Anda di halaman 1dari 24

ASFIKSIA

Dosen pembimbing : Disusun Oleh :


1. Siti aisyiyah
Nurmawati SST. S.Pd.,M. M.Kes (14.1241)
2. Ervita Yumansyah
(14.1253)

1
ASFEKSIA INTRAUTERINE ATAU
FETAL DISTRES

2
Pengertian
Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan
pada janin dapat terjadi pada masa intrapartum.
Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam
bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia
janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh
darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)

3
Etiologi

1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran


darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)

2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran


darah uterus-plasenta dalam waktu lama)

3. Kompresi (penekanan) tali pusat

4. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen

4
Patofisiologi
1. Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion,
plasenta dan janin pada kehamilan postterm.
2. Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia
kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar
800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion
berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml
pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
5
3. Perubahan pada plasenta

Plasenta sebagai perantara untuk


suplai makanan dan tempat pertukaran
gas antara maternal dan fetal. Dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka
terjadi pula perubahan struktur plasenta.

6
Komplikasi
1. Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya
kehamilan karena pada gawat janin, maka harus segera
dikeluarkan.
2. Pada persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
a. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus
segera dikeluarkan
b. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam,
ekstraksi forseps, vakum ekstraksi, ataupun bahkan dapat
diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)
7
Diagnosa
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan
pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis
lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/
sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan
karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan,
infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan
pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus
segera dideteksi dan perlu penanganan segera. 8
Klasifikasi
1. Gawat janin yang terjadi secara
ilmiah
2. Gawat janin sebelum persalinan
3. Gawat janin kronik
4. Gawat janin akut
5. Gawat janin selama persalinan
9
Penatalaksanaan
1. Penanganan umum:
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan
pembawaan oksigen dari obu ke janin lebih lancer.
b. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
c. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin,
karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang
berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.
d. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.
e. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan
dalam untuk mencari penyebab

10
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha
untuk membebaskan kompresi aortokaval dan
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan
aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam posisi
juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter
permenit sebagai usaha untuk meningkatkan
pergantian oksigen fetomaternal.
c. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan
mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.

11
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan

laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.

e. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan

perjalanan persalinan.

f. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko

aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut

dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah

kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai

usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.

12
ASFEKSIA EKSTRAUTERINE

13
DEFINISI

Asfiksia ekstrauterine adalah keadaan dimana bayi tidak dapat


bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir kadaan
tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea
dan sampai ke asidosis. Keadaan asfeksi ini dapat terjadi karena
kurangnya kemapuan fungsi organ bayi seperti pengembangan
paru-paru. Proses terjadinya asfeksia neonaturum ini dapat
terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau dapat terjadi
segera setelah lahir. (Hidayat.2009:189)

14
ETIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya asfeksiaekstrauterine
diantaranya:
1. Faktor ibu yang 2. Faktor plasenta juga dapat menyebabkan
mengakibatkan asfeksia terjadinya asfeksia neonatorum, diantaranya
neonatorum, adalah adalah plasenta yang tipis, kecil, tidak
hipoksia ibu,usia kurang dari menempel sempurna, solusio plasenta,
20 tahun atau lebih dari 35 plasenta previa, dan lain-lain. Faktor janin
tahun, gravida lebih dari 4, yang dapat menyebabkan terjadinya asfeksia
social ekonomi rendah, neonatrum, antara lain premature, IUGR,
penyakit pembuluh darah gemelli, tali pusat menumbung, kelainan
yang mengganggu konginental, dan lain-lain. Faktor persalinan
pertukaran dan juga turut meningkatkan kejadian asfeksia
pengangkutan oksigen, neonatorum, yaitu partus lama serta partus
antara lain hipertensi, dengan tindakan. (Muslimatun.2010:183-184)
hipotensi, gangguan
kontraksi uterus dan lain-
lain. 15
3. Faktor janin itu
sendiri seperti terjadi
kelainan pada tali
pusat dengan 4. Kemudian faktor persalinan
menumbung atau itu juga penting dalam
melilit pada leher atau menentukan terjadi asfeksia
juga kompresi tali atau tidak, seperti pada partus
pusat antara janin dan lama atau partus dengan
jalan lahir. tindakan tertetu ini dapat
(Hidayat.2009:198- mengakibatkan terjadinya
199) asfeksia neonatorum.

16
PATOFISIOLOGIS

Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfeksia meliputi


kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan
asidosis metabolik. Kondisi patofisiologis yang menyebabkan
asfeksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida
berlebihan, dan asidosis metabolik. Frekuensi jantung dan tekanan
darah pada awalnya meningkat dan bayi melakukan upaya megap-
megap (gasping). Bayi kemudia masuk keperiode apne primer.

17
Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama apnea
primer akan mulai melakukan usaha nafas lagi. Stimulasi dapat
terdiri stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal
(oleh suhu ruang persalinan yang lebih dingin).
Bayi-bayi yang mengalami asfeksia lebih jauh berada dalam tahap
apnea sekunder. Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia
menyebabkan pembuluh darah diparu-paru mengalami kontriksi,
vasokontriksi ini menyebabkan paru-paru resistan terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi.
Efek hipoksia terhadap otak terutama sangat tampak
pada hipoksia awal, aliran darah keotak meningkat, sebagai
bagian mekanisme kompensas. Kondisi itu hanya dapat
memberikan sebagian dan dalam menghadapi hipoksia yang
berlanjut, tidak terjadi penyesuaian. Diantara banyak efek
hipoksia pada sel-sel otak, beberapa efek hipoksia yang paling
berat muncul akibat tidak ada zat penyedia energi, seperti ATP,
berhentinya kerja pompa ion-ion transeluler.
18
TANDA dan GEJALA

1. Penilaian Apgar Skor


Penilaian asfiksia secara APGAR mempunyai
hubungan yang bermakna dengan kejadian
asfiksia pada BBL. Patokan klinis yang
ditandai:
Menghitung frekuensi jantung
Melihat usaha bernafas
Melihat tonus otot
Melihat reflek rangsangan
Memperhatikan warna kulit

19
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai

Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari Lebih dari


100/menit 100/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstrimitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
ekstrimitas biru ekstrimitas
kemerahahan

2. Tingkatan Asfiksia
a. Asfiksia ringan/atau bayi normal: nilai apgar skor 7-10
b. Asfiksia sedang: nilai apgar skor 4-6
c. Asfiksia berat :nilai apgar skor 0-3
20
MASALAH KEPERAWATAN

Gangguan atau masalah keperawatan yang terjadi pada bayi


dengan asfiksia neonatorum diantaranya: Gangguan
pertukaran gas, Gangguan pemenuhan nutrisi, Resiko
terjadinya hipotermi, Kurangnya pengetahuan .

21
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan khusus pada bayi asfeksia ekstrauterine, adalah


dengan tindaAkan resusitasi segera setelah lahir resusitasi segera
setelah lahir adalah upaya untuk membuka membuka jalan nafas
ke mulut bayi (resusitasi pernafasan), menggerakan jantung (
resusitasi jantung) sampai bayi mampu bernafas spontan dan
jantung berdenyut secara spontann secara teratur. Selain tindakan
resusitasi, bayi dengan asfeksia neonatorum juga membutuhkan
terapi suportif dan terapi medikamentosa. Terapi suportif diberikan
dalam beentuk cairan infus dextrose 5-10% untuk mencegah
hipoglikemi, cairan elektroit, dan pemberian oksigen yang adekuat.
Terapi medikamentosa dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
edema cerebri dengan pemberian kartikostiroid (masih
kontroversi) dan phenobarbital untuk melokalisir perdarahan dan
mengurangi serebal.

22
Penatalaksanaan pada bayi
dengan asfeksia ekstrauterine
adalah sebagai berikut:

1. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi sistem jantung, dan


paru-paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang
cukup, serta memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik.

23
TERIMA KASIH

24

Anda mungkin juga menyukai