LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Gawat Janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami
hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat janin telah banyak
dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya menandakan
kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir
dengan seksio secarea atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan
memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom. Sering dianggap DJJ
yang abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis.
Akan tetapi, hal tersebut sering kali tidak benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat
disebabkan bukan hanyaoleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari
infeksi intra uterin.
2.2 Etiologi
Penyebab dari gawat janin yaitu:
a. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu
singkat) :
1) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin.
2) Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
3) Solusio plasenta.
4) Plasenta previa dengan pendarahan.
b. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu
lama) :
1) Penyakit hipertensi
2) Diabetes melitus
3) Postmaturitas atau imaturitas
c. Kompresi (penekanan) tali pusat
1. Oligihidramnion
2.Prolaps tali pusat
3. Puntiran tali pusat
d. Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
1. Anemia berat misalnya isomunisasi , perdarahan fetomaternal
2.Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia intrapartum dan komplikasi
3. skor APGAR 0-3 selam > 5 menit
4. Sekuele neorologis neonatal
5. Disfungsi multi organ neonatal
6. PH arteri tali pusat 7,0
2.3 Patofisiologi
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin
dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin
hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama
dengan orang dewasa, kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglabin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah
jantung dan kecepatan arus darah lebih besar dari pada orang dewasa. Dengan
demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada janin dan jaringan perifer dapat
terselenggara dengan relatif baik. Sebagai hasil metabolisme oksigen akan
terbentuk asam piruvat, sementara CO 2 dan air diekskresi melalui plasenta. Bila
plasenta mengalami penurunan fungsi akibat dari perfusi ruang intervilli yang
berkurang, maka penyaluran oksigen dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat
penurunan PH atau timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak efisien, bahkan
menimbulkan asam organik menambah asidosis metabolik. Pada umumnya asidosis janin
disebabkan oleh gangguan arus darah uterus atau arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan akibat hipoksia,
karena janin mempunyai kemampuan redidtribusi darah bila terjadi hipoksia, sehingga
jaringan vital (otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak
dibandingkan jaringan perifer. Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar
jantung bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
2.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan
deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ ’kick
count’ . Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan
siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus
menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi
penghitungan gerakan ini terutamadiminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap
gawat janin atau ibu yangmengeluh terdapat pengurangan gerakan janin.
Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu untuk
segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tanda-tanda gawat janin:
1. Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
2. Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janinUntuk mengetahui adanya tanda-
tanda seperti di atas dilakukan pemantauanmenggunakan kardiotokografi
3. Asidosis janin diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin
b. Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang sesuai.
c. Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal sepanjang paling
sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin:
Prinsip Umum :
1) Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2) Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3) Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan
indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi,
kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
b. Penatalaksanaan Khusus
1) Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval
dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan
dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2) Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk meningkatkan
pergantian oksigen fetomaternal.
3) Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang
intervilli.
4) Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5) Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan
persalinan.
6) Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum.
Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan
kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi
langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.