INDA WAHYUNI
21806043
2020
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakhir dengan asidosis (Marwyah, 2016).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer)
atau mungkin dapat bernapas tetapi kemudian mengalami asfiksia
beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah dan Sudarti,
2014).
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai
dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan
Sudarti , 2014).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan
asfiksia.
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan asidosis jika
prosese ini berlangsung terlalu jauh dapat mengaibatkan kerusakan otak
atau kematian, mempengaruhi fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai
dengan hipoksemia (PaO2 menurun) dan hiperkarbia (peningkatan
PaCO2) (FKUI, 2007).
Asfiksia neonatum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapt bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Hidayat, 2005).
2. Etiologi
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi:
1) Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus,
hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia,
penyakit jantung dan lain-lain.
a) Pre eklams dan eklamsi, DM, anemia, HT
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta)
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC,
HIV)
e) Kehamilan lewat waktu
2) Faktor plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta
previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada
tempatnya.
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3) Faktor janin dan neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR,
kelainan kongenital daan lain-lain.
a) Bayi premature ( < 37 minggu)
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
4) Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain
a. Bayi
Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali
pusat
Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik
yang diberikan pada ibu, perdarahan itral karnial, dan kelainan
bawaan.
b. Ibu
Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
Hipertensi eklamsi
Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio
(Marwyah 2016)
3. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam
alveoli akan meninggalkan alveli secara bertahap. Bersamaan dengan ini
arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam paru meningkat
secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah , maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun.
Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah
2012)
4. Manifestasi Klinis
1) Pada kehamilan
a. DJJ > 160 x permenit atau < 100 x permenit,
b. Halus dan ierguler,
c. Adanya pengeluaran mekonium
2) Setelah bayi lahir
a. Bayi pucat dan sianosis
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosi metabolic dan respiratorik
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologic, kejang, nistagamus, menangis kurang baik/tidak
menangis
g. Bayi tidak bernafas/ nafas megap-megap, tidak ada reflex
rangsangan, denyut jantung < 100 kali permenit, kulit
sianosis,pucat, tonus otot mneurun, apgar Skor menurun.
h. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat,
pernapasan cuping hidung.
i. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
j. Tangisan lemah atau merintih
k. Warna kulit pucat atau biru
l. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
5. Klasifikasi Asfiksia
Klasifikasi asfiksia menurut Sukarni & Sudarti (2013) adalah :
1) Virgorous baby (Asfiksia ringan)
Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2) Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang)
APGAR score 4-6
3) Severe asphyksia (asfiksia berat)
APGAR score 0-3
Tabel 2.1 APGAR Score
TANDA Skor
0 1 2
Frekuensi Tidak ada <100/menit >100/menit
Jantung
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tak Menangis kuat
teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan, kemerahan
ekstremitas biru
6. Komplikasi
Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di
tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain:
perdarahan otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang
sampai koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan gangguan
pertumbuhan bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013).
7. Pemeriksaan Diagnistik
1) Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu
memberikan O2 yang adekuat.
2) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
3) Babygram (photo rongten dada)
4) Ekstrolit darah
5) Gula darah
6) Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinau
terhadap saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2
7) Pemeriksaan analisa gas darah
8) Pemeriksaan elektrolit darah
9) Berat badan bayi
10) Penilaiaan APGAR Score
11) Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
8. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
1) Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3) Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-
elus dada, perut dan punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi
mouth to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia
dengan cara : membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi
harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air
dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh
bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau kenakan topi,
4) Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan
antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan
mengenakan tanda pengenal bayi.
5) Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara
cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau
tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir.
Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara
tepat dan cepat (tidak terlambat).
1) Membuka jalan nafas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode : Meletakkan bayi pada posisi yang benar: letakkan bayi secara
terlentang atau miring dengan leher agak eksetensi/ tengadah.
Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan
atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang
masuk ke paru-paru terhalangi. Letakkan selimut atau handuk yang
digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat banyak dalam mulut, sebaiknya kepala
bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul
di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
2) Membersihkan jalan nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET). Urutan
kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar
pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan
mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan
dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara
pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.
3) Mencegah kehilangan suhu tubuh
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode : meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan
menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih
dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi
serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Untuk bayi sangat
kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan
sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis
yang tembus pandang.
4) Pemberian tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode : Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP
efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan
ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut : Nafas pertama
setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O, setelah nafas pertama
membutuhkan 15-20 cm H2O, bayi dengan kondisi / penyakit paru-
paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm
H2O, tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukur tekanan.
5) Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang,
yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat
menyebabkan pneumotorax.
6) Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang
efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam
lambung.
7) Penilaian suara nafas bilatera
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
8) Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
disebabkan oleh salah satu sebab berikut : perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat dan tidak cukup tekanan
PATHWAY
ASFIKSIA
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaanya sudah berhasil
dicapai.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
A. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 5 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Enrekang
Agama : Islam
Pekerjaan :-
No. RM : 307736
Tanggal Masuk : 15 Oktober 2020
Tanggal Pegkajian : 16 Oktober 2020
B. Penanggung Jawab
Nama : Ny. E
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Enrekang
Pekerjaan : IRT
Hubungan Dengan Klien : Ibu Kandung
X X X ?
? ? ?
42 33
4 5h
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Garis perkawinan
: Tinggal serumah
X : Meninggal Dunia
: Klien
G2 : Ayah klien adalah anak ke dua dari tiga bersaudara, dan ibu
adalah anak kedua dari dua bersaudara.
V. KEBUTUHAN DASAR
1. Pola Nutrisi
a. Minum ASI 8x20cc/24 jam,
b. Mual dan muntah setiap kali diberi minum.
c. Refleks mengisap dan menelan kuat.
2. Pola Kebersihan / personal hyigiene
Klin di bersihkan dengan bantuan ibu dan petugas dengan menggunakan
kain basah atau tisyu basah, minyak telon dan bedak bayi. Klien tampak
bersih.
3. Pola Eliminasi
Ibu klien mengatakan klien BAK 4-5 kali sehari, dan BAB 1-2 kali sehari
4. Pola Tidur
Ibu klien mengatakan klien tertidur di pagi, siang, sore, dan malam hari.
Klien tampak gelisah ketika tidur. Klien kesulitan tidur saat menangis
karena sakitnya.
d. Mata / penglihatan
I : Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa
e. Mulut dan gigi
I : Bibir tampak agak pucat, menggunakan OGT
P : Tidak ada nyeri tekan
f. Leher
I : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada luka
sekitar leher
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya massa
g. Paru-paru :
a. Suara nafas : stidor sebelum di suction, terdengar di semua
lapang paru
b. Respirasi : spontan, tampak sesak, RR 66x/menit,
menggunaka headbox
h. Ekstremitas dan fungsi motorik
Massa otot : kenyal
Tonus otot : lemah
Kekuatan otot : 5 5
5 5
RR : 66x/menit adekuat.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari Tujuan : pasien a. Pertahankan cairan parenteral atau nutrisi
kebutuhan tubuh (resiko tinggi mendapatkan parenteral sesuai instruksi
berhubungan dengan nutrisi yang b. Pantau adaya tanda-tanda intoleransi
ketidakmampuan mencerna adekuat terhadap terapi parenteral total, terutama
nutrisi karena imaturitas dan Hasil yang protein dan glukosa
atau penyakit. diharapkan : c. Kaji kesiapan bayi untuk menyusu pada
DS : a. Bayi payudara ibu khususnya kemampuan untuk
Ibu klien mengatakan klien mendapat kalori mengkoordinasikan menelan dan pernapas
muntah ketika minum ASI dan nutrisi d. Susukan bayi pada payudara ibu jika
DO : esensial yang pengisapan kuat
Klien tampak lemah adekuat
Klien terpasang OGT b. Bayi
Manuaba, dkk. 2007. Pengantar kuliah obstetric. Cet . penerbit buku kedokteran EGC
: Jakarta
Wilkinson. 2007. Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan
criteria hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a-mayanginda-896-1-babi.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37594/4/Chapter%20I.pdf
file:///C:/Users/asus/Documents/KEPERAWATAN%20B/Keperawatan%2005/
Keperawatan%20Anak%20II/MATERNUS%20NULE.pdf