A. Definisi
Asfeksia Neonatorum menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)
adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan
asidosis (Saputra, 2014). Gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah
arteri dan pembuangan karbon dioksida. Penyebab utama kematian bayi dan
balita terjadi pada masa neonatal karena pada masa ini bayi melakukan
banyak penyesuaian fisiologis yang diperlukan untuk kehidupan ekstrauteri
yang dimulai saat bayi baru lahir sampai usia 28 hari (Behrman, Kliegman, &
Arvin, 2013). Upaya yang dapat dilakukan perawat Penyebab apapun yang
merupakan latar belakang depresi ini, segera sesudah tali pusat dijepit, bayi
yang mengalami depresi dan tidak mampu melalui pernapasan spontan yang
memadai akan mengalami hipoksia yang semakin berat dan secara progresif
menjadi Asfeksia Neonatorum. Resusitasi yang efektif dapat merangsang
pernafasan awal dan mencegah Asfiksia Neonatorum progresif. Resusitasi
bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan
alat-alat vital lainnya.
B. Etiologi
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan
terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah kelahiran. Penyebab kegagalan
pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor
janin dan faktor persalinan (Jumiarni & Mulyati, 2016).
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulka hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklampsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.
D. Patofisiologi
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam
keadaan kontraksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru-paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian
masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi
memasuki kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen
melalui plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonatus
diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan
kemudian digantikan oleh oksigen (Behrman, 2000). Proses penggantian cairan
tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan
kala II dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada 8
(toraks) berada dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat
dalam paru dikeluarkan (Manuaba, 2007).
Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan
terjadinya inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga
menimbulkan perluasan permukaan paru yang cukup untuk membuka alveoli
(Manuaba, 2007). Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat
pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun
karena inspirasi pertama neonatus normal sangat kuat sehingga mampu
menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga semua
cairan alveoli dapat dikeluarkan (Hall & Guyton, 2014). Selain itu, pernapasan
pertama bayi timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2
dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta,
redistribusi curah jantung sesudah talipusat diklem, penurunan suhu tubuh dan
berbagai rangsangan taktil (Behrman, 2000). Namun apabila terjadi gangguan
pada proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil melakukan pernapasan
pertamanya maka arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan alveoli akan tetap
terisi cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia
neonatorum (Fida & Maya, 2012). Menurut (Price & Wilson, 2006) gagal napas
terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran
gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan pembuangan karbon dioksida (Price &
Wilson, 2006). Proses pertukaran gas terganggu apabila terjadi masalah pada
difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dengan
kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli (Hidayat, 9 2008). Proses difusi gas
pada alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membrane respirasi/
permeabelitas membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas
gas (Hidayat, 2008).
E. Manifestasi Klinis
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan (Sembiring, 2017).
F. Klasifikasi
Klasifikasi Asfiksia Berdasarkan APGAR Score
Keterangan:
1. Nilai 0-3 : Asfiksia berat
2. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang 10
3. Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih
kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna
untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk
memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.
(bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia neonatorum di klasifikasikan (Fida &
Maya, 2012) :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada
pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus
otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadangkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
F. Pelaksanaan Resusitasi
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan:
1. Analisa Gas Darah (AGD)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya asidosis dan alkalosis
respiratorik / metabolik. Hal ini diketahui dengan tingkat saturasi SaO2 dan
PaO2.
2. Elektrolit Darah
Komplikasi metabolisme terjadi di dalam tubuh akibatnya persediaan garam-
garam elektrolit sebagai buffer juga terganggu keseimbangannya. Timbul
asidosis laktat, hipokalsemi, hiponatremi, hiperkalemi.
3. Gula Darah
Pada penderita asfiksia umumnya mengalamihipoglikemi
4. Baby gram (RO dada)
Pemeriksaan radiologi mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan
diagnosis.
5. USG (kepala)
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
b. Mencakup nama pasien, jenis kelamin, umur, agama, alamat, pendidikan,
tanggal lahir, jam lahir, tanggal masukidentitas keluarga, dll
c. Keluhan utama
d. Biasanya bayi setelah pasrtus akan menunjukkan tidak bisa bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan
sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis metabolik.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
2) Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,
keracunan karena obat0obat bius, uremia, toksemiagravidarum,
anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan
dan terjadi trauma pada waktu kehamilan
3) Intranatal
4) Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekuranga O2 sebab partus
lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala
anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius
terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak,
placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali
pusat, dan kesulitan lahir
2) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ.
a. Riwayat kesehatan
1) RKD
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-
obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi
terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
2) RKS
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi janutng,
kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak
menangis.
3) RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh
kehamilan dan obat-obat infeksi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
8) Thoraks
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
9) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis
papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
10) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi
pada tali pusat.
11) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeces.
13) Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
14) Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf
pusat atau adanya patah tulang
←
3.Kondisi Klinis Terkait
1.01011
-Sindrom aspirasi meconium Manajemen Jalan
Napas
Definisi:
Mengidentifikasi dan
mengelola kepatenan
jalan napas
Tindakan :
Observasi
- Monitor pola
napas (frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi
napas tambahan
(mis. gurgling,
mengi, wheezing,
ronkhi Kering
Terapeutik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
Edukasi
Kolaborasi
Definisi:
Mengumpulkan dan
menganalisis data
untuk memastikan
kepatenan jalan napas
dan keefektifan
pertukaran gas
Tindakan :
Observasi
- Monitor
frekuensi, irama,
kedalaman dan
upaya napas.
- Monitor pola
napas (seperti
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
Kussmaul,
Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik)
- Monitor
kemampuan batuk
efektif
- Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
- Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
- Auskultasi
bunyi napas
- Monitor
saturasi
oksigen
- Monitor nilai A G D
- Monitor hasil
x-ray toraks
Terapeutik
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumtasikan
hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantaun
- Informasikan
hasil
pemantauan,
jika perlu.
4) RiwayatTumbuh Kembang
a. Perkembangan
-
b. Pertumbuhan
1) BB lahir : 3170 gr
2) TB lahir : 46 cm
3) LK/LD/LP/LLA : 33/32/30/11cm
c. Riwayat Imunisasi
-
d. Riwayatpsikososial spiritual
-
e. Pemeriksaan umum
Kesadaran: S2, keadaan umum lemah, suhu tubuh : 36,30C, nadi :
148x/mnt, respirasi : 63 -81x/mntx/ menit, BB : 3170 gram, TB : 46 cm
f. Pemeriksaanfisik Pemeriksaan
fisik head to toe :
1. Kepala
a. Bentuk kepala : Simetris
b. Warna rambut : Hitam
c. Distribusi rambut : sedikit
d. Tidak ada lesi
e. Hygiene : bersih
f. Tidak Ada hematoma
2. Mata
a. Sklera normal
b. Reflek cahaya normal
c. konjungtiva tidak anemis
d. pergerakan bola mata normal
3. Telinga
a. simetris
b. Kebersihan : bersih
c. tes pendengaran : normal
4. Hidung
a. Tidak ada polip
b. Tidak ada nyeri tekan
c. Kebersihan : bersih
d. Tidak ada pernafasan cuping hidung
e. fungsi penciuman tidak dikaji
5. Mulut
a. warna bibir : sianosis
b. mukosa bibir kering
c. mukosa bibir normal
d. reflek mengisap (-)
e. reflek menelan (-)
6. Dada
a. Paru – paru
Inspeksi :Irama nafas teratur, pernapasan cepat ,masih ada
penggunaan otot bantu napas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara paru ronchi kering
b. Jantung
Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada dada sebelah kiri
Perkusi :-
Auskultasi :-
7. Abdomen
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada lesi
Palpasi : turgor kulit <3 detik
Perkusi : Suara abdomen timpani
8. Ekstremitas
Bentuk simetris
2. Pola Nafas in Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas ( Kelemahan Otot Pernafasan)
1. Bersihan Jalan Nafas in efektif b.d Hipersekresi jalan nafas (adanya sputum akibat
Aspirasi meconium)
INTERVENSI KEPERAWATAN
S:
O: Pasien tampak lebih tenang saat d
ilakukan terapi inhalasi
11.00
-Memonitor frekuensi dan irama
pernapasan S:
O; Bayi Ny. S pernafasannnya tampak
masih menggunakan
alat bantu nafas O2 VENTILATOR
mode niv, FIO2: 100%, peep: 7,
PIP: 11
2/9/22 1 S: -
Jam: Memberikan posisi fowler pada bayi
15.00 untuk meningkatkan ventilasi O: By.ny. S tampak lebih nyaman degan
posisi sekarang, kepatenan jalan nafas tetap
terjaga
O: RR ; 54 x/mnt
Dahak belum bisa keluar saat di
nebulizer, tidak ada kebiruan atau tanda
sianosis, saturasi mulai naik, spo2: 94%
Diit yang masuk 1cc/ 4 jam
2/9/22 Melakukan pemantauan O2 Ventilator S:
NIV, dengan prong.
O: by.ny. S masih tampak trpasang
ventilator, mode niv, Fio2: 70%, peep:&,
pip:11, rr:40, saturasi oksigen mencapai
dari 94%
P: Lanjutkan Intervensi
1/9/22 2
PUPUT
13.15 DS : -
DO: Pernafasan bayi tampak retraksi, rr:
49x/mnt, sianosis sudah tidak ada,
masih terdengar suaran nafas ronchi
kasar, merintih berkurang, produksi
sputum masih ada, (+) bacaan baby
gram kesan tampak pneumonia
bilateral
A : Masalah Teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
Monitor status oksigenasi
Monitor status respirasi( frekuensi,
irama nafas)
Lakukan auskultasa suara nafas, catat
jika ada suara nafas tambahan
kolaborasi dalam pemberian terapi
ekspektoran / terapi inhalasi dengan
pemberian nebulizer, terapi ventolin
½ respul + 1cc Nacl/ 8 jam
2/9/22 1
20.30 PUPUT
DS:-
DS:-
DAFTAR PUSTAKA