Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Menurut SUSENAS 2001 penyebab kematian utama pada periode
neonatal (bayi umur <28 hari) adalah prematuritas disertai berat lahir
rendah (29,2 persen), asfiksia lahir (27 persen), tetanus neonatorum (9,5
persen), masalah pemberian makan (9,5 persen), kelainan kongenital (7,3
persen), gangguan hematologi/ikterus (5,6 persen), pnemonia (2,8 persen),
dan sepsis (2,2 persen). Dari data ini menunjukkan bahwa asfiksia lahir
berada pada tingkat tertinggi kedua setelah BBLR.
Di Indonesia, angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian neonatal dini (0-7 hari) sebesar 15 per 1000
kelahiran hidup. Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada
tahun 2007 penyebab utama kematian neonatal dini adalah BBLR (35%),
asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Sebagian kasus asfiksia pada bayi baru
lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia intrauterin. Maka dari itu,
diagnosa dini pada penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam
merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Setelah bayi lahir, diagnosis
asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR. Penilaian
menggunakan skor APGAR masih digunakan karena dengan cara ini
derajat asfiksia dapat ditentukan sehingga penatalaksanaan pada bayi pun
dapat disesuaikan dengan keadaaan bayi.
Dari pemaparan diatas kami sebagai penulis akhirnya mengangkat
tema dengan “asfiksia neonatorum”. Kami akan memperdalam lagi
mengenai konsep teori dari asfiksia neonatorum dan membahasa asuhan
keperawatan dengan klien asfiksia neonatorum sehingga diharapkan kita
sebagai mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa keperawatan serta
pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai asfiksia neonatorum.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan kami bahas yaitu :
1. Bagaimana fisiologi sistem respirasi pada neonatus ?
2. Apa definisi dari asfiksia neonatorum ?
3. Apa saja etiologi dari asfiksia neonatorum ?
4. Bagaimana tanda gejala yang muncul pada asfiksia ?
5. Bagaimana patofisiologi dari asfiksia ?
6. Apa penilaian APGAR Score untuk asfiksia ?
7. Apa saja komplikasi yang dapat muncul pada klien dengan asfiksia ?
8. Bagaimana resusitasi penanganan asfiksia pada neonatus ?
9. Apa saja pemeriksaan diagnostik dan penunjang pada klien dengan
asfiksia ?
10. Bagaimana pencegahan dan penanganan asfiksia ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan dengan klien asfiksia ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penyusunan laporan pendahuluan tentang asfiksia
neonatorum ini adalah sebagai media pembelajaran untuk persiapan
mahasiswa secara kognitif, motorik dan afektif dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan asfiksia neonatorum.

1.4 Manfaat Penulisan


Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengenai konsep teori
asfiksia neonatorum serta mampu memberikan asuhan keperawatan secara
tepat dan komprehensif sehingga dapat membantu klien proses pemulihan
klien dan memperpendek masa perawatan serta memperlakukan klien anak
sesuai dengan tumbuh kembangnya.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Fisiologi Sistem Pernapasan


Fisiologi pernapasan :Transisi Intra ke Ekstrauterin
Sebelum lahir, seluruh oksigen yang digunakan oleh janin berasal dari
difusi darah ibu ke darah janin melewati membran plasenta. Hanya sebagian
kecil darah janin yang mengalir ke paru-paru janin. Paru janin tidak berfungsi
sebagai jalur transportasi O2 atau ekskresi CO2 ataupun keseimbangan asam
basa pada janin. Paru-paru janin mengemband dalam uterus akan tetapi
kantung-kantung udara yang akan menjadi alveoli berisi cairan bukan udara.
Selain itu pembuluh arteriol konstriksi (mengkerut) karena tekanan parsial
oksigen (PO2) pada janin rendah. Sebelum lahir, sebagian besar darah dari
sisi kanan jantung tidak dapat memasuki paru karena resistensi yang lebih
rendah yaitu melewati duktus arteriosus menuju aorta.
Setelah lahir, bayi tidak lagi terhubung dengan plasenta dan akan
bergantung pada paru-paru sebagai sumber oksigen. Oleh sebab itu dalam
hitungan detik, cairan paru dalam alveoli harus diserap. Paru-paru harus terisi
udara yang mengandung oksigen dan pembuluh darah paru harus membuka
untuk meningkatkan aliran darah ke alveoli sehingga oksigen dapat
diabsorpsi dan dibawa ke sleuruh tubuh (Perinasia, 2012).

Perubahan Normal Setelah Kelahiran menurut Perinasia (2012),


meliputi :
1. Cairan dalam alveoli diserap ke pembuluh limfe paru dan digantikan oleh
udara.
2. Arteri umbilikalis konstriksi, kemudian arteri dan vena umbilikalis
menutup ketika tali pusat dijepit.
3. Pembuluh darah paru relaksasi sehingga tekanan terhadap aliran darah
menurun karena mengembangnya alveoli oleh udara yang berisi oksigen
sehingga kadar oksigen dalam alveoli meningkat.

3
Masalah yang dapat muncul mengganggu transisi normal menurut
Perinasia (2012) yaitu :
1. Paru tidak terisi udara meskipun sudah ada pernapasan spontan (ventilasi
tidak adekuat).
2. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah sistemik (hipotensi sistemik)
3. Arteri pulmonal tetap konstrikso setelah kelahiran karena sebagian atau
seluruh paru gagal mengembang atau karena kekurangan oksige sebelum/
selama persalinan (hipertesi pulmonal persisten neonatus)

Bila transisi normal tidak terjadi, cadangan oksigen ke jaringan berkurang


dan arteri di usus, ginjal, otot, dan kulit akan konstriksi. Suatu refleks
pertahanan hidup akan berusaha mempertahankan atau meningkatkan aliran
darah ke jantung dan otak untuk mempertahankan stabilitas pasokan oksigen.
Redistribusi aliran darah ini mempertahankan fungsi organ-organ vital. Akan
tetapi, jika kekurangan oksigen berlanjut, fungsi miokardial dan curah
jantung akan mengalamai penurunan, tekanan darah menurun dan aliran
darah ke semua organ juga akan berkurang (irreversibel) sehingga
menyebabkan kerusakan organ-organ lain atau kematian.

2.2 Definisi
Asfiksia adalah perubahan patologis yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen dalam udara pernapasan, yang mengakibatkan hipoksia dan
hiperkania (dorlan, 2002). sedangkan asfiksia neonatorum adalah keadaan
bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam
satu menit setelah lahir (subianto, 2009).
Menurut Hary Oxorn (2010) asfiksia pada bayi baru lahir merupakan
sindrom dengan gejala apnea sebagai manifestasi klinis yang utama. Menurut
Buku Ajar Neonatus, Bayi, dan Balita (2011) asfiksia adalah keadaan dimana
bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

4
2.3 Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan
terjadi asfiksia neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru
lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin
selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting
untuk keselamatan bayi (Saifudin, 2002).
Chamberlain (1970) dalam Sarwono (2002) mengemukakan bahwa
asfiksia yang mungkin timbul dalam masa kehamilan dapat dibatasi atau
dicegah dengan melakukan pengawasan antenatal yang adekuat dan
melakukan koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi.
Selanjut¬nya dikemukakan bahwa penghentian kehamilan dapat dipikirkan
bila kelainan yang timbul tidak dapat diatasi dan keadaan bayi telah
mengijinkan.
Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu
disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus.
Keadaan ini perlu mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan
dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Dengan demikian dapat diharapkan kelangsungan hidup yang sempurna
untuk bayi tanpa gejala sisa.
1. Faktor Ibu
Ibu merupakan subjek yang berperan dalam persalinan, berbagai
kondisi dan keadaan ibu akan banyak mempengaruhi bayi saat dilahirkan.
Berikut beberapa situasi pada ibu yang dapat menimbulkan masalah pada
bayi :
a. Hipoksia ibu
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anesthesia dalam gangguan aliran darah uterus.

5
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan
kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni akibat penyakit atau
obat, (b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, (c)
hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.
b. Preeklamsia dan eklamsia
Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan gangguan aliran darah
pada tubuh seperti contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga
aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan berkurangnya
pengaliran darah yang membawa oksigen ke plasenta dan janin.
c. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta)
Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan
zat asam arang sehingga turunnya tekanan secara mendadak. Karena
bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan dalm
bernafas.
d. Partus lama atau partus macet
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh
terhadap gangguan paru-paru karena gangguan aliran darah uterus
dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
e. Demam selama persalinan
Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama
proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak hanya bersifat
lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran darah ibu
dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum. Sehingga
terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan terganggunya
pasokan oksigen dari ibu ke janin.
f. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
Akibat infeksi berat, penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut

6
sehingga apabila ibu mengalami perdarahan saat persalinan maka
akan terjadi anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel
darah merah yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan
asfiksia.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan organ dalam
rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin
dalam rahim. Pada usia ibu yang seperti ini akan beresiko
mengakibatkan gawat janin , ini terjadi karena rahim ibu tidak siap
diisi janin. Gawat janin ini seperti asfiksia pada bayi. Usia
perempuan untuk hamil dan melahirkan memiliki pengaruh yang
berbeda pada kesehatan ibu dan janinnya. Kehamilan dan persalinan
di bawah umur 20 tahun memiliki resiko yang sama tingginya
dengan kehamilan umur 35 tahun keatas sehingga dapat
menimbulkan resiko. Usia berkaitan dengan masalah kesehatan,
resiko akan meningkat sejalan dengan usia. Persalinan pada ibu usia
tua dapat menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan persalinan
yang lebih sulit dan lama (Kasdu, 2005 dan Curtis, 2000).
h. Gravida empat atau lebih
Untuk kehamilan keempat atau lebih ini merupakan kehamilan
yang rawan. Sehingga besar kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk
pada janin. Yang juga menyebabkan gawat janin karena gangguan
sirkulasi darah sehingga pasokan oksigen ke janin berkurang yang
kemudian terjadi gawat janin sehingga janin mengalami asfiksia.
2. Faktor Tali pusat
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antar
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan
lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat.

7
a. Lilitan tali pusat. Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali
pusat. Yang kita ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen
untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
b. Tali pusat pendek. Tali pusat pendek akan menyebabkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
c. Simpul tali pusat. Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan
pernafasan pada janin terhambat
d. Gangguan tali pusat, kompresi umbilikus akan mengakibatkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah tersebut dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung,
melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
(Saifuddin, 2002).
3. Faktor neonatus
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan)
Prematur adalah keadaan bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan
minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi yang
lahir kurang bulan memiliki organ dan alat-alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Prognosis bayi
prematur terganutng dari berat ringannya masalah perinatal, misalnya
masa gestasi (makin muda mas gestasi maka makin tinggi angka
kematian. Terutama disebabkan oleh seringnya dijumpai kelainan
komplikasi seperti asfiksia, pneumonia, perdarahan intra kranial, dan
hipoglikemia (Saifuddin, 2002).
b. Kelainan kongenital
Cacat bawaan dalam kandungan akan mengakibatkan asfiksia bayi
karena dengan adanya cacat bawaan ini akan menimbulkan gangguan
pertumbuhan janin seperti organ janin sehingga organ paru janin akan
berfungsi abnormal.

8
c. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Bila janin kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida
bertambah timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga
denyut jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka
timbullah rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung
janin menjadi lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan
pernafasan intrauterin sehingga banyak mekonium dalm air ketuban
pada paru yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan
bayi tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
4. Faktor persalinan
Menurut Saifuddin (2002), persalinan normal adalah poses
pengeluaan janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. Faktor persalinan yang dimaksud adalah meliputi partus lama,
persalinan dengan tindakan/buatan.
a. Partus lama menurut Mochtar (2004), yaitu persalinan yang
berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara, dan lebih dari 18 jam
pada multipara. Persalinan pada primi biasanya lebih lama 5-6 jam
daripada multi. Insiden partus lama menurut penelitian berkisar 2,8%
sampai 4,9%. Bila persalinan lama, dapat menimbulkan komplikasi
baik terhadap ibu maupun bayi, dan dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi.
b. Persalinan buatan yakni persalinan dengan rangsangan/bantuan
tenaga dari luar sehingga terdapat kekuatan untuk persalinan.
Misalnya forcep/vakum/SC (Joseph & Nugraha, 2010). Menurut
Hamilton (1995), forcep digunakan untuk mempercepat persalinan
ketika hidup ibu atau janin terancam, untuk mempersingkat
persalinan kala II. Persalinan dengan forcep menyebabkan adanya
tekanan pada kepala yang bisa menekan pusat-pusat vital pada
medula oblongata dan hal tersebut dapat menyebabkan asfiksia.

9
Persalinan cesarea adalah kelahiran bayi melalui abdomen dan insisi
uterus. Persalinan cesarea dipilih karena indikasi distres janin, posisi
sungsang, distosia, dan persalinan cesarea sebelumnya. Tindakan
cesarea bisa dilakukan pada kejadian plasenta previa, solution
plasenta, gawat janin, letak lintang. Yang mana hal tersebut
berpengaruh terhadap pernapasan bayi (Saifuddin, 2002). Persalinan
buatan juga bisa dengan induksi yakni tindakan/langkah untuk
memulai persalinan yang sebelumnya belum terjadi. Metode yang
digunakan ialah amniotomi, infus oxytocin, dan pemberian
prostaglandin. Pemberian prostaglandin akan menimbulkan
kontraksi otot rahim yang berlebihan yang mana dapat mengganggu
sirkulasi darah sehingga menimbulkan asfiksia janin
(Hamilton,1995).

Faktor penyebab terjadinya asfiksia neonatorum menurut wiknjosastro,


H (2002) adalah sebagai berikut :
1. Faktor - faktor dari pihak janin seperti :
a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.
b. Depresi pernapasan karena obat-obatan anestesi analgetik yang
diberikan kepada ibu, perdarahan intra kranial, dan kelainan bawaan
(hernia diafragmatik, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru
dll).
2. Faktor - faktor dari ibu
a. Gangguan HIS.
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan misalnya pada
plasenta previa.
c. Hipertensi pada ekplansia.
d. Gangguan mendadak pada plasenta.
3. Faktor neonatus
a. Trauma persalinan, perdarahan rongga tengkorak
b. Kelainan bawaan, hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas.

10
2.4 Tanda dan Gejala
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100
x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik.

Sedangkan tanda dan gejala terjadinya asfiksia neonatrum menurut


nadasuster (2003) adalah :
1. Hipoksia.
2. RR lebih dari 60x/menit atau kurang dari 30x/menit.
3. Nafas mengap-mengap sampai terjadi henti napas.
4. Bradikardi.
5. Tonus otot berkurang.
6. Warna kulit sianotik/pucat.

2.5 Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada
masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini dianggap sangat perlu
untuk merangsang kemoreseptor pusat pernapasan akan terjadi usaha
bernapas pertama (primary gasping) yang kemudian akan berlanjut
pernapasan teratur. Sifat aspiksia yang ringan ini tidak berpengaruh buruk
karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

11
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau transportasi O2 selama
kelahiran atau persalinan, maka tejadilah asfiksiayang lebih berat. Keadaan
ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh, kerusakan dan gangguan ini dapat
membaik atau tidak, tergantung pada berat dan dalamnya asfiksia. Asfiksia
yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnea ( berhenti bernapas), disertai
dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan memperlihatkan
usaha bernafas yang kemudia diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjitnya ada dalam
periode apnea.
Pada tingkat ini disamping perlahannya frekuensi jantung ditemukan pula
penurunan tekanan darah. Disamping itu ada perubahan klinis yang akan
terjadi berupa gangguan metabolisme dan perubahan pertukaran gas oksigen
(O2) mungkin hanya menimbulkan asidosis repiratorik meningginya tekanan
oksigen dalam darah dan bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan
terjadi proses metabolis anaerobic yang kemudia dapat menyebabkan asidosis
metabolic, selanjutnya terjadi perubahan kardiovaskuler dalam tubuh
berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan yang terjadi dapat menimbulkan
kematian atau kehidupan dengan gejala sisa (squele).
Mengenal dengan tepat perubahan - perubahan diatas sangat penting,
karena hal itu merupakan manifestasi daripada tingkat asfiksia. Tindakan
yang dilakukan hanay akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan yang
terjadi dikoreksi secara adekuat. Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia
bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinik yang
cukup. Menentukan beberapa kriteria klinik untuk menilai keadaan bayi baru
lahir (nadasuster, 2003).

12
13
2.6 Penilaian APGAR Score
Penilaian secara apgar ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan
mortalitas bayi baru lahir. Patokan klinik yang dinilai adalah :

Tanda 0 1 2 Jumlah nilai

Frekuensi jantung Tidak ada <100x/menit >100x/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tdk teratur Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Fleksi sedikit Gerakan aktif

Reflex Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru pucat Tdk kemerahan, Tubuh


eksremitas biru kemerahan

Nilai apgar ini biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir lengkap dan
bayi telah diberi lingkungan yang baik serta pengisapan lendir telah dilakukan
dengan sempurna. Nilai apgar semenit pertama ini baik sekali sebagai
pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Mulai apgar berikutnya dimulai
lima menit setelah bayi lahir dan ini berkolerasi erat dengan kematian dan
kesakitan neonatuus. Dalam menghadapi bayi dalam asfiksis berat,
dianjurkan untuk menilai secara tepat. Yaitu ; (1) menghitung frekuensi
jantung dengan cara meraba hipesternum atau arteri talu pusat dan
menentukan apakah jumlah lebih atau kurang dari 100x/menit, (2) menilai
tonus otot baik/buruk (3) melihat warna kulit.

Atas dasar penilaian klinis di atas, asfiksia pada bayi baru lahir dapat dibagi
dalam :

A. Nilai apgar score 7-10 disebut asfiksia ringan

Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan khusus.

B. Nilai apgar 4-6 disebut asfiksia sedang

14
Biasanya didapatkan frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, warna kulit biru, refleksi masih ada.

Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan


kodok (frog breathing). Cara ini dikerjakan dengan melakukan pipa ke
dalam jantung dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam 1 menit.
Agar saluran napas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dorsofleksi.
Pada pernapasan dari mulut ke mulut, mulut penolong diisi terlebih
dahulu dengan O2 sebelum pernapasan. Peniupan dilakukan secara teratur
dengan frekuensi 20-30 kali semenit dan diperhatikan gerakan pernapasan
yang mungkin timbul. Jika terjadi penurunan frekuensi jantung dan tonus
otot maka bayi dikatakan sebagai penderita asfiksia berat.
Tujuan melakukan tindakan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang menimbulkan sebagian besar terjadi
pada waktu persalinan.
C. Nilai APGAR 0-3 disebut asfiksia berat

Didapatkan frek jantung <100x/menit, tonus otot biru, kadang-kadang


pucat, refleks tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau
bunyi jantung menghilang post partum.

Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah


utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2
secara tekanan langsung dan berulang-ulang. Bila setelah beberapa waktu
pernapasan spontan tidak timbul dan frekuensi jantung menurun maka
pemberian obat-obat lain serta massase jantung sebaiknya segera
dilakukan.

2.7 Komplikasi Pasca Hipoksia


Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak

15
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit dan
terjadilah asfiksia pada neonatus.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada
anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak. Koma terjadi karena gangguan pengaliran darah
menuju otak sehingga otak tidak mendapatkan asupan oksigen untuk
melakukan metabolisme.

KOMPLIKASI BAYI DENGAN RESUSITASI BERKELANJUTAN/


KOMPLEKS (Perinasia, 2012)
Bayi yang membutuhkan VTP berkepanjangan, intubasi, dan atau
kompresi dada kemungkinan mengalami stress berat dan beresiko mengalami
disfungsi multiorgan (Tabel) yang mungkin tidak terlihat sehingga bayi perlu
dirawat di ruang perawatan lanjutan.

16
Sistem Organ Komplikasi yang mungkin Tindakan Pasca Resusitas
terjadi
Otak 1. Monitor apnea
- Apnea 2. Memberi ventilasi bila
- Kejang dibutuhkan
- Perubahan pada 3. Memantau glukosa dan
pemeriksaan neurologi elektrolit
4. Mencegah hipertermia
5. Mempertimbangkan terapi
anti kejang; hipotermia
Paru-paru 1. Mempertahankan oksigenasi
- Hipertensi pulmoner dan ventilasi adekuat
- Pneumonia 2. Mempertimbangkan
- Pneumothoraks antibiotik
- Takipnea sementara 3. Melakukan sinar X dan gas
- Sindrom aspirasi darah
mekonium 4. Menunda minum jika ada
- Defisiensi surfaktan gawat napas

Kardiovaskuler Hipotensi 1. Memantau tekanan darah dan


frekuensi jantung
2. Mempertimbangkan
penggantian volume, diikuti
pemberian inotropik jika ada
hipotensi
Ginjal Nekrosis tubuler akut 1. Memantau produksi urin
2. Memantau serum elektrolit
3. Membatasi cairan bila bayi
oliguri sedangkan volume
vaskuler cukup
Gastrointestinal 1. Menunda pemberian minum
- Ileus 2. Memberi cairan intravena
- Enterokolitis nekrotikans 3. Mempertimvangkan nutrisi
parenteral
Metabolik/ hematologik - Hipoglikemia 1. Memantau gula darah
- Hipokalsemia, 2. Memantau elektrolit
hiponatremia 3. Memantau hematokrit
- Anemia, jika terdapat 4. Memantau platelet
riwayat kehilangan darah
akut
- Trombositopenia

17
2.8 Penatalaksanaan Klinis
1. Tindakan Umum
 Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir
mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas ayang lebih dalam.
 Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achiles.
 Mempertahankan suhu tubuh.
2. Tindakan khusus
 Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa
endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila
pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu
jari yang menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.

 Asfiksia sedang/ringan
Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama
30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2
menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui
kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu
ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

 Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regurgitasi.

2.9 Resusitasi Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir

dengan asfiksia berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernafas atau

menangis spontan dan denyut jantung menjadi teratur, resusitasi yang efektif

dapat dihasilkan bila ada tenaga yang terampil, tim yang bekerja baik dan

18
pemahaman fisiologis dasar asfiksia. Resusitasi Tindakan resusitasi bayi

baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi,

yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka

a) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
b) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
c) Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.

2. Memulai pernafasan

a) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan


b) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi
a) Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah agar bayi tetap bernafas
b) Kompresi dada
c) Pengobatan

Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan


efektif, kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi


dapat terjatanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.

19
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
a. Alat pemanas siap pakai
b. Oksigen
c. Alat pengisap
d. Alat sungkup dan balon resusitasi
e. Alat intubasi
f. Obat-obatan

g. helai kain / handuk

h. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi.

i. Jam atau pencatat waktu.

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif

1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal
harus rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.

2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa


yang harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan
efesien

3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama


sebagai suatu tim yang terkoordinasi.

4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan


berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.

5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.

20
2.10 Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005),
yaitu:
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit.
Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun
sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan Darah Janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi
keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk
dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan
cara penilaian menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar
Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.

21
Biasanya ditemukan menurunnya kadar hematokrit dan peninggian
trombosit akibat hiperaktivitas sumsum tulang.
Untuk menunjukan adanyan cairan spinal yang bercampur darah atau
xantokrom disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein,
serta penurunan glukosa.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah,
menunjukkan kondisi hemolitik.
6. USG
Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi akibat perdarahan.
7. Manajemen Asfiksia Neonatorum
Manajemen Asfiksia pada BBL meliputi : Persiapan Resusitasi,
Keputusan Perlunya Resusitasi, Tindakan Resusitasi, Asuhan pasca
Resusitasi, Asuhan tindak lanjut pasca Resusitasi dan Pencegahan
infeksi.

2.11 Pencegahan dan Penanganan


Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :

a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk


mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu
mendapat rujukan ke rumah sakit secara segera.
b. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan
bayi.
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.

22
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi.
e. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
g. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat
persalinan berlangsung yang terdiri dari :
1) Persalinan yang bersih dan aman
2) Stabilisasi suhu
3) Inisiasi pernapasan spontan
4) Inisiasi menyusu dini
5) Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

2.12 Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Asfiksia


A. Pengkajian
Pengkajian adalah data dasar utama proses keperawatan yang
tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus
mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan perawat
asuhan keperawatan kepada klien.
a. Identitas Pasien
Yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis
kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR,
identitas keluarga, dll.
b.Keluhan Utama
Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan
bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis
metabolic.

23
c. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi
kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap
cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b. Intranatal
Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2 sebab
partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat
dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat,
pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya,
perdarahan bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase
janin abnormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir.
c. Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung, kegagalan system
multi organ.

Riwayat kesehatan
a. RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi
kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap
cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b. RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru,
terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas
minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng, kegagalan
system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik
atau tidak menangis.

24
c. RKK
Biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes,
hipertensiyang diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang ditemukan pada klien ini adalah sebagai
berikut :
- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) itdak normal
- Keadaan umum klien biasanya tidak baik
1. Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus,
alopsia
2. Kulit kepala : kotor/tidak kotor
3. Mata :
Kesimetrisan : simetris ki dan ka
Konjungtiva : anemis/tidak anemis
Sclera : ikterik/ tdk ikterik
Adanya isi bola mata atau tidak
4. Telinga
Kesimetrisan ki dan ka, adanya daun telinga, adanya lubang
telinga, ada /tdk vernik karnisiosa. Sekresi darah atau cairan
lainnya.
5. Hidung
Adanya lubang hidung simetris kid an ka dan adanya sekat
pada hidung.
6. Mulut
Ada atau tidak labia skizis, palato skizis atau labia palato
skizis.
7. Dada dan thorak
I : biasanya warna kulit dada klien biru, tanpak usaha bernafas
minimal atau tidak ada
P: biasanya terjadi retraksi dinding dada
P: normal/tdk

25
A: normal/tdk
8. Abdomen
I : perut asites atau tidak
P : biasanya lembek atau supel
P : n: tympani
A: bising usus (+)
9. Genetalia
Perempuan : labia mayora menutupi labia minora
Laki-laki : testis sudah turun ke scrotum
10. Rectum dan anus
Adanya lubang anus atau atresia ani
11. Kulit/ intagumen
I: biasanya kulit berwarna biru atau sianosis

Sirkulasi
• Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
• Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/
IV.
• Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
• Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.

Eliminasi
• Dapat berkemih saat lahir.

Makanan/ cairan
• Berat badan : 2500-4000 gram
• Panjang badan : 44-45 cm

26
• Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

Neurosensori
• Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
• Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
• Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada mnangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang).

Pernafasan
• Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara
7-10.
• Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
• Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada
awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum
terjadi.

Keamanan
• Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah
dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
• Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps),
atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah
(dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak
mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal).

27
B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Terjadi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2
dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.

C. Intervensi Keperawatan
DX KEP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus
banyak.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.

28
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Suction jalan nafas
Intervensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum,
selama dan sesudah suction.
NIC II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan aliran O2 untuk memastikan dapat
berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk memvisualisasi trachea untuk
menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal untuk mengeluarkan mekonium dari
jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk memastikan vetilasi adekuat.

29
DX KEP II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen jalan nafas
Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan
lender.
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian
alan bantu nafas
5. Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.
6. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

DX KEP III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan


perfusi ventilasi.
Tujuan :

30
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC : Manajemen asam basa
Intervensi :
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi
sputum.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah

DX KEP IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi


atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama.

31
Keterangan Skala :
1 : Tidak sama sekali
2 : Sedikit
3 : Agak
4 : Kadang
5 : Selalu
NIC : Kontrol Infeksi
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir,
perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya
pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari
vaksin hepatitis B bila serum ibu mengandung antigen permukaan
hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).

DX KEP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya


suplai O2 dalam darah.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.

32
Keterangan skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan
yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue,
apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2 jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila perlu.

DX KEP VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status


kesehatan anggota keluarga.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan
diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.

33
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
Keterangan skala :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
NOC II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
Keterangan Skala :
1 : Selalu Menunjukkan
2 : Sering Menunjukkan
3 : Kadang Menunjukkan
4 : Jarang Menunjukkan
5 : Tidak Menunjukkan
NIC I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang
ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam
segala situasi.
NIC II : Dukungan Keluarga
Intervensi :

34
1. Pastikan anggota keluarga bahwa pasien memperoleh perawat yang
terbaik.
2. Tentukan prognosis beban psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang diberikan keluarga.

35
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan. Penanganannya adalah dengan tindakan resusitasi. resusitasi bayi
baru lahir bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul.

3.2 Saran

Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat belum lengkap, maka
dari itu kami menyarankan kepada pembaca agar membaca/ mencari referensi
dari sumber buku yang lain yang mungkin lebih lengkap.

36
DAFTAR PUSTAKA

Royyan, Abdullah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Anak. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar
Perinasia.2012.Buku Panduan Resusitasi Neonatus,Edisi ke-6
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. Sinopsis Obstetri Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Prof. Dr. Hanifa Winkjosastro, SpOG. 2007. Ilmu Kebidanan Edisi Ke 3. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, Jakarta.
Setiawan S.Kp Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan. 1998. Penerbit Buku Kedokteran. Cetakan I. EGC.
Dr. Rusepno Hassan Dkk. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Infomedika
Jakarta 1985
Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta :
Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Mochtar. R. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

37

Anda mungkin juga menyukai