Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS

1. PENGERTIAN
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan yang
disebabkan masuknya kuman umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal
berada dalam usus dan jalan lahir. Salah satu dari infeksi nifas ini adalah peritonitis, dimana
penyebarannya dapat melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan
menyebabkan peritonitis.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
dinding perut sebelah dalam. Kalau peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveo
peritonitis, sedangkan kalau seluruh peritoneum meradang di sebut dengan peritonitis umum.
Peritonitis juga kadang dijumpai pada wanita dengan riwayat SC dan menjalani persalinan
pervaginam. Infeksi pasca SC apabila terjadi nekrosis dan terlepasnya insisi, dan juga bisa
terjadi karena meluasnya endometritis. Tetapi juga ditemukan bersama-sama dengan
salpingo-ooforotis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada kemungkinan bahwa abses
pada selusitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan
peritonitis. Penyulit ini jarang ditemukan apabila terapinya sudah diberikan dengan
segera.

2. PATOFISIOLOGI
Reaksi awalnya peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang hingga menyababkan usus kemudian menjadi atoni
dan meregang (ileus paralitik). Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekresi fibrin
dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan
mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat
bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
yang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang
sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha
mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-
kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah besar
ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi bakteri
transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak keadaan
abdomen.
Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam rongga abdomen,
peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil.
Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain
atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan
bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis
menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi

3. PENYEBAB
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika
pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan
peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia).
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi.
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung
empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
7. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau
bubuk bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis
tanpa infeksi.

4. MANIFESTASI KLINIK
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya. Biasanya
penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya.
Bisa terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan
parut dalam bentuk pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa
menyumbat usus. Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa
berkembang dengan cepat. Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan
di usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam
rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya
bisa terjadi komplikasi utama, seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan
darah yang menyebar.
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Pada keadaan peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya
perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut yang berat, atau iskemia usus,
nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi.
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam
tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum di tempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa
tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga memang tegang karena
iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat apendisitis yang
biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat abses
yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan
vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease,
namun pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.

5. PENATALAKSANAAN
Fokus utama dari penatalaksanaan medis untuk pasien peritonitis yaitu dengan
penggantian cairan, koloid dan elektrolit dengan memberikan infuse (NaCl atau Ringer
Laktat). Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari
lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.
Analgesik diberikan untuk mengatasi rasa nyeri. Antiemetik dapat diberikan
sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam
menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Diberikan antibiotik
yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan sehingga bebas
panas selama 24 jam (Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kg berat badan secara IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg
IV setiap 8 jam).
Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi
ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan sehingga terapi oksigen dengan
kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat. Tindakan bedah
mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab. Tindakan
laparatomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage). Tindakan
pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan
atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami
perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses.
Bisa juga dilakukan drainase dengan panduan CT-scan dan USG yang merupakan
pilihan tindakan nonoperatif yang tidak terlalu invasif, namun terapi ini lebih bersifat
komplementer, bukan kompetitif bila dibandingkan dengan tindakan laparoskopi, karena
seringkali letak luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal.
Sebaliknya, pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, yang pada
akhirnya akan dilakukan eliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga
rongga perut benar-benar bersih dari kuman.
LANDASAN ASUHAN KEBIDANAN PERITONITIS

I. PENGUMPULAN DATA
DATA SUBYEKTIF
Alasan datang : Biasanya dikeluhkan pada ibu nifas yang datang dengan
keluhan nyeri tumpul di perutnya dan tidak terlalu jelas
lokasinya, muntah, demam tinggi.
Riwayat Obstetrik : Kadang dijumpai pada wanita dengan riwayat SC dan menjalani
persalinan pervaginam. Infeksi pasca SC apabila terjadi nekrosis
dan terlepasnya insisi, dan juga bisa terjadi karena meluasnya
endometritis.
Riwayat Ginekologi : Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan
oleh beberapa jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore
dan infeksi chlamidia), penyakit radang panggul.
Riwayat Penyakit : Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung,
usus, kandung empedu atau usus buntu. Kelainan hati atau gagal
jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites)
dan mengalami infeksi, peradangan pancreas. Cedera pada
kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus pad saat
dilakukan pembedahan.
Aktivitas&istirahat : merasakan kelelahan dan kesulitan dalam ambulasi
Eleminasi : Ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang).
Penurunan pengeluaran urine.
Nutrisi : Anoreksia, mual/muntah; haus.

DATA OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : muka pucat, kulit muka dingin, ibu tamapak meringis
menahan sakit. Demam tinggi disertai meggigil.
Keadaan Emosi : Stabil
Kesadaran : Somnolen
TTV : suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, hipotensi.
2. Pemeriksaan Sitematis dan Ginekologi
Kepala dan leher : mukosa bibir kering, lidah bengkak, torgor kulit buruk,
cegukan, mata cekung.
Dada dan aksila : adanya distress pernapasan
Abdomen :Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan
tertahan di usus halus dan usus besar. Penurunan atau
tidak ada bising usus, bunyi keras hilang timbul, bising
usus kasar (obstruksi), kekakuan abdomen, nyeri tekan,
suara pekak di atas hati (udara bebas dalam abdomen).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto rontgen yang diambila
dalam posisi berdiri dan terlentang. Gas bebas yang terdapat dalam perut dapat
terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi akibat
peritonitis.

II. INTERPRETASI DATA


Diagnosa : APAH + Jenis Persalinan + Laserasi + PP Hari Ke…
Masalah : Berisikan hal-hal apa saja yang dikeluhkan ibu
Kebutuhan :Berisikan hal-hal yang tidak dikeluhkan ibu namun ibu membutuhkannya.

III.IDENTIFIKASI KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA


Tidak ada

IV. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL


Tidak ada

V. PERENCANAAN
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
2. Pasang infuse NaCL atau Ringer Laktat untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang.
3. Berikan obat analgesik (Asam Mefenamat 3x500 mg) untuk mengurangi rasa
nyeri.
4. Berikan obat antiemetic untuk mengurangi rasa mual.
5. Berikan Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam ditambah gentamisin 5
mg/kg berat badan secara IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV
setiap 8 jam.
6. Berikan terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker untuk meningkatkan
oksigenasi secara adekuat.
7. Siapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan.
8. Lakukan tindakan pembedahan.
9. Lakukan drainase dengan panduan CT-scan dan USG.
10. Lakukan perawatan pasien post-op.

VI. PELAKSANAAN
1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
2. Memasang infuse NaCL atau Ringer Laktat untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang.
3. Memberikan obat analgesik (Asam Mefenamat 3x500 mg) untuk mengurangi rasa
nyeri.
4. Memberikan obat antiemetic untuk mengurangi rasa mual.
5. Memberikan Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam ditambah gentamisin
5 mg/kg berat badan secara IV dosis tunggal/hari dan metronidazole 500 mg IV
setiap 8 jam.
6. Memberikan terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker untuk meningkatkan
oksigenasi secara adekuat.
7. Menyiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan.
8. Melakukan tindakan pembedahan.
9. Melakukan drainase dengan panduan CT-scan dan USG.
10. Melakukan perawatan pasien post-op.
VII. EVALUASI
1. Ibu mengetahui hasil pemeriksaan yang disampaikan oleh petugas
2. Infuse NaCl atau RL sudah dipasangkan pada pembuluh vena ibu
3. Obat sudah diberikan dan inu mau minum sesuai dengan dosis yang dianjurkan,
rasa nyeri berkurang.
4. Ibu bersedia minum obat yang diberikan, mual dirasakan berkurang.
5. Ibu sudah minum obat yang diberikan
6. Kanula nasal atau masker sudah dipasangkan, oksign sudah dialirkan.
7. Pasien sudah siap
8. Tidakan pembedahan dilakukan oleh dokter Sp. Og dan dokter bedah
9. Tindakan drainase dengan panduan CT-scan dan USG sudah dilakukan.
10. Pasien dirawat sesuai dengan prosedur untuk pasien post-op.
Sumber :
Winkjosastro dan Hanifa, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, 2007
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD, Obstetri Patologi,1984
Nurfiana Dewi, Infeksi Masa Nifas ,2010
http://silvinna.files.wordpress.com/2008/04/infeksi-nifas-post-partum.doc.

Anda mungkin juga menyukai