Putra Aksara.
Jotowiyono, Sugeng dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.
Nuha Medika, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai