Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH


KESEHATAN COVID-19 KOMORBID PENYAKIT JANTUNG
KORONER (PJK) DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR
DIPUKESMAS PEGANDAN SEMARANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Ns. Novita Wulan Sari., M.Kep

Disusun Oleh :
FITRIANA NOOR SABRINA
20101440119048

PRODI DIII KEPERAWATAN


STIKES KESDAM IV/ DIPONEGORO SEMARANG
TA 2021 / 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari,
manusia menjadi tua melalui proses yang awalnya dimulai dari bayi,
anakanak, remaja, dewasa dan selanjutnya menjadi tua. Semua orang tentunya
akan mengalami proses menjadi tua dan merupakan masa hidup manusia yang
paling akhir. Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan
membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila
penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain,
besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah
penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan
kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak
adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk
lansia (Kemenkes, 2017).
Kerentanan individu lanjut usia terhadap beberapa penyakit disebabkan
karena menurunnya imunitas. Proses penuaan meningkatkan kecenderungan
untuk menderita infeksi parah yang merupakan penyebab utama tingginya
mortalitas dan morbiditas pada usia lanjut (Boraschi et al, 2013).
Covid-19 merupakan sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis
coronavirus yang baru ditemukan. Coronavirus merupakan kelompok virus
yang mampu menyebabkan penyakit pada hewan maupun manusia. Beberapa
jenis dari coronavirus diketahui menyebabkan infeksi pada saluran napas
manusia mulai dari batuk, pilek hingga gejala yang lebih serius seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Jenis baru pada coronavirus yang ditemukan menyebaban penyakit
Covid-19 (WHO, 2020). Kasus covid-19 dilaporkan ke WHO pada 31
Desember 2019 dan telah ditetapkan sebagai wabah darurat berskala
internasional pada 30 Januari 2020 (Gallegos, 2020).
Angka kejadian covid-19 secara global pada tanggal 20 Juli 2020
mencapai 14.669.506 orang dengan angka kasus meninggal mencapai 609.531
orang. Di benua Asia, kasus terkonfirmasi mencapai 3.414.903 orang dengan
total kasus pasien yang meninggal mencapai 80.375 orang
(www.worldometers.info, 2020). Di Indonesia, jumlah pasien yang telah
terkonfirmasi per tanggal 20 Juli 2020 mencapai 88.214 orang dengan total
kasus pasien meninggal mencapai 36.998 orang (Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19, 2020). Adapun di DKI Jakarta, jumlah pasien
terkonfirmasi mencapai 16.712 orang dengan total kasus meninggal sebanyak
749 orang dan menjadikan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan jumlah pasien
terkonfirmasi terbanyak kedua setelah provinsi Jawa Timur di Indonesia
(Jakarta Smart City, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa definisi dari lansia ?
b) Sebutkan klasifikasi lansia !
c) Apa definisi dari “penyakit jantung koroner” itu ?
d) Sebutkan klasifikasi dari “penyakit jantung coroner” !
e) Apa saja etiologi dari “penyakit jantung coroner” ?
f) Apa saja manifestasi klinik dari “penyakit jantung coroner” ?
g) Bagaimana patofisiologi dari “penyakit jantung coroner” ?
h) Apa saja pemeriksaan penunjang dari “penyakit jantung coroner” ?
i) Apa saja komplikasi dari “penyakit jantung coroner” ?
j) Bagaimana pathway dari “penyakit jantung coroner” ?
k) Apa definisi dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
l) Sebutkan klasifikasi dari “Coronavirus atau Covid-19” !
m) Apa saja etiologi dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
n) Apa saja manifestasi klinik dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
o) Apa saja penatalaksanaan medis dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
p) Bagiamana pencegahan infeksi Covid pada lansia ?
q) Apa saja faktor yang mempengaruhi Coronavirus atau Covid-19” ?
r) Bagaimana patofisiologi dari dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
s) Bagaimana pathway dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
t) Apa saja komplikasi dari dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
u) Apa saja data penunjang dari dari “Coronavirus atau Covid-19” ?
v) Bagaimana konsep asuhan keperawatan dengan kasus Covid-19 ?

1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk memahami gambaran mengenai konsep tentang “Coronavirus atau
Covid-19” agar dapat memberikan upaya tindak lanjut untuk pencegahan
pada lansia.
b) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari lansia.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari lansia.
c. Untuk mengetahui definisi dari penyakit jantung koroner.
d. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit jantung koroner.
e. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit jantung koroner.
f. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari “penyakit jantung koroner”.
g. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit jantung koroner”.
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari “penyakit jantung
koroner”.
i. Untuk mengetahui komplikasi dari “penyakit jantung koroner”.
j. Untuk mengetahui pathway dari “penyakit jantung coroner”.
k. Untuk mengetahui definisi dari “Coronavirus atau Covid-19”.
l. Untuk mengetahui klasifikasi dari “Coronavirus atau Covid-19”.
m. Untuk mengetahui etiologi dari “Coronavirus atau Covid-19”.
n. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari “Coronavirus atau Covid-
19”.
o. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari “Coronavirus atau
Covid-19”.
p. Untuk mengetahui pencegahan infeksi Covid pada lansia.
q. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Coronavirus atau
Covid-19”.
r. Untuk mengetahui patofisiologi dari dari “Coronavirus atau Covid-
19”.
s. Untuk mengetahui pathway dari “Coronavirus atau Covid-19”.
t. Untuk mengetahui komplikasi dari dari “Coronavirus atau Covid-19”.
u. Untuk mengetahui data penunjang dari dari “Coronavirus atau Covid-
19”.
v. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dengan kasus Covid-19
terutama pada lansia.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Konsep Lansia


a. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process atau
proses penuaan (WHO, 2015).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas,
baik pria maupun wanita. Lansia sendiri merupakan tahap akhir dalam
proses kehidupan yang terjadi banyak penurunan dan perubahan fisik,
psikologi, sosial yang saling berhubungan satu sama lain, sehingga
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun jiwa pada
lansia (Cabrera, 2015).

b. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO (2013) :
1. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
2. Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun
3. Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
4. Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
5. Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90
tahun.
Sedangkan menurut Depkes RI (2013) terdapat lima klasifikasi pada
lansia :
1. Pralansia (prasenilis) adalah seseorang yang berusia antara 45-
59 tahun.
2. Lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lanjut usia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih melakukan
pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang/jasa.
5. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga bergantung kepada
kehidupan orang lain.

2.2 Konsep Sistem Kardiovaskuler (Penyakit Jantung Koroner)


a. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu kondisi dimana
ketidakseimbangan antara suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai
akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri koronaria dengan penyebab
tersering adalah aterosklerosis (Wijaya dkk, 2013). PJK merupakan
gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah dari
penyempitan pembuluh darah koroner. Secara klinis, ditandai dengan nyeri
dada terasa tidak nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika
sedang mendaki juga pada kerja berat ataupun berjalan terburuburu pada
saat berjalan datar atau berjalan jauh (RISKESDAS, 2013).
Dapat disimpulkan, PJK merupakan suatu penyakit pada organ
jantung akibat penimbunan plak berupa lipid atau jaringan fibrosa yang
menghambat suplai oksigen dan nutrisi ke bagian otot jantung sehingga
menimbulkan kelelahan otot bahkan kerusakan yang biasanya
diproyeksikan sebagai rasa tidak enak oleh klien secara subyektif seperti
rasa ditekan benda berat, ditindih, dan ditusuk.

b. Klasifikasi
Menurut Helmanu, (2015) penyakit jantung koroner dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu :
1. Chronic Stable Angina (Angina Piktoris stabil (APS))
Ini merupakan bentuk awal dari penyakit jantung koroner yang
berkaitan dengan berkurangnya aliran darah ke jantung yang
ditandai dengan rasa tidak nyaman didada atau nyeri dada,
punggung, bahu, rahang, atau lengan tanpa disertai kerusakan sel-
sel pada jantung. Stress emosi atau aktivitas fisik biasanya bisa
menjadi pencetus APS namun itu bisa dihilangkan dengan obat
nitrat. Pada penderita ini gambar EKG tidak khas, melainkan suatu
kelainan.
2. Acute Coronary Syndrome (ACS)
Merupakan suatu sindrom klinis yang bervariasi. ACS dibagi
menjadi 3, yaitu :
a) Unstable Angina (UA) atau Angina Piktoris Tidak Stabil
(APTS)
APTS meskipun hampir sama namun ada perbedaan pada sifat
nyeri dan patofisiologi dengan APS. Sifat nyeri yang timbul
semakin lebih berat dari sebelumnya atau semakin sering
muncul pada saat istirahat, nyeri pada dada yang timbul
pertama kalinya, angina piktoris dan prinzmental angina setelah
serangan jantung ( myocard infaction ). Kadang akan terdapat
kelainan dan kadang juga tidak pada gambaran EKG penderita.
b) Acute Non ST Elevasi Myocardinal Infarction (NSTEMI)
Ditandai dengan sel otot jantung seperti CKMB, CK, Trop T,
dan lain-lain yang didalamnya terdapat enzim yang keluar yang
merupakan tanda terdapat kerusakan pada sel otot jantung.
Mungkin tidak ada keainan dan yang paling jelas tidak ada
penguatan ST elevasi yang baru pada gambran EKG.
c) Acute ST Elevasi Myocardina Infarction (STEMI)
Sudah ada kelainan pada gambaran EKG berupa timbulnya
Bundle Branch Block yang baru atau ST elevasi baru. Kelainan
ini hampir sama denagn NSTEMI.
c. Etiologi
Menurut Pratiwi, (2011) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner
pada perinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya
penyakit arteri koroneria. Salah satu yang diakibatkan Aterosklerosis
adalah penimbunan jaringan fibrosa dan lipid didalam arteri koronaria,
sehingga mempersempit lumen pembuluh darah secara progresif. Akan
membahayakan aliran darah miokardium jika lumen menyempit
karena resistensi terhadap aliran darah meningkat.
b) Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagian dari
mekanisme pertahan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah
akan robek akibat dari pengerasan pembuluh darah yang terganggu dan
endapan lemak. Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek
tersebut yang bersatu dengan kepingan-kepingan darah menjadi
trombus. Trombosis dapat menyebabkan serangan jantung mendadak
dan stroke.

d. Manifestasi Klinik
Menurut Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, (2011) dalam Nurhidayat S.
(2011) :
a) Dada terasa tidak nyaman (digambarkan sebagai rasa terbakar, berat,
mati rasa, , dapat menjalar kepundak kiri, leher, lengan, punggung atau
rahang)
b) Denyut jantung lebih cepat
c) Pusing
d) Sesak nafas
e) Mual
f) Berdebar-debar
g) Kelemahan yang luar biasa
e. Patofisiologi
Menurut LeMone, Priscilla, dkk tahun (2019) penyakit jantung
koroner biasanya disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa dirubah
(umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) dan faktor resiko yang bisa
dirubah (hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, merokok, obesitas,
stress, dan kurang aktifitas fisik). Paling utama penyebab penyakit jantung
koroner adalah aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan oleh factor
pemicu yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan jaringan fibrosa dan
lipoprotein menumpuk di dinding arteri. Pada aliran darah lemak diangkut
dengan menempel pada protein yang disebut apoprotein. Keadaan
hiperlipedemia dapat merusak endotelium arteri. Mekanisme potensial lain
cedera pembuluh darah mencakup kelebihan tekanan darah dalam sistem
arteri. Kerusakan endotel itu sendiri dapat meningkatkan pelekatan dan
agregasi trombosit serta menarik leukosit ke area tersebut. Hal ini
mengakibatkan Low Densitiy Lipoprotein (LDL) atau biasanya disebut
dengan lemak jahat yang ada dalam darah. Semakin banyak LDL yang
menumpk maka akan mengalami proses oksidasi.
Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri
yang terangsang dan menggangu aliran darah. Plak juga dapat
menyebabkan ulkus penyebab terbentuknya trombus, trombus akan
terbentuk pada permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus yang
dapat menyumbat pembuluh darah.
Lesi yang kaya lipid biasanya tidak stabil dan cenderung robek
serta terbuka. Apabila fibrosa pembungkus plak pecah (ruptur plak), maka
akan menyebabkan debris lipid terhanyut dalam aliran darah dan dapat
menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak yang pecah.
Akibatnya otot jantung pada daerah tersebut mengalami gangguan aliran
darah dan bisa menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung berkurang.
Peristiwa tersebut mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik
sehingga hipoksia. Mengakibatkan proses pada miokardium berpindah ke
metabolisme anaerobik yang menghasilkan asam laktat sehingga
merangsang ujung saraf otot yang menyebabkan nyeri.
Jaringan menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) disebabkan
karena suplai darah ke area miokardium terganggu. Ketika sel miokardium
mati, sel hancur dan melepaskan beberapa iso enzim jantung ke dalam
sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin kinase (creatinine kinase), serum dan
troponin spesifik jantung adalah indikator infark mioardium.

f. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nurhidayat, (2011) pemeriksaan penunjang pada PJK, yaitu :
a) Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan LDL (≥ 130 mg/dL), HDL (pria ≤ 40 mg/dL,
wanita ≤ 50 mg/dL), kolesterol total (≥ 200 mg/dL), dan trigliserida (≥
150 mg/dL), CK (pria ≥ 5-35 Ug/ml, wanita ≥5-25 Ug/ml), CKMB (≥
10 U/L), troponin (≥ 0,16 Ug/L), SGPT (pria ≥ 42 U/L, wanita 32
U/L), SGOT (pria ≥ 37 U/L, Wanita ≥ 31 U/L).
b) Elektrokardiogram (EKG)
Pada hasil pemeriksaan EKG untuk penyakit jantung koroner yaitu
terjadinya perubahan segmen ST yang diakibatkan oleh plak
aterosklerosis maka memicu terjadinya repolarisasi dini pada daerah
yang terkena infark atau iskemik. Hal tersebut mengakibatkan oklusi
arteri koroner yang mengambarkan ST elevasi pada jantung sehingga
disebut STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung juga
menghasilkan perubahan EKG termasuk depresi segmen ST. dimana
gelombang T menggalami peningkatan, dan amplitudo gelombang ST
atau T yang menyamai atau melebihi amplitude gelombang QRS (Sari,
2019).
c) Foto rontgen dada
Foto rontgen dada dapat melihatada tidaknya pembesaran
(kardiomegali ), menilai ukuran jantung dan dapat meliat gambaran
paru. Yang tidak dapat dilihat adalah kelainan pada koroner. Dari
ukuran jantung yang terlihat pada foto rontgen dapat digunakan untuk
penilaian seorang apakah sudah mengalami PJK lanjut.
d) Echocardiography
Untuk mengambil gambar dari jantung memerlukan pemeriksaan
scanner menggunakan pancaran suara. Untuk melihat jantung
berkontraksi serta melihat bagian area mana saja yang berkontraksi
lemah akibat suplai darahnya berhenti (sumbatan arteri koroner).
e) Treadmill
Dengan menggunakan treadmill dapat diduga apakah seseorang
menderita PJK. Memang tingkat akurasinya hanya 84% pada laki-laki
dan 72% pada perempuan. Dapat diartikan dari 100 orang laki-laki
yang terbukti cuma 84 orang.
f) Katerisasi Jantung
Pemeriksaan katerisasi jantung dilakukan dengam memasukan
semacam selang seukuran lidi yang disebut kateter. Selang ini
langsung dimasukkan ke pembuluh nadi (arteri). Kemudian cairan
kontras disuntikan sehingga akan mengisi pembuluh koroner.
Kemudian dapat dilihat adanya penyempitan atau bahkan
penyumbatan. Hasil katerisasi ini akan dapat ditentukan untuk
penanganan lebih lanjut, yaitu cukup menggunakan obat saja atau
intervensi yang dikenal dengan balon.
g) Angiography
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rutin dan aman. Cara
langsung memeriksa keadaan jantung yaitu dengan sinarX terhadap
arteri koroner yang dimasukan zat pewarna (dye) yang bisa direkam
dengan sinar-X. Karena jantung terus bergerak (berdenyut) maka
dilakukan pengambilan gambar dengan video. Untuk pengambilan
gambar ini melakukan tindakan katerisasi jantung.
g. Komplikasi
1. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada sistem sirkulasi
miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu keadaan
dimana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Wicaksono, 2019).
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini ditandai oleh adanya gangguan fungsi pada
ventrikel kiri yang di sebabkan oleh infark miokardium
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen ke jaringan yang khas (Nurhidayat S, 2011).
3. Edema Paru
Edema paru merupakan suatu cairan abnormal yang tertimbun pada
paru baik dalam alveoli atau dirongga intersitial. Paru menjadi kaku
dan tidak dapat mengembang karena tertimbun cairan, sehingga udara
tidak bisa masuk maka terjadi hipoksia berat (Wicaksono, 2019).
4. Pericarditis Akut
Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan
peradangan pada pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiri
dan dapat terjadi manifestasi dari penyakit sistemik. Efek yang
ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi prikardinal yang memicu
tamponade jantung (Wicaksono, 2019).
h. Pathway

Usia Jenis Kelamin Riwayat Keluarga Stres


(Genetik)
Obesitas
Kurang Diabetes
Aktivitas Fisik Melitus
Hiperlipidemia Hipertensi Merokok

Lipoprotein tertimbun

di endothelium

LDL Meningkat

LDL teroksidasi

Plak s

Aterosklerosis

Penyempitan Arteri Koroner

Oksigenasi terganggu Aliran darah terganggu Resistensi aliran


darah meningkat
Suplai oksigen ke arteri
Perfusi perifer koroner menurun Penurunan kemampuan
tidak efektif pembuluh vaskuler untuk
(D.0009) Kebutuhan oksigen melebar
miokard menurun
Penurunan
perfusi jaringan Hipoksia Metabolisme anaerob
Nyeri Akut
O2 ke perifer Kontraksi miokard menurun Asam laktat meningkat (D.0077)
menurun
Merangsang
Cardiac output PH sel menurun
pelepasan nociceptor
menurun
Curah jantung Asidosis respatorik Aktifitas serabut saraf
Penurunan Curah
menurun (A delta & C fiber)
jantung (D.0008)
Merangsang
Mekanisme Implus ke medulla
kemoreseptor perifer
kompensasi spinalis
pertahanan curah
jantung menurun Merangsang
Implus ke
pusat pernafasan
korteks serebri
Refleks simpatis
Aktivitas pernafasan
vasokontriksi Persepsi
meningkat
Nyeri
Retensi natrium Pola napas
dan air meningkat Dyspnea
tidak efektif Angina pektoris
(D.0005)
Edema Intoleransi
aktivitas
(D.0056)
Kelebihan
volume cairan
Stable Unstable NSTEMI STEMI
Angina Angina

Ansietas
(D.0080)
2.3 Konsep Coronavirus
a. Definisi
Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis
Coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia
mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit
COVID-19 (WHO, 2020).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus
2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Ada setidaknya
dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan
gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6
hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19
yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut,
gagal ginjal, dan bahkan kematian (Kemenkes RI, 2020).

b. Klasifikasi Coronavirus
1. Human coronavirus 229E (HCoV-229E)
2. Human coronavirus OC43 (HCoV-OC43)
3. Koronavirus sindrom pernapasan akut berat (SARS-CoV)
4. Human coronavirus NL63 (HCoV-NL63, New Haven coronavirus)
5. Human coronavirus HKU1
6. Koronavirus terkait sindrom pernafasan Timur Tengah
(MERSCoV), yang sebelumnya dikenal sebagai novel coronavirus
2012 dan HCoV-EMC
7. Koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2),
sebelumnya dikenal sebagai 2019-nCoV atau "novel coronavirus
2019".
Coronavirus HCoV-229E, -NL63, -OC43, dan -HKU1 terus
beredar dalam populasi manusia dan menyebabkan infeksi
pernapasan pada orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia
(Corman et al, 2018).

c. Etiologi Coronavirus
Penyebab COVID-19 adalah virus yang tergolong dalam family
coronavirus. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen. Terdapat 4 struktur protein utama pada
Coronavirus yaitu: protein N (nukleokapsid), glikoprotein M
(membran), glikoprotein spike S (spike), protein E (selubung).
Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronavirus ini dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau
manusia. Terdapat 4 genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus,
gammacoronavirus, dan deltacoronavirus. Sebelum adanya COVID19,
ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu HCoV-
229E (alphacoronavirus), HCoV-OC43 (betacoronavirus),
HCoVNL63 (alphacoronavirus) HCoV-HKU1 (betacoronavirus),
SARS-CoV (betacoronavirus), dan MERS-CoV (betacoronavirus).
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa
pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik
menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama
dengan coronavirus yang menyebabkan wabah SARS pada 2002-2004
silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on
Taxonomy of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19
sebagai SARS-CoV-2.
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan
di atas permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenisjenis
coronavirus lainnya. Lamanya coronavirus bertahan mungkin
dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda (seperti jenis permukaan,
suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian (Doremalen et al, 2020)
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama 72 jam pada
permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada tembaga
dan kurang dari 24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain,
SARSCOV-2 sensitif terhadap sinar ultraviolet dan panas. Efektif
dapat dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents) seperti eter,
etanol 75%, ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin) (Kemenkes RI,
2020)

d. Manifestasi Klinik
Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau
berat. Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu ≥380C),
batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak
memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan
gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu
minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif,
seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan
perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada
beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai
dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan
sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi menurut PDPI (2020) :
1. Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul
berupa gejala yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul
seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri tenggorok,
kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu
diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien
immunocompromises presentasi gejala menjadi tidak khas atau
atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai
dengan demam dan gejala relative ringan. Pada kondisi ini
pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya dehidrasi,
sepsis atau napas pendek.
2. Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak.
Namun tidak ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak
dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau susah
bernapas.
3. Pneumonia berat Pada pasien dewasa
a. Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi
saluran napas.
b. Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas:
>30x/menit), distress pernapasan berat atau saturasi oksigen
pasien

e. Penatalaksanaan Medis
1. Isolasi pada semua kasus
Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun
sedang.
2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) 26
3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit 27
4. Suplementasi oksigen
Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan, distress
napas, hipoksemia atau syok. Terapi oksigen pertama sekitar
5L/menit dengan target SpO2 ≥ 90% pada pasien tidak hamil dan ≥
92-95% pada pasien hamil.
5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat.
6. Terapi cairan
Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok Pasien
dengan SARI harus diperhatikan dalam terapi cairannya, karena
jika pemberian cairan terlalu agresif dapat memperberat kondisi
distress napas atau oksigenasi. Monitoring keseimbangan cairan
dan elektrolit.
7. Pemberian antibiotik empiris
8. Terapi simptomatik
Terapi simptomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan
lainnya jika memang diperlukan.
9. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada
tatalaksana pneumonia viral atau ARDS selain ada indikasi lain.
10. Observasi ketat
11. Pahami komorbid pasien
Saat ini belum ada penelitian atau bukti talaksana spesifik pada
COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi
Coronavirus yang terbukti efektif. Pada studi terhadap SARSCoV,
kombinasi lopinavir dan ritonavir dikaitkan dengan memberi
manfaat klinis. Saat ini penggunaan lopinavir dan ritonavir masih
diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada infeksi COVID-19.
Tatalaksana yang belum teruji / terlisensi hanya boleh diberikan
dalam situasi uji klinis yang disetujui oleh komite etik atau melalui
Monitored Emergency Use of Unregistered Interventions
Framework (MEURI), dengan pemantauan ketat. Selain itu, saat
ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia COVID-19 ini
(PDPI, 2020).

f. Pencegahan Infeksi Covid pada Lansia


Kementerian Kesehatan telah mensosialisasikan beberapa tips atau kiat
bagi kelompok lansia agar ikut serta mencegah penyebaran virus
Covid-19, antara lain :
1. Untuk sementara tidak melakukan perjalanan keluar rumah,
tetaplah berada dirumah/ panti wreda dengan melakukan kegiatan
rutin.
2. Jauhi keramaian, perkumpulan, kegiatan sosial seperti arisan,
reuni, rekreasi, pergi berbelanja, dll
3. Tidak menerima kunjungan cucu. Ini cukup berat tapi masuk diakal
karena cucu bisa sebagai carrier tanpa tanda apapun, mereka sangat
imun.
4. Jaga jarak (1 meter atau lebih) dengan orang lain. Hidari
bersentuhan, bersalaman, atau bercium pipi.
5. Tunda pemeriksaan rutin ke Dokter. Ini juga berat, kecuali sangat
mendesak, hubungi dulu melalui telepon. Keluarga/ pengasuh
memastikan lansia minum obat secara teratur dan pastikan
persediaan obat yang cukup bagi lansia yang memiliki penyakit
kronis.
6. Ajak atau anjurkan lansia melakukan kegiatan yang menyenangkan
seperti dapat membantu menghubungkan dengan rekannya melalui
sambungan Skype, Video call, zoom, membaca atau merawat
tanaman disekitar rumah.
7. Ajarkan kebersihan diri, juga kepada pengasuh untuk sering
mencuci tangan dengan sabun. Jaga kebersihan barang yang
digunakan.
8. Larang kunjungan ke rumah jompo. Rumah jompo tempat
kumpulan orang sangat rentan virus. Hanya orang-orang sehat dan
tidak ada riwayat terpapar dengan lingkungan yang berisiko
penularan yang dapat menemui/ mendampingi lansia.
9. Jangan berkompromi dengan rutinitas harian mereka seperti ibadah
tepat waktu, tidur tepat waktu, olahraga, makan, sosial (komunikasi
dengan Hp) juga tepat waktu. Jangan ubah, supaya nyaman.
10. Cukup tidur, malam 6-8 jam dan siang 2 jam. Boleh meningkatkan
imunitas dengan makan makanan dengan gizi seimbang (cukup
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral).

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Coronavirus


Virus yang menyebabkan COVID-19 menginfeksi orang-orang dari segala
usia. Namun, bukti sampai saat ini menunjukkan bahwa dua kelompok orang
berisiko lebih tinggi terkena penyakit COVID-19 yang parah. Ini adalah orang
yang lebih tua (yaitu orang di atas 60 tahun tua), dan mereka yang memiliki
kondisi medis yang mendasarinya (seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
pernapasan kronis) penyakit, dan kanker). Risiko penyakit parah secara
bertahap meningkat dengan usia mulai dari sekitar 40 tahun (WHO, 2020).
Dalam dua studi terbaru, para peneliti NYU (New York University)
menyebutkan ada beberapa faktor risiko yang menjadikan Covid-19 bisa
menginfeksi seseorang lebih parah, misalnya, pengaruh usia, obesitas
(kegemukan) dan penyakit kronis (Citroner, G. Healthline, 2020).
Pada lansia, terutama mereka yang memiliki komorbiditas, memiliki
tingkat kematian kasus yang jauh lebih tinggi (sekitar 15% pada mereka yang
berusia 80 tahun atau lebih) daripada mereka yang lebih muda (Centers for
Disease Control and Prevention, 2020).
Seiring pertambahan usia, tubuh akan mengalami berbagai penurunan
akibat proses penuaan, mulai dari menurunnya produksi pigmen warna
rambut, produksi hormon, kekenyalan kulit, massa otot, kepadatan tulang,
kekuatan gigi, hingga fungsi organ-organ tubuh (American Heart Association,
2020).
Sistem imun sebagai pelindung tubuh pun tidak bekerja sekuat ketika
masih muda. Inilah alasan mengapa orang lanjut usia (lansia) rentan terserang
berbagai penyakit, termasuk COVID-19 yang disebabkan oleh virus
Corona (Citroner, G. Healthline, 2020).
Selain itu, tidak sedikit lansia yang memiliki penyakit kronis, seperti
penyakit jantung, diabetes, asma, atau kanker. Hal ini bisa meningkatkan
risiko atau bahaya infeksi virus Corona. Komplikasi yang timbul akibat
COVID-19 juga akan lebih parah bila penderitanya sudah memiliki penyakit-
penyakit tersebut (Worldometer, 2020).
Bukan hanya menyebabkan gangguan pada paru-paru, infeksi virus
Corona juga bisa menurunkan fungsi organ-organ tubuh lainnya, sehingga
kondisi penyakit kronis yang sudah dimiliki penderita akan semakin parah,
bahkan sampai mengakibatkan kematian (Worldometer, 2020)
Pada penderita gagal jantung, di mana jantungnya sudah mengalami
kepayahan dalam memompa darah, gangguan paru-paru akibat infeksi virus
Corona akan membuat jantung harus bekerja lebih keras untuk mengalirkan
darah ke seluruh tubuh. Hal ini tentu dapat memperburuk kondisi jantung
(Centers for Disease Control and Prevention, 2020).

2.5 Patofisiologi Coronavirus


Menurut World Health Organization (WHO) (2020), COVID-19 menular
dari manusia ke manusia. Caranya, virus ini berpindah dari orang yang
terinfeksi ke orang yang kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat.
Pandemi ini menyebar melalui tetesan kecil yang keluar dari hidung atau
mulut, ketika mereka (orang yang terinfeksi virus) batuk atau bersin. Tetesan
cairan tersebut kemudian mendarat dan menetap di benda atau permukaan
yang disentuh atau pada area tubuh orang yang sehat. Lalu, tanpa disadari
orang yang sehat ini menyentuh bagian mata, hidung, atau mulut mereka,
sehingga virus corona dapat dengan mudahnya melakukan transmisi ke area
tubuh tersebut (WHO, 2020).
Selain itu, virus ini juga bisa menyebar ketika tetesan kecil itu terhirup
oleh orang sehat saat berdekatan atau kontak langsung dengan yang terinfeksi
corona. Menurut WHO (2020), belum ada penelitian yang menemukan virus
corona (COVID-19) bisa menular melalui udara.

2.6 Pathway Coronavirus


Alur diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia covid-19 :

Pasien dengan gejala:


a) Demam atau riwayat demam
b) Batuk atau pilek atau sakit tenggorokan
c) Sesak atau kesulitan bernapas
d) Riwayat bepergian ke Tiongkok atau daerah
yang sudah terjangkit lainnya dalam 14 hari
terakhir

Orang dalam
a. Gambaran Pneumonia pada foto toraks    ATAU  pemantauan
b. Kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19 ATAU  (rawat jalan)
c. Bekerja/mengunjungi fasilitas kesehatan yang merawat 
kasus konfirmasi COVID‐19 ATAU  Bila tidak
d. Riwayat kontak hewan penular (jika sudah teridentifikasi) 

Bila iya
Pasien Dalam Pengawasan
Hubungi Dinkes
dan Posko KLB

Rujuk ke RS Rujukan yang telah


ditunjuk oleh Kemkes / Dinkes

1. Masuk ruang isolasi


2. Periksa : DPL, Fungsi hepar, fungsi ginjal, Laktat dan
PCT
3. Pemeriksaan swab nasofaring, sputum, cairan BAL untuk
pemeriksaan Coronavirus (spesimen dikirim ke Lab di
Litbangkes)
Bila hasil swab tenggorok / sputum / BAL Bila hasil swab tenggorok /
terkonfirmasi positif, diagnosis COVID- sputum / BAL bukan virus SARS
19 Tatalaksana: CoV-2, maka tatalaksana seperti
 Terapi simptomatik  pneumonia pada umumnya
 Terapi cairan 
 Terapi oksigen 
 Ventilator mekanik (bila gagal na
pas) 
 Serial foto toraks sesuai indikasi  Pasien dapat dipulangkan bila:
 Tatalaksana syok sepsis (bila terja Klinis membaik dan pemeriksaan
di)  PCR menunjukkan hasil negatif 2
 Pemberian antibiotik empiris kali berturut - turut

2.7 Komplikasi Coronavirus


Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi menurut
Yang, dkk (2020) menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi
tidak terbatas ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal
akut (29%), jejas kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks
(2%).
a) Komplikasi akibat penggunaan ventilasi mekanik invasif (IMV) yang
lama.
b) Ventilator-associated pneumonia (VAP).
c) Tromboemboli vena.
d) Catheter-related bloodstream.
e) Stres ulcer dan pendarahan saluran pencernaan.
f) Kelemahan akibat perawatan di ICU.
g) Komplikasi lainnya selama perawatan pasien

2.8 Data Penunjang Coronavirus


Menurut PDPI (2020) :
a) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi
subsegmental, lobar atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
b) Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
1. Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan
orofaring)
2. Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila
menggunakan endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal
c) Bronkoskopi
d) Pungsi pleura sesuai kondisi
e) Pemeriksaan kimia darah
f) Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk
bakteri dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan
menunda terapi antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah.
g) Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).
h) X-Ray toraks: hazy opacities yang terdistribusi di bagian basal dan perifer
paru.
i) CT Scan toraks: opasitas ground glass multipel bilateral yang terdistribusi
di bagian basal dan perifer paru.
j) USG paru: penebalan pleural lines, B lines (multifocal, diskret, atau
konfluens), pola konsolidasi dengan atau tanpa air bronchograms
k) Pemeriksaan RT-PCR (Swab Test)
Pemeriksaan RT PCR merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendeteksi materi genetik virus. Pemeriksaan PCR dapat menggunakkan
sampel swab nasofaring (melalui hidung) dan swab orofaring (melalui
tenggorokan).
l) Pemeriksaan Serologis (Rapid Test)
Rapid test lebih berperan sebagai cara penyaringan awal terhadap kasus
positif Covid-19. Hasil rapid test tak bisa dijadikan penopang diagnosis
pasien Covid-19. Sebab, pemeriksaan serologis ini hanya bertujuan
melihat ada atau tidaknya sistem kekebalan tubuh yang muncul sebagai
respons terhadap masuknya virus. Virus ini tidak selalu SARS-CoV-2
atau penyebab Covid-19. Waktu pemeriksaan juga mempengaruhi hasil
rapid test. Bisa jadi belum ada respons dari sistem imun karena virus
corona baru saja masuk.Karena itu, hasil rapid test yang positif atau
reaktif tidak selalu menandakan orang yang dites positif corona.
Diperlukan tes berulang hingga swab test untuk menegakkan diagnosis.
Walau demikian, orang dengan hasil rapid test positif bisa disaring dan
diisolasi sebagai langkah antisipasi penularan Covid-19 sembari
menunggu kepastian diagnosis.

2.9 Asuhan Keperawatan


a) Pengkajian
Pada pasien yang dicurigai COVID-19 (memiliki 3 gejala utama demam,
batuk dan sesak) perlu dilakukan pengkajian:
1. Riwayat perjalanan: Petugas kesehatan wajib mendapat secara
rinci riwayat perjalanan pasien saat ditemukan pasien demam dan
penyakit pernapasan akut.
2. Pemeriksaan fisik: Pasien yang mengalami demam, batuk dan
sesak napas dan telah melakukan perjalanan ke Negara atau
Daerah yang telah ditemukan COVID-19 perlu dilakukan isolasi
kurang lebih 14 hari.

b) Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b/d peningkatan tekanan darah
2. Pola napas tidak efektif (D.0005) b/d penurunan energi, hambatan
upaya napas
3. Penurunan curah jantung (D.0008) b/d perubahan frekuensi jantung
4. Intoleransi aktivitas (D.0056) b/d ketidakeimbangan antara supalai dan
kebutuhan oksigen
5. Ansietas (D.00800 b/d kurang terpapar informasi, kekhawatiran
mengalami kegagalan

c) Intervensi
Berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
COVID-19
1. Monitor vital sign: Pantau suhu pasien; infeksi biasanya dimulai
dengan suhu tinggi; monitor juga status pernapasan pasien karena
sesak napas adalah gejala umum covid-19. Perlu juga untuk dipantau
saturasi oksigen pasien karena sesak napas berhubungan dengan
kejadian hipoksia
2. Maintain respiratory isolation: Simpan tisu di samping tempat tidur
pasien; buang sekret dengan benar; menginstruksikan pasien untuk
menutup mulut saat batuk atau bersin (menggunakan masker) dan
menyarankan pengujung (siapa saja yang memasuki ruang perawatan)
tetap menggunakan masker atau batasi/hindari kontak langsung pasien
dengan pengunjung.
3. Terapkan hand hygiene: Ajari pasien dan orang yang telah kontak
dengan pasien cuci tangan pakai sabun dengan benar
4. Manage hyperthermi: Gunakan terapi yang tepat untuk suhu tinggi
untuk mempertahankan normotermia dan mengurangi kebutuhan
metabolisme.
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
O
1 Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan PEMANTAUAN TANDA VITAL
tidak efektif keperawatan selama … x24 jam (I.02060)
(D.0009) b/d diharapkan perfusi perifer (L.02011) Observasi
peningkatan pasien meningkat dengan kriteria a. Memonitor tekanan darah
tekanan darah hasil : b. Memonitor nadi (frekuensi,
kekuatan, irama)
a. Denyut nadi perifer dari skala
c. Memonitor pernapasan
1(menurun) ke skala
(frekuensi, kedalaman)
5(meningkat)
d. Memonitor suhu tubuh
b. Penyembuhan luka dari skala
e. Memonitor oksimetri nadi
1(menurun) ke skala
f. Identifikasi penyebab perubahan
5(meningkat)
tanda vital
c. Sensasi dari skala 1(menurun) ke
skala 5(meningkat)
Terapeutik
d. Warna kulit pucat dari skala
a. Atur interval pemantauan sesuai
1(meningkat) ke skala
kondisi pasien
5(menurun)
b. Dokumentasikan hasil
e. Parastesia dari skala 1(meningkat)
pemantauan
ke skala 5(menurun)
f. Kelemahan otot dari skala
Edukasi
1(meningkat) ke skala
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
5(menurun)
pemantauan
g. Pengisian kapiler dari skala
b. Informasikan hasil pemantauan,
1(memburuk) ke skala
jika perlu
5(membaik)
h. Akral dari skala 1(memburuk) ke
skala 5(membaik)
i. Turgor kulit dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
j. Tekanan darah sistolik dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
k. Tekanan darah diastolik dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)

2 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN JALAN NAPAS


efektif (D.0005) keperawatan selama …x24 jam (I.01011)
b/d penurunan diharapkan pola napas Observasi
energi, hambatan (L.01004) membaik. Dengan kriteria a. Monitor bunyi napas (frekuensi,
upaya napas hasil : kedalaman, usaha napas)
a. Tekanan ekspirasi dari skala b. Monitor bunyi napas tambahan
1(menurun) ke skala (mis. gurgling, mengi,
5(meningkat) wheezing, ronkhi kering)
b. Tekanan inspirasi dari skala c. Monitor sputum (jumlah, warna,
1(menurun) ke skala aroma)
5(meningkat) Terapeutik
c. Dispnea dari skala 1(meningkat) a. Pertahankan kepatenan jalan
ke skala 5(menurun) napas dengan head-tilt dan chin-
d. Penggunaan otot bantu napas dari lift (jaw-thrust jika curiga
skala 1(meningkat) ke skala trauma servikal)
5(menurun) b. Posisikan semi-Fowler atau
e. Frekuensi napas dari skala fowler
1(memburuk) ke skala c. Berikan minum hangat
5(membaik) d. Lakukan fisioterapi dada, jika
f. Kedalaman napas dari skala perlu
1(memburuk) ke skala e. Lakukan ppenghisapan lender
5(membaik) kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endrotrakeal
g. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
terkontraindikasi
b. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG
jantung (D.0008) keperawatan selama … x 24 jam (I.02075)
b/d perubahan diharapkan curah jantung (L.20008) Observasi
frekuensi jantung pasien meningkat dengan kriteria a. Identifikasi tanda/gejala primer
hasil : Penurunan curah jantung
a. Kekuatan nadi perifer dari skala (meliputi dispenea, kelelahan,
1(menurun) ke skala adema ortopnea paroxysmal
5(meningkat) nocturnal dyspenea, peningkatan
b. Ejection fraction (EF) dari skala CPV)
1(menurun) ke skala b. Identifikasi tanda /gejala
5(meningkat) sekunder penurunan curah
c. Cardiac index dari skala jantung (meliputi peningkatan
1(menurun) ke skala berat badan, hepatomegali
5(meningkat) ditensi vena jugularis, palpitasi,
d. Left ventricular stroke work index ronkhi basah, oliguria, batuk,
(LVSWI) dari skala 1(menurun) ke kulit pucat)
skala 5(meningkat) c. Monitor tekanan darah
e. Stroke volume index (SVI) dari (termasuk tekanan darah
skala 1(menurun) ke skala ortostatik, jika perlu)
5(meningkat) d. Monitor intake dan output cairan
f. Palpitasi dari skala 1(meningkat) e. Monitor berat badan setiap hari
ke skala 5(menurun) pada waktu yang sama
g. Bradikardia dari skala f. Monitor saturasi oksigen
1(meningkat) ke skala g. Monitor keluhan nyeri dada
5(menurun) (mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
h. Takikardia dari skala durasi, presivitasi yang
1(meningkat) ke skala mengurangi nyeri)
5(menurun) h. Monitor EKG 12 sadapoan
i. Gambaran EKG aritmia dari skala i. Monitor aritmia (kelainan irama
1(meningkat) ke skala dan frekwensi)
5(menurun) j. Monitor nilai laboratorium
j. Lelah dari skala 1(meningkat) ke jantung (mis. Elektrolit, enzim
skala 5(menurun) jantung, BNP, Ntpro-BNP)
k. Edema dari skala 1(meningkat) ke k. Monitor fungsi alat pacu jantung
skala 5(menurun) l. Periksa tekanan darah dan
l. Distensi vena jugularis dari skala frekwensi nadisebelum dan
1(meningkat) ke skala sesudah aktifitas
5(menurun) m. Periksa tekanan darah dan
m. Dispnea dari skala 1(meningkat) frekwensi nadi sebelum
ke skala 5(menurun) pemberian obat (mis.
n. Oliguria dari skala 1(meningkat) Betablocker, ACEinhibitor,
ke skala 5(menurun) calcium channel blocker,
o. Batuk dari skala 1(meningkat) ke digoksin)
skala 5(menurun)
p. Tekanan darah dari skala
1(membruuk) ke skala Terapeutik
5(membaik) a. Posisikan pasien semi-fowler
atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
b. Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
c. Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
d. Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
e. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
f. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%

Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas fisik
sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
c. Anjurkan berhenti merokok
d. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
e. Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
4 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI (I. 05178)
aktivitas (D.0056) keperawatan selama … x 24 jam Observasi
b/d diharapkan toleransi aktivitas a. Identifkasi gangguan fungsi
ketidakeimbanga (L.05047) pasien meningkat, dengan tubuh yang mengakibatkan
n antara supalai kriteria hasil : kelelahan
dan kebutuhan a. Frekuensi nadi dari skala 1 b. Monitor kelelahan fisik dan
oksigen (menurun) ke skala 5 (meningkat) emosional
b. Saturasi oksigen dari skala 1 c. Monitor pola dan jam tidur
(menurun) ke skala 5 (meningkat) d. Monitor lokasi dan
c. Kemudahan dalam melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari-hari dari skala 1 melakukan aktivitas
(menurun) ke skala 5 (meningkat) Terapeutik
d. Kecepatan berjalan dari skala 1 a. Sediakan lingkungan nyaman
(menurun) ke skala 5 (meningkat) dan rendah stimulus (mis.
e. Jarak berjalan dari skala 1 cahaya, suara, kunjungan)
(menurun) ke skala 5 (meningkat) b. Lakukan rentang gerak pasif
f. Kekuatan tubuh bagian atas dari dan/atau aktif
skala 1 (menurun) ke skala 5 c. Berikan aktivitas distraksi yang
(meningkat) menyenangkan
g. Kekuatan tubuh bagian bawah d. Fasilitas duduk di sisi tempat
dari skala 1 (menurun) ke skala 5 tidur, jika tidak dapat berpindah
(meningkat) atau berjalan
h. Toleransi dalam menaiki tangga Edukasi
dari skala 1 (menurun) ke skala 5 a. Anjurkan tirah baring
(meningkat) b. Anjurkan melakukan aktivitas
i. Keluhan lelah dari skala 1 secara bertahap
(meningkat) ke skala 5 (menurun) c. Anjurkan menghubungi perawat
j. Dispnea saat aktivitas dari skala 1 jika tanda dan gejala kelelahan
(meningkat) ke skala 5 (menurun) tidak berkurang
k. Perasaan lemah dari skala 1 d. Ajarkan strategi koping untuk
(meningkat) ke skala 5 (menurun) mengurangi kelelahan
l. Aritmia saat aktivitas dari skala 1 Kolaborasi
(meningkat) ke skala 5 (menurun) a. Kolaborasi dengan ahli gizi
m. Warna kulit dari skala 1 tentang cara meningkatkan
(memburuk) ke skala 5 asupan makanan
(membaik)
n. Tekanan darah dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
o. Frekuensi napas dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
5 Ansietas Setelah dilakukan tindakan REDUKSI ANXIETAS (I.09314)
(D.00800 b/d keperawatan selama …x 24 jam Observasi
kurang terpapar diharapkan tingkat ansietas menurun a. Identifikasi saat tingkat anxietas
informasi, (L.09093) dengan kriteria hasil: berubah (mis. Kondisi, waktu,
kekhawatiran a. Verbalisasi kebingungan dari stressor)
mengalami skala 1 (meningkat) ke skala 5 b. Identifikasi kemampuan
kegagalan (menurun) mengambil keputusan
b. Verbalisasi khawatir akibat c. Monitor tanda anxietas (verbal
kondisi yang dihadapi dari skala 1 dan non verbal)
(meningkat) ke skala 5 (menurun) Terapeutik
c. Perilaku gelisah dari skala 1 a. Ciptakan suasana  terapeutik
(meningkat) ke skala 5 (menurun) untuk menumbuhkan
d. Perilaku tegang dari skala 1 kepercayaan
(meningkat) ke skala 5 (menurun) b. Gunakan pedekatan yang tenang
e. Keluhan pusing dari skala 1 dan meyakinkan
(meningkat) ke skala 5 (menurun) Edukasi
f. Anoreksia dari skala 1 a. Jelaskan prosedur, termasuk
(meningkat) ke skala 5 (menurun) sensasi yang mungkin dialami
g. Palpitasi dari skala 1 (meningkat) b. Informasikan secara factual
ke skala 5 (menurun) mengenai diagnosis, pengobatan,
h. Frekuensi pernapasan dari skala 1 dan prognosis
(meningkat) ke skala 5 (menurun) c. Anjurkan keluarga untuk tetap
i. Frekuensi nadi dari skala 1 bersama pasien, jika perlu
(meningkat) ke skala 5 (menurun) d. Anjurkan melakukan kegiatan
j. Tekanan darah dari skala 1 yang tidak kompetitif, sesuai
(meningkat) ke skala 5 (menurun) kebutuhan
k. Diaforesis dari skala 1 e. Latih teknik relaksasi
(meningkat) ke skala 5 (menurun) Kolaborasi
l. Tremor dari skala 1 (meningkat) a. Kolaborasi pemberian obat anti
ke skala 5 (menurun) anxietas, jika perlu
m. Pucat dari skala 1 (meningkat) ke
skala 5 (menurun)
n. Konsentrasi dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
o. Pola tidur dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
p. Perasaan keberdayaan dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
q. Kontak mata dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)
r. Pola berkemih dari skala 1
(memburuk) ke skala 5
(membaik)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lanjut usia merupakan suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari,
manusia menjadi tua melalui proses yang awalnya dimulai dari bayi,
anakanak, remaja, dewasa dan selanjutnya menjadi tua. Semua orang tentunya
akan mengalami proses menjadi tua dan merupakan masa hidup manusia yang
paling akhir. Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan
membawa dampak positif maupun negatif. Berdampak positif, apabila
penduduk lansia berada dalam keadaan sehat, aktif dan produktif. Disisi lain,
besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia memiliki masalah
penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan
kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak
adanya dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk
lansia (Kemenkes, 2017).
Covid-19 merupakan sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis
coronavirus yang baru ditemukan. Coronavirus merupakan kelompok virus
yang mampu menyebabkan penyakit pada hewan maupun manusia. Beberapa
jenis dari coronavirus diketahui menyebabkan infeksi pada saluran napas
manusia mulai dari batuk, pilek hingga gejala yang lebih serius seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Jenis baru pada coronavirus yang ditemukan menyebaban penyakit
Covid-19 (WHO, 2020). Kasus covid-19 dilaporkan ke WHO pada 31
Desember 2019 dan telah ditetapkan sebagai wabah darurat berskala
internasional pada 30 Januari 2020 (Gallegos, 2020).
3.2 Saran
a) Bagi Pasien / Klien
Diharapkan klien kooperatif dalam menjalani proses asuhan
keperawatan yang diberikan, menjalankan pola hidup yang sehat untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut serta diharapkan penderita hipertensi
teratur melakukan kontrol tekanan darah sehingga meminimalisir
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.

b) Bagi Mahasiswa
Diharapkan bisa menjadi gambaran dalam upaya memberikan
asuhan keperawatan pada klien hipertensi dengan tepat, peneliti
selanjutnya diharapkan dapat menguasai konsep teori tentang penyakit
hipertensi tersebut. Selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian
dengan tepat dan akurat agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai
dengan masalah yang ditemukan pada klien.
Begitupun untuk menegakkan diagnosa keperawatan harus lebih
teliti lagi dalam menganalisis data mayor maupun data minor baik yang
data subjektif dan data objektif agar memenuhi validasi diagnosis yang
terdapat dalam Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Pada
intervensi keperawatan diharapkan merumuskan kriteria hasil sesuai
dengan buku panduan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
DAFTAR PUSTAKA
XAmerican Heart Association. (2020). What Heart Patients Should Know About
Coronavirus. Amali, Z. (2020, Juli 09). Pemerintah Indonesia Akui Virus
Corona Bisa Bertahan di Udara. Retrieved Juli 24, 2020, from
https://tirto.id/pemerintah-indonesia-akui-virus-coronabisa-bertahan-di-
udara-fPFT BKKBN. (2020, April 1). Keluarga Berkualitas Benteng Ampuh
Cegah Virus Corona. Saatnya Aksi Delapan Fungsi Keluarga. Retrieved Juli
24, 2020, from BKKBN Website: www,bkkbn,go,id/detailpost/keluarga-
berkualitas-benteng-ampuh-cegah-viruscorona-saatnya-aksi8-delapan-fungsi-
keluarga
CDC. (2019). Novel Coronavirus, Wuhan, China.CDC. Available at
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/about/index.html. January 26,
2020; Accessed: July 20, 2020.
Centers for Disease Control and Prevention (2020). Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). People at Risk for Serious Illness from COVID-19. American
Cancer Society (2020). Common Questions About the New Coronavirus
Outbreak.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. (2020). Peta Sebaran Kasus Per
Provinsi. Available at https://covid19.go.id/peta-sebaran. May 27, 2020;
Accessed: July 20, 2020.
Jakarta Smart City.(2020). Data Pemantauan Covid-19. Available at
https://corona.jakarta.go.id/id/data-pemantauan. Accessed: July 20, 2020.
Kemenkes RI. (2020, MEI 23). HINDARI LANSIA DARI COVID 19.
Dipetik JULI 26, 2020, dari
http://www.padk.kemkes.go.id/article/read/2020/04/23/21/hindari-lansia-
daricovid-19.html.
Kemenkes. (2020). Available at https://covid19.kemkes.go.id/category/situasi-
infeksiemerging/info-corona-virus/. Accessed: July 20, 2020.
Setyaningsih, W., Karim, U., Zakiyah, Z., & Novitasari, L. (2020). Hidup Sehat
Bagi Lansia Pada Era New Normal Pandemik Covid-19 (Issue 011941078).
http://repository.binawan.ac.id/1067/1/LAPORAN AKHIR PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT 2020.pdf
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai