Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
       Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status
kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
periode neonatal  merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan
dan kematian bayi (Safrina, 2011).

       Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka
kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi  ini sebanyak
47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang
meninggal. Adapun penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia, salah
satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir
setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Depkes RI, 2008).

       Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia yang terlalu muda
dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan
meningkatkan morbiditasdan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita, 2010).

       Baru baru lahir dengan asfiksia merupakan salah salah satu faktor risiko yang
mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Selain itu bayi baru lahir yang asfiksi sangat rentan terpengaruh bila tidak ditangani
dengan cepat dan tepat.
Tingginya kematian bayi karena kasus asfiksia membuat kami tertarik untuk mengambil
kasus asfiksia ini di Puskemas Pleret. 
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.       Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
       Asfiksia pada bayi baru lahir adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi yang mengalami gawat janin sebelumnya sering akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan.

      Penyebab terjadinya asfiksia adalah beberapa keadaan ibu seperti preeklampsia dan
eklampia, perdarahan abnormal (plasenta previa, solusio placenta), partus lama/partus macet,
demam selama persalinan, infeksi berat (malaria,sifilis, TBC, HIV), kehamilan post matur
(sesudah 42 minggu kehamilan ) dan beberapa keadaan Tali pusat seperti Lilitan tali pusat,
tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolaps tali pusat yang mengakibatkan aliran darah ke
janin berkurang sehingga aliran oksigen ke janin juga berkurang yang mengakibatkan
terjadinya gawat janin yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir. Beberapa keadaan bayi
walaupun tanpa didahului tanda gawat janin, seperti bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan), persalinan sulit (letak lintang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep), kelainan congenital, air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).

       Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia
pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

       Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 1999) .

B.       Etiologi / Penyebab Asfiksia


                        Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia
bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru
lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:

1. Faktor ibu
·         Preeklampsia dan eklampsia
·         Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
·         Partus lama atau partus macet
·         Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
·         Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat


·         Lilitan tali pusat
·         Tali pusat pendek
·         Simpul tali pusat
·         Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi
·         Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
·         Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum,   ekstraksi forsep)
·         Kelainan bawaan (kongenital)
·         Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

       Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk


menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus
dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi.
Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong)
tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

C.       Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis


       Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan
atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai
suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

       Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-
basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :

1.      Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.


2.      Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
3.      Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh
lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia


·         Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
·         Warna kulit kebiruan
·         Kejang
·         Penurunan kesadaran

D.       Diagnosis
      Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia
janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin


    Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

2. Mekonium dalam air ketuban


    Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin


    Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)

E. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


     Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan
tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya
resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai
pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

·         Penafasan
·         Denyut jantung
·         Warna kulit

       Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa
bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan
kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
nmengalami gagal bernafas secara sepontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya.

1.2 TUJUAN UMUM DAN KHUSUS


1.2.1     Tujuan umum
Diharapakan seorang bidan dapat memberikan asuhan kebidanan pada bbl
dengan asfiksia dengan menerapkan menejemen varne dan mendokumentasikan
secara soap dan menerapkan secara berkesinambungan.
1.2.2     Tujuan khusus
Mahasiswi mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan asfiksia dengan
menggumpulkan data subjektif yang berasal dari pasien dan data objektif dari hasil
pemeriksaan.
Mahasiswi mampu menginterprestasikan data untuk menegakan diagnosa dan
masalah kebidanan pada bayi asfiksia.

1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu agar pembaca dapat mengetahui
tentang asfiksia neonatorum yang terjadi pada neonatuskhususnya mengenai
devenisi, etiologi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Asfiksia Neonatorum
2.1 Definisi
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967) (IKA Jilid 3, hal
1072).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono Prawirohardjo, 2007).

2.2 Etiologi
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1.    Asfiksia dalam kehamilan
a.    Penyakit infeksi akut
b.    Penyakit infeksi kronik
c.    Keracunan oleh obat-obat bius
d.    Uraemia dan toksemia gravidarum
e.    Anemia berat
f.     Cacat bawaan
g.    Trauma

2.    Asfiksia dalam  persalinan


1)    Kekurangan  O2.
a.    Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
b.    Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasi darah ke uri.
c.    Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
d.    Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
e.    Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
f.     Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungs iuteri.
2)    Paralisis pusat pernafasan
a.    Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
b.    Trauma dari dalam : akibat obet bius.
c.    Penyebab asfiksia Stright (2004) :
a)    Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi yang diinduksi oleh
kehamilan, obat-obatan iinfeksi.
b)    Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal.
c)    Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
d)    Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
e)    Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan
kelahiran.

3)    Patofisiologi dan Klasifikasi


Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan
yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Fungsinya untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “primary grasping” kemudian berlanjut
dengan pernafasan teratur (james, 1958).
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Fungsi ini
dapat reversible atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya asfiksia (Caldeyro
– Barcia, 1968).
Observasi klinis yang tampak pada bayi asfiksia dimulai dengan suatu periode
apnu (“primary apnoe”) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya
bayi akan memperlihatkan usaha nafas (“grasping”) kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan
bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (“secondary apnu”).Pada tingkat
ini disamping bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi penurunan kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa
keadaan di antaranya :
a.    Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b.    Terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk
otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
c.    Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel otak.Kelainan ini menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya.
Maclaurin (1970), menggambarkan perubahan yang penting dalam tubuh selama
proses asfiksia yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a)    Menurunnya tekanan O2 darah (PaO2)
b)    Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
c)    Menurunnya pH (akibat asidosis respiratorik dan metabolik)
d)    Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme anaerobic.
e)    Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
Virginia Apgar (1953, 1958), mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk
menentukan keadaan bayi baru lahir. Patokan klinis yang dinilai :
a)    Menghitung frekuensi jantung
b)    Melihat usaha nafas
c)    Menilai tonus otot
d)    Menilai refleksi rangsangan
e)    Memperhatikan warna kulit
Setiap kriteria diberi angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor
apgar.Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu saat bayi
telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakkan penghisapan lendir dengan
sempurna. Tujuan sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar
perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang
erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatus.

Tabel Skor Apgar


Tanda 0 1 2
Frekuensi Menurun Kurang dari Lebih dari
jantung 100/menit 100/menit
Usaha Lambat Lambat, tidak Menangis lemah
bernafas teratur
Tonus otot Baik Ekstremitas fleksi Gerakan kurang
sedikit aktif
Refleks Ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh Tubuh dan
kemerahan, ekstre-mitas
ekstremitas biru kemerahan

Dalam menghadapi bayi dengan asfiksia berat, penilaian cara ini kadang-kadang
membuang waktu dan dalam hal  ini dianjurkan untuk menilai secara tepat
(Pediatric’s Staff Roy, Wom, Hosp. Aust, 1976) :
a)    Menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba xitisternum atau umbilikalis dan
menentukan apakah jumlahnya lebih atau kurang dari 100/menit.
b)    Menilai tonus otot apakah baik/buruk.
c)    Melihat warna kulit.
Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonaturum dapat dibagi dalam:
a)    ‘Vigorous baby’, skor apgar = 7-10.
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b)   ‘Mild-moderate asphyxia’ (asfiksia sedang).
Skor apgar = 4-6. Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c)    Asfiksia berat. Skor apgar = 0-3.
pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus
otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
d)    Asfiksia berat dengan henti jantung.
Dimaksudkan dengan henti jantung ialah keadaan :
a.    Bunyi jantung terus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
b.    Bunyi jantung bayi menghilang post partum.

4)    Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia neonaturum ialah untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul
di kemudian hari.Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi
baru lahir.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :


a.    Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostatis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat.
b.    Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia atau hipoksia
pascanatal harus dicegah dan diatasi.
c.    Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
d.    Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :


a.    Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.
b.    Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah.
c.    Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi.
d.    Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.
2.3  Cara resusitasi :
Terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus
a.    Tindakan umum
1.    Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas diikuti penurunan suhu
tubuh (Miller dan Oliver, 1966).Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan
yang baik segera setelah lahir.Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit,
misalnya pemakaian sinar lampu dan pengeringan tubuh bayi untuk mengurangi
evaporasi.
2.    Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
perlu diperhatikan saat itu letak kepala harus lebih rendah untuk memudahkan dan
melancarkan keluarnya lendir.Lendir kental yang melekat di traken dan sulit
dikeluarkan dengan pengisapan biasa, dapat diguanakan laringoskop neonatal,
terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi.

3.    Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan


Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas 20 detik setelah lahir dianggap
sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernafasan (Hall, 1969). Pengisapan
lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan menimbulkan
rangsangan pernafasan. Pengaliran O2 yang cepat ke dalam mukosa hidung dan
faring dapat pula merangsang refleks pernafasan.Rangsangan nyeri pada bayi dapat
ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon Achiller atau
memberikan suntikan vitamin K terhadap bayi tertentu.Hindari pemukulan di daerah
bokong atau punggung bayi untuk mencegah timbulnya perdarahan alat dalam
(James dan Apgar, 1966).

b.    Tindakan khusus


Dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi yang
dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor apgar.
1.    Asfiksia berat (skor apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan.Langkah utama yaitu
ventilasi paru dengan memberikan O 2 dengan tekanan inter-miten.Cara terbaik
dengan melakukan intubasi endotrakeal. Setelah kateter diletakkan dalam trakea, O2
diberikan dengan tekanan tidak lebih dari 30 cm H 2O.keadaan asfiksia berat ini
hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan koreksi segera. Bikarbonas
natrikus diberikan dengan dosis 2-4 mEq/kg BB.Diberikan pula glukosa 15-20%
dengan dosis 2-4 ml/kg BB.Pemberian kedua obat tersebut secara intravena melalui
vena umbilikalis.
Asfiksia berat dengan disertai henti jantung:tindakan yang dilakukan sesuai
dengan penderita asfiksia berat, hanya dalam hal ini disamping pemasangan pipa
endotrakeal, segera pula dilakukan massase jantung ekstrenal.

2.    Asfiksia sedang (skor 4-6)


Dengan melakukan stimulasi agar timbul refleks pernafasan.Bila dalam waktu 30-
60 detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif harus segera
dimulai.Ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara “frog breathing”. Cara
ini dikerjakan dengan meletakkan kateter O 2  intranasal dan O2 dialirkan dengan
aliran 1-2 per menit. Agar saluran nafas bebas bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala.Secara ritmis dilakukan gerakan membuka dan menutup nares
dan mulut, disertai gerakan dagu ke atas dan ke bawah dalam frekuensi 20
kali/menit.Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakanlah
mengikuti gerakan tersebut.Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak
dicapai hasil yang diharapkan.
Ventilasi ini dikerjakan dengan 2 cara yaitu ventilasi mulut ke mulut atau ventilasi
kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan ke dalam mulut bayi dimasukkan
“plastic pharyngeal airway” yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan agar
jalan nafas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2 sebelum melaku-kan
peniupan.Ventilasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan
diperhatikan gerakan pernafasan spontan yang mungkin timbul.Bila tindakan ini tidak
berhasil maka bayi diperlakukan sebagai penderita asfiksia berat.
BAB III
MANAGEMENT ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS
“ASFIKSIA NEONATORUM”

Tanggal Masuk : 13-12-2012 Jam : 10.00 WIB


Ruangan : No. MR :
Tgl. Pengkajian : 13-12-2012 Dikaji o/ MHS : Kelompok 2

1.    Pengkajian
A.   IDENTITAS
Nama bayi : bayi Y
Umur bayi : 0 jam
Tgl/jam/lahir : 13-12-2012 / 10.00 wib
Jenis kelamin : perempuan
Berat badan : 2900 gram
Panjang badan : 49 cm

Nama Ibu :Ny. A


Umur : 24 Tahun
Suku Bangsa:Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :SMK
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Kutilang

Nama Ibu :Tn. R


Umur : 24 Tahun
Suku Bangsa:Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Kutilang

B.   ANAMNESA
1.    Riwayat selama kehamilan
Penrdarahan : tidak ada
Preeklamsia : tidak ada
Eklamsia : tidak ada
Penyakit kelamin : tidak ada
2.    Riwayat persalinan sekarang
Kelahiran tunggal/ganda : tunggal
Jenis persalinan : normal
Ditolong oleh : bidan
Ketuban pecah : jernih
Keadaan dan jumlah air ketuban : ± 1200 cc

Plasentanya lahir : lengkap


Tali pusat : normal, ±50 cm
Komplikasi persalinan
Ibu : tidak ada
Janin : trauma jalan lahir

C.   Pemerikasaan fisik


1.    Pemeriksaan khusus
Apakah air ketuban jernih bercampur meconium: jernih
Apakah bayi bernafas spontan : tidak
Apakah kulit bayi berwarna membiru : ya
Apakah tonus/kekuatan bayi cukup : tidak ada
Apakah ini kehamilan cukup bulan : ya

Sidik telapak kaki kiri bayi Sidik telapak kaki kanan bayi
2.    Pemeriksaan umum
a.    Keadaan umum : kurang baik
b.    Kesadaran : composmentis
c.    Tanda-tanda vital
Nadi : 90x/I
Suhu : 37.1°C
Pernafasan : 30x/i
LK : 36 cm
BB : 2000 gram
LD : 34 cm

3.    Pemeriksaan umum secara sistemis


a.    Kepala : normal
b.    Muka : membiru
c.    Mata : simetris +/+
d.    Telinga : simetris +/+
e.    Mulut : bersih
f.     Hidung: simetris +/+, tidak ada polip
g.    Leher : normal
h.    Dada : megap-megap
i.      Perut : normal
j.      Tali pusat : normal
k.    Punggung : normal
l.      Ekstremitas: aktif
m.   Genitalia : normal
n.    Kulit : terlihat membiru

4.    Refleks
a.    Reflek moro/terkejut : tidak ada
b.    Reflek rooting/ : tidak ada
c.    Reflek sucking/menghisap : tidak ada
d.    Reflek grasping/berjalan : tidak ada
e.    Reflek tonik neck/leher : tidak ada
f.     Reflek staping : tidak ada
g.    Reflek babin sky : tidak ada

5.    Antropometri
a.    Lingkar kepala : 36 cm
b.    Lingkar dada : 34 cm
c.    Lingkar lengan atas : 12 cm
d.    Berat badan : 2000 gram
e.    Panjang badan : 49 cm

6.    Eliminasi
a.    Urine :-
b.    Meconium :-

D.   PEMERIKSAAN PENUNJANG


Resususitasi asfiksia
A : Diagnosa : Bayi Y umur 0 jam dengan asfiksia neeonaturum
sar : Lahir dengan trauma jalan lahir
Tanggal 13 Desember 2012 , pukul 10.00 wib dengan umur kehamilan 40 minggu
BB : 2000 gram
PB : 49 cm, LK/LD : 36/34 cm

Pernafasan 30x/i
Masalah : asfiksia neonaturum berat
Dasar : bayi dengan membiru
Masalah Potensial :
         Kehilangan nafas

P:
1.    Informasikan hasil pemeriksaan kepada orang tua
2.    Lakukan resusitasi pada bayi
3.    Kolaborasi dengan dokter Sp.A mengenai terapi dan tidakan yang diberikan.
4.    Rawat bayi dalam incubator.
5.    Observasi KU dan TTV setiap 1menit dan jika dirasakan KU bayi berubah.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asfiksia merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya.
Asfiksia terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
1.    Berat
2.    Sedang
3.    Ringan

4.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang
asuhan kebidanan pada neonatus bayi dan balita dengan resiko tinggi khususnya
asfiksia neonatorum sebagai bekal ilmu pengetahuan ketika kita terjun di
masyarakat dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Anatomi, Letak dan Penyakit Pankreas


Pankreas adalah salah satu dari kelenjar ekstrinsik dari sistem pencernaan. Memiliki fungsi
endokrin dan eksokrin, dan hadir di luar dinding saluran pencernaan. Dalam rangka untuk
memahami, “Apa itub pankreas?” Anda harus tahu lokasi, fungsi dan penyakit pankreas.
Pada bagian eksokrin pankreas terdapat getah yang masuk ke dalam duodenum; getah
mengandung sejumlah enzim pencernaan dan enzim pro yang membantu mencerna makanan.
Bagian endokrin menghasilkan hormon seperti insulin yang memainkan peran penting dalam
penyerapan, metabolisme dan penyimpanan nutrisi seperti glukosa. Disfungsi bagian
endokrin dari pankreas menyebabkan diabetes mellitus.

Letak pankreas

Sebuah pankreas normal panjangnya sekitar 12 sampai 15 cm dan berat sekitar 110 gram.
Lokasi Pankreas adalah di belakang lambung dan terletak kurang lebih melintang di dinding
posterior abdomen; memiliki duodenum di sebelah kanan dan limpa di sebelah kiri. Pankreas
memiliki kepala yang terletak di dalam lengkungan duodenum, leher yang menghubungkan
kepala ke tubuh dan tubuh yang menumpulkan ke ekornya menyentuh limpa.

sekresi pankreas

Sekresi cairan pankreas terutama diatur oleh dua hormon –

 sekretin
 kolesistokinin
Kedua hormon ini diproduksi oleh sel-sel khusus dari duodenum. Mereka disekresikan
sebagai respon terhadap asam lambung yang memasuki duodenum dari lambung dan dalam
menanggapi produk protein dan lemak pencernaan (misalnya peptida kecil, asam amino dan
asam lemak). Kedua hormon bertindak secara sinergis dalam menanggapi makan dan
menyebabkan volume besar getah alkali pankreas yang kaya enzim pencernaan akan dirilis.

Penyakit pankreas

Pankreatitis

Pankreatitis adalah salah satu penyakit pankreas, dan ditandai oleh peradangan yang
dihasilkan dari aktivasi enzim pankreas di dalam pankreas yang menyebabkan auto
pencernaan jaringan pankreas. Penyebab paling umum dari pankreatitis adalah penggunaan
alkohol pada pria dan batu empedu pada wanita.

Karsinoma pankreas

Kanker pankreas biasanya terjadi setelah 50 tahun meskipun sebagian besar pasien adalah
antara 60 sampai 80 tahun. Kanker pankreas sedikit lebih umum pada pria dibandingkan pada
wanita. Merokok adalah penyebab paling umum dari penyakit ini. Faktor risiko lain termasuk
pankreatitis kronis, diabetes mellitus, obesitas dan sirosis.

Diabetes melitus

Salah satu alasan dari kekurangan tindakan insulin diabetes mellitus dapat disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin oleh pankreas endokrin. Kekurangan insulin menyebabkan
hiperglikemia (peningkatan glukosa kronis) yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Sebaliknya, insulin yang berlebihan menyebabkan hipoglikemia (penurunan glukosa darah)
yang dapat menyebabkan kejang dan koma. Kekurangan glukagon juga dapat menyebabkan
hipoglikemia dan glukagon yang berlebihan akan memperburuk diabetes mellitus.

Anda mungkin juga menyukai