Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ASFIKSIA

KELOMPOK 4 :
DEA SANTRI
DINDA SAFITRI
INDA SRI APRIANI
MUHAMMAD ALFINAS PRADANA
NURUL ALIJA
RIZA RAMADHANI
SARI ANGRAI NINGSIH

PRODI D-III KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA BATAM
TAHUN AJARAN 2020/2021
 
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap
6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia
adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi
lain, dan kealainan congenital.

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan
persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional.
Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen
asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali
menolong persalinan.

Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal
sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi
baru lahir. Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun
pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari
yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang
meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian
pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti
asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah. Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di
negara berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini
dan pengobatan yang tepat.

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi


pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu,
asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan
morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang
—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga
kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah penelitian di 8 negara.
1. Rumusan Masalah
2. Bagaimana Pengertian Asfiksia ?
3. Bagaimana Penyebab asfiksia ?
4. Bagaimana tanda BBL dengan Asfiksia ?
5. Bagaimana penggolongan asfiksia ?
6. Bagaimana penatalaksanaan asfiksia dengan tindakan resusitasi ?
7. Tujuan Masalah
8. Mengetahui Pengertian Asfiksia
9. mengetahui Penyebab asfiksia
10. mengetahui tanda BBL dengan Asfiksia
11. mengetahui penggolongan asfiksia
12. mengetahui penatalaksanaan asfiksia dengan tindakan resusitasi
BAB II
PEMBAHASAN

 
1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir ( sarwono, 2007 ). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut ( Manuaba, 1998 ).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan
keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis. Asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna, sehingga
tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi
gejala lanjut yang mungkin timbul.

2. Penyebab Asfiksia
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2
dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Beberapa faktor
tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu
2. Preeklampsia dan eklampsia
3. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
4. Partus lama atau partus macet
5. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
6. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
7. Faktor Tali Pusat
8. Lilitan tali pusat
9. Tali pusat pendek
10. Simpul tali pusat
11. Prolapsus tali pusat
12. Faktor Bayi
13. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
14. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
15. Kelainan bawaan (kongenital)
16. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
17. Tanda Gejala Serta Diagnosa Pada Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia
18. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
19. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
20. Warna kulit kebiruan
21. Kejang
22. Penurunan kesadaran
23. Denyut jantung terus menurun
24. Tekanan darah mulai menurun
25. Bayi terlihat lemas
26. Menurunnya tekanan O2
27. Meningginya tekanan CO2
28. Menurunnya PH
29. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin


Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih
jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya 
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit
kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. (Wiknjosastro,
1999)

1. Penggolongan Asfiksia
Asfiksia dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi dibawah ini yaitu :

1. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )


Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5 % dengan dosis 2,4
ml per kg berat badan, dan cairan glukosa 40 % 1-2 ml/kg BB diberikan lewat vena
umbilikalis.

2. Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 )


Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.

3. Asfiksia ringan atau bayi normal ( nilai APGAR 7-9 )


4. Bayi normal ( nilai APGAR 10 )
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda :

1. DJJ lebih dari 100x/mnt/dari 100x/mnt tidak teratur.


2. Mekonium pada air ketuban pada janin letak kepala
3. Apnea
4. Pucat
5. Sianosis
6. Penurunan terhadap stimulus
Sedangkan penanganan dan penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam
merawat BBLR dengan asfiksia adalah dengan cara resusitasi. Menurut
tjokronegoro ( 1998 ), resusitasi adalah tindakan untuk menghidupkan kembali
atau memulihkan kembali kesadaran seseorang yang tampaknya mati sebagai
akibat berhentinya fungsi jantung dan paru, yang berorientasi pada otak.

Akibat yang muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami


kematian sekitar 10-20 % sedangkan 20-45% dari yang hidup mengalami kelainan
neurologi. Sekitar 60 5 dengan gejala sisa berat, dan sisanya adalah normal.
Gejala sisa neurologi berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsy,
microchepalus, hydrocepalus dll.

1. Pelaksanaan Asfiksia dengan Resusitasi


2. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
1. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam
keadaan siap pakai (Wiknjosastro, 2007).yaitu :

 2 helai kain / handuk.


 Bahan ganjal bahu bayi.
Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm
dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.

 Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.


 Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
 Kotak alat resusitasi.
 Jam atau pencatat waktu.
1. Prinsip-Prinsip Resusitasi Yang Efektif :
 Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
 Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa
yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
 Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.
 Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
 Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia
clan siap pakai.
2. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka


 Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
 Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
 Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.
2. Memulai pernafasan
 Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
 Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi
 Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
 Kompresi dada.
 Pengobatan
4. Langkah-Langkah Resusitasi
Setiap melakukan tindakan atau langkah  harus didahului dengan persetujuan tindakan
medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :

1. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang untuk
menjelaskan tindakan pada bayi.
2. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal.
3. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
4. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.
5. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.
(Sarwono prawirohardjo,2002)

1. TAHAP I LANGKAH AWAL


Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5 langkah
awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur. Langkah
tersebut meliputi :

1. Jaga bayi tetap hangat


 Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu
 Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.
 Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.
1. Atur posisi bayi
 Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.
 Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.
2. Isap lendir
Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :

 Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.


 Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu
memasukkan.
 Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam
mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat menyebabkan denyut
jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba-tiba barhenti bernafas.
1. Keringkan dan rangsang bayi.
 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai
bernafas.
 Lakukan rangsang taktil dengan cara  menepuk atau menyentil
telapak kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi dan telapak
tangan.
2. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.
 Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.
 Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi
muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.
 Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.
3. Lakukan penilaian bayi
 Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas
atau megap-megap.
 Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.
 Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.
4. TAHAP II VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah volume udara
kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa
bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :

1. Pasang sunkup
Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi.

2. Ventilasi 2 kali
Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung dan
sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat penting untuk membuka alveoli
paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.

3. Lihat apakah dada bayi mengembang


Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila tidak
mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa
posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut
bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2 kali, jika
dada mengembang lakukan tahap berikutnya.

1. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.


 Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30
detik dengan tekanan 20cm air
 Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik
lakukan penilaian ulang nafas.
 Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan
asuhan pasca resusitasi.
 Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi.
2. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang nafas.
 Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.
 Hentikan ventilasi setiap 30 detik.
 Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-
megap.
 Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan
lakukan asuhan pasca resusitasi.
 Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali
dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.
3. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.
 Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.
 Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.
4. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.
 Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan ventilasi
selama 10 menit.
 Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan
kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.
 Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar mengalami
kerusakan otak yang permanen.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur setelah lahir ( sarwono, 2007 ). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak
dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut ( Manuaba, 1998 ).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia
dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis. Asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul.

2. Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini bayak terdapat kekurangan, oleh karena itu kami
mohon saran dan masukan yang membangun untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai