Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967).
Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan
faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap
kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc, 2011). Penilaian statistik dan
pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini
merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal
ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang mendapatkan bahwa
skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat
lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan
pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan
kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia
merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi
sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James,
2009). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan
Amakawa (2011) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak
bayi yang meninggal karena hipoksia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Asfiksia Neonatorum?

2. Apa klasifikasi Asfiksia ?

3. Apa etiologi Asfiksia ?

4. Apa patofisiologi asfiksia ?

1
5. Bagaimana Pathway Asfiksia ?

6. Apa tanda dan gejala Asfiksia ?

7. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?

8. Apa saja Pemeriksaan penunjang ?

9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan Asfiksia Neonatorum

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi Asfiksia Neonatorum.

2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Asfiksia.

3. Untuk mengetahui apa etiologi Asfiksia.

4. Untuk mengetahui apa patofisiologi asfiksia.

5. Untuk mengetahui bagaimana Pathway Asfiksia.

6. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala Asfiksia.

7. Untuk mengetahui bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia.

8. Untuk mengetahui apa saja Pemeriksaan penunjang.

9. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan Asfiksia

Neonatorum.

1.4 Manfaat
Dalam pembahasan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam
memahami lebih lanjut mengenai Asfiksia Neonatorum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum


2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak bernapas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan (Sofian,
2012).

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang


gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
(Sarwono, 2011).

Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir


mengalami gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan
karbondioksida (Sarwono, 2010).

Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan


janin (fetal distress) intrauteri. Fetal distress adalah keadaan
ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga
menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju metabolisme
anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi
CO2 (Manuaba, 2008).

2.1.2 Klasifikasi Asfiksia


Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace,
Activity, Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
(Nurarif & Kusuma, 2013)
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

3
Tabel 1. Penilaian APGAR

Klinis Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Warna kulit tubuh
Warna kulit, tubuh, tangan
Warna kulit Seluruh badan normal merah
dan kaki normal merah
(Appearance) biru atau pucat muda, tetapi tangan
muda, tidak ada sianosis
dan kaki kebiruan
Denyut jantung
Tidak ada <100 kali permenit >100 kali permenit
(Pulse)
Meringis atau Meringis atau bersin atau
Respon refleks Tidak ada repon
menangis lemah batuk saat stimulasi
(Grimace) terhadap stimulasi
ketika distimulasi saluran nafas
Tonus otot Lemah atau tidak
Sedikit gerakan Bergerak aktif
(Activity) ada
Merah seluruh tubuh.
Pernafasan Lemah atau tidak
Tidak ada Menangis kuat, pernafasan
(Respiration) teratur
baik dan teratur
(Sumber : Prawirohardjo, 2002)

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Vitalitas Bayi Baru Lahir menurut APGAR Score
Klasifikasi Nilai APGAR Derajat Vitalitas
A 7-10 Tangisan kuat disertai gerakan
Asfiksia Ringan / tanpa asfiksia aktif
B 4-6 Pernafasan tidak teratur, megap-
Asfiksia Sedang megap, atau tidak ada pernafasan
C 0-3 Denyut jantung < 100x/menit atau
Asfiksia Berat kurang
D 0 Tidak ada pernafasan
Fres Stillbirth (Bayi Lahir mati) Tidak ada denyut jantung
(Sumber : Carpenito, 2007)

4
2.1.3 Etiologi
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan
menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
2) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin,
kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio
plasenta.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan,
menumbung, dll.

d. Faktor Persalinan
Meliputi persalinan lama, kelainan letak, operasi caesar.
e. Faktor neonates
Pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu yang dapat
membuat depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir.

5
2.1.4 Patofisiologi

Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia


relatif dan akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan
menangis. Apabila proses adaptasi terganggu, maka bayi bisa
dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan
sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian (Manuaba, 2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2
bertambah, timbul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka
timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang
(Manuaba, 2008).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkembang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi
juga mulai menurun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin
lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekuner.
Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan tidak di mulai segera (Manuaba, 2008).

6
2.1.5 Pathway Asfiksia

Maternal Plasenta Tali pusat


Uterus
Janin

ASFIKSIA (sedang, berat)

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi mekonium, air ketuban)
& kadar CO2 meningkat

Ketidakefektifan bersihan jalan napas metabolism & perubahan asam basa


Gangguan

Napas cepat Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓


Asidosis respiratorik

Hipoksia organ (jantung, otak paru)


Apneu Gangguan perfusi-ventilasi

Kerusakan otak

sianosis
Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Kematian bayi
Janin tidak bereaksi terhadap rangsangan

Gangguan pertukaran gas


Proses keluarga terhenti

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh


Risiko Cidera
Akral dingin

Risiko Sindrom kematian bayi mendadak

Ketidakefektifan pola napas

7
2.1.6 Tanda dan Gejala
Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang
menimbulkan tanda-tanda sebagai berikut : (Nurarif & Kusuma, 2013)
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada
keadaan umum normal denyut janin berkisar antara 120-160
x/menit dan selama his frekuensi ini bisa turun namun akan
kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala.
Kekurangan O2 merangsang usus sehingga mekonium keluar
sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun
sampai <7,2 karena asidosis menyebabkan turunnya pH.

2.1.7 Penatalaksanaan
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut
resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin
muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
a. Memastikan saluran nafas terbuka :
1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar
2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
3) Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
b. Memulai pernapasan :
1) Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan
menyentil atau menepuk telapak kaki lakukan penggosokan
punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,
tungkai dan kepala bayi.
2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi


dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.

8
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas
3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan
tekanan, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan
O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu
disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena
perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat
jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi
harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi
2) Asfiksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila
dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan,
ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana
dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan
gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai

9
gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi
dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung
segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong
masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak
berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrium dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi
telah dilakukan dengan adekuat.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):
1) Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung dan kelainan paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
2) USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan
subepedmal, pervertikular, dan vertikular.
b. Pemeriksaan Laboratorium:
1) Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
2) Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah
3) Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan
cadangan glikogen akibat stress intrauteri yang mengakibatkan
bayi mengalami hipoglikemi.
c. Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram

10
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi
pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada
beberapa pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
2) Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
3) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta
III/ IV.
4) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
5) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
1) Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44 - 45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama
30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama
reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).

11
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang).
e. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada
awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum
terjadi.
f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah
dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-
belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan
dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal).
g. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukan memar minor (misal: kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herliquin, petekie pada kepala/wajah (dapat
menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit

12
kepala mingkin ada (penempatan elektroda internal). (Mansjoer,
2007).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi
mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/
hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tidak
sebanding antara ventilasi dengan aliran darah.
5. Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak
terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
6. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
kurangnya suplai O2 dalam darah.
7. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergantian dalam
status kesehatan anggota keluarga

2.2.3 Rencana Tindakan Dan Rasionalisasi

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1. Bersihan jalan Setelah 1. Tentukan 1. pengumpulan data
nafas tidak dilakukan kebutuhan oral/ untuk perawatan
efektif tindakan suction tracheal. optimal
berhubungan keperawatan 2. Auskultasi suara 2. membantu
dengan produksi selama proses nafas sebelum mengevaluasi
mukus banyak. keperawatan dan sesudah keefektifan upaya
diharapkan jalan suction batuk klien
nafas lancar. 3. Bersihkan daerah 3. meminimaliasi
Kriteria hasil : bagian tracheal penyebaran

13
1. Tidak setelah suction mikroorganisme
menunjukkan selesai dilakukan.
demam. 4. Monitor status 4. untuk mengetahui
2. Tidak oksigen pasien, efektifitas dari
menunjukkan status suction.
cemas. hemodinamik
3. Rata-rata segera sebelum,
repirasi dalam selama dan
batas normal. sesudah suction.
4. Pengeluaran
sputum
melalui jalan
nafas.
5. Tidak ada
suara nafas
tambahan.
2. Pola nafas tidak Setelah 1. Pertahankan 1. untuk
efektif dilakukan kepatenan jalan membersihkan
berhubungan tindakan nafas dengan jalan nafas
dengan keperawatan melakukan
hipoventilasi selama proses pengisapan
keperawatan lendir.
diharapkan pola 2. Pantau status 2. guna
nafas menjadi pernafasan dan meningkatkan
efektif. Kriteria oksigenasi sesuai kadar oksigen yang
hasil : dengan bersirkulasi dan
1. Pasien kebutuhan. memperbaiki status
menunjukkan kesehatan
pola nafas 3. Auskultasi jalan 3. membantu
yang efektif nafas untuk mengevaluasi
2. Ekspansi dada mengetahui keefektifan upaya
simetris adanya batuk klien

14
3. Tidak ada penurunan
bunyi nafas ventilasi.
tambahan 4. Kolaborasi 4. perubahan AGD
4. Kecepatan dan dengan dokter dapat mencetuskan
irama respirasi untuk disritmia jantung.
dalam batas pemeriksaan
normal. AGD dan
pemakaian alat
bantu nafas
5. Berikan 5. terapi oksigen
oksigenasi sesuai dapat membantu
kebutuhan. mencegah gelisah
bila klien menjadi
dispneu, dan ini
juga membantu
mencegahedema
paru.
3. Kerusakan Tujuan : Setelah 1. Kaji bunyi paru, 1. membantu
pertukaran gas dilakukan frekuensi nafas, mengevaluasi
berhubungan tindakan kedalaman nafas keefektifan upaya
dengan keperawatan dan produksi batuk klien
ketidakseimban selama proses sputum.
gan perfusi keperawatan 2. Auskultasi bunyi 2. membantu
ventilasi. diharapkan nafas, catat area mengevaluasi
pertukaran gas penurunan aliran keefektifan upaya
teratasi. udara dan / bunyi batuk klien
Kriteria hasil : tambahan.
1. Tidak sesak 3. Pantau hasil 3. perubahan AGD
nafas Analisa Gas Darah dapat mencetuskan
2. Fungsi paru disritmia jantung.
dalam batas
normal

15
4. Ketidakefektifan Tujuan : Setelah 1. Kaji secara 1. Sirkulasi perifer
perfusi jaringan dilakukan komprehensif dapat
perifer tindakan sirkulasi perifer. menunjukan
berhubungan keperawatan tingkat keparahan
dengan tidak selama proses penyakit.
sebanding antara keperawatan 2. Evaluasi nadi 2. Pulsasi yang
ventilasi dengan diharapkan perifer dan lemah
aliran darah. ketidakefektifan edema. menimbulkan
perfusi jaringan penurunan
teratasi dengan kardiak output.
kriteria hasil : 3. Monitor 3. Nilai
1. TTV dalam laboratorium. laboratorium
batas normal dapat
2. Warna kulit menunjukan
normal komposisi darah.
3. Suhu kulit 4. Kaji Tanda-tanda 4. Mengetahui
hangat vital. status
4. Nilai hasil kardiorespirasi
laboratorium pasien.
dalam batas
normal
5. Risiko cedera Tujuan : Setelah 1. Cuci tangan setiap 1. untuk mencegah
berhubungan dilakukan sebelum dan infeksi
dengan anomali tindakan sesudah merawat nosokomial
kongenital tidak keperawatan bayi. 2. untuk mencegah
terdeteksi atau selama proses 2. Pakai sarung infeksi
tidak teratasi keperawatan tangan steril. nosokomial
pemajanan pada diharapkan 3. Lakukan 3. untuk mencegah
agen-agen risiko cidera pengkajian fisik keadaan yang
infeksius. dapat dicegah. secara rutin kebih buruk.
Kriteria hasil : terhadap bayi baru
1. Bebas dari lahir, perhatikan

16
cidera/ pembuluh darah
komplikasi. tali pusat dan
2. Mendeskripsi adanya anomali.
kan aktivitas 4. Ajarkan keluarga 4. untuk
yang tepat tentang tanda dan meningkatkan
dari level gejala infeksi dan pengetahuan
perkembangan melaporkannya keluarga dalam
anak. pada pemberi deteksi awal
3. Mendeskripsi pelayanan suatu penyakit.
kan teknik kesehatan.
pertolongan 5. Berikan agen 5. Meningkatkan
pertama imunisasi sesuai daya tahan tubuh
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari
vaksin hepatitis
6. Risiko Tujuan : Setelah 1. Hindarkan pasien 1. untuk menjaga
ketidakseimban dilakukan dari kedinginan suhu tubuh agar
gan suhu tubuh tindakan dan tempatkan stabil.
berhubungan keperawatan pada lingkungan
dengan selama proses yang hangat.
kurangnya keperawatan 2. Monitor gejala 2. untuk mendeteksi
suplai O2 dalam diharapkan suhu yang berhubungan lebih awal
darah. tubuh normal. dengan hipotermi, perubahan yang
Kriteria Hasil : misal fatigue, terjadi guna
1. Temperatur apatis, perubahan mencegah
badan dalam warna kulit dll. komplikasi
batas normal 3. Monitor TTV. 3. peningkatan suhu
2. Tidak terjadi dapat
distress menunjukkan
pernafasan adanya tanda-tanda
3. Tidak gelisah infeksi

17
4. Perubahan 4. Monitor adanya 4. penurunan
warna kulit bradikardi dan frekuensi nadi
5. Bilirubin status pernafasan. menunjukkan
dalam batas terjadinya asidosis
normal. resporatori karena
kelebihan retensi
CO2.
7. Proses keluarga Tujuan : Setelah 1. Tentukan tipe 1. untuk mengetahui
terhenti dilakukan proses keluarga. tindakan yang
berhubungan tindakan tepat untuk
dengan keperawatan diberikan
pergantian selama proses 2. Identifikasi efek 2. untuk
dalam status keperawatan pertukaran peran mempersiapkan
kesehatan diharapkan dalam proses psikologi keluarga
anggota koping keluarga keluarga.
keluarga. adekuat. 3. Bantu anggota 3. untuk
Kriteria Hasil : keluarga untuk memanfaatkan
1. Percaya dapat menggunakan dukungan yang ada
mengatasi mekanisme support dari keluarga.
masalah yang ada.
2. Kestabilan 4. Bantu anggota 4. untuk mengatasi
prioritas keluarga untuk situasi yang tidak
3. Mempunyai merencanakan terduga.
rencana strategi normal
darurat dalam segala
4. Mengatur situasi.
ulang cara
perawatan.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir
rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50%
kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama
kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur
hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan
untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia
muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut
terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu
belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun)
akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta
alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua

19

Anda mungkin juga menyukai