Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KELOMPOK

ASFIKSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep

OLEH :

KELOMPOK 2

ANNISA AMALIA 20101440119015

APRILLIA ASTRI E.H. 20101440119018

AYU KUSUMA 20101440119020

BAHTIAR DWI 20101440119021

CALVINA NOVELISA 20101440119025

DAMAYANTI AWALINA 20101440119029

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.Untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masihbanyak kekurangan dalam makalah
ini ,oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

SEMARANG, 15 JULI 2021


BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Asfiksia neonatorum didefinisikan sebagai kegagalan bayi untuk memulai
bernafas segera setelah lahir dan mempertahankan beberapa saat setelah lahir
(WHO, 2012). Asfiksia neunatorum adalah bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir atau beberapa saat setelah lahir (kemenkes RI, 2015).
Asfiksia yang terjadi segera setelah bayi lahir apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan berbagai komplikasi pada bayi diantaranya terjadi hipoksia iskemik
ensefalopi, edema serebri, kecacatan cerebral palsy pada otak; hipertensi pulmonal
presisten pada neonatus, perdarahan paru dan edema paru pada jantung dan patu-
paru; 2 enterokolitisnektrotikana pada gestasional; tubular nekrosis akut,
Syndrome of Inapropiate Antidiuretic Hormone (siadh) pada ginjal; dan
Disseminataed Intravascular Coagulation (DIC) pada system hematologi
(Maryunani, 2016). Adapun beberapa penyebab terjadinya asfiksia neonatorum
yaitu paritas, usia ibu, preeklampsia, perdarahan antepartum, lama persalinan, 3
keaadaan air ketuban, dan prematuritas (Maryunani, 2016).

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi dari asfiksia?
2. Apa saja etiologi dari asfiksia?
3. Bagaimana patofisiologi asfiksia?
4. Apa manifestasi klinis asfiksia?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada asfiksia?
6. Bagaiamana konsep asuhan keperawatan pada asfiksia?

III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi asfiksia
2. Untuk mengetahui etiologi asfiksia
3. Untuk megetahui patofisiologi asfiksia
4. Untuk mengetahui patofisiologi asfiksia
5. Utuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada asfiksia
6. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada asfiksia
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas yang terjadi secara spontan
dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang
timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat
asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara
sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul
(Manuaba, 2019).

B. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan
tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan
aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus,
misalnya hipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsia dan
lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada 9 plasenta,
misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan
plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: kompresi tali pusat, dan
lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena
pemakaian obat anastesia/analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung
dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang
terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital
pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,
hypoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor persalinan
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi,
dan lebih dari 1 jam pada multi.

C. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Pada saat lahir dan bayi mengambil napas pertama, udara
memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru. Pada napas
kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah banyak dan cairan paru
diabsorpsi sehingga seluruh alveoli berisi udara yang mengandung oksigen. Aliran
darah ke paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan ekspansi paru yang
membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan ekspirasi lebih tinggi. Ekspansi
paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli menyebabkan penurunan resistensi
vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru setelah lahir. Aliran intrakardial dan
ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus.
Kegagalan penurunan resistensi vaskular paru menyebabkan hipertensi pulmonal
persisten pada BBL, dengan aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif.
Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal napas.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat antara lain: frekuensi jantung < 40 kali per menit, tidak ada usaha
panas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan
reaksi jika diberikan rangsangan, bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna
kelabu, terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul antara lain: frekuensi jantung
menurun menjadi 60–80 kali per menit, usaha panas lambat, tonus otot biasanya
dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang
diberikan, bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna
selama proses persalinan.
3) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain: napas lebih
dari 100 kali per menit, warna kulit bayi tampak kemerah-merahan, gerak/tonus
otot baik, bayi menangis kuat (Yuliana, 2012).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada neonatal dengan asfiksia, meliputi:
1. Nilai APGAR: memberikan pengkajian yang cepat mengenai kebutuhan untuk
resusitasi neonatal.
2. Rontgen thoraks dan abdomen: untuk menyingkirkan abnormalitas/cedera
struktural dan penyebab masalah ventilasi.
3. Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas/cedera kranial
atau otak atau adanya malformasi kongenital.
4. Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya bakteremia.
5. Skrining toksikologi: untuk menemukan adanya toksisitas obat atau kemungkinan
sindrom alkohol janin atau fetal alcohol syndorome.
6. Skrining metabolisme: untuk menyingkirkan adanya gangguan endokrin atau
metabolisme
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Terdiri dari nama , umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnosa asfiksia neonatorum
b. Keluhan utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas
c. Riwayat kesehatan sekarang
Apa yang dirasakan klien sampai di rawat di rumah sakit atau perjalanan
penyakit
d. Riwayat kehamilan / persalinan
Bagaimana proses persalinan , apakah spontan, premature aterm, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
e. Kebutuhan dasar
1) Pola nutrisi
Pada neonats dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna
2) Pola eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belm sempurna
3) Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat BAB dan BAK harus diganti popoknya
4) Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama .
2) Tanda-tanda vital
Pada umumnya terjadi peningkatan respirasi
3) Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
4) Kepala
Inpeksi : bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
5) Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
6) Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernapasan
cuping hidung
7) Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernapasan yang irregular dan frekuensi
pernafasan yang cepat
8) Neurology atau reflek
Reflek morrow : kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (D.0003)
2) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
( D.0004)
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas ( D.0005)

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi TTD


Hasil
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan respirasi ( I.01014) Kel. 2
gas berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan 3x24 jam diharapkan - Monitor frekuensi irama
ketidakseimbangan pola oksigenasi kedalaman dan upaya nafas
ventilasi perfusi membaik dengan - Monitor pola nafas ( seperti
(D.0003) kriteria hasil : bradipnea , takipnea, hiperventilasi,
1. Dipsnea dari kussmaul, Cheyne Stokes, biot,
skala 1 ataksik)
(meningkat) ke - Monitor kemampuan batuk efektif
skala 5 - Monitor adanya produksi sputum
(menurun) - Monitor adanya sumbatan jalan
2. Bunyi napas nafas
tambahan dari - Palpasi kesimetrisan ekspansi
skala 1 paru
(meningkat) ke - Auskultasi bunyi nafas
skala 5 - monitor saturasi oksigen
(menurun) - Monitor nilai AGD
3. Pola napas dari - Monitor hasil x-ray thorax
skala
1(memburuk) Terapeutik
ke skala5 - Atur interval waktu
(membaik) pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Gangguan ventilasi setelah dilakukan Dukungan ventilasi (I.01001) Kel. 2
spontan berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan kelelahan otot 3x24 jam diharapkan - Identifikasi adanya
pernafasan ( D.0004) sirkulasi spontan kelelahan otot bantu nafas
membaik dengan - Identifikasi efek perubahan
kriteria hasil: posisi terhadap ststus
1. Tingkat pernafasan
kesadaran dari - Monitor status respirasi dan
skala 1 oksigenasi
(menurun) ke Terapeutik
skala 5
- Pertahankan kepatenan
(meningkat)
jalan nafas
2. Frekuensi
- Berikan posisi semi fowler
napas dari skala
atau fowler
1(meningkat)
- Fasilitasi mengubah posisi
ke skala 5
senyaman mungkin
(menurun)
3. Saturasi - Berikan oksigenasi sesuai
oksigen dari kebutuhan
skala - Gunakan bag- valve mask,
5(menurun) ke jika perlu
skala 1
Edukasi
(meningkat)

- Ajarkan melakukan tehnik


relaksasi nafas dalam
- Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
- Ajarkan tehnik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
bronchodilator, jika perlu

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011) Kel. 2
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
hambatan upaya nafas 3x24 jam diharapkan
- Monitor pola napas
( D.0005) pola napas membaik
(frekuensi, kedalaman,
dengan kriteria hasil:
usaha napas)
1. Dipsnea dari
- Monitor bunyi napas
skala 1
tambahan (mis. Gurgling,
(meningkat) ke
mengi, weezing, ronkhi
skala 5
kering)
(menurun)
- Monitor sputum (jumlah,
2. Penggunaan
warna, aroma)
otot bantu
napas dari skala
Terapeutik
1 (meningkat)
ke skala 5 - Pertahankan kepatenan
(menurun) jalan napas dengan head-tilt
3. Frekuensi
dan chin-lift (jaw-thrust jika
napas dari skala
curiga trauma cervical)
1(memburuk)
- Posisikan semi-Fowler atau
ke skala 5
Fowler
(membaik)
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum
- Penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan


2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Rohmatin, Homisiatur.,dkk. 2010. Mencegah Kematian Neonatal dengan P4K. Unidha press.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), 
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),  Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai