Anda di halaman 1dari 8

Laporan Pendahuluan Asfeksia Sedang

A. Definisi

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. (
Dewi.2010; h.102)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2010; h.421)

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia setelah persalinan. Masalah ini mungkin saling berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.(JNPK KR 2008; h.
146).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya Asfiksia menurut Prawirohardjo (2010)
1. Faktor Ibu
Oksigenisasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasiselama anastesi,
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan
tekanan darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan
aliran darah uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta
dan ke janin. Hal ini sering ditemukan pada: gangguan kontraksi uterus,
misalnyahipertoni, hipotoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat: hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit akiomsiadan lain-
lain.
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan
perdarahan plasenta.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian
obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi
pada persalinan, misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi,
misalnya hernia diafrakmatika atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia
parudan lain-lain.
5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-
paru.

C. Tanda dan Gejala klinis


Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011)
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul
pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
 Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
 Tidak ada usaha panas.
 Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
 Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
 Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
 Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
 Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
 Usaha panas lambat.
 Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
 Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
 Bayi tampak sianosis.
 Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.
3. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
 Frekuensi jantung 120-160 kali per menit
 Frekuensi napas 30-60 kali per menit
 Bayi tampak kemerahan
 Bayi menangis kuat
 Tonus otot baik

Untuk menentukan tingkatan asfiksia, apakah bayi mengalamiasfiksia berat, sedang atau
ringan/ normal dapat dipakai penelitianapgar skor (Benson, 2010).
APGAR score
A : Apprearance = Rupa (warna kulit)
P : Pulse = Nadi
G : Grimace = Menyeringai (akibat refleks kateter dalam hidung)
A : Activity = Keaktifan
R : Respiration = Pernafasan
Dibawah ini tabel untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang dialami bayi pada saat
dia dilahirkan penilaian dilakukan pada menit pertama dan menit kelima pada saat bayi
lahir.

Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada Kurang dari 100/ menit Lebih dari 100/ menit
jantung
Usaha napas Tidak ada Lemah/tidak teratur Baik/Menangis kuat
(slow irregular)
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas dalam fleksi Gerakan aktif
sedikit
Reaksi terhadap Tidak ada Sedikit gerakan mimik Gerakan kuat/ melawan
rangsangan (grimace)
Warna kulit Pucat Badan merah, ektrimitas Seluruh tubuh kemerah-
biru merahan

Sumber: Benson (2010)


Keterangan nilai APGAR:

1. 7-10: Bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam keadaan normal.
2. 4-6: Bayi mengalami asfiksia sedang.
3. 0-3: Bayi mengalami asfiksia berat.

D. Klasifikasi asfiksia neonatorum


Menurut Mochtar, (1998. Hal 430) asfiksia pada neonatorum diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Asfiksi berat (Nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktiv, dan pemberian Oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis
2,4 ml per kg berat badan; dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berta badan,
diberikan via vena umbilicus.
b. Asfiksia ringan sedang (Nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat benafas normal
kembali.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai APGAR 7-9)
d. Bayi normal dengan nilai apgar 10.

E. Patofisiologi
Menurut Hasan (2005), pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada
kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien).
Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar
terjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur.
Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
menanganinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan
atau persalinan, akan terjadiasfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode atau (Primary
apnoea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnue kedua (secondary apnoea). Pada tingkat ini di samping
bradikardia ditemukan pula penururnan tekanan darah.

F. Patways
G. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan
ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.

H. Pemeriksaan Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu
(Wiknjosastro, 2008) :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-
lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya
asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
1. Analisa gas darah
2. Elektrolit darah
3. Gula darah
4. Berat bayi
5. USG ( Kepala )
6. Penilaian APGAR score
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan

I. Penatalaksanaan
Prinsip Resusitasi Menurut Hidayat (2008) Merupakan tindakan dengan
mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses oksigenasi cukup agar
sirkulasi darah tetap baik. Cara mengatasi asfiksia adalah sebagai berikut.
1. Asfiksia Ringan APGAR skor (7 – 10)
Cara mengatasinya:
 Bayi dibungkus dengan kain hangat
 Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
 Bersihkan badan dan tali pusat
 Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan kedalam
incubator.
2. Asfiksia Sedang APGAR skor (4 – 6)
Cara mengatasinya:
 Bersikan jalan napas.
 Berikan oksigen 2 liter per menit
 Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi,
bantu pernapasan dengan masker (ambubag)
 Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat
7,5% sebanyak 6 cc. Dektrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus
secara berlahan-lahan untuk mencegah tekanan intrakranial meningkat.
3. Asfiksia Berat APGAR skor (0 – 3)
Cara mengatasinya:
 Bersikan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
 Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
 Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (endotracheal tube).
 Bersikan jalan napas dengan ETT.
 Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat
7,5% sebanyak 6 cc. Selanjutnya berikan dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

Anda mungkin juga menyukai