DISUSUN OLEH :
RAYINDA KINANDIKA
NIM. P.11105
DISUSUN OLEH :
RAYINDA KINANDIKA
NIM. P.11105
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
terhormat:
ilmiah ini.
ilmiah ini.
6. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta
yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang
bermanfaat.
7. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan
pendidikan.
Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengkajian …………………………………………………… 40
B. Diagnosa Keperawatan ………………………………………. 46
C. Intervensi …………………………………………………….. 47
D. Implementasi ………………………………………………… 50
E. Evaluasi ……………………………………………………… 51
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian …………………………………………………… 54
B. Diagnosa Keperawatan ………………………………………. 58
C. Rencana Keperawatan ……………………………………….. 60
D. Implementasi ………………………………………………… 64
E. Evaluasi ……………………………………………………… 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......……………………………………………... 70
B. Saran.........…………………………………………………… 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Halaman
Halaman
Lampiran 6 DASS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehat jiwa menurut WHO (World Healt Organitation) adalah karakteristik positif
(DEPKES RI, 2008), sehat jiwa adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur fisik, mental, dan sosial.
Gangguan mental adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu
organ, atau sistim kejiwaan / mental (Kartini Kartono dalam Erlinafsiah 2010).
utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi,
kemampuan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan terutama karena waham dan
halusinasi. Afek dan emosi inadekuat, ambi valensi dan perilaku bizar.Skizofrenia
berasal dari kata “skizo” yang berarti retakan atau pecah (split), dan “frenia” yang
berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia
adalah orang yang mengalami keretakan kepribadian (splitting of personality).
cemas yang berlebihan sehingga menimbulkan kekerasan pada orang lai (Hawari,
Penggolongan gangguan jiwa sangat beraneka ragam menurut para ahli berbeda-
dan Welly (2012), perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan (Stuart dan Sundeen dalam Nita Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan
frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari
setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat
cemas, terisolasi dan sulit diatur, sehingga akan mempengaruhi mental klien.
perilaku dan terapi kerja (Wiramihardja (2004) dalam jurnal Erviana dan Arif, 2008).
Menurut Stuart & Sundeen, jenis pelayanan kesehatan yang biasa dilakukan pada
pasien dan orang lain yang ada disekitarnya (Djoko dan Arif, 2005).
Salah satu bentuk terapi perilaku adalah dengan tehnik relaksasi. Relaksasi
Cara relaksasi dapat bersifat respiratoris yaitu dengan mengatur mekanisme atau
aktifitas pernafasan atau otot dilakukan dengan tempo atau irama intensitas yang
lebih lambat. Keteraturan dalam bernafas khususnya dengan irama yang tepat, akan
menyebabkan sikap mental dan badan akan rileks. Pelatihan otot akan menyebabkan
otot makin lentur dan menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa
mangalami peningkatan mulai tahun 2005 sampai tahun 2010 (Profil Kesehatan
Propinsi Jawa Tengah, 2005-2010). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan jiwa
maupun masyarakat (Astia, 2008). Berdasarkan laporan periode bulan Maret 2014,
pasien yang dirawat di ruang Puntadewa RSJD Surakarta didapatkan dari 30 pasien
didapatkan data subyektif klien bingung, agresif, tidak kontrol diri, marah-marah, dan
membakar istrinya dengan rokok karena keinginannya tidak terpenuhi, data obyektif :
klien tampak kesal, wajah merah, mata melotot, suara dengan nada tinggi. Latar
belakang tersebut mendorong penulis untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Emosi
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
perilaku kekerasan.
perilaku kekerasan.
kekerasan.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat kebijakan
4. Bagi pendidikan
TINJAUAN TEORI
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Stuart dan sundeen 1995, dalam Fitria 2010).
perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara
mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita
melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan, dimana perilaku kekerasan ini dapat dilakukan
secara verbal maupun fisik, disertai dengan tingkah laku yang tidak terkontrol.
2. Tanda Dan Gejala
a. Fisik
b. Verbal
c. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri / orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
menuntut.
e. Intelektual
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
g. Sosial
h. Perhatian
3. Rentang Respon
Keterangan:
a. Asertif
memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak menemukan
alternatif.
c. Pasif
masih terkontrol.
e. Kekerasan
4. Faktor Presdiposisi
a. Biologis
perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat mengurangi atau
b. Psikologis
Persepsi yang salah tehadap konflik yang terjadi dapat membuat individu
c. Sosiokultural
cenderung mudah marah; yang disebut “Acting Out” terhadap marah. Bila
mengarah pada amuk. Ahli teori sosial berpendapat bahwa komponen biologi
5. Fator Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury sacara psikis, atau lebih dikenal
dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang (Yosep, 2010). Ketika
seorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang
menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya
sosial.
6. Proses Terjadinya Masalah
kekerasan adalah:
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak
langsung diekspresikan.
a) Mengalihkan
b) Mengingkari
dan primitif.
c) Disosiasi
atau identitasnya.
d) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
dapat ditoleransi.
e) Rasionalisasi
g) Splitting
h) Represi
i) Supresi
j) Sublimasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) dalam Fitria (2010) klien dengan
lingkungan. Tanda dan gejala pada klien dengan perilaku kekerasan antara
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laria (2001) dalam Dalami (2010), pengkajian merupakan
tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada
meliputi :
a. Pengumpulan data
c. Faktor Predisposisi
kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya minat terhadap
tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat anti
psikotik.
4) Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi tekanan darah , denyut nadi, dan
suhu klien.
1) Aspek Psikologis
generasi.
b) Konsep diri
(1) Gambaran diri; meliputi bagian tubuh yang disukai klien dan
bagian tubuh yang tidak disukai oleh klien. Apakah klien ada
(2) Identitas diri; meliputi status dan posisi klien di keluarga dan
(3) Peran diri; meliputi peran yang diemban oleh klien di keluarga dan
lingkungannya.
(5) Harga diri; penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan
2) Aspek sosial
lain.
3) Aspek spiritual
kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah individu dan keluarga di rumah dan
a) Penampilan
Biasanya pakaian klien kusut atau eksentrik dengan sikap tubuh lemah
b) Pembicaraan
Klien biasanya berbicara dengan cepat dan keras. Reaksi klien selama
c) Aktivitas motorik
d) Alam perasaan
khawatir?
e) Afek
mata kurang?
g) Persepsi
i) Proses pikir
j) Tingkat kesadaran
k) Memori
m) Kemampuan penilaian
tidak.
adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan tempat
6) Mekanisme koping
sekitarnya?
8) Pengetahuan klien
9) Aspek Medik
pengumpulan data.
utama.
2. Pohon Masalah
3. Masalah Keperawatan
a. Perilaku kekerasan.
di rumah.
g. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
1. Klien mengancam
6. Klien meremehkan
Obyektif
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
6. Suara keras.
Obyektif
5. Penurunan produktivitas.
Obyektif
1. Wajah klien tampak tegang.
3. Rahang mengatup.
4. Tangan mengepal.
5. Mondar mandir.
Tabel 2.3
5. Diagnosa Keperawatan
a. Perilaku Kekerasan,
c. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, limgkungan, dan verbal).
Kesadaran diri perawat dan klien sangat penting karena akan mempengaruhi
intervensi dan interaksi antara klien dan perawat (Keliat, 2006). Bila secara emosi
klien untuk mengenalkan pada klien arti dan makna marah sehingga klien dapat
mengukur dirinya, pengendalian terhadap kekerasan dengan melibatkan
energi dan emosi kemarahan dengan cara yang biasa dilakukan klien setelah itu
Menurut Stuart dan laria (2001) perencanaan keperawatan terdiri dari tiga
aspek, yaitu tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan.
tertentu. Tujuan umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah
tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki
klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga
etiologi dapat selesai, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki klien agar klien
percaya pada kemampuan menyelesaikan masalah ( Stuart dan laria (2001), dalam
Dalami, 2010).
Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi adalah wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak
mata, bersedia menceritakan perasaan. Intervensi keperawatannya adalah Bina
nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan
panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji
setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien,
buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan
perasaan klien.
marahnya dengan motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
perasaan klien.
perilaku kekerasan yaitu tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi
tegang, dan lain-lain, tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar,
tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi
tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi, motivasi klien menceritakan kondisi
emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien
menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi
perilaku kekerasan.
teratasi.
yang dilakukannya, diri sendiri: luka, dijauhi teman, dll, orang lain/keluarga:
luka, tersinggung, ketakutan, dll, lingkungan: barang atau benda rusak dll. Untuk
cara yang dilakukan pada: diri sendiri, orang lain / keluarga, lingkungan.
cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah dengan cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur, olah raga, verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain, sosial: latihan asertif dengan orang lain, spiritual:
masing.
mengontrol perilaku kekerasan: fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur,
verbal: mengungkapkan perasaan kesal / jengkel pada orang lain tanpa menyakiti,
diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang
dilakukan, memberi penguatan pada klien, memperbaiki cara yang masih belum
sempurna. Menganjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah /
jengkel.
yang dilatihkan.
kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat , dosis yang
diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang dirasakan dan
dan kerugian jika tidak menggunakan obat, menjelaskan kepada klien: jenis obat
(nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian,
cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien. Dan anjurkan klien untuk minta
dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek
yang tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
b. Fokus Intervensi Harga Diri Rendah
salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan
perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukkan sikap
empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan
Tujuan Khusus ketiga: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan,
dirumah.
bantuan minimal.
7. Implementasi Keperawatan
keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh berbeda dengan
rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana
adalah menggunakan rencana yang tidak ditulis, yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal
(Dalami, 2010)
dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan
membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa
yang akan dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien. Semua
tindakan yang telah dilaksanakan antara lain membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya,
8. Evaluasi keperawatan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu
evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melakukan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir yaitu (Dalami, 2009):
menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
apakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau ada masalah baru dan ada
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien (PR), dan tindak lanjut oleh perawat.
1. Pengertian Relaksasi
relaksasi progresif (Carpenito, 2000). Relaksasi adalah status hilang dari tegangan
dari otot rangka dimana individu mencapai melalui tehnik yang disengaja
teknik relaksasi. Alasannya adalah jika melakukan kegiatan dalam kondisi dan
situasi yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal. Relaksasi merupakan
mengendurkan ketegangan jiwa. Salah satu cara terapi relaksasi adalah bersifat
dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan baik tempo atau irama dan
menyebabkan sikap mental dan beban yang relaks sehingga menyebabkan otot
lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuat
kaku (Wiramihardja, 2007, hlm. 132 dalam jurnal Nanny dan Sujarwo 2010).
Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal
Teknik relaksasi nafas dalam adalah sebuah teknik yang telah lama
tekanan supaya klien merasa nyaman, dina dkk, 2009. Menurut Kustanti dan
Widodo (2008) dalam jurnal Sujarwo (2010) menunjukkan bahwa ada pengaruh
dalam jurnal Nanny (2010) teknik relaksasi tidak hanya menyeabkan efek yang
menenangkan fisik tetapi juga menenagkan pikiran. Oleh karena itu teknik
relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu mengatasi stress. Teknik nafas
dalam juga dapat memberikan individu kontrrol diri ketika terjadi rrasa ketidak
nyamanan atau cemas, stress fisik, dan emosi yang disebabkan oleh kecemasan,
pelaksanaan teknik relaksasi bisa berhasil jika paseien kooperatif (Abdul, 2007).
d. Tarik nafas dalam melalui hiding, jaga mulut tetap tertutup. Hitung sampai 3
selama inspirasi,
e. Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup (purse lips breating) secara
perlahan.
D. STRESS / EMOSI
1. Pengertian Stress/emosi
Stres adalah suatu kondisi tegangan (tension) baik secara faal maupun psikologis
yang di sebabkan oleh tuntutan dari lingkungan yang dipersepsi kan oleh
Mengalami Stres adalah kondisi manusiawi. Pada satu sisi , stres membantu
kita agar tetap termotivasi (eustres). Tetapi pada sisi lain jika kita terlalu banyak
a. Gejala Emosional/Kognitif
3) Merasa gelisah
5) Sulit berkonsentrasi
6) M udah bingung
10) Mood naik turun (mood mudah berubah-ubah, misalnya merasa gembira
16) Emosi suka meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
b. Gejala Fisik :
1) Otot-otot tegang
4) Sakit dada
5) Sakit perut
6) Kram otot
13) Diare
3. Pengukuran Stress
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang
dialami seseorang. Tingkatan stres ini bisa diukur dengan banyak skala. Antaranya
adalah dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) atau
lebih diringkaskan sebagai Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS 21) oleh
Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item dan Depression Anxiety Stres Scale 21
terdiri dari 21 item. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk
mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian,
dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat digunakan baik itu oleh
DASS adalah kuesioner 42-item yang mencakup tiga laporan diri skala
dirancang untuk mengukur keadaan emosional negatif dari depresi, kecemasan dan
stres. Masing-masing tiga skala berisi 14 item, dibagi menjadi sub-skala dari 2 - 5
Skala Kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan situasional,
dan subjektif pengalaman mempengaruhi cemas. Skala Stres (item) yang sensitif
terhadap tingkat kronis non-spesifik gairah. Ini menilai kesulitan santai, gairah
saraf, dan yang mudah marah/gelisah, mudah tersinggung / over-reaktif dan tidak
frekuensi untuk menilai sejauh mana mereka memiliki mengalami setiap negara
Lovibond, 2003) :
1) Normal : 0-14
Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived
Stres Scale (PSS) atau Profile Mood States (POMS). Alat-alat ini digunakan
sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai
LAPORAN KASUS
Bab III merupakan ringkasan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan pada pasien
Tn.F dengan Perilaku Kekerasan di ruang Puntadewa RSJD Surakarta pada tanggal
07 April – 09 April 2014. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa
A. Pengkajian
Hasil pengkajian tanggal 07 April 2014 pukul: 09.00 WIB pada kasus ini
langsung, pemeriksaan fisik dan menelaah catatan perawat, dari data pengkajian
tersebut didapatkan hasil identitas klien bernama Tn.F, umur38 tahun, masuk tanggal
02April 2014, agama Islam, alamat Sukoharjo, dirawat di ruang Puntadewa RSJD
Surakarta. Penanggung jawab klien adalah Ny.E, pekerjaan guru, hubungan dengan
Alasan masuk klien mengatakan ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit klien
bingung, agresif, gelisah dan tidak kontrol diri, marah-marah dan membakar istrinya
jiwa sejak lima tahun yang lalu dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa kurang lebih
dua kali, terakhir bulan desember tahun lalu dan pengobatan sebelumnya kurang
berhasil karena putus minum obat kurang lebih dua bulan dan jarang kontrol, klien
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yaitu ayah dan adiknya, tetapi
PHK sejak 5 tahun yang lalu karena pabrik yang mempekerjakannya bangkrut.
terhadap klien tegang, gelisah dan mondar-mandir. Hasil tanda- tanda vital klien,
tinggi badan: 165 cm, berat badan: 67 kg. Hasil pemeriksaan fisik klien tidak
dan rambut pendek berwarna hitam dan sudah beruban. Hasil pemeriksaan muka dari
mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,dan tidak
tidak terpasang kanul, pemeriksaan mulut dengan hasil mukosa tidak kering dan lidah
bersih dan tidak ada stomatitis. Hasil daripemeriksaan telinga simetris kanan dan kiri
dengan pendengaran baik tanpa alat bantu dengar dan tidak ada serumen.
Pemeriksaan dada : pada jantung inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi
ictus cordis teraba dis SIC V, perkusi pekak, dan auskultasi bunyi jantung I sama
inspeksi pengembangan dada simetris kanan dan kiri, palpasi teraba vokal fremitus
kanan sama dengan kiri, perkusi sonor diseluruh lapang paru, auskultasi tidak
Pemeriksaan abdomen, inspeksi bentuk abdomen simetris, tidak ada jejas atau
bekas luka, pada saat di auskultasi bising usus 14 kali permenit di kuadran II kiri atas,
terdengar bunyi pekak di kuadran I dan tympani di kuadran II, III, IV pada saat di
menentang gravitasi dengan penahanan penuh) tidak ada perubahan bentuk tulang
dan akral hangat. Pada ekstermitas bawah akral teraba hangat, tidak terjadi
Keterangan :
: Perempuan meninggal
: Perempuan
Dari gambar genogram diatas dapat dijelaskan dalam keluarga Tn.F ayahnya
dan adiknya mengalami gangguan jiwa, ayahnya sudah meninggal. Ayah dan adiknya
Pengkajian konsep diri pada gambaran dirinya klien mengatakan suka pada
wajahnya karena klien merasa wajahnya tampan, bagian tubuh yang tidak ia suka
adalah tangan karena dia menganggap mempunyai dua tangan tetapi tidak mampu
untuk bekerja. Identitas klien, klien seorang laki-laki berumur 38 tahun sudah
menikah, mempunyai dua orang anak, klien tidak puas dengan kondisi saat ini karena
klien belum bisa mencukupi keluarganya. Peran diri, klien belum bisa menjalankan
perannya sebagai ayah karena 5 (lima) tahun terakhir tidak dapat membiayai
keluarganya karena di PHK. Ideal diri, klien ingin cepat sembuh supaya segera
bekerja kembali. Harga diri klien mengatakan orang yang tidak berguna karena tidak
bisa menafkahi keluarganya, klien mau segera sembuh dan bekerja kembali agar
Hubungan sosial klien mengatakan orang yang paling berharga adalah istri
dan anaknya, apabila ada masalah klien selalu bercerita dengan keluarganya. Peran
serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat klien mengatakan jarang mengikuti
kegiatan dalam masyarakat. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain klien
Nilai dan keyakinan klien mengenai gangguan jiwa mengatakan ini semua
adalah cobaan bagi klien dan keluarganya,beragama islam dan tidak rajin sholat lima
waktu.
rapi dengan rambut yang jarang di sisir, cara berpakaian rapi. Pembicaraan saat dikaji
klien berbicara dengan jelas dan nada suara keras dan tinggi, tidak meloncat-loncat
dari tema pembicaraan dan dapat berkomunikasi dengan jelas. Aktifitas motorik klien
terlihat sering menyendiri dan melamun, melakukan kegiatan jika dimotivasi, mata
merah, nada suara tinggi dan kasar, tatapan mata tajam. Alam perasaan klien
mengatakan sedih karena tidak berguna bagi keluarganya dan hanya menjadi beban.
Afek klien saat dikaji afeknya datar mempunyai emosi yang labil terkadang marah-
Interaksi klien saat di wawancarai cukup kooperatif dan mau menjawab semua
kebenaran dirinya. Persepsi sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengar
suara-suara. Proses pikir klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik, kooperatif,
disebutkan dengan jelas dan benar. Memori klien dapat mengingat kejadian jangka
panjang dan jangka pendek, klien mampu mengingat kapan saat dia dibawa di rumah
sakit dengan diantar tetangga dan istrinya. Tingkat konsentrasi klien dapat
Kemampuan penilaian klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil
keputusan sesuai tingkat atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Daya tilik diri klien mengatakan mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari
terhadap penyakitnya, klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan
mengatakan makan 3x sehari dengan menu yang disediakan dari rumah sakit yaitu
nasi, sayur, lauk-pauk serta buah. klien juga selalu habis makannya, minum kurang
lebih 7 gelas perhari. BAB klien sehari 1x yaitu saat pagi hari dan untuk BAK klien
5-7x sehari. Kebutuhan mandi klien juga tercukupi, klien mengatakan mandi 2x
sehari yaitu pagi dan sore. klien juga mengatakan selalu keramas dan menggosok
giginya saat mandi, kemudian klien mengatakan setelah mandi tidak lupa ganti baju
yang bersih, klien tidak mengalami gangguan dalam tidur karena klien dapat tidur
kurang lebih 6-8 jam per hari baik siang ataupun malam. klien ketika di rumah sakit
mau untuk minum obat secara teratur agar cepat sembuh dan pulang. Pemeliharaan
kesehatan pasien jarang kontrol ke rumah sakit. Kegiatan di dalam rumah klien lebih
senang melihat tv. Kegiatan di luar rumah klien mengatakan bekerja bila ada yang
mengajaknya bekerja.
Hasil mekanisme koping, klien mengalami mekanisme koping maladaptif
yaitu klien mengatakan jengkel kepada istrinya karena keinginan klien tidak dipenuhi
oleh istrinya, klien membakar istrinya dengan rokok dan mengamuk jika sedang
marah. Dari masalah psikososial dan lingkungan klien mengatakan tidak mempunyai
masalah dengan lingkungan, klien jarang ikut dalam kegiatan masyarakat seprti
gotong royong, rapat bapak-bapak karena malu dengan keadaannya yang tidak
bekerja dan pernah di rawat di RSJ. Klien mengatakan pernah di PHK saat bekerja
lima tahun yang lalu. Aspek medis yang diberikan untuk klien antara laininjeksi
mg.
B. Diagnosa Keperawatan
klien mengatakan kesal dengan istrinya karena keinginannya tidak dipenuhi. Data
obyektif: klien tampak kesal, wajah merah, mata melotot, suara dengan nada tinggi.
C. Intervensi
Tujuan khusus yaitu merupakan respon yang diharapakan dari hasil tindakan
percaya dengan, memberi salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama perawat dan
tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien, tunjukan
sikap empati jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan
kesal (jengkel), baik dari diri sendiri maupun lingkungannya. Intervensi yang akan
menceritakan penyebab rasa kesal (jengkel), dengarkan tanpa mencela atau memberi
saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik mata merah, tangan mengepal, ekspresi
wajah tegang, tanda emosional, perasaan marah jengkel marah bicara kasar, tanda
sosial bermusuhan yang dialami saat terjadi perilklien kekerasan. Intervensi yang
dialaminya, motivasi klien menceritakan kondisi fisik saat perilaku kekerasan terjadi,
motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain saat terjadi perilaku
kekerasan.
jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukanya, perasaannya saat
melakukan kekerasan, efektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.
Intervensi yang akan dilakukan, diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang
yang selama ini pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien
yang dilakukannya, diri sendiri (luka, dijauhi teman), orang lain (keluarga luka,
tersinggung, ketakutan), lingkungan (barang atau benda rusak). Intervensi yang akan
dilakukan, diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan
sehat mengungkapkan marah, Intervensi diskusikan dengan klien apakah klien mau
marah, cara fisik : nafas dalam pukul bantal dan olahraga, verbal mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain, sosial : latihan asertif dengan orang lain.
mengontrol perilaku kekerasan, fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal, verbal :
mengungkapkan perasaan kesal pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual zikir doa.
latih klien memperagakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan
klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan, anjurkan klien menggunakan cara
cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam
penyebeb, akibat, dan cara merawat klien perilaku kekerasan, peragakan klien
ulang, beri pujian kepada keluarga setelah peragakan, tanyakan perasaan keluarga
obat, keinginan tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang
diberikan kepadanya, waktu penakaran, cara penakaran, efek yang dirasakan, setelah
menggunaan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat, jelaskan
kepada klien : jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien,
waktu pemakain, efek yang dirasakan klien, anjurkan klien :minta dan menggunakan
obat tepat waktu, lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa,
D. Implementasi
pada tanggal 07-08 april 2014. Pada tanggal 07 April 2014 jam 10.00 WIB dengan SP
tanda dan gejala yang di rasakan, perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat
dengan tarik nafas dalam dan memberi kesempatan pada pasien untuk
jadwal harian.
(mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 yaitu nafas dalam), mengajarkan
dan melatih mengotrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 : pukul bantal,
kekerasan dengan pukul bantal, memberikan pujian positif pada pasien jika sudah
jadwal harian.
E. Evaluasi
satu, implementasi pada hari senin tanggal 07 April 2014 pada jam 10.00 WIB
membina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik, member salam setiap
memperkenalkan diri, nama dan alamat rumah, pasien mengatakan membakar istrinya
dengan rokok karena keinginanya tidak dipenuhi, pasien merasa bersalah, pasien
ingin belajar cara mengontor perilaku kekerasan dengan sehat. Data objektif : pasien
kooperatif, tatapan mata tajam, kontak mata ada, pasien tampak tegang, pasien mau
berjabat tangan, menyebutkan penyebab, tanda dan gejala, akibat dan perilaku
kekerasan yang sudah dilakukan, pasien mau di ajarkan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan nafas dalam, pasien tampak bisa mempraktekkan cara mengontrol
prilaku kekerasan dengan nafas dalam dengan mandiri. Analisa paien mampu
strategi pelaksanaan satu evaluasi strategi pelaksanaan satu ( tarik nafas dalam) dan
Implementasi pada hari selasa pada tanggal 08 April 2014 pukul 09.00 WIB,
kekerasan dengan cara fisik II pukul bantal, menganjurkan pasien untuk memasukkan
pasien. Evaluasi dari data subjektif pasien menjawab salam, mengatakan perasaannya
senang, pasien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan dengan SP 1 dengan
cara tarik nafas dalam, pasien mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
SP 2 pukul bantal. Data objektif pasien kooperatif, pasien tampak rileks dan tenang,
cara tarik nafas dalam, pasien mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku
PEMBAHASAN
teknik nafas dalam terhadap penurunan tingkat pada Tn.F dengan Perilaku Kekerasan
Diruang Puntadewa RSJD Surakarta, pada tanggal 07-09 Mei 2014 yang dimulai
A. Pengkajian
1994). Dalam keperawatan kesehatan jiwa, proses ini sering disebut pengkajian
psikososial ialah membangun gambaran status emosional klien saat ini, kapasitas
mental dan fungsi perilakunya. Pengkajian ini berfungsi menjadi dasar perkembangan
rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien. Pengkajian ini juga merupakan
landasan klinis yang digunakan untuk mengevaluasi keefektifan terapi dan intervensi,
atau tolak ukur kemajuan klien (American Nurses Association, 1994 dalam
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, dan
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien.Cara ini yang akan dipakai pada uraian
berikut. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Dalami, 2010).
Kasus pada Tn.F termasuk dalam dimensi yaitu dimensi fisik.Dalam pengkajian
allow anamneses terhadap klien dan perawat yang merawatnya, observasi langsung
terhadap penampilan dan perilaku klien. Menurut Dalami (2010), data pengkajian
dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu : data objektif dan data subjektif
(Dalami, 2010). Data objektif adalah data yang ditemukan melalui keadaan nyata.
Data Subjektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.
Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang
diperoleh setelah melakukan pengkajian pada klien yaitu data subjektif antara lain
klien mengatakan benci dengan istrinya karena keinginanya tidak dipenuhi, klien
suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika marah. Data objektif
yang diperoleh antara lain mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan
apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis,
atau lebih dikenal dengan adanyaancaman terhadap konsep diri seseorang (Direja,
2011). Ketika seorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali
apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien
ekternal. Contoh stressor eksternal: merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan
orang yang di cintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita menurut Yosep
(2010). Sedangkan faktor presipitasi dalam kasus klien adalah klien mengatakan
dirinya korban PHK 5 (lima) tahun yang lalu karena pabrik yang mempekerjakanya
perubahan dalam konsep diri seseorang menurut Stuart, (2006). Sedangkan faktor
predisposisi klien adalah klien mengatakan mengalami gangguan jiwa sejak 5 (lima)
tahun yang lalu dan pernah masuk RSJD Surakarta kurang lebih 2x, pengobatan
sebelumnya belum berhasil karena pasien jarang kontrol dan berhenti minum obat
selama 2 (dua) bulan, ayah dan adiknya juga mengalami gangguan jiwa tetapi tidak di
bawa ke rumah sakit jiwa, klien tidak pernah mengalami penganiayaan fisik ataupun
seksual.
Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang
mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh semua kalangan tenaga
medis, seperti dokter maupun apoteker.mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan dalam minum
obat. Hal ini merupakan syarat utama dari tercapainya hasil pengobatan yang
sebagai orang yang dewasa (Direja, 2011). Sedangkan pada kasus Tn.F mengalami
keinginannya tidak dipenuhi, bila kesal klien ingin mengamuk dan memukul. Dari
dua koping diatas yang sering klien lakukan adalah koping maladaptif karena klien
mengamuk dan memukul. Stressor yang terjadi pada klien adalah klien di PHK dan
keinginannya tidak dipenuhi oleh istrinya. Sekarang Tn.F mengalami gangguan jiwa
klien tampak emosi, memukul, muka merah, tatapan mata tajam. Klien tampak
menyendiri dan jarang bersosialisasi, klien malu bila bertemu dengan tetangganya
kemungkinan bunuh diri. Muka merah, tegang, pandangan mata tajam, mondar-
mandir, memukul, memaksa, irritable, sensitif, dan agresif ( Farida dan Yudi, 2010).
Ada beberapa tanda dan gejala pada Tn.F antara lain muka merah, pandangan tajam,
mondar-mandir. Bila dibandingkan dengan teori di atas ada beberapa tanda dan gejala
Terapi yang diberikan ke klien mendapat terapi obat yaitu Haloperidol 2x5
psikofarma yang digunakan sebagai terapi depresi endogen tanpa agitasi, gangguan
system saraf berat, hipersensitif, Parkinson. Sediaan obat 2mg, 5mg/tablet, 5mg/ml
obat tetes, 5mg/ml obat injeksi. Trihexshipenidil untuk obat anti pakirson dengan
sediaan obat tablet 2mg, 5mg, injeksi 25mg/ml. Risperdal digunakan untuk
skizofrenia akut atau kronik, keadaan psikotik lain dengan gejala halusinasi, delusi,
B. Diagnosa Keperawatan
kehidupan, sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2006) dalam Dalami (2010).
diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respon klien
diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana
Agar penentuan pohon masalah dapat dipahami dengan jelas, penting untuk
diperhatikan tiga komponen, yaitu : penyebab (causa), masalah utama (core problem)
dan effect (akibat) (Dalami, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Tn.F,
oleh harga diri rendah yang didukung data subjektif, klien mengatakan orang yang
tidak berguna karena tidak bisa menafkahi keluarganya dan klien jarang bergaul
dengan orang-orang disekitar karena malu dengan keadaannya karena pasien tidak
bekerja dan pernah masuk RSJ. Data objektif klien tampak kesal, wajah merah, mata
Kemudian dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
yang didukung data subjektif klien membakar istrinya dengan rokok karena
keinginanya tidak dipenuhi, data objektif pasien tampak kesal, emosi saat
pohon masalah yang dialami Tn.F sama dengan teori yang ditulis yaitu penyebab dari
perilaku kekerasan adalah harga diri rendah sehingga dapat beresiko perilaku
C. Rencana Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan
penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis tertentu. Tujuan umum dapat dicapai
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu.
Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki
klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan klien.
Umumnya, kemampuan klien pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek
selesai, dan kemampuan afektif yang perlu dimiliki klien agar klien percaya pada
berdasarkan teori keperawatan jiwa dimana tujuan umumnya adalah klien tidak
melakukan tindakan kekerasan, dan ada Sembilan tujuan khusus yaitu tujuan khusus
pertama adalah klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi
adalah wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, bersedia
percaya dengan: beri salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan
perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien,
tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan
perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas,
dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. Tujuan khusus yang
motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya, dengarkan
tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien. Tujuan
perilaku kekerasan yaitu tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang,
dan lain-lain, tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial :
motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan
orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan. Tujuan khusus yang
keempat yaitu klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
selama ini: motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
dilakukannya masalah yang dialami teratasi. Tujuan khusus yang kelima yaitu klien
menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri: luka, dijauhi
teman, dll, orang lain/keluarga: luka, tersinggung, ketakutan, dll, lingkungan: barang
atau benda rusak dll. Untuk intervensi keperawatan meliputi diskusikan dengan klien
akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada: diri sendiri, orang lain / keluarga,
lingkungan. Tujuan khusus yang keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara
diskusikan dengan klien: apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan
marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah
selain perilaku kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah dengan cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah
raga, verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain, sosial:
latihan asertif dengan orang lain, spiritual: sembahyang / doa, zikir, meditasi, dsb
sesuai keyakinan agamanya masing-masing. Tujuan khusus yang ketujuh yaitu klien
dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasinya
adalah klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik: tarik nafas
dalam, memukul bantal / kasur, verbal: mengungkapkan perasaan kesal / jengkel pada
orang lain tanpa menyakiti. Intervensi keperawatan meliputi, diskusikan cara yang
mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk
penguatan pada klien, memperbaiki cara yang masih belum sempurna. Menganjurkan
klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah / jengkel. Tujuan khusus yang
klien dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.
pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat
mencoba cara yang dilatihkan. Tujuan khusus kesembilan yaitu klien menjelaskan:
manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat ,
dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang
dirasakan dan klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat, menjelaskan kepada klien: jenis
obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian,
cara pemakaian, efek yang akan dirasakan klien. Dan anjurkan klien untuk minta dan
menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang
tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat (Nita Fitria,
2010).
D. Implementasi
selama dua hari pada tanggal 07-08 April 2014 di bangsal Puntadewa di Rumah Sakit
jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa
yang biasa dilakukan perawat adalah menggunakan rencana yang tidak ditulis, yaitu
apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan
klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
memvalidasi secara singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
oleh klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah
untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan
dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan semua
Implementasi pada bab ini penulis akan membahas tentang jurnal dengan
asuhan keperawatan pada Tn.F dengan perilaku kekerasan di ruang puntadewa RSJD
Surakarta pembahasan yang penulis lakukan meliputi aplikasi dari jurnal pengaruh
teknik relaksasi nafas dalam pada klien dengan perilaku kekerasan. Penulis
mengobservasiklien yaitu dari perilaku dan tindakan yang dilakukan klien saat
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yang muncul biasanya adalah mata
melotot atau pandangan mata tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
merah dan tegang, serta postur tubuh kaku, mengancam, mengumpat dengan kata-
kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus, meneyerang oaring lain,
melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk, agresif (fitria, 2009). Hal ini sesuai
dengan Tn.F dimana dari data alasan masuk pasien bingung, agresif, gelisah dan tidak
pada hari senin tanggal 07 April 2014 pada pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan SP
1 perilaku kekerasan yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat
perilaku kekeasan dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 nafas
perasaan marah, tanda dan gejala yang di rasakan, perilaku kekerasan yang sudah
perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam dan member kesempatan pada pasien
jadwal harian. Respon klien pasien memperkenalkan diri, nama dan alamat rumah,
dipenuhi, merasa pasien merasa bersalah, pasien ingin belajar cara mengontor
perilaku kekerasan dengan sehat, klien mengatakan sudah bisa melakukannya sendiri
harga diri rendah, mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki, beri
Implementasi yang ke dua dilakukan pada hari selasa tanggal 08 April 2014
pada pukul 09.00 WIB. Penulis mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 2 yaitu pukul bantal. Implementasinya, penulis memberikan salam
terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik 1 yaitu nafas dalam), mengajarkan dan melatih mengotrol
perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 : pukul bantal, memberikan kesempatan pasien
memberikan pujian positif pada pasien jika sudah bisa mempraktekkannya sendiri,
menganjurkan pasien untuk memasukkan kedalam jadwal harian. Respon klien pasien
mengontrol perilaku kekerasan dengan SP 1 dengan cara tarik nafas dalam, pasien
mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan SP 2 pukul bantal, pasien
cara pukul bantal, pasien mengatakan sudah memasukkan kedalam jadwal kegiatan
harian.
E. Evaluasi
terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan dan modifikasi rencana asuhan
Hasil evaluasi yang didapat dari Tn.F data subjektif dan data objektif antara
lain: pasien mengatakan jengkel dengan istrinya karena keinginanya tidak terpenuhi,
pasien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya dengan
perawat, pasien mau menyebutkn penyebab perilaku kekerasan yang muncul, ada
kontak mata, pasien mau menjawab semua pertanyaan yang diberikan, pasien
menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mau diajari cara mengontrol
marah dengan cara nafas dalam dan pukul bantal dan pasien tampak mau
melakukannya. Kemudian dilakukan rencana untuk pasien atara lain pasien diminta
untuk memberitahu kepad perawat atau keluarga ketika sedang marah, sedangkan
kekerasan yang dilakukan, tujuan khusus ke tiga mengidentifikasi tanda dan gejala
yang yang pernah dilakukan, tujuan khusus ke lima akibat perilaku kekerasan, tujuan
berikutnya pukul bantal dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal,
spiritual dan minum obat teratur. Motivasi pasein untuk mengontrol marah nafas
dalam. Penulis mendelagasikan kepada perawat ruang untuk memvalidasi cara yang
Hasil teknik relaksasi dari jurnal Nanny dan Sujarwo (2010), hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan antara tingkat emosi sebelum dan sesudah diberikan
teknik relaksasi nafas dalam dengan p value 0,000 yang berarti ada pengaruh antara
teknik relaksasi nafas dalam dengan penurunan tingkat emosi. Hasil dari pemberian
teknik relaksasi nafas dalam pada Tn.F didapatkan data obyektif: klien tampak tenang
dan relaks. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam
berpengaruh terhadap tingkat emosi pada klien yang mengalami gangguan jiwa
dengan perilaku kekerasan di RSJD Surakarta, hasil pemberian tindakan teknik nafas
dalam terhadap penurunan emosi pada klien sesuai jurnal efektifitas teknik relaksasi
nafas dalam terhadap perubahan tingkat emosi pada klien skizofrenia di RSJD
Surakarta yang dipakai oleh penulis yaitu menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian pada Tn.F didapat data dari tanggal klien masuk RSJD, Data yang
berfokus pengajian pada kasus adalah pola koping toleransi stress bahwa klien
mengatakan bingung, agresif, gelisah dan tidak kontrol diri, marah-marah dan
mata merah, nada suara tinggi dan kasar, tatapan mata tajam.
2. Diagnosa Keperawatan
adalah perilaku kekerasan core problem adalah perilaku kekerasan yang didukung
tidak dipenuhi dan data obyektif : klien tampak kesal, wajah merah, mata melotot,
3. Intervensi
yang ditetapkan ada tujuan umum yaitu klien dapat mengontrol marah,
pereencanaan tujuan khusus ada sembilan yaitu tujuan khusus pertama membina
4. Implementasi
pada Tn.F dengan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya antara perawat
tanda dan gejala, jenis perilaku kekerasan, akibat, cara konstruktif dalam
kekerasan dengan teknik relaksasi nafas dalam yang telah dipilih klien. SP 2
mengevaluasi mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik satu yang telah di
pilih klien (teknik relaksasi nafas dalam) dan mengajarkan cara mengontrol
5. Evaluasi
Evaluasi yang didapat dari Tn.F adalah data subyektif dan obyektif : klien
mengatakan mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal
6. Analisa Hasil Tingkat Emosi Klien Sebelum dan Sesudah Diberikan Teknik
relaksasi nafas dalam klien bingung, agresif, gelisah dan tidak kontrol diri, marah-
marah. Setelah diajarkan teknik relaksasi nafas dalam, respon klien tampak
tenang dan rileks, hal itu menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam dengan perilaku kekerasan yang dialami klien, teknik relaksasi tidak hanya
menyebabkan efek yang menenangkan fisik tetapi juga menenagkan pikiran. Oleh
karena itu teknik relaksasi seperti nafas dalam dapat membantu mengatasi stress.
Hasil pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap Tn.F efektif untuk
menurunkan tingkat emosi pada klien dengan perilaku kekerasan. Hal ini sesuai
dengan hasil riset dalam jurnal Nanny Dyah Zelianti dan Sujarwo, (2010) tentang
pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilaku
1. Bagi pendidikan
3. Bagi perawat
saling percaya dengan perawat dan lebih sabar dalam memberikan pelayanan
Abdul Ghofur, Eko Purwoko. 2007. Pengaruh Teknik Nafas Dalam Terhadap
Riau.http://scholar.google.com/scholar?q=komunikasi+terapeutik+perawat+dalam+p
emulihan+pasien+gangguan+jiwa+jenis+isolasi+sosial+di+rumah+sakit+jiwa+provin
Ana Fuji Rahayu, 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Perilaku
Kekerasan,http://digilip.stikeskusumahusada.ac.id/gdl.php?mod=browser&op=read&
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Astiya Siskayanti, Arief Nugroho, Mugi Hartoyo. 2008. Pengaruh Komunikasi Terapeutik
Gondohutomo
Semarang.http://scholar.google.com/scholar?q=pengaruh+komunikasi+terapeutik+ter
hadap+kemampuan+berinteraksi+klien+isolasi+sosial+di+rsjd+do.+amino+gondohut
Damaiyanti & Iskandar, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika
Aditama. Bandung.
Dina Dewi, dkk. 2009. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
http://scholar.google.com/scholar?q=pengaruh+teknik+relaksasi+nafas+dalam+terha
dap+penurunan+persepsi+nyeri+pada+lansia+dengan+artitis+reumatoid diakses
Direja, Ade Herma Surya, 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit buku: Nuha
Medika.
Djoko, Arif, 2005. Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Perilaku
Surakarta.http://scholar.google.com/scholar?q=pengaruh+komunikasi+terapeutik+ter
hadap+penurunan+tingkat+perilaku+kekerasan+pada+pasien+skizofrenia+di+rumah
Erlinafsiah. SST. 2010. Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: Trans Info Media.
Jakarta.
Ermawati Dalami, S.Kp. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Penerbit Buku:
Erviana Kustanti, Arif Widodo. 2008. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Peruahan
ap+Peruahan+Setatus+Mental+Skizofrenia+Di+Rumah+Sakit+Jiwa+Surakarta.&btn
Farida Kusumawati, Yudi Hartono, 2010. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku:
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika Aditama. Bandung.
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. Jakarta.
Nanda. 2012. Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta.
Nita Fitria. 2010. Prinsip Dasaar dan Aplikasi Penulisan Laporan pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Penerbit Buku: Salemba Medika.
Jakarta.
Nanny Dyah Zelianti, Sujarwo. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tingkat Emosi Klien Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang,
http://scholar.google.com/scholar?hl=id&q=Pengaruh+Teknik+Relaksasi+Nafas+Dal
am+Terhadap+Tingkat+Emosi+Klien+Perilaku+Kekerasan+Di+Rumah+Sakit+Jiwa+
2014.
Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Yogyakarta. Penerbit Buku: Moco
Medika.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Jakarta.
Videbeck, Sheila L. 2008 Buku Ajaran Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.