Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN ANAK I

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


ASPHYXIA

OLEH

KELOMPOK: 3

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

NI LUH ADE DWI ANTARI (203213214)

PUTU INTAN SATWICA DEVI (203213215)

NI MADE ELIA SANTI (203213217)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi
tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran (Mendri &
Sarwo Prayogi, 2017).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernapas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatnya CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Jumiarni & Mulyati, 2016).
Asfiksia neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir
untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan
teratur. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia,
hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti
mengembangkan paru (Sudarti dan fauziah, 2013).
2. Etiologi
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila
terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke
janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah kelahiran. Penyebab
kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari beberapa faktor, sebagai
berikut (Jumiarni & Mulyati, 2016) :
1. Faktor Ibu
Terdapat gangguan pada aliran darah uterus sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai
pada gangguan kontraksi uterus misalnya preeklamsia dan eklamsi,
perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio plasenta), partus lama
atau partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV), kehamilan postmatur (setelah usia kehamilan 42
minggu), penyakit ibu.
2. Faktor Plasenta
Faktor yang dapat menyebabkan penurunan pasokan oksigen ke bayi
sehingga dapat menyebabkanasfiksia pada bayi baru lahir antara lain
lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat, prolapsus tali pusat.
3. Faktor Fetus
Gangguan ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbang,
tali pusat melilit leher, meconium kental, prematuritas, persalinan ganda.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
dikarenakan oleh pemakaian obat seperti anestesi atau analgetika yang
berebihan pada ibu yang secara langsung dapat menimbulkan depresi
pada pusat pernapasan janin. Asfiksia yang dapat terjadi tanpa didahului
dengan tanda gejala gawat janin antara lain bayi prematur (sebelum 37
minggu kehamilan), persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi
kembar, distoria bahu), kelainan kongenital, air ketuban bercampur
mekonium.
3. Patofisiologi
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam
keadaan kontraksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat
melalui paru-paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen melalui plasenta ini
terputus ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016).
Hilangnya suplai oksigen melalui plasenta pada masa ekstrauteri
menyebabkan fungsi paru neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada
alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian digantikan oleh oksigen.
Proses penggantian cairan tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada
(toraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana saat pengeluaran kepala,
menyebabkan badan khususnya dada (toraks) berada dijalan lahir sehingga
terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan.
Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan
terjadinya inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir,
sehingga menimbulkan perluasan permukaan paru yang cukup untuk
membuka alveoli. Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat
pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun
karena inspirasi pertama neonatus normal sangat kuat sehingga mampu
menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga
semua cairan alveoli dapat dikeluarkan (Hall & Guyton, 2014). Selain itu,
pernapasan pertama bayi timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti
penurunan PO2 dan pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan
pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat diklem,
penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan taktil. Namun apabila
terjadi gangguan pada proses transisi ini, dimana bayi tidak berhasil
melakukan pernapasan pertamanya maka arteriol akan tetap dalam
vasokontriksi dan alveoli akan tetap terisi cairan. Keadaan dimana bayi
baru lahir mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia neonatorum (Fida &
Maya, 2012). Gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri dan
pembuangan karbon dioksida. Proses pertukaran gas terganggu apabila
terjadi masalah pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan
pertukaran antara oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan
alveoli, proses difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan
paru, tebal membrane respirasi/ permeabelitas membran, perbedaan
tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas gas.
4. Klasifikasi
Tabel APGAR SCORE
Klinis Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Warna Kulit Seluruh badan Warna kulit tubuh Warna kulit, tubuh
(Appearance) biru dan pucat normal merah muda, tangan dan kakik
tetapi tangan dan normal merah muda
kaki kebiruan tidak ada sianosis
Denyut jantung Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
(Pulse)
Respon reflex Tidak ada respon Meringis atau Meringis atau bersin
(Grimace) terhadap stimulasi menangis lemah atau batuk saat
ketika distimulasi stimulasi saluran
nafas
Tonus otot Lemah atau tidak Sedikit gerakan Bergerak aktif
(Activity) ada
Pernapasan Tidak ada Lemah atau tidak Merah seluruh
(Respiration) teratur tubuh, menangis
kuat, pernafasan
baik dan teratur.

Pemantauan nilai APGAR pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai APGAR 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor APGAR).
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan (Fida & Maya, 2012) :
1). Asfiksia Ringan (vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
2). Asfiksia Sedang (mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3). Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadangkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan
henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10
menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post
partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang
menimbulkan tanda :
a. Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100
x/menit
b. Apnea
c. Pucat
d. Sianosis
e. Penurunan terhadap stimulus
5. Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum
Selain dari beberapa kondisi yang telah disebutkan, terdapat faktor
risiko lain yang perlu diketahui dan diwaspadai, yaitu antara lain
1. Bayi prematur.
2. Bayi yang lahir dari ibu penderita preeklampsia atau diabetes mellitus.
3. Berat lahir bayi yang rendah.
4. Faktor usia sang ibu (di bawah 16 tahun atau di atas 40 tahun).
5. Akses perawatan prenatal dan postnatal yang kurang seperti di negara-
negara berkembang.
6. Pathway

Faktor Ibu Faktor Faktor


Faktor
Fetus Neonatus
Plasenta

Hipertoni, Solusio Tali pusat


Hipoksia Ibu Trauma pada Pemakaian obat
hipotoni, plasenta menumbung, persalinan anastesi /analgetik
tetani uterus tali pusat melilit berlebih
Suplai leher
darah ke
Berkurangnya fetus
aliran darah menurun Terganggunya Depresi pusat
pada uterus aliran darah pernapasan
dalam pembuluh janin
darah umbilikus

Menghambat
pertukaran gas antara
ibu dan janin

Berkurangnya pengaliran oksigen


ke plasenta dan janin

Tidak bisa bernapas


spontan saat lahir

ASFIKSIA

Kelemahan otot Adanya cairan Gangguan metabolisme


pernapasan dalam paru-paru dan perubahan asam basa

Usaha bernafas Tempat berkembangbiak Asidosis


minimal atau tidak ada mikroorganisme sekunder respiratorik
Suplai O2
Hipoventilasi dalam darah Gangguan
menurun Produksi secret
perfusi-ventilasi
Pola Nafas meningkat
Tidak Efektif Suplai O2 ke otak
Suplai O2 ke Gangguan
menurun Bersihan jalan
jaringan perifer pertukaran gas
menurun napas tidak
Kerusakan efektif
otak
Sianosis

Risiko
Perfusi Cedera
perifer tidak
efektif
7. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis pada asfiksia adalah sebagai berikut :
1) Pada kehamilan
Denyut jantung lebih cepat dari 100 x/ menit atau kurang dari 100
x/menit, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran meconium
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/menit ke atas dan ada mekonium : janin
sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/menit ke bawah ada mekonium : janin dalam
gawat
2) Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolic dan respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multi organ
g. Jika sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neurologic seperti kejang, nistagmus, menangis kurang baik atau
tidak menangis
h. Bayi tidak bernapas, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit
sianosis, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap reflex
rangsangan.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan :
1). Analisa Gas Darah (AGD).
2). Elektrolit Darah.
3). Gula Darah.
4). Baby gram (RO dada).
5). USG (kepala).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada asfiksia neonatorum:
1) Membersihkan jala nafas dengan menghisap lendir dengan
menggunakan kasa steril.
2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
3) Apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan tartil dengan
cara menepuk nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung.
Jika bayi masih belum menangis setelah dilakukan rangsangan tartil
maka lakukan nafas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi
tekanan positif. Dengan langkah – langkah ventilasi :
a. Pasangan sungkup, perhatikan lekatan.
b. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada
bayi.
c. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali
dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik.
d. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontar teratur atau
tidak.
4) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan
asfiksia dengan cara:
a. Membungkus bayi dengan kain hangat.
b. Badan bayi harus dalam keadaan kering.
5) Jangan mandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau
baby oil untuk membersihkan tubuhnya.
6) Kepala bayi ditutup dengan kain
7) Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya, yaitu dengan cara :
a. Membersihkan badan bayi
b. Perawatan tali pusat.
c. Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat.
d. Memasang pakaian bayi.
e. Memasang penenang (tanda pengenal) bayi
Penanganan asfiksia neonatorum, ada beberapa metode yang dapat
dilakukan baik sebelum persalinan berlangsung atau sesudahnya :
1. Pemberian Oksigen Tambahan
Pada ibu hamil sebelum persalinan akan diberikan oksigen tambahan yang
bertujuan agar oksigenasi bayi dapat meningkat sebelum kelahirannya.
2. Operasi Caesar
Untuk mencegah persalinan yang memakan waktu lama atau menghindari
kesulitan pada proses ini, dokter akan sangat merekomendasikan prosedur
bedah caesar.
3. Ventilator
Bantuan pernafasan berupa ventilator akan membantu bayi untuk bernafas
dengan lebih baik. Jika masih memungkinkan, dokter segera
memasangnya pada bayi yang baru lahir dengan kondisi positif asfiksia
neonatorum
4. Resusitasi Neonatus
Metode menghangatkan bayi, kemudian mengeringkannya atau
memberikan rangsang taktil adalah salah satu cara memberikan
pertolongan bagi bayi dengan gejala asfiksia neonatorum. Bayi yang
mendapatkan kehangatan cukup maka akan terhindar dari gejala dan
komplikasi yang lebih buruk.
5. Pemantauan Tekanan Darah dan Asupan Cairan
Pemantauan terhadap tekanan darah bayi tetap , mengawasi kecukupan
asupan cairan pada bayi di mana kedua cara ini adalah sebagai cara
memastikan apakah bayi memperoleh oksigen memadai.
6. Perawatan Pencegah Kejang
Asfiksia neonatorum pun dapat mengakibatkan bayi mengalami kejang
sehingga menghindarkan risiko kejang dengan beberapa metode
penanganan. Pemberian magnesium, obat anti-inflamasi, allopurinal (obat
penurun kadar asam dalam tubuh), hingga vitamin tertentu akan
dilakukan.
10. Komplikasi
Dampak asfiksia berat pada organ adalah sebagai akibat dari
vasokonstriksi setempat untuk mengurangi aliran darah ke organ yang
kurang vital seperti saluran cerna, ginjal, otot, dan kulit agar penggunaan
oksigen berkurang, sedangkan aliran darah ke organ vital seperti otak dan
jantung meningkat. Organ yang mengalami kerusakan adalah:
a. Susunan saraf pusat
ditandai gelisah, iritabel, tonus otot masih normal, hiperrefleksi,
takikardi, sekresi saluran napas berkurang, motilitas gastrointestinal
menurun, pupil dilatasi, belum terjadi kejang. Stadium 2 (sedang)
ditandai letargi, hipotoni, refleks melemah, kelemahan otot daerah
proksimal, bradikardi, sekresi saluran napas berlebihan, motilitas
gastrointestinal meningkat, pupil miosis, dan terjadi kejang. Pada
stadium 3 (berat) ditandai stupor dan flaksid, hiporefleksi, refleks
moro menghilang, pupil anisokor, refleks pupil menurun, suhu tidak
stabil, dan kejang berulang.
b. Sistem Pernapasan
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan pada bayi penderita
asfiksia neonatus masih belum dapat diketahui secara pasti. Beberapa
teori mengemukakan bahwa hal ini merupakan akibat langsung
hipoksia dan iskemianya atau dapat pula terjadi karena adanya
disfungsi ventrikel kiri, gangguan koagulasi, terjadinya radikal bebas
oksigen ataupun penggunaan ventilasi mekanik dan timbulnya aspirasi
mekonium.
c. Sistem kardiovaskular
Bayi yang mengalami hipoksia berat dapat menderita disfungsi
miokardium yang berakhir dengan payah jantung. Disfungsi
miokardium terjadi karena menurunnya perfusi yang disertai dengan
kerusakan sel miokard terutama di daerah subendokardial dan otot
papilaris kedua bilik jantung. Pada penelitian terhadap 72 penderita
asfiksia hanya 29% bayi yang menderita kelainan jantung. Kelainan
yang ditemukan bersifat ringan berupa bising jantung akibat
insufisiensi katup atrioventrikuler dan kelainan ekokardiografi khas
yang menunjukkan iskemia miokardium. Kelainan jantung lain yang
mungkin ditemukan pada penderita asfiksia berat antara lain gangguan
konduksi jantung, aritmia, blok atrioventrikuler dan fixed heart rate.
d. Sistem urogenital
Perinatal hipoksemia menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal
akibat vasokonstriksi renal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.
Selain itu juga terjadi aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron dan
sistem adenosin intrarenal yang menstimulasi pelepasan katekolamin
dan vasopresin. Semua ini akan mengganggu hemodinamik
glomerular.
e. Sistem gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi akibat radikal bebas oksigen yang
terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan
koagulasi dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus.
Gangguan fungsi yang terjadi dapat berupa kelainan ringan yang
bersifat sementara seperti muntah berulang, gangguan intoleransi
makanan, atau adanya darah dalam residu lambung sampai kelainan
perforasi saluran cerna, enterokolitis nekrotikan, kolestasis dan
nekrosis hepar.
11. Pencegahan
1) Pencegahan secara Umum
Pencegahan terjadinya asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia.
Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi
saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Dibutuhkan
kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait karena
upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan
satu intervensi saja. Penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah
akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,
kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya.
2) Pencegahan saat persalinan
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah
penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Yang harus diperhatikan antara lain:
a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta
pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.
b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan
oksigen dan darah segar.
c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan
menunggu lama pada kala II

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Biodata :
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih
ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan diagnosa Asfiksia
Neonatorum.
2) Keluhan utama:
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas,
frekuensi jantung <100 x/menit atau >100 x/menit, tonus otot kurang
baik, sianosis, pucat.
3) Riwayat kesehatan sekarang:
Apa yang dirasakan klien sampai dirawat di rumah sakit atau perjalanan
penyakit.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan apakah spontan, premature, aterm, letak
bayi belakang kaki atau sungsang.
5) Kebutuhan dasar
a. Pola nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ
tubuh terutama lambung belum sempurna.
b. Pola eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh
terutama pencernaan belum sempurna.
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien,
terutama saat BAK dan BAB, saat BAK dan BAB harus segera
diganti popoknya jika sudah mulai penuh.
d. Pola tidur
Biasanya istirahat dan tidur kurang karena mengalami sesak napas.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak
napas, pergerakan tremor, refleks tendon hiperaktif dan ini terjadi
pada stasium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
 Laju napas 40-60 x/menit, periksa kesulitan bernapas.
 Laju jantung 120-160 x/menit.
 Suhu normal 36,5oC
c. Kepala
Pemeriksaan kepala, ubun-ubun (raba adanya cekungan atau cairan
dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih terbuka),
molase, periksa hubungan dalam letak dengan mata dan kepala.
Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar skdipito sampai frontal.
d. Mata
Buka mata bayi dan lihat apakah ada tanda-tanda infeksi atau pus.
Bersihkan kedua mata bayi dengan lidi kapas DTT, berikan salf
mata.
e. Telinga
Periksa hubungan letak dengan mata dan kepala
f. Hidung dan mulut
Periksa bibir apakah terdapat bibir sumbing, reflek hisap dinilai saat
bayi menyusui, yang paling sering didapatkan pada pasien asfiksia
yaitu adanya pernapasan cuping hidung.
g. Leher
Periksa adanya pembesaran kelenjar thyroid.
h. Dada
Periksa bunyi napas dan detak jantung. Lihat adakah tarikan dinding
dada dan lihat putting susu simetris atau tidak. Pada pemeriksaan
dada biasanya ditemukan pernapasan yang ireguler dan frekuensi
pernapasan yang cepat.
i. Abdomen
Palpasi abdomen apakah ada kelainan dan perhatikan keadaan tali
pusat.
j. Genetelia
Untuk laki-laki periksa apakah testis sudah turun kedalam skrotum.
Untuk perempuan periksa labia mayor dan minor apakah vagina
berlubang dan uretra berlubang.
k. Punggung
Untuk mengetahui keadaan tulang belakang periksa reflek di
punggung dengan cara menggoreskan jari kita di punggung bayi,
bayi akan mengikuti gerakan dari goresan jari kita.
l. Anus
Periksa lubang anus bayi.
m. Ekstremitas
Lihat apakah bentuk tangan dan kaki simetris, hitung jumlah jari
tangan dan kaki bayi.
n. Kulit
Lihat warna kulit, biasanya terdapat sianosis.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri
dan/atau vena.
d. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan perubahan membran alveolus-
kapiler
e. Risiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
3. Rencana Keperawatan
No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI: Manajemen Jalan Napas 1. Mengetahui masalah pernafasan
selama…x 24 jam diharapkan pola nafas Observasi: yang dialami pasien
efektif dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, 2. Mengetahui apakah terdapat
SLKI: Pola Napas usaha nafas) bunyi napas tambahan pada
1. Frekuensi pernafasan normal (30- 2. Monitor bunyi napas tambahan (misal pasien
60x/mnt) gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) 3. Memberikan terapi oksigen
2. Irama pernafasan kembali normal Terapeutik: membantu pernafasan pasien
(vesikular, trakeal, bronchial) 3. Berikan terapi oksigen 4. Agar jalur pernapasan pasein
3. Suara perkusi nafas menjadi normal 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 tidak tersumbat
( yaitu sonor ) detik 5. Membantu menangani status
Kolaborasi: pernafasan pasien jika memburuk
Kolaborasi bronkodilator, ekspetoram, jika dan untuk memberikan efek
perlu penyembuhan terhadap penyakit
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI: Manajemen Jalan Napas 1. Mengetahui masalah pernafasan
selama …x 24 jam diharapkan bersihan Observasi: yang dialami pasien
jalan nafas kembali efektif dengan kriteria 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, 2. Mengetahui apakah terdapat
hasil : usaha nafas) bunyi napas tambahan pada
SLKI: Bersihan Jalan Nafas 2. Monitor bunyi napas tambahan (misal pasien
1. Frekuensi pernafasan normal (30- gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering) 3. Memberikan terapi oksigen
60x/menit) Terapeutik: membantu pernafasan pasien
2. Mekonium (pada neonatus) yang 3. Berikan terapi oksigen 4. Agar jalur pernapasan pasein
dikeluarkan setelah lahir tidak 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 tidak tersumbat
berlebihan detik 5. Membantu menangani status
3. Produksi sputum menurun Kolaborasi: pernafasan pasien jika memburuk
4. Tidak ada suara nafas tambahan (mengi, Kolaborasi bronkodilator, ekspetoram, jika dan untuk memberikan efek
wheezing) perlu penyembuhan terhadap penyakit
5. Pasien tidak mengalami sianosis
3. Setelah diberikan asuhan keperawatan SIKI : Perawatan Sirkulasi 1. Untuk mengetahui keadaan
selama …x 24 jam diharapkan perfusi Observasi: pasien
perifer kembali efektif dengan kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, 2. Untuk mengetahui kondisi
hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, pasien dan mempercepat
SLKI : Perfusi Perifer ankle brachial index) proses pemulihan
1. Penyembuhan luka meningkat 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau 3. Untuk mencegah terjadi
2. Warna kulit pucat menurun bengkak pada ekstremitas) infeksi
3. Akral membaik Terapeutik: 4. Agar tidak menambah cedera
4. Turgor kulit membaik 1. Lakukan pencegahan infeksi pada pasien
5. Denyut nadi perifer meningkat 2. Hindari penekanan dan pemasangan 5. Untuk memdapatkan
tourniquet pada area yang cedera perawatan yang sesuai dengan
Edukasi: kebutuhan pasien
1. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
4 Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI: Terapi Oksigen 1. Kecepatan aliran oksigen pasien
selama…x 24 jam diharapkan kerusakan Observasi: dapat menentukan perkembangan
pertukaran gas teratasi dengan kriteria 1. Monitor kecepatan aliran oksigen status kesehatan pasien maupun
hasil : 2. Monitor posisi alat terapi oksigen status oksigennya.
SLKI: Pertukaran Gas 3. Monitor tanda-tanda hipoventilasi 2. Posisi alat terapi yang sesuai
1. Tidak mengalami dispnea Terapeutik: danbenar menentukan bahwa
2. Tidak terdapat bunyi napas tambahan 4. Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien telah mendapat alian
3. Pasien tidak mengalami sianosis 5. Tetap berikan oksigen saat pasien oksigen dengan paten.
Pola napas teratur ditransportasi 3. Mengetahui apakah pasien
Kolaborasi: menerima oksigen secara adekuat
6. Kolaborasi penentuan dosis oksigen di dalam tubuhnya.
Kolaborasi penggunaan oksigen saat tidur 4. Jalan nafas yang paten
memberikan ebutuhan oksigen di
semua jaringan tubuh secara
adekuat.
5. Agar status oksigen pasien dapat
terpenuhi, diharapkan tidak
mengalami kegagalan nafas.
6. Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk pertukaran.
Membantu menstabilkan pernapasan
pasien jika pasien sesak
5 Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI: Pencegahan Cedera 1. Hal-hal yang membahayakan
selama…x 24 jam diharapkan tingkat Observasi: dilingkungan pasien dapat
cedera menurun, dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi area lingkungan yang berakibat untuk keselamatan
SLKI: Tingkat Cedera berpotensi menyebabkan cedera pasien
1. Tidak mengalami luka/lecet Terapeutik: 2. Mempermudah meminta bantuan
2. Tidak mengalami perdarahan 2. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah kepada petugas kesehatan
dijangkau 3. Meminimalkan terjadinya cedera
3. Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi 4. Agar pasien terhindar dari risiko
terkunci cedera yang mungkin akan
4. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai terjadi pada pasien dan agar
dengan kebijakan fasilitas pelayanan pasien tetap terjaga
kesehatan 5. Salah satu anggota keluarga
5. Diskusikan bersama anggota keluarga yang harus bersedia mendampingi
dapat mendampingi pasien pasien, hal itu sangat penting
6. Tingkatkan frekuensi observasi dan agar keluarga bisa memberikan
pengawasan pasien dukungan kepada pasien, selain
Edukasi: itu keluarga juga bisa
7. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh meningkatkan pemahaman
kepada keluarga mereka mengenai keadaan dan
situasi yang dihadapi pasien
6. Meningkatkan pengawasan
kepada pasien untuk mengetahui
perubahan keadaan pasien
7. Mengidentifikasi dan
menurunkan resiko mengalami
bahaya atau kerusakan fisik
4. Implementasi
Merupakan pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi kegiatan yaitu
validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan
asuhan keperawatan dalam pengumpulan data.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Fida, & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak (1st ed; V. Hany, Ed.).
Yogyakarta: Diva Press.

Hall, & Guyton. (2014). Huyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (M
Widjajakusumah & Antonia Tanzil, Ed.). Elsevier (Singapore): Pte Ltd.

Jumiarni, & Mulyati. (2016). Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta: EGC

Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal (1st ed.).
Yogyakarta: Nuha Medika.

Mendri, N. K., & Sarwo Prayogi, A. (2017). Asuhan Keperawatan pada Anak
Sakit dan Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Nurarif, A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Mediks dan Nanda NIC NOC (1st ed.; B. Yudha, Ed.).
Yogyakarta: Salemba medika.

Sembiring. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah.
Yogyakarta: Deepublish.

Sudarti & Fauziah, A. 2013. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan
Kegawatan.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai