Disusun oleh:
IKA RATNA SARI
P1337420615043
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Prawirohardjo, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan
bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna.
Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Depkes RI,
2005)
2. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang.
Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia
pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini:
a. Faktor ibu
Preeklampsia dan eklampsia
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi
untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka
hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya
tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena
itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan
persalinan.
3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran
gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari
tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin
berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk
respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru
janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA)
tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang
udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran
darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan
mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran
darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk
kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam
arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli
mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan
nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan
pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai
peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada
dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau
limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak
mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang
pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang
pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli
masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin
mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif
untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang
bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh
obat-obat anesthesi pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam
paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain
vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada
bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi
pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada
keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan
pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak
mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung
dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga
menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada
tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut
berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis
glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan
ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan
sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi
denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia
akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh,
meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan
gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah
dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat
lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin
dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam
paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki perioode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
4. Pathways
5. Manifestasi Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100
x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
Bayi pucat dan kebiru-biruan
Usaha bernafas minimal atau tidak ada
Hipoksia
Asidosis metabolik atau respiratori
Perubahan fungsi jantung
Kegagalan sistem multiorgan
Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik :
kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari
100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.
Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
neuromuscular menurun
Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan
megap–megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah
(pasif), pernafasan makin lama makin lemah
TANDA-TANDA STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Sangat Pinsan
Tingkat kesadaran Lesu (letargia)
waspada (stupor), koma
Tonus otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks
Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
tendo/klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak ada
Refleks morrow Kuat Lemah Tidak ada
Tidak sama,
Pupil Midriasis Miosis refleks cahaya
jelek
Kejang-kejang Tidak ada Lazim Deserebrasi
aktifitasVoltase Supresi
EEG Normal rendah kejang- ledakan sampai
kejang isoelektrik
Beberapa
24 jam 24 jam hari
Lamanya jika ada sampai 14 sampai
kemajuan hari beberapa
minggu
Kematian,
Hasil akhir Baik Bervariasi defisit
berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk
memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan.
Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera setelah lahir (dalam
menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini dengan cepat, karena jika
nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau
palpasi denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki
bayi dengan jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan
reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika
lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = “Activity”. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan
tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana
kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap rangsangan
tersebut.
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.
JUMLAH
TANDA 0 1 2
NILAI
Frekuensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
jantung 100 x/menit 100 x/menit
Lambat, Menangis
Usaha bernafas Tidak ada
tidak teratur kuat
Lumpuh / Ekstremitas Gerakan
Tonus otot
lemas fleksi sedikit aktif
Tidak ada Gerakan Menangis
Refleks
respon sedikit batuk
Tubuh:
Tubuh dan
Biru / kemerahan,
Warna ekstremitas
pucat ekstremitas:
kemerahan
biru
Keterangan:
Apgar Skor : 7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa
Apgar Skor 4-6; (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik akan
terlihat frekwensi jantung lebih dari 100 X / menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada
Apgar Skor 0-3 (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekwensi jantung kurang dari 100 X / menit, tonus otot buruk, sianosis berat
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1) Pertahankan 1. untuk
efektif b.d tindakan kepatenan jalan membersihkan
hipoventilasi. keperawatan nafas dengan jalan nafas
selama proses melakukan 2. guna
keperawatan pengisapan lendir. meningkatkan
diharapkan pola 2) Pantau status kadar oksigen yang
nafas menjadi pernafasan dan bersirkulasi dan
efektif. oksigenasi sesuai memperbaiki status
Kriteria hasil : dengan kebutuhan. kesehatan
1. Pasien 3) Auskultasi jalan 3. membantu
menunjukkan pola nafas untuk mengevaluasi
nafas yang efektif. mengetahui keefektifan upaya
2. Ekspansi dada adanya penurunan batuk klien
simetris. ventilasi. 4. perubahan AGD
3. Tidak ada 4) Kolaborasi dapat mencetuskan
bunyi nafas dengan dokter disritmia jantung.
tambahan. untuk pemeriksaan 5. terapi oksigen
4. Kecepatan dan AGD dan dapat membantu
irama respirasi
dalam batas pemakaian alat mencegah gelisah
normal. bantu nafas bila klien menjadi
5) Berikan dispneu, dan ini
oksigenasi sesuai juga membantu
kebutuhan. mencegahedema
paru.