Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFEKSIA SEDANG

Disusun Oleh
OKTOPINCE MOTE
7120421058

POLTEKES KEMENKES KESEHATAN JAYAPURA


PRODI D. III KEPERAWATAN NABIRE
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Afeksia

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi bayu lahir tidak dapat bernafas
secara spontang dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami afiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan ganguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (perawirohardjo, 2005).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
benafas secara spotan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktkor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabilapenanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi
bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-
gejala lanjut yang mungking timbul (Depkes RI, 2005).
2. Etiiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukan dengan gawat janin yang
dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinnya
akfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi
berikut ini:
a. Faktor ibu
 Preklamsia dan eklamsia
 Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
 Partus lama dan partus macet
 Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,HIV)
 Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
 Lilitan tali pusat
 Tali pusat pendek
 Simpul tali pusat
 Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
 Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
 Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum ekstraksi forsep)
 Kelainan bawaan (kongenital)
 Air ketuban bercampur mekoniun (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor
risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakn dengan ibu dan keluarganya
tentang kemunkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya
faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak
dijumpaitetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu, penolong harus selalu siap
melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengankat C02
keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara,
sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga
paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini
sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
karena konsriksi dari arterior dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah
paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak kedalam srterior
paru.
Segera setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli
akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan
meningalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arterior paru akan
mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai.
Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dan meningkatnya
tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang
sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi
aliran darah yang cukup berarti kedalamarteriole paru yang mulau
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin
akan dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan
diperlukan untuk membantu mengeluarkna cairan tersebut dari alveoli dan
alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyatannya memang beberapa
tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin
keberhasilan bernafas bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginaan)
mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya
cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam
aliran darah atau limfe. Ganguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah
apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa
tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak
mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak
mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan
yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan
tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan 02 tubuh
keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bbulan, asfiksia intrauteirin,
pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obart anesthesi
pada operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain mengembannya alveoli dan masuknya udara
kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi
dalam paru yang berperan dalam pertukarang gas. Gangguan tersebut antara
lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang beakibat menurunkan berfusi
paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh
vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan
terjadi asidosis. Pada keadaan ini arterior akan tertutup dan Duktus Arteriosus
akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh
tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau
menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun
kematian penderita. Pada tingkat permulaan gangguan ambilan oksigen dan
pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik.
Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme
anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk
akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinnya ganguan keseimbangan asam
basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengangu fungsi organ
tubuh, sehingga mungking terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang
ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan
proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2
menurunya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan ganguaan
sirkulasi darah. Perubahan nilai yang biasanya menimbulkan masalah dan
menyebabkan terjadinya ganguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat
lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Timbullah kini ransangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menhilang. Janin akan
mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonusneuromuskuler berkurang secara berangsur-
ansur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut bayi akan
menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menerun, tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flaseid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
randangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan.
Kematian akan terjadi jika sesusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
tidak dimulai segera.
4. Pathways

Hipoksia ibu, ganguan aliran darah uterus, faktor plasenta,faktor


tetus,faktor tali pusat

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 dan


kadar C02

Nafas cepat Suplai O2


dalam darah

Dipn eu
Suplai O2
dalam parifer hipotermi
Pola nafas in efektif

perfusi jaringan Ganguan


termoregulasi

Gangguan perfusi
jaringan

Alveoli terisi cairan

Gangguan pertukaran gas


5. Manifestasi Klinis
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/menit atau kurang dari
100 x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran kmekonium.
 Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
 Jika DJJJ 160 x/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
 Jika DJJ 100 x/menit ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
 Bayi pucat dan kebiru-biruan
 Usaha bernafas minimal atau tidak ada
 Hipoksia
 Asidosis metabolik atau respiratori
 Perubahan fungsi jantung
 Kegagalan sistem multiorgan
 Kalau sudah mengalami perdaraan di otak maka ada gejala neunrologik
: kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis.
 Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 10 x/menit, kulit sianosis, pucat, tinus otot menurun, tidak ada
respon terhadap refleks rangsanga.
Appnoe primer : pernafasan cepar, denyut nadi menurun dan tonus
neuromuscular menurun
Appoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut, bagi menunjukan pernafasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat
lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah.
TANDA-TANDA STADIUM I STADIUM II STADIUM III
Sangat Pinsan
Tingkat Kesadaran Lesu (Letargia)
Waspada (Stupor),Koma
Tonus Otot Normal Hipotonik Flasid
Postur Normal Fleksi Disorientasi
Refleks
Hyperaktif Hyperaktif Tidak Ada
Tendo/Klenus
Mioklonus Ada Ada Tidak Ada
Refleks Moroww Kuat Lemah Tidak Ada
Tidak Sama.
Pupil Madriasis Miosis Refleks Cahay
Jeles
Kejang-Kejang Tidak Ada Lazim Deserebrasi
Aktifitas/Voltase Supresi
Rendah Kejang- Ledakan
EGG Normal
Kejang Sampai
Isoelektrik
Beberapa Hari
24 Jam 24 Jam
Sampai
Lamanya Jika Ada Sampai 14
Beberapa
Kemajuan Hari
Minggu
Kematian,
Hasil Akhir Baik Bervariasi Defisit
Berat
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk
memutuskan apakah seorang bayi yang baru lahir membutukan
pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan mengamati bayi segera
setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal ini
dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berartitersebut membutuhkan
tindakan.
Observasi dan periksa :
A = “Appearance” (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = “Pulse” (denyut). Dengarkan senyut jantung bayi dengan stetoskop
atau palpasi denyut jantung dengan jari.
G = “Grimace” (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit kedua tumit
kaki dengan jajri. Perhatikan reaksi pada mukanya. Atau perhatian
reaksinya ketika lender pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya
ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = “Sctivity”. Perhatian cara bayi yang baru lahir menggerakan kaki dan
tangannya atau tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatian bagaimana
kedua tangan dan kakinya bergerak sebagai reaksi terhadap
rangsangan tersebut
R = “Repiration” (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi.
perhatikan pernafasannya.
JUMLAH
TANDA 0 1 2
NILAI
Frekuensi Tidak ada Kurang dari Lebih dari
Jantung 100x/mnt 100x/mnt
Usaha Lambat, tidak Gerakan
Tidak ada
bernafas teratur aktif
Lumpuh / Ekstremitas Gerakan
Tonus otot
lemas fleksi sedikit sktif
Tidak ada Gerakan Menangis
Refleks
rspon sedikit batuk
Tubuh :
Tubuh dan
kemerahan
Warna Biru/pucar ekstremitas
ekstremitas;
kemerahan
biru
Katerangan :
Abgar skor :7-10; bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
Apgar Skor 4-6: (Asfiksia Neonatorum berat); pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot buruk,
kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
Apgar akor0-3 (Asfiksia Neonatorum sedang); pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Bila terdapat gangguan pentukaran gas atau pengakutan O2 selama
kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Kerusakan dan ganguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan adan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang
terjadi dimulai dengan suati periode appnoe, disertai penurunan frekuensi
jantug. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian
diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak
tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan
ditemukan pula beradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
berubahan klinis juga terjadi ganguan metabolisme dan keseimbangan
asam dan basa pada neonatus.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilannya
glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi
jantun. Pada paru terjadi pengisian udara slveoli yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan resistensi pembulu darah paru. Sedangkan diotak
terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa pada kehiudpan bayi selanjutnya.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
 Hb (normal 15-19gr%). Biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung tubuh karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/et (normal 4,3-10,3 x 10 gr/et)
karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
 Trambosit (normal 350 x 10 gr/ct).
 Distrofiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun
karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Nilai analisa gas darah pasa bayi post asfiksi terdiri dari :
 pH (normal 7,36-7,44), kadar pH cenderung turun terjadi asidosis
metabolik.
 pCO (normal 35-45 mmHg). Kadar Pco2 pada bayi post asfiksia
cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
 pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar Po2 bayi post asfiksia cnderung
turun karena terjadi hipoksia progresif
 HCO3 (normal 24-28mEq/L)
c. Urine
 Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
 Natrium (normal 134-150 mEq/L)
 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
d. Foto Thorax
 Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
7. Penatalaksana Medis
a. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelansungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungking muncul. Tindakan resusiksi
bayi baru lahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan
ABC resusitasi :
1) Memastikan saluran nafas terbuka :
 Meletakkan bayi pada posisi yang benar
 Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
 Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2) Memulai pernapasan :
 Lakukan ransangan taktil
 Bila perlu lakukan ventilsi tekanan positif
 Mempertahankan sirkulasi darah (Ransangan dan pertahankan
sirkulasi darah dengan cara komprensi dada atau bila perlu
mengunakan obat-obatan)
 Koreksi ganguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit)
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus:
1) Tindakan umum
 Pengawasan suhu
 Pembersihan jalan nafas
 Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2) Tindakan khusus
Tindakan ini dikerjakan setekah tindakan umum
diselengarakn tanpa hasil prosedur yang dilakukan
disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi,
yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
a. Asfiksia berat (nilai Apgar 0-3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langka
utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian 02
dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan
intubasi endoktrakeal lalu diberiakn 02 tidak lebih dari 30
mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/KgBB,
diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena
perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan
terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlansung. Usaha pernafasan biasanya mulai timbul
setelalh tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3
kali in flasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau
frekuensi jantung, makan masase jantung eksternal
dikerjakan dengan & frekuensi 80-100/menit. Tindakan
ini diselingi ventilasi tekanan diikut oleh 3 kali kompresi
dinding torak. Jika tindakan ini tidak berasil bayi harus
dinilai kembali, mungking hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi
atau ganguan organik seperti hernia diaftagmatika atau
stenosis jalan nafas.
b. Akfiksia ringan – sedang (nilai apgar 4-6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasandapat dicoba
bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan
spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan fitrat 1-2
x/menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsoflekasi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup
nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan
gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontang, usahankan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
dari mulut ke mulut ataudari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventilsi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
menolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontang yang mungking timbul. Tindakan
nyatakan tidak berhak jika setelah dilakukan beberapa
saat terjadi penurunan prekuensi jantiung atau perbaikan
tonus otot intubasi endotrakeal harus segera dilahirkan,
bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperhatikan
pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.
a. Terapi medikamentosa
1) Epinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi <60xmenit setelah paing tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada
respon.
 Sistotik
Dosis :0,1-0,3 ml / mgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,03
mg/kgBB).
cara :i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila
perlu
2) Volume Ekspander
Indikasi :
 Bayi baru lair yang dilahirkan resusitasi mengalami
hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi.
 Hipovolemia kemingkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai dengan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil /
lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang
adekuat.
Jenis cairan :
 Lauran laistaloid isotonis (NaCL, 0,9, Ringer Laktat).
Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit.
dapat diulang sampai menunjukan respon klinis.
 Transfusi darah gol 0 negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
3) Bikarbonat
Indikasi:
 Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
 Pengunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan dengan analisa
gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB
(7,4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5% sama
banyak diberikan secaa i.v dengan kecepatan min 2 menit.
Efek samping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan
C02 dari bikarbonat merusak fungdi miokrdium dan otak.
4) Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
 Depresi pernapasan pada bayi barbu lahir yang ibunya
mengunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
 Sebelum memberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan
stabil.
 Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru
dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan
menyebabkan tanpa with draw tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kgBB (0,4 mg/ml atau 1 ,g/mk)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan I,m atau
s.c
8. Komplikasi
a. Edema otak & perdaraan otak
Pada penderita asfiksia dengan ganguan fungsi jantng yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaan ini akan menyebabkan hiposkia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdaraan otak.
b. Anuria dan oliguria
Disfusi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfusi miokardium pada saatterjadinnya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hiposekmia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan urin sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami ganguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeuaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada
anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdaraan pada otak.

9. Prognosa
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak.
Pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang kalau tidak segera ditangani
dengan cepat dan tepat akan menyebabkan terjadinya asfiksia berat. Bayi yang
dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemunkinannya
menderita cacat mental pada masa mendatang (Mochtar, 2012)
a. Asfiksia ringan/normal : Baik
b. Asfiksia sedang : Tergantung kecepatan penatalaksanaan bila
cepat prognosa baik
c. Asfiksia : Dapat menimbulakan kematian pada hari-
hari pertama, atau kelainan syaraf permanen.
Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan
kelainan neurologis yang permanen misalnya cerebral palsy, mental
retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan Asfiksia
1. Pengkajian
a. Sirkulasi
 Nadi apial dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
 Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik sintensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta II/IV.
 Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
 Tali pusat putih dan bergelating, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
 Dapat berkemih saat lahir
c. Makanan / cairan
 Berat badan : 2500-4000 gram
 Panjang badan : 44-45 cm
 Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
 Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
 Sadar dan aktif mendemontrasikan refleks menhisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan
asimetris (molding, edema, hematoma).
 Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjkan
abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek narkotik yang
memanjang)
e. Pernafasan
 Skor APGAR : 1 menit……5 menit, skor optimal harus antara 7-10.
 Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat
 Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umu pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan
 Suhu rentang dari 36,50 C sampai 37,50 C. ada verniks (jumlah dan
distribusi tergantung pada usia gestasi).
 Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna
merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan
memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna
herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukan peninkatan
tekanan berkenan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak
portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada
nukhal) atau bercak mengolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungin ada ( penempatan elektroda
interna).
2. Diangnosa keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia
c. Gangguan termoregulasi berhubungan dengan kuranya suplai O2 dalam
darah
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Pola nafas tidak Setelah 1) Pertahankan 1. Untuk
efektif b.d melakukan kepatenan membersihkan
hipoventilasi. tindakan jalan nafas jalan nafas
keperawatan dengan 2. Guna
selama proses melakukan meningkatkan
keperawatan pengisapan kadar oksigen
diharapkan pola lendir. yang
nafas menjadi 2) Pantau status bersirkulasi
efektif. pernapasan dan
Kriteria hasil : dan oksigenasi memperbaiki
1. Pasien sesuai dengan status
menunjukan kebutuhan kesehatan
pola nafas 3) Auskultasi 3. Membantu
yang efektif. jalan nafas mengevaluasi
2. Ekspansi untuk keefektifan
pada mengetahui upaya batuk
simetris adanya klien
3. Tidak ada penurunan 4. Perubahan
bunyi nafas ventilasi. AGD dapat
tambahan. 4) Kolaborasi mencetuskan
4. Kecepatan dengan dokter distritmia
dan irama untuk jantung.
respirasi pemeriksaan 5. Terapi oksigen
dalam batas AGD dan dapat
normal pemakaian membantu
alat bantu mencegah
nafas gelisa bisa
5) Berikan klien menjadi
oksigenasi dispneu dan
sesuai ini juga
kebutuhan membantu
pencegahan
edema paru.
Ganguan perfusi Tujuan : setelah 1. Monitor nadi 1. Untuk
jaringan b..d dilakukan frekuensi menentukan
hipoksia tindakan pernafasan intervensi
keperawatan dan bunyi selanjutnya
selama proses nafas 2. Memperlancar
keperawatan 2. Posisikan proses
diharapkan kepala pernapafan
pertukaran gas ekstensi 3. Pemberian 02
teratasi. 3. Berikan O2 dapat
Kriteria hasil : sesuai mencegah
1. Akral hangat program dan terjadinnya
2. Suhu tubuh pantau saturasi hipoksia
36,5-37,50C O2 4. Agar bayi
3. Capirally refil 4. Berikan dapat
kurang dari 2 kenyamanan beristrahat
4. RR = 40-60
x/menit
Ganguan Tujuan : setelah 1) Kaji bunyi 1. Membantu
pertukarang gas melakukan paru, mengevaluasi
b.d tindakan frekuensi keefektifan
ketidakseimbanga keperawatan nafas, upaya bentuk
n perfusi selama proses kedalaman klien
ventilasi. keperawatan nafas dan 2. Membantu
diharapkan produksi mengevaluasi
pertukarang gas sputum keefektifan
teratasi. 2) Aukultasi upaya betuk
Kriteria hasil : bunyi nafas, klien
1. Tidak sesat catat area 3. Perubahan
nafas penurunan AGD dapat
2. Fungsi paru aliran udara mencetuskan
dalam batas dan/bunyi distritmia
normal tambahan. jantung
3) Pantau hasil
analisa gas
darah
Ganguan Tujuan : setelah 1. Hindarkan 1. Untuk menjaga
termoregulasi b.d dilakukan pasien dari suhu tubuh
kurangnya suplai tindakan kedinginan agar stabil.
O2 dalam darah keperawatan dan tempatkan 2. Untuk
selama proses pada mendeteksi
keperawatan lingkungan lebih awal
diharapkan suhu yang hangat. perubahan
tubuh normal. 2. Monitor gejala yang terjadi
Kriteria hasil : yang guna
1. Temperatur berhubungan mencegah
badan dalam dengan komplikasi.
bats normal hipotermi, 3. Peninkatan
2. Tidak terjadi misal fatigue, suhu dapat
distres apatis, menunjukan
pernafasan perubahan adanya tanda-
3. Tidak gelisa warna kulit tanda infeksi
4. Perubahan dan dll. 4. Penurunan
warna 3. Monitor TTV. frekuensi nadi
kulitbilirubin 4. Monitor menunjukan
dalam batas adanya terjadinya
normal bradikardi. asidosis
5. Monitor status resporatori
pernafasan. karena
kelebihan
retensi CO2
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, Jakarta: EGC.


Johnson, M., etall. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
New Jersey: Upper Saddle River.
Mansjoer,A. 2007. Kapita selekta kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Manuaba, Ida Bagis Gde. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Mc. Closkey, C.J,. etall 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth
Edition, New Jersey: Upper Saddle River.
Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1&2. Yogyakarta :
Mediaction Publishing.
Ralph dan osenberg, 2006. Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 2005-2006.
Philadelphila, USA.
Sarwono, Wiknjosastro Hanifa. 2010. Pengantar Ilmu Kebidanan. Ed 3. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono, Wiknjosastro Hanifa, 2011. Pengantar Ilmu Kandungan. Ed 4, Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sofian, Amru, 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif, Obstetri
Sosial Ed 3 Jilid 1&2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai