Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

A. KONSEP MEDIS ASFIKSIA


1. Definisi

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis
(Marwyah, 2016. dalam Nule Maternus, 2018).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara
spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas
tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder)
(Fauziah dan Sudarti, 2014. dalam Nule Maternus, 2018)).
Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai
dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan inibiasanya disertai
dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena
kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti
mengembangkan paru (Sudarti dan fauzizah, 2013. dalam Cahyanti dwi yayik, 2018).

2. Etiologi
Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwyah 2016. dalam Nule
Maternus, 2018).
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia
ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi
dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan,
hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis,
plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin dan neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR, kelainan kongenital daan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain

3. Patofisiologi
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang
udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran
darah ke dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O₂ dan kadar CO₂ bertambah, maka timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat di
pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban
dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.
Pernapasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.
Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah
(PaO₂) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012.
dalam Nule Maternus, 2018).
4. Klasifikasi
Setiap bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR-score, table di bawah
dapat digunakan untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan,
sedang, atau asfiksia berat dengan klasifikasi sebagai berikut:
APGAR-score (Ghai 2010. dalam Arum anggita, 2017)

Nilai
Tanda
0 1 2

A: Appearance (color) Biru/pucat Tubuh kermerahan, Tubuh dan ekstermitas


Warna kulit ekstermitas biru Kemerahan

P: Pulse (heart rate)


Denyut nandi Tidak ada <100x/menit >100x/menit

G: Grimance (Reflek)
Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

A: Activity
(Tonus otot) Lumpuh Fleksi lemah Aktif
R: Respiration
(Usaha nafas) Tidak ada Lemah, Merintih Tangisan kuat

1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0–3)


Didapatkan frekuensi jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis, keadaan
pada bayi dengan asfiksia berat memerlukan resusitasi segera secara tepat dan
pemberian oksigen secara terkendali, apabila bayi dengan asfiksia berat maka
berikan terapi oksigen 2–4 ml per kg berat badan karena pada bayi asfiksia berat
dapat disertai asidosis.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4–6)
Pada bayi dengan asfiksia sedang memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen
sampai bayi dapat kembali bernafas normal.
3. Bayi normal atau asfiksia ringan (nilai APGAR 7– 10)
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan
tanda:
a. Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau dari 100 menit
tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Apnea
d. Pucat
e. Sianosis
f. Penurunan terhadap stimulus

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut ( Sukarni &
Sudarti, 2012. dalam Nule Maternus, 2018) antara lain :
1. Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung.
2. Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
3. Tangisan lemah atau merintih
4. Warna kulit pucat atau biru
5. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
6. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali permenit.
Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan Fauziah
2012. dalam Nule Maternus, 2018) antara lain :
1. Pernapasan cuping hidung
2. Pernapasan cepat
3. Nadi cepat
4. Sianosis
5. Nilai APGAR kurang dari 6

7. Pemeriksan Penunjang
Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan Fauziah,
2013. dalam Nule Maternus, 2018) yaitu :

1. Pemeriksaan analisa gas darah


2. Pemeriksaan elektrolit darah
3. Berat badan bayi
4. Penilaiaan APGAR Score
5. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013. dalam Nule Maternus, 2018) adalah :
1. Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptik
3. Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut
dan punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi mouth to
mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia dengan cara :
membungkus bayi d engan kain hangat, badan bayi harus dalam keadaan kering,
jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan minyak atau baby oil untuk
membersihkan tubuh bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau kenakan topi,
4. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan perawatan
selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat, pemberian ASI sedini
mungkin dan adekuat, melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan,
memasang pakaian bayi dan mengenakan tanda pengenal bayi.

9. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaranurine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia danperdarahan pada otak.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa dan
identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa asfiksia neonatorum.
b. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah spontan,
prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi
d. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake
oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan
untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi : umumnya bayi
mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan belum
sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga kebersihan
terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak
napas.
e. Pemeriksaan fisik :
1) Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik, adanya
tanda distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala terangguk- angguk, meringis,
alis berkerut.
2) Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya
insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan cuping hidung, atau
substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan keteraturan
pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor, krekels, mengi,
bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas
f. Data penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat
yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah : darah rutin.
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal 15-19 gr%)
biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah
sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10
gr/ct) Trombosit pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung turun karena
sering terjadi hipoglikemi.
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD)
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksia terdiri dari : pH (normal
7,36- 7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal
35- 45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi
hiperapnea. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L).
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium (normal 134-
150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2. Penyimpangan Kdm

Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain : obat-


pusat, presentasi janin obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2& Bersihan jalan nafas Paru-paru terisi


Kadar CO2 meningkat tidakefektif cairan

Gangguan metabolism
Nafas cepat Suplai O2 ke Paru
& perubahan asam
menurun

Asidosis respiratorik
Apneu Kerusakan otak

Gangguan perfusi
ventilasi
Resiko cidera Kematian bayi

Nafas cuping hidung,


sianosis, hipoksia

DJJ & TD menurun Proses keluarga


terhenti
Gangguan
Pertukaran gas

Pola nafas tidak Janin tidak bereaksi


efektif terhadap rangsangan

Resiko syndrome
kematian bayi
3. Diagnosis keperawatan
1) Pola napas tidak efektif
2) Bersihan jalan napas tidak efektif
3) Gangguan pertukaran gas
4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen Jalan
b.d tindakan keperawatan Nafas
selama ... X 24 jam di Observasi
Gejala dan tanda mayor harapkan Pola nafas 1. Monitor pola
Subjetif tidak membaik dengan nafas (frekuensi,
1. Dispnea kriteria Hasil : kedalaman,
Objektif 1. Dispea menurun usaha nafas)
2. Penggunaan otot 2. Penggunaan 2. Monitor bunyi
bantupernapasan otot bantu nafas nafas tambahan (
3. Fase menurun mis. Gurgling,
ekspirasi 3. Pernapasan usaha nafas)
memanjang cuping hidung Terapeutik
4. Pola napas abnormal menurun 3. Pertahankan
(mis. 4. Frekuensi nafas kepatenan jalan
takipnea,bradipnea, membaik nafas dengan
hiperentilasi, 5. Kedalaman head-tilt chin lift
kussmaul,cheyne- nafas membaik ( juw trusht jika
stokes) curiga trauma
Gejala dan tanda minor servikal)
Subjektif 4. Posisikan semi
1. Ortopnea fowler atau
Objektif fowler
1. Pernapasan pursed-lip 5. Lakukan
2. Pernapasan penghisapan
cupinghidung lendir kurang
3. Diameter Thoraks dari 15 detik
anterior-posterior 6. Lakukan
meningkat hiperosigenasi
4. Ventilasi
semanit sebelum
manurun penghisapan
5. Kapasitas edotrakeal
vital 7. Berikan oksigen
menurun jika perlu
6. Tekanan Edukasi
ekspirasi 8. Anjurkan asupan
menurun cairan sesuai
7. Tekanan kebutuhan
inspirasi Kolaborasi
menurun 9. Kolaborasi
Ekskursi dada berubah pemberian
bronkodiator,
ekspektoran,
mukotik , Jika
Perlu
2. Bersihan Jalan Tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan
Efektif b.d tindakan keperawatan Nafas
selama ... X 24 jam di Observasi
Gejala dan Tanda harapkan Bersihan 1. Monitor pola
Mayor jalan nafas meningkat nafas (frekuensi,
Subjektif dengan kriterial hasil : kedalaman,
- 1. Produksi usaha nafas)
Objektif sputum mengi 2. Monitor bunyi
1. Batuk tidak wheezing dan nafas tambahan (
efektif atau mekonium pada mis. Gurgling,
tidak mampu neonatus usaha nafas)
batuk Menurun Terapeutik
2. Sputum 2. Sianosis 3. Pertahankan
berlebih/ menuru kepatenan jalan
obstruksi 3. Frekuensi nafas nafas dengan
dijalan nafas/ membaik head-tilt chin lift
mekonium di 4. Pola nafas ( juw trusht jika
jalan nafas ( membaik curiga trauma
pada neonatus) servikal)
3. Mengi, 4. Posisikan semi
wheezing dan / fowler atau
atau ronkhi fowler
kering 5. Lakukan
Gejala dan tanda penghisapan
minor lendir kurang
Subjektif dari 15 detik
1. Dispnea 6. Lakukan
2. Sulut bicara hiperosigenasi
3. Ortopnea sebelum
Objektif penghisapan
1. Gelisah edotrakeal
2. Sianosis 7. Berikan oksigen
3. Bunyi nafas jika perlu
menurun Edukasi
4. Frekuensi nafas 8. Anjurkan asupan
berubah cairan sesuai
5. Pola nafas kebutuhan
berubah Kolaborasi
9. Kolaborasi
pemberian
bronkodiator,
ekspektoran,
mukotik , Jika
Perlu

3. Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen


Pertukaran Gas b.d tindakan keperawatan Observasi
selama ... X 24 jam di 1. Monitor
Geajala dan tanda harapkan pertukaran kecepatan aliran
mayor Gas meningkat dengan oksigen
Subjektif kriterial hasil : 2. Monitor
1. Dispnea 1. Diapnea efektifitas terapi
Objektif Menurun oksigen ( Ms.
1. Sianosis 2. Bunyi nafas Oksimetri,
2. Diaforesis Tambahan Analisa Gas
3. Gelisah menurun darah), Jika perlu
4. Nafas cuping 3. PCO2 Membaik Terapeutik
hidung 4. PO2 Membaik 3. Bersihkan sekret
5. Pola nafas 5. Takikardia pada mulut,
Abnormal ( Membaik hidung da trakea
cepat/lambat, 6. Ph arteri jika perlu
regular/iregules, membaik 4. Pertahankan
dalam/dangkal) kepatenan jalan
6. Warna kulit nafas
abnormal ( 5. Siapkan dan atur
mis/.pucat, peralatan
kebiruan) pemberian
7. Kesadaran oksigen
menurun 6. Berikan oksigen
tambahan , jika
perlu
Edukasi
7. Ajarkan pasien
dan keluarga
cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
8. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
9. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas
dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Arum anggita, 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Asfiksia Neonatorumdengan Masalah
Ketidakefektifan Pola Napas Di Ruang Perinatalogi Rumah Sakitdaerah Bangil
Pasuruan

Cahyanti dwi yayik, 2018. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Asfiksia Neonatorum Dengan
Ketidakefektifan Bersih Jalan Nafas Di Ruang Perinatologi Rumah Sakitumum Daerah
Bangil Pasuruan

Nule Maternus, 2018. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. E. N Dengan Asfiksia Sedang Di
Ruangan Nicu Rsud. Prof Dr. W. Z Johanes Kupang

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1 Persatuan Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Jakarta :
Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Defenisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai