Anda di halaman 1dari 22

1.

Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya disertai
dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya,
seperti mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013).

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara


spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir.
Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat
bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia
sekunder) (Fauziah dan Sudarti, 2014).

Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014).

2. Anatomi Fisiologi
Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (Oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2
(karbondioksida) sebagi sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun kegunaan
pernafasan yaitu : mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk
mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran
karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan
udara (Syaiffudin, 2016).
3. Etiologi
Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut Mochtar
(1989) adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Uraemia dan toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
2) Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
3) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
4) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
5) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
6) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
7) Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
8) Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
9) Paralisis pusat pernafasan
10) Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
11) Trauma dari dalam : akibat obat bius
Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya asfiksia, yaitu :
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
2) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan
tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir
dan janin.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu,
trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial,
kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau
stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga
kelahiran bayi yang berupa :
a. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100x/mnt,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
2) Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
3) Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolik atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan sistem multiorgan
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik,
kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata yang terdiri
dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan yang lebih besar, lebih
lambat, berulang-ulang ke arah yang berlawanan) dan menangis kurang
baik/tidak baik.

5. Patofisiologi
Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan
menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut
jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali
secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun disebabkan
karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh yang
sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme
asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah
bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan
makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O 2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak
adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di
otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan.

Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/ persalinan


ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.
Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung
lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :
NILAI APGAR SCORE
TANDA
0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt
Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
napas dibersihkan
Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda seluruhnya
ekstremitas biru

Keterangan :
Nilai 0-3   : Asfiksia berat
Nilai 4-6   : Asfiksia sedang
  Nilai 7-10 : Normal
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai
skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi
bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi
karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2016 ) yaitu :
a. Pemeriksaan analisa gas darah
b. Pemeriksaan elektrolit darah
c. Berat badan bayi
d. Penilaiaan APGAR Score
e. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2017) adalah :
a. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
1) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus
dada, perut dan punggung
2) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth
to mouth
3) Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan
cara : membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam
keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi, kepala bayi
ditutup dengan baik atau kenakan topi,
d. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan antromentri dan
pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda
pengenal bayi.

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu: mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data.
1) Biodata
a) Identitas klien meliputi nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, no medrec, diagnosa
medis.
b) Identitas penanggung jawab meliputi nama penanggung jawab,
hubungan dengan klien, alamat
2) Survey Primer
a) Airway
Bersihkan jalan nafas dahulu.
b) Breathing
Lakukan bantuan nafas sederhana. Kebanyakan bayi akan
membaik hanya dengan ventilasi
c) Circulation
Jika tidak ada/nadi dibawah 60, lakukan pijatan jantung. Dua
tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan kompresi
dada dan ventilasi.
3) Survey Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari
riwayat keperawatan (Riwayat penyakit sekarang) riawayat penyakit
dahulu, (riwayat keluarga) dan pengkajian kepala sampai kaki.

Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan
dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka),
molase, periksa hubungan dalam letak dengan mata dan kepala.
Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar skdipito sampai frontal.
b) Mata
Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus.
Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT. Berikan salf
mata kepala.
c) Hidung dan Mulut
Periksa bibir dan langitan sumbing, refleks hisap, dinilai saat bayi
menyusui.terdapat nafas cuping hidung, terdapat secret
d) Telinga
Periksa hubungan letak dengan mata dan kepala.
e) Leher
Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid
f) Dada
Periksa bunyi nafas dan detak jantung. Lihat adakah tarikan
dinding dada dan lihat puting susu (simetris atau tidak), klien
tampak sesak, pola nafas abnormal
g) Abdomen
Palpasi perut apakah ada kelainan dan keadaan tali pusat.
h) Genitalia
Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam
skrotum. Untuk perempuan periksa labia mayor dan minor apakah
vagina berlubang dan uretra berlubang
i) Punggung
Untuk mengetahui keadaan tulang belakang periksa reflek di
punggung dengan cara menggoreskan jari kita di punggung bayi,
bayi akan mengikuti gerakan dari doresan jari kita.
j) Anus
Periksa lubang anus bayi.
k) Ektremitas
Pada saat inspeksi lihat apakah adanya edema, gerakan, dan
sensasi harus diperhatikan hitung juga jumlah jari bayi
l) Kulit
Lihat warna kulit dan bibir setra tanda lahir, terdapat sianosis,
warna kulit abnormal
b. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Bersihan jalan
- Dyspnea Asfiksia nafas tidak
- Sulit bicara efektif
DO: Paru-paru terisi cairan

- Keadaan umum lemah


- Wajah pucat Bersihan jalan nafas tidak

- Apgar Skor 5 efektif

- Adanya pernafasan
cuping hidung
- Terdapat secret
2 DS: Asfiksia Pola nafas tidak
- Dyspnea efektif
- ortopnea Janin kekurangan O2 dan kadar
DO: CO2 meningkat
- Mukosa bibir kering
- Klien tampak sesak Nafas cepat

- Terdapat pernafasan
cuping hidung Apneu

- Pola napas abnormal


Bersihan jalan nafas tidak
- Tekanan ekspirasi dan
efektif
inspirasi menurun

3 DS: Asfiksia Gangguan


- Dispneu pertukaran gas
DO: Paru-paru terisi cairan
- Gelisah Asidosis respiratorik
- Sianosis
- Warna kulit abnormal Gangguan perfusi ventilasi
- Pola nafas abnormal
- Kesadaran menurun Gangguan pertukaran gas
c. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149)
2) Pola nafas tidak efektif (D.0005)
3) Gangguan pertukaran gas (D.0003)
d. Perencanaan dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas 1. Untuk memungkinkan
nafas tidak efektif asuhan keperawatan 3X24 (I.3140) reoksigenasi.
jam diharapkan bersihan jalan Observasi 2. Pernapasan bising, ronki dan
nafas kembali efektif, dengan 1. Monitor status oksigen mengi menunjukkan tertahan-
kriteria hasil : pasien, status hemodinamik nya secret.
Bersihan jalan napas segera sebelum, selama dan 3. Membantu memberikan infor-
(L.01001) sesudah suction masi yang benar pada keluarga.
• Batuk efektif meningkat Teraupetik 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
• Produksi sputum menurun 2. Tentukan kebutuhan oral/ 5. Membantu untuk
• Mengi menurun suction tracheal. mengidentifikasi perbedaan
• Wheezing menurun 3. Auskultasi suara nafas status oksigen sebelum dan
sebelum dan sesudah sesudah suction.
suction. 6. Untuk mengatasi batuk
4. Bersihkan daerah bagian berdahak
tracheal setelah suction
selesai dilakukan.
Edukasi
5. Beritahu keluarga tentang
suction.
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, mukolitik,
ekspektoran, jika perlu
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi 1. Untuk menghilangkan mucus
efektif asuhan keperawatan 3x24 jam, (I.01014) yang terakumulasi dari
diharapkan pola nafas menjadi Observasi nasofaring, tracea.
efektif dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama, 2. Bunyi nafas menurun/tak ada
Pola napas (L.01004) kedalaman, dan upaya bila jalan nafas obstruksi
 Dispnea menurun napas sekunder. Ronki dan mengi
 Frekuensi napas Teraupetik menyertai obstruksi jalan
membaik 2. Pertahankan kepatenan nafas/kegagalan pernafasan.
 Kedalaman napas jalan nafas dengan 3. Memaksimalkan bernafas dan
membaik melakukan pengisapan menurunkan kerja nafas.
lender 4. Untuk membantu
3. Auskultasi jalan nafas menginformasikan keadaan
untuk mengetahui adanya
penurunan ventilasi pasien
Edukasi 5. Oksigenasi disesuaikan dengan
4. Informasikan hasil tingkat keadaan pasien
pemantauan, jika perlu
Kolaborasi
5. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen (I.01026) 1. Penurunan bunyi nafas dapat
pertukaran gas keperawatan 3x24 jam diha- Observasi menunjukkan atelektasis. Ronki,
rapkan pertukaran gas teratasi, 1. Kaji bunyi paru, frekuensi mengi menunjukkan akumulasi
dengan kriteria hasil: nafas, kedalaman nafas dan secret/ketidakmampuan untuk
Pertukaran gas (L.01003) produksi sputum membersihkan jalan nafas yang
• Dispnea menurun 2. Pantau saturasi O2 dengan dapat menimbulkan peningkatan
• Bunyi napas tambahan oksimetri kerja pernafasan.
menurun Teraupetik 2. Penurunan kandungan oksigen
• Takikardia menurun 3. Berikan oksigen tambahan (PaO2) dan/atau saturasi atau
• PCO2 membaik yang sesuai. peningkatan PaCO2
• PO2 membaik Edukasi menunjukkan kebutuhan untuk
• pH arteri membaik 4. Jelaskan tujuan dan intervensi/perubahan program
prosedur pemantauan
terapi.
3. Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
4. Agar tidak ada kesalahpahaman
pada saat pemantauan
e. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan tenaga medis yang lain agar mencapai tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan. Evaluasi pada asuhan keperawatan dilakukan secara
sumatif dan formatif
DAFTAR PUSTAKA

Syaiffudin. 2016. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Dengan Asfiksia. Jakarta : JNPK
Sudarti dan Fauziah, 2016. Patologi kehamilan, persalinan, nifas, dan neonatus
resiko tinggi. Yogyakarta : Nuha Medika
Surasmi. 2017. Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Cukup Bulan. Jurnal
Berkala Ilmu Kedokteran vol 37, 143-145
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-
2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai