1
ASFEKSIA INTRAUTERINE ATAU
FETAL DISTRES
2
Pengertian
Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan
pada janin dapat terjadi pada masa intrapartum.
Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam
bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia
janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh
darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)
3
Etiologi
4
Patofisiologi
1. Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion,
plasenta dan janin pada kehamilan postterm.
2. Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia
kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar
800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion
berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml
pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
5
3. Perubahan pada plasenta
6
Komplikasi
1. Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya
kehamilan karena pada gawat janin, maka harus segera
dikeluarkan.
2. Pada persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
a. Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus
segera dikeluarkan
b. Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam,
ekstraksi forseps, vakum ekstraksi, ataupun bahkan dapat
diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)
7
Diagnosa
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan
pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis
lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/
sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan
karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan,
infeksi, insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan
pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus
segera dideteksi dan perlu penanganan segera. 8
Klasifikasi
1. Gawat janin yang terjadi secara
ilmiah
2. Gawat janin sebelum persalinan
3. Gawat janin kronik
4. Gawat janin akut
5. Gawat janin selama persalinan
9
Penatalaksanaan
1. Penanganan umum:
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan
pembawaan oksigen dari obu ke janin lebih lancer.
b. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
c. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin,
karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang
berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.
d. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.
e. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan
dalam untuk mencari penyebab
10
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha
untuk membebaskan kompresi aortokaval dan
memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan
aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam posisi
juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter
permenit sebagai usaha untuk meningkatkan
pergantian oksigen fetomaternal.
c. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan
mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.
11
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan
perjalanan persalinan.
f. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko
aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut
12
ASFEKSIA EKSTRAUTERINE
13
DEFINISI
14
ETIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya asfeksiaekstrauterine
diantaranya:
1. Faktor ibu yang 2. Faktor plasenta juga dapat menyebabkan
mengakibatkan asfeksia terjadinya asfeksia neonatorum, diantaranya
neonatorum, adalah adalah plasenta yang tipis, kecil, tidak
hipoksia ibu,usia kurang dari menempel sempurna, solusio plasenta,
20 tahun atau lebih dari 35 plasenta previa, dan lain-lain. Faktor janin
tahun, gravida lebih dari 4, yang dapat menyebabkan terjadinya asfeksia
social ekonomi rendah, neonatrum, antara lain premature, IUGR,
penyakit pembuluh darah gemelli, tali pusat menumbung, kelainan
yang mengganggu konginental, dan lain-lain. Faktor persalinan
pertukaran dan juga turut meningkatkan kejadian asfeksia
pengangkutan oksigen, neonatorum, yaitu partus lama serta partus
antara lain hipertensi, dengan tindakan. (Muslimatun.2010:183-184)
hipotensi, gangguan
kontraksi uterus dan lain-
lain. 15
3. Faktor janin itu
sendiri seperti terjadi
kelainan pada tali
pusat dengan 4. Kemudian faktor persalinan
menumbung atau itu juga penting dalam
melilit pada leher atau menentukan terjadi asfeksia
juga kompresi tali atau tidak, seperti pada partus
pusat antara janin dan lama atau partus dengan
jalan lahir. tindakan tertetu ini dapat
(Hidayat.2009:198- mengakibatkan terjadinya
199) asfeksia neonatorum.
16
PATOFISIOLOGIS
17
Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama apnea
primer akan mulai melakukan usaha nafas lagi. Stimulasi dapat
terdiri stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal
(oleh suhu ruang persalinan yang lebih dingin).
Bayi-bayi yang mengalami asfeksia lebih jauh berada dalam tahap
apnea sekunder. Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia
menyebabkan pembuluh darah diparu-paru mengalami kontriksi,
vasokontriksi ini menyebabkan paru-paru resistan terhadap
ekspansi sehingga mempersulit kerja resusitasi.
Efek hipoksia terhadap otak terutama sangat tampak
pada hipoksia awal, aliran darah keotak meningkat, sebagai
bagian mekanisme kompensas. Kondisi itu hanya dapat
memberikan sebagian dan dalam menghadapi hipoksia yang
berlanjut, tidak terjadi penyesuaian. Diantara banyak efek
hipoksia pada sel-sel otak, beberapa efek hipoksia yang paling
berat muncul akibat tidak ada zat penyedia energi, seperti ATP,
berhentinya kerja pompa ion-ion transeluler.
18
TANDA dan GEJALA
19
Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai
2. Tingkatan Asfiksia
a. Asfiksia ringan/atau bayi normal: nilai apgar skor 7-10
b. Asfiksia sedang: nilai apgar skor 4-6
c. Asfiksia berat :nilai apgar skor 0-3
20
MASALAH KEPERAWATAN
21
PENATALAKSANAAN
22
Penatalaksanaan pada bayi
dengan asfeksia ekstrauterine
adalah sebagai berikut:
23
TERIMA KASIH
24