Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan teratur setelah lahir. Hal yang disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan
yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Penyebab asfiksia dapat berasal
dari ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan
perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian
asfiksia. Beberara kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi didalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia bayi baru lahir.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Asfiksia?
2. Apa etiologi dari Asfiksia?
3. Bagaimana epidemiologi dari Asfiksia?
4. Bagaimana patofisiologi dari Asfiksia?
5. Bagaimana tanda dan gejala atau manifestasi klinis dari Asfiksia?
6. Bagaimana klasifikasi dari Asfiksia?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang atau diagnostic pada Asfiksia?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Asfiksia?
9. Bagaimana pathway dari Asfiksia?
10. Bagaimana pengkajian pada Asfiksia?
11. Bagaimana penegakan masalah keperawatan pada Asfiksia?
12. Bagaimana rencana tindakan pada Asfiksia?
13. Bagaimana evaluasi tindakan pada Asfiksia?

Page | 1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asfiksia.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Asfiksia.
3. Untuk mengetahui epidemiologi dari Asfiksia.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Asfiksia.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala atau manifestasi klinis dari Asfiksia.
6. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asfiksia.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Asfiksia.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Asfiksia.
9. Untuk mengetahui pathway dari Asfiksia.
10. Untuk mengetahui pengkajian pada Asfiksia.
11. Untuk mengetahui penegakan masalah keperawatan pada Asfiksia.
12. Untuk mengetahui rencana tindakan pada Asfiksia.
13. Untuk mengetahui evaluasi tindakan pada Asfiksia.

Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Asfiksia
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau
persalinan (Sofian, 2012).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010).
Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan janin (fetal
distress) intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara kebutuhan
O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju
metabolisme anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2
(Manuaba, 2008).
2.2. Etiologi dan Faktor Resiko Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang
mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi
baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat

Page | 3
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

2.3. Epidemiologi Asfiksia

Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia
disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun
2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab
kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan
kelahiran prematur.1,3 Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami
asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental dan gangguan belajar. Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007,
tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan
pernapasan/respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum
(12.0%). Menurut data-data di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2004 bayi
baru lahir berjumlah 184 orang, meninggal 9 orang (4,89%) 1 bayi meninggal dengan
asphyxia neonatorum . Tahun 2005 bayi baru lahir berjumlah 215, meninggal 9 orang
(4,19%) dimana 1 bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum. Di Rumah Sakit Dr
Pirngadi Medan. Tahun 2005, bayi baru lahir berjumlah 754 orang, 27 bayi (3,58%)
meninggal dan tahun 2006 dari jumlah kelahiran 1.185 bayi, bayi dengan asphyxia
neonatorum 205 meninggal sebelum usia 7 hari sejumlah 134 (11,31%), dimana
asphyxia neonatorum merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 108
bayi (81%) dan tahun 2007 angka kelahiran 757, bayi lahir dengan asfiksia neonatorum
sebanyak 234 (30,31%) dan meninggal sebelum usia 7 hari sebanyak 59 (77,94 per
seribu) dan bayi meninggal dengan asphyxia neonatorum sebanyak 20 bayi (34%).

Page | 4
2.4. Patofisiologi Asfiksia

Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan
bila kita periksa kemudian banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan dapat terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang
(Manuaba, 2008).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan
yang dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai
menurun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan
darang dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan tidak di mulai segera
(Manuaba, 2008).
2.5. Tanda dan Gelaja atau Manifestasi Klinis Asfiksia

Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013) :
1. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan
umum normal denyut janin berkisar antara 120-160 x/menit dan selama his
frekuensi ini bisa turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his.

Page | 5
2. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O 2
merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2
karena asidosis menyebabkan turunnya pH.

2.6. Klasifikasi Asfiksia

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)


asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu (Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (asfiksia ringan) dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Tabel 1. Penilaian APGAR


Klinis Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Warna kulit
Warna kulit,
Seluruh tubuh normal
tubuh, tangan dan
Warna kulit badan merah muda,
kaki normal merah
(Appearance) biru atau tetapi tangan
muda, tidak ada
pucat dan kaki
sianosis
kebiruan
Denyut
<100 kali >100 kali
jantung Tidak ada
permenit permenit
(Pulse)
Meringis
Tidak ada Meringis atau
Respon atau
repon bersin atau batuk
refleks menangis
terhadap saat stimulasi
(Grimace) lemah ketika
stimulasi saluran nafas
distimulasi
Lemah
Tonus otot Sedikit
atau tidak Bergerak aktif
(Activity) gerakan
ada
Pernafasan Tidak ada Lemah atau Merah seluruh
Page | 6
tubuh. Menangis
(Respiration) tidak teratur kuat, pernafasan
baik dan teratur
(Sumber : Prawirohardjo, 2002)

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Vitalitas Bayi Baru Lahir menurut APGAR Score
Klasifikasi Nil Derajat Vitalitas
ai
AP
GA
R
7- Tangisan kuat disertai gerakan aktif
Asfiksia Ringan / tanpa 10
asfiksia
4-6 Pernafasan tidak teratur, megap-
Asfiksia Sedang megap, atau tidak ada pernafasan
0-3 Denyut jantung < 100x/menit atau
Asfiksia Berat kurang
0 Tidak ada pernafasan
Fres Stillbirth (Bayi Tidak ada denyut jantung
Lahir mati)
(Sumber : Carpenito, 2007)

2.7. Pemeriksaan Penunjang atau Diagnostik

1. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):


a. Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung
dan kelainan paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
b. USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,
pervertikular, dan vertikular.
2. Pemeriksaan Laboratorium:
a. Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
b. Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah

Page | 7
c. Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan cadangan
glikogen akibat stress intrauteri yang mengakibatkan bayi mengalami
hipoglikemi.
d. Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram

2.8. Penatalaksanaan Asfiksia

Persiapan sebelum bayi lahir ( bayi dengan resiko tinggi terjadinya Asfiksia ) :

- Siapkan obat
- Periksa alat yang akan digunakan, antara lain :
 Alat penghisap lendir ( jangan elektrik ), sungkup
 Tabung O2 terisi
 Handuk, gunting tali pusat, penjepit tali pusat, Natrium Bicarbonat
- Pada waktu bayi lahir :
Sejak muka bayi terlihat, bersihkan muka, kemudian hidung dan mulut, hisap
lendir secara hati-hati

Penatalaksanaan pada Asfiksia :

Posisi bayi Trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernafas dengan spontan
letakkan dengan posisi horizontal

- Apgar Score 7-10 :


a. Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya
atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut
sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi Asfiksia yang air ketubannya mengandung
meconeum.
b. Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala.
c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2-4 jam.
- Apgar Score 4-6 :
a. Seperti Point a di Apgar Score 7-10 jangan dimandikan, cukup dikeringkan
termasuk rambut kepala.

Page | 8
b. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.
c. Bila belu berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik yang dihangatkan)
- Apgar Score 4-6 dengan detik jantuk > 100
a. Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung
- Apgar Score 0-3 :
a. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermia dengan
segala akibat
b. Jangan diberi rangsangan taktil
c. Jangan diberi obat perangsang nafas
d. Segera lakukan resusitasi

RESUSITASI

- Apgar Score 0-3


a. Jangan diberi rangsangan taktil
b. Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
c. Mouth to tube atau pulmonator to tube
d. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration atau mask and
pulmonator respiration, kemudian bawa ke ICU
- Ventilasi Biokemial
a. Lakukan pemeriksaan Blood Gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium
Bicarbonat. Bila fasilitas Blood Gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada
Asfiksia berat dengan dosis 2-4 mEq/kg BB, maksimum 8 mEq/kg BB/24 jam.
b. Ventilasi tetep dilakukan
c. Pada detik jantung.

2.9. Pathway Asfiksia

Maternal Plasenta Tali pusat


Uterus
Janin

ASFIKSIA (sedang, berat)


Page | 9

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi mekonium, air ketuban)
Ketidakefektifan bersihan jalan napasGangguan metabolism & perubahan asam basa

Napas cepat Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik

Apneu
Hipoksia organ (jantung, otak paru) Gangguan perfusi-ventilasi

Kerusakan otak

DJJ & TD ↓ sianosis


Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Kematian bayi


Janin tidak bereaksi terhadap rangsangan

Gangguan pertukaran gas


Proses keluarga terhenti

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh


Risiko Cidera
Akral dingin

Risiko Sindrom kematian bayi mendadak

Ketidakefektifan pola napas

2.10. Pengkajian Asfiksia

1. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).

Page | 10
a. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta III/IV.
b. Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
c. Tali pusat putih dan bergelatin mengandung 2 arteri 1 vena.
2. Eliminasi
a. Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/cairan
a. Berat badan: 2500-4000 gram.
b. Panjang badan: 44-45 cm.
c. Turgor kulit elastis (bervarias sesuai gestasi).
4. Neurosensori
a. Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik yang memanjang).
5. Pernafasan
a. Skor APGAR: skor optimal antara 7-10.
b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silindrik
thorak: kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
6. Keamanan
Suhu rentang dari 36,50C -37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).

7. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor
(misal: kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada

Page | 11
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak
mata, antara alis dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mingkin ada
(penempatan elektroda internal). (Mansjoer, 2007).
2.11. Penegakan Masalah Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
4. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak terdeteksi atau
tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan kurangnya suplai O 2
dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga

2.12. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria
Hasil
Bersihan jalan Setelah 1. Tentukan 1. pengumpulan
nafas tidak dilakukan kebutuhan data untuk
efektif tindakan oral/ suction perawatan
berhubungan keperawatan tracheal. optimal
dengan selama 2. Auskultasi 2. membantu
produksi proses suara nafas mengevaluasi
mukus keperawatan sebelum dan keefektifan upaya
banyak. diharapkan sesudah batuk klien
Tujuan : jalan nafas suction 3. meminimaliasi
Setelah lancar. 3. Bersihkan penyebaran

Page | 12
dilakukan Kriteria daerah bagian mikroorganisme
tindakan hasil : tracheal
keperawatan 1. Tidak setelah suction
selama proses menunjukkan selesai 4. untuk mengetahui
keperawatan demam. dilakukan. efektifitas dari
diharapkan 2. Tidak 4. Monitor status suction.
jalan nafas menunjukkan oksigen
lancar. cemas. pasien, status
3. Rata-rata hemodinamik
repirasi segera
dalam batas sebelum,
normal. selama dan
4. Pengeluaran sesudah
sputum suction.
melalui jalan
nafas.
5. Tidak ada
suara nafas
tambahan.
Pola nafas Setelah 1. Pertahankan 1. untuk
tidak efektif dilakukan kepatenan membersihkan
berhubungan tindakan jalan nafas jalan nafas
dengan keperawatan dengan
hipoventilasi. selama melakukan
proses pengisapan
keperawatan lendir. 2. guna
diharapkan 2. Pantau status meningkatkan
pola nafas pernafasan dan kadar oksigen
menjadi oksigenasi yang bersirkulasi
efektif. sesuai dengan dan memperbaiki
Kriteria kebutuhan. status kesehatan

Page | 13
hasil : 3. membantu
1. Pasien 3. Auskultasi mengevaluasi
menunjukkan jalan nafas keefektifan upaya
pola nafas untuk batuk klien
yang efektif mengetahui
2. Ekspansi adanya
dada simetris penurunan 4. perubahan AGD
3. Tidak ada ventilasi. dapat
bunyi nafas 4. Kolaborasi mencetuskan
tambahan dengan dokter disritmia jantung.
4. Kecepatan untuk
dan irama pemeriksaan
respirasi AGD dan
dalam batas pemakaian alat 5. terapi oksigen
normal. bantu nafas dapat membantu
5. Berikan mencegah gelisah
oksigenasi bila klien menjadi
sesuai dispneu, dan ini
kebutuhan. juga membantu
mencegahedema
paru.
Kerusakan Tujuan : 1. Kaji bunyi 1. membantu
pertukaran gas Setelah paru, frekuensi mengevaluasi
berhubungan dilakukan nafas, keefektifan upaya
dengan tindakan kedalaman batuk klien
ketidakseimba keperawatan nafas dan
ngan perfusi selama produksi 2. membantu
ventilasi. proses sputum. mengevaluasi
keperawatan 2. Auskultasi keefektifan upaya
diharapkan bunyi nafas, batuk klien
pertukaran catat area

Page | 14
gas teratasi. penurunan 3. perubahan AGD
Kriteria aliran udara dapat
hasil : dan / bunyi mencetuskan
1. Tidak sesak tambahan. disritmia jantung.
nafas 3. Pantau hasil
2. Fungsi paru Analisa Gas
dalam batas Darah
normal

Risiko cedera Tujuan : 1. Cuci tangan 1. untuk mencegah


berhubungan Setelah setiap sebelum infeksi
dengan dilakukan dan sesudah nosokomial
anomali tindakan merawat bayi.
kongenital keperawatan 2. Pakai sarung 2. untuk mencegah
tidak selama tangan steril. infeksi
terdeteksi atau proses nosokomial
tidak teratasi keperawatan 3. Lakukan 3. untuk mencegah
pemajanan diharapkan pengkajian keadaan yang
pada agen- risiko cidera fisik secara kebih buruk.
agen dapat rutin terhadap
infeksius. dicegah. bayi baru lahir,
Kriteria perhatikan
hasil : pembuluh
1. Bebas dari darah tali pusat
cidera/ dan adanya 4. untuk
komplikasi. anomali. meningkatkan
2. Mendeskripsi 4. Ajarkan pengetahuan
kan aktivitas keluarga keluarga dalam
yang tepat tentang tanda deteksi awal suatu
dari level dan gejala penyakit.
perkembanga infeksi dan

Page | 15
n anak. melaporkanny 5. Meningkatkan
3. Mendeskripsi a pada pemberi daya tahan tubuh
kan teknik pelayanan
pertolongan kesehatan.
pertama 5. Berikan agen
imunisasi
sesuai indikasi
(imunoglobuli
n hepatitis B
dari vaksin
hepatitis
Risiko Tujuan : 1. Hindarkan 1. untuk menjaga
ketidakseimba Setelah pasien dari suhu tubuh agar
ngan suhu dilakukan kedinginan stabil.
tubuh tindakan dan tempatkan
berhubungan keperawatan pada
dengan selama lingkungan 2. untuk mendeteksi
kurangnya proses yang hangat. lebih awal
suplai O2 keperawatan 2. Monitor gejala perubahan yang
dalam darah. diharapkan yang terjadi guna
suhu tubuh berhubungan mencegah
normal. dengan komplikasi
Kriteria Hasil hipotermi, 3. peningkatan suhu
: misal fatigue, dapat
1. Temperatur apatis, menunjukkan
badan dalam perubahan adanya tanda-
batas normal warna kulit dll. tanda infeksi
2. Tidak terjadi 3. Monitor TTV. 4. penurunan
distress frekuensi nadi
pernafasan menunjukkan
3. Tidak gelisah terjadinya

Page | 16
4. Perubahan asidosis
warna kulit 4. Monitor resporatori karena
5. Bilirubin adanya kelebihan retensi
dalam batas bradikardi dan CO2.
normal. status
pernafasan.
Proses Tujuan : 1. Tentukan tipe 1. untuk mengetahui
keluarga Setelah proses tindakan yang
terhenti dilakukan keluarga. tepat untuk
berhubungan tindakan diberikan
dengan keperawatan 2. untuk
pergantian selama 2. Identifikasi mempersiapkan
dalam status proses efek psikologi
kesehatan keperawatan pertukaran keluarga
anggota diharapkan peran dalam
keluarga. koping proses 3. untuk
keluarga keluarga. memanfaatkan
adekuat. 3. Bantu anggota dukungan yang
Kriteria Hasil keluarga untuk ada dari keluarga.
: menggunakan
1. Percaya mekanisme 4. untuk mengatasi
dapat support yang situasi yang tidak
mengatasi ada. terduga.
masalah 4. Bantu anggota
2. Kestabilan keluarga untuk
prioritas merencanakan
3. Mempunyai strategi normal
rencana dalam segala
darurat situasi.
4. Mengatur
ulang cara

Page | 17
perawatan.

2.13. Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas efektif


2. Pola nafas efektif
3. Pertukaran gas adekuat
4. Resiko cidera dapat dicegah
5. Suhu kembali normal
6. Koping keluarga ade kuat
7. Tidak terjadi infeksi
8. Tidak terjadi hipoglikemi selama masa perawatan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page | 18
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke
bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi didalam rahim ditujukkan dengan gawat jalan
yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui
dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi lahir, diantaranya adalah faktor
ibu, tali pusat dan bayi.

3.2 Saran

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor resiko tersebut maka hal itu
harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan
resusitasi. Akan tetapi ada kalanya faktor resiko menjadi sulit dikenali tidak dijumpai
tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu penolong harus selalu siap melakukan
resusitasi bayi pada setiap penolongan persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC

Page | 19
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC

Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2010. Pengantar Ilmu Kebidanan. Ed 3. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2011. Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif, Obstetri
Sosial Ed 3 Jilid 1 & 2. Jakarta : EGC

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Acuan Nasional Maternal dan Neonatal. Jakarta:
JPNKR-POGI

Page | 20

Anda mungkin juga menyukai