Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Gawat janin adalah kekhawatiran obstetri tentang keadaan janin, yang
kemudian berakhir dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya
(Sarwono,2009). Fetal Distress( Gawat janin) terjadi bila janin tidak
menerima cukup oksigen, sehingga mengalami hipoksia.Hipoksia adalah
keada jaringan yang kurang oksigen,sedangkan hipoksemia adalah kadar
oksigen dalam darah yang kurang. (Rukiyah, Ai Yeyeh dkk.2002).
Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit
atau lebih dari 180 per menit . Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima
O2 yang cukup, sehingga akan mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi
(kronik) dalam jangka waktu yang lama atau akut. Disebut gawat janin bila
ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah 100/menit,
denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal
persalinan (Prawirohardjo, 2009). Gawat janin merupakan suatu reaksi ketika
janin tidak memperoleh oksigen yang cukup (Dewi.A.h., Cristine.C.P., 2010).

B. Etiologi
Etiologi Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2007) penyebab gawat janin sebagai berikut :
1. Persalinan berlangsung lama
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi lebih dari 24 jam pada
primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida (Nugrahaeni,
2010). Persalinan lama dapat mengakibatkan ibu menjadi Gelisah, letih,
suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Bandle Ring, oedema
serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2. Induksi persalinan dengan oksitosin
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil belum inpartu
baik secara operatif maupun mesinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Akibat pemberian oksitosin
yang berlebih-lebihan dalam persalinan dapat mengakibatkan relaksasi
uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta.
3. Ada perdarahan
Perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu karena solusio
plasenta. Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan kedalam
desidua basalis. Desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada miometrium. Sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi
dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut.
4. Infeksi
Infeksi, yang disebabkan oleh pecahnya ketuban pada partus lama dapat
membahayakan ibu dan janin,karena bakteri didalam amnion menembus
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pneomonia pada janin, akibat
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya
5. Insufisiensi plasenta
a. Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah uterus-
plasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang
berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi terlentang,
perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
b. Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterus-plasenta
dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit
hipertensi.
6. Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan diameter
tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap
gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
7. Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2009), Preeklamsia dapat menyebabkan
kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi
karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah
mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta
menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadian gawat janin.

C. Klasifikasi

Jenis gawat janin yaitu :

1. Gawat janin iatrogenic


Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan
medik atau kelalaian penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah
mengungkapkan patofisiologi gawat janin iatrogenik akibat dari
pengalaman pemantauan jantung janin. Kejadian yang dapat
menimbulkan gawat janin iatrogenik adalah :
a. Posisi tidur ibu
Posisi terlentang dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena
Kava sehingga timbul Hipotensi. Oksigenisasi dapat diperbaiki
dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke kiri atau
semilateral.
b. Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka
relaksasi uterus terganggu, yang berarti penyaluran arus darah
uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai Hiperstimulasi.
Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul
seperti kontrkasi fisiologik.
c. Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus
darah vena, curah jantung dan penyuluhan darah uterus. Obat
anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut
jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat
terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut
mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi
arteri uterina.

2. Gawat janin sebelum persalinan


a. Gawat janin kronik
b. Dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode
antenatal bila status fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan
normal terganggu.
c. Gawat janin akut,yaitu suatu kejadian bencana yang tiba – tiba
mempengaruhi oksigenasi janin.
3. Gawat janin selama persalinan
Menunjukkan hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut
jantung janin kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan
deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap,
glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang
menurun (Taber, 2007).

D. Manifestasi klinis
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu
dapat melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung
jumlah tendangan janin/ ’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10
gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah
minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus
menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua
ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan
oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang mengeluh
terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah
minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke
RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6
Tanda-tanda gawat janin:
1. Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak
kepala
2. Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan
pemantauan menggunakan kardiotokografi
3. Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin (Prawirohadjo,
2009)..

E. Patofisiologi
Faktor yang mengakibatkan fetal distres terdapat tiga hal, yaitu :
1. Faktor ibu yang mengandung
a. anemi / kekurangan darah otomatis hb darah akan turun juga,
sehingga oksigenpun berkurang.
b. Hipertensi merupakan suatu pertanda adanya sumbatan pada
vaskuler shingga tubuh mengompensasi yaitu dengan berkontaksinya
vaskuler sehingga menimbulkan hipertensi. Dan sumbatan inilah
yang dapat mengurangi aliran pada vaskuler, dalam hal ini adalah
pada plasenta, sehingga janin tidak dapat memenuhi kebutuhan yang
cukup akan nurisi dan oksigen.
c. dibetes militus (DM pada dasarnya gula dapat menjadikan suatu
aliran darah menjadi mengental(viskositas). Maka dari itu akan dapat
menimbualkan sebuah gangguan pada laju/aliran darah, terutama
pada plasenta.
2. Faktor uteroplasental
a. kelainan tali pusat
Bentuk plasenta yang yang normal ialah ceper dan bulat.
diameternya antara 15-20 cm dan tebal 1,5-3 cm. panjang tali pusat
adalah sektar 55 cm.
b. Tali pusat pendek
Kadang tali pusat sedemikian pendeknya sehingga perut anak
berhubungan dengan plasenta,dalam hal ini selalu disertai
umbelikalis. Tali pusat harus lebih panjang dari 20-30m untuk
memungkinkan kelahiran anak ,bergantung pada apakah plasenta
terletak dibawah atau diatas. Tali psat yang terlalu pendek dapat
menimbulkan herniaumbilikalis,solusio plasenta,persalinan tak maju
dalam pengeluaran dan karena tali pusat tertarik mungkin bunyi
jantung menjadi buruk dan inversio uteri.
c. Tali pusat terlalu panjang
Memudahkan terjadinya lilitan tali pusat, lilitan tali pusat, biasanya
terdapat pada leher anak. Lilitn tali pusat menyebabkan tali pusat
menjadi relatif pendek dan mungkin juga menyebabkan letak
defleksi. setelah kepala anak lahir, lilitan perlu di bebaskan melalui
kepala atau di gunting antara 2 kocher.
3. Faktor pada janin
a. kompresi tali pusat sehingga menghambat aliran darah dari ibu
kejanin bisa karena puntiran tali pusat yang menghambat ataupun
karena prolaps tali pusat
b. penurunan kemampuan janin membawa oksigen di karenakan hb
yang turun atau dari plasenta yang tidak berfungsi secara normal.(
Martaadisoebrata, 2004)

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :
1. Asfiksia
Asfiksia intrauterin merupakan akibat dari kompresi tali pusat akibat
berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion) atau prolapsus tali pusat
atau KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai
oligohidramnion yang lama menyebabkan terjadinya deformitas janin
Menyebabkan IUFD (Intra Uterine Fetal Death) jika tidak segera
ditangani dengan baik. (Prawirohadjo, 2009)..

G. Pemeriksaan Penunjang
a. USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
b. Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
c. Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
d. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
e. Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
f. Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
Pemeriksaan sitologi vagina. (Prawirohadjo, 2009)..

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum :
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan
pembawaan oksigen dari obu ke janin lebih lancar.
b. Berikan oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
c. Hentikan infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin,
karena dapat mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang
berlanjut dan meningkat dengan resiko hipoksis janin.
d. Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau
tanpa kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal
sebagai berikut:
1) Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan)
mulailah penanganan yang sesuai.
2) Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin
tetap abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan
pemeriksaan dalam untuk mencari penyebab gawat janin.
Prinsip Umum :
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
b. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau
kelahiran segera merupakan indikasi.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk
membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran darah
balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan
dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai
usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
c. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu
curahan darah ke ruang intervilli.
d. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 %
berbanding larutan laktat. Transfusi darah dapat di indikasikan
pada syok hemoragik.
e. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan
menentukan perjalanan persalinan.
f. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir
mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi
lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan
kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat
dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan
mekoneum dengan pipa endotrakeal.
Daftar pustaka

Prawirohardjo, Sarwono, .2007.Ilmu Kebidanan : Jakarta:Yayasan Bina Pustaka


Prawirohardjo, Sarwono, .2009.Ilmu Kebidanan : Jakarta:Yayasan Bina Pustaka

Rukiyah, Ai Yeyeh, S.siT, MKM. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan).


CV Trans Info Media: Jakarta.
jamhoer martaadisoebrata, Dkk. (2004) (obstetri patofisiologi Jakarta; EGC)
Dewi, A,h, Cristine.C.P.2010 asuhan persalinan normal.yogyakarta:nuha medika

Taber. Ben-zion..Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 2007. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai