Anda di halaman 1dari 19

PANDUAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

A. DEFINISI
1. Pengertian Bayi Baru Lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai
dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram, nilaii
APGAR > 7 dan tanpa cacat bawaan (Dewi, 2010 ; Putra, 2013). Menurut Dewi (2010),
ciri – ciri bayi baru lahir normal antara lain: lahir aterm antara 37-42 minggu dengan
berat badan 2500 – 4000 gram, panjang badan 48 – 52 cm, frekuensi denyut jantung
120 – 160 x/ menit, pernapasan 40 – 60 x/ menit, kulit kemerahan- merahan dan licin,
nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi lahir langsung menangis kuat, genetalia pada laki-
laki ditandai dengan testis yang sudah turun dalam skrotum dan penis yang berlubang
sedangkan pada perempuan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta
adanya labia mayora dan minora.

2. Pengertian Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan hipoksia yang progresif, karena akumulasi CO2 dan
asidosis (Hajjah, 2012). Asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas
secara spontan dan teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolisme tubuhnya
dan dapat mengakibatkan kematian (Hassan, 2007; Muslihatun, 2010).

3. Pengertian Asfiksia Neonatorum


 Asfiksia neonatorum adalah di mana bayi tidak dapat bernafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis   (Hidayat, 2005).
 Asfiksia neonatorum adalah  kegagalan bernafas secara spontan  dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan 
PaO2 di dalam darah (hipoksemia), hiperkabia (PaCO2) meningkat dan
asidosis (Utomo, 2006).
 Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
(Kamarrullah, 2005).
 Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan
O2 (oksigen) dan mungkin meningkatkan CO2 (karbondioksida) yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Purwadianto, 2000).

1
B. RUANG LINGKUP
Asfiksia neonatorum menurut Hassan (2007) dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Asfiksia ringan (“virgorous baby”). Skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa
2. Asfiksia sedang (“mild-moderate asphyxia”). Skor APGAR 4-6. Pada
pemeriksaan fisik terlihat frekuensi jantung >100x permenit, tonus otot kurang
baik atau baik, refleks iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat yaitu dengan skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.
Cara menilai tingkatan apgar score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung
b. Melihat usaha bernafas
c. Menilai tonus otot
d. Menilai reflek rangsangan
e. Memperlihatkan warna kulit

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami
bayi:

Tanda 0 1 2

Detak
jantung,
Pernafasan,
Tonus otot
Reflek saat Tak ada <100 x/mnt >100 x/mnt
jalan Tidak ada Tidak teratur Menangis
nafas dibersih Lunglai Ekstremitas kuat
kan Tidak ada lemah Gerakan
Warna Menyeringai aktif
Biru/pucat Tubuh Batuk/bersin
kemerahan
Ekstremitas  Merah
Biru seluruh
tubuh

2
Sumber : Utomo, (2006).
1. AsfiksiaSedang
a. Pengertian
Asfiksia sedang adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara
spontan dan teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolisme pada
tubuhnya, memiliki skor apgar 4-6 dengan frekuensi jantung > 100x/menit
serta tonus otot kurang baik atau baik (Hasan, 2007 ; Hidayat, 2009).
b. Etiologi
Menurut (DepKes RI, 2008; Marmi dan Kukuh, 2012), penyebab terjadinya
asfiksia sedang ada tiga faktor yaitu:
1. Faktor ibu yang meliputi preeklamsia dan eklamsia, perdarahan
abnormal yang disebabkan karena plasenta previa atau solusio
plasenta, partus lama atau partus macet, demam selama persalinan,
infeksi berat (malaria,sifilis,TBC,HIV), kehamilan post matur, usia ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun ;
2. Faktor bayi yang meliputi bayi prematur (sebelum 37 minggu
kehamilan), persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ektraksi vakum, forsef), kelainan kongenital, air ketuban
bercampur mekonium (warna kehijauan) ;
3. Faktor tali pusat yang terdiri dari lilitan tali pusat, tali pusat pendek,
simpul tali pusat, dan prolapsus tali pusat.
c. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia
transien). Proses ini sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat
agar menjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut menjadi
napas teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena
reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai
penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha
nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan
berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode
appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan
tekanan darah.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.
Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan

3
gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang
tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan
dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan
dan lamanya asfiksia (Hassan, 2007).
d. Faktor Predisposisi
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui
plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang, akibatnya
terjadi asfiksia. Keadaan tersebut diantaranya : Gangguan sirkulasi
menuju janin yang disebabkan adanya gangguan aliran pada tali pusat
(lilitan tali pusat, simpul tali pusat, tekanan pada tali pusat, ketuban telah
pecah, kehamilan lewat waktu), dan disebabkan pengaruh obat karena
narkosa saat persalinan; faktor ibu yang disebabkan adanya gangguan his
(tetania uteri/hipertonik), penurunan tekanan darah dapat mendadak
(perdarahan pada plasenta previa dan solusio plasenta), vasokontriksi
arterial (hipertensi pada kehamilan dan gestosis preeklampsia-eklampsia)
(Kosim, 2008; Mochtar, 2012).
e. Faktor Risiko
Menurut Green (2012), faktor risiko terjadinya asfiksia sedang adalah :
1) Faktor risiko antepartum, antara lain : Diabetes pada ibu, jantung, ginjal,
asma, hipertensi, pre-eklampsia, infeksi intra uteri, plasenta previa ;
2) Faktor risiko intrapartum, antara lain: Kelahiran traumatik, prolaps talii
pusat, lilitan tali pusat, distosia bahu.
f. Tanda Klinis atau Laboratoris
Asfiksia sedang biasanya merupakan akibat dari hipoksia janin yang
menimbulkan tanda- tanda diantaranya : keadaan umum bayi lemah,
frekuensi nadi >100x/menit, respirasi tidak teratur, tonus otot kurang baik,
Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen dalam darah, muka
tampak pucat, dada ada retraksi, gerakan sedikit pada ekstremitas,
mempunyai nilai APGAR 4-6. (Dewi, 2010; Hidayat, 2008).
Menurut (Saifuddin, 2009), nilai APGAR tetap diperlukan dalam upaya
penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi,
meskipun nilai APGAR tersebut tidak dipakai untuk menentukan kapan
memulai resusitasi atau untuk membuat keputusan mengenai jalannya
resusitasi karena dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi
lahir.
Penilaian skor APGAR terdiri dari 5 tanda yaitu: warna kulit, frekuensi
jantung, reflek, tonus otot dan usaha nafas. Masing-masing tanda tersebut

4
mempunyai nilai 0-2 tergantung kondisi bayi saat lahir. Untuk kasus
asfiksia sedang, jumlah dari skor apgar antara 4-6.
g. Prognosis
Prognosis tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan
dalam otak. Pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia sedang kalau tidak
segera ditangani dengan cepat dan tepat akan menyebabkan terjadinya
asfiksia berat. Bayi yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus
dipikirkan kemungkinannya menderita cacat mental pada masa
mendatang (Mochtar, 2012)
2. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat
(Kamarullah,2005).
Menurut Oxorn (2003), penyebab asfiksia adalah sebagai berikut :
1. Pada saat kehamilan
- Sebab-sebab materna
a) Anemia
b) Perdarahan dan syok
c) Penyakit kardiorespiratorik
d) Toxemia gravidarum
e) Umur ibu lebih dari 40 tahun
f) Grandemultipara
- Sebab-sebab pada placenta
a) Penyakit pada placenta
b) Perdarahan (placenta previa)
- Sebab-sebab pada funiculus umbilicalis
a) Prolapsus
b) Membelit dan simpul
c) Kompresi
- Sebab-sebab fetal
a) Anomali kongenital
b) Prematuritas
c) Ketuban pecah dini yang membawa infeksi
d) Kehamilan lama
2. Persalinan dan kehamilan

5
a) Anoreksia akibat kontraksi uterus yang terlampau kuat dan berlangsung
terlampau lama.
b) Narkosis akibat pemberian analgesik dan anestesi yang berlebihan.
c) Hipotensi maternal akibat anastesi spinal.
d) Obstruksi saluran nafas akibat aspirasi darah, lendir.
e) Partus lama
f) Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forcep) sehingga menyebabkan
perdarahan cerebral atau kerusakan pada sistem saraf pusat.
Menurut Waspodo dkk (ed) (2007), faktor-faktor penyebab timbulnya asfiksia
(gawat janin) adalah :
a. Faktor ibu
1) Pre eklampsia dan eklampsia
2) Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan
5) Infeksi berat seperti malaria, sifilis, TBC (Tuberculosis), HIV
(Human Immunology Virus)
6) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor tali pusat
1) Tali pusat pendek
2) Lilitan tali pusat
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c.   Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (konginetal)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Menurut Towel (1996), Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan Pada
bayi yang terdiri dari :
a.   Faktor Ibu
1) Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat
terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi
dalam
2) Gangguan aliran darah uterus
3) Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
penga, aliran O2 ke plasenta dan kejanin.
Hal ini sering ditemukan pada kasus-kasus.

6
a. Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni / uterus akibat
penyakit atau obat
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c. Hipertensi pada penyakit eklamsia.

b. Faktor Plasenta
Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan lain-lai
c. Faktor Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara   janin dan
jalan lahir
d.   Faktor Neonatus
1. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
3. Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran
pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).

Tanda dan Gejala


 Menurut Winkjosastro (1999), tanda dan gejala asfiksia yaitu:
a. Hipoksia
b. Respirasi > 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
c. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
d. Bradikardia
e. Tonus otot berkurang
f. Warna kulit sianotik/pucat
 Menurut Waspodo,dkk (2007), tanda dan gejala asfiksia adalah:
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat (kurang
dari 30 kali per menit)
b. Pernapasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada)
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas lemah
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardi) (kurang dari 100 kali per
menit).

Patofisiologi
Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama
kehamilan / persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan

7
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai
dengan penurunan frekuensi diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia
berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue
kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan tensi darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan
asam-asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis
respiraktonik. Bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses
metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen tubuh
terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh beberapa keadaan diantarannya .
 Hilangnya Sumber Glukogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
 Terjadi asidosis metabolis akan menimbulkan kelemahan otot jantung
 Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan
demikian pula kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam,
1998)
Pada keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya :
a) Menurunnya tekanan O2 darah (Pa O2)
b) Meningginya tekanan O2 darah (Pa O2)
c) Menurunya PH (akibat osidosis respirantorik dan metabolik)
d) Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme an-aerobic
Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler
Dalam menentukan tingkat asfiksia neonatorum digunakan kriteria penilaian yaitu
yang disebut dengan skor APGAR. Skor APGAR biasanya dinilai 1 menit setelah bayi
lahir lengkap pada skor APGAR menit 1 ini menunjukan beratnya ASFIKSIA yang
diderita dan untuk menentukan pedoman resusitasi dan perlu juga dinilai setelah 5
menit bayi lahir karena hal ini mempunyai koralasi yang erat dengan morbiditas dan
mertilitas neonatal.
Menurut Kamarullah (2005), patofisiologi asfiksia adalah Pernapasan spontan bayi
baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses
kelahiran sendiri akan menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini
sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya
usaha pernafasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan
yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya dalam periode apnue. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi
denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak
lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
menunjukkan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan

8
pertukaran gas atau transport O 2(menururunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi
perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh
berakibat buruk terhadap sel-sel otak, kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan
kematian atau gejala (squele).
C. TATA LAKSANA
Awal dari semua langkah asuhan adalah memastikan bahwa segala alat yang
diperlukan telah siap. Persiapan alat penatalaksanaan asfiksia dilakukan sebelum
memulai menolong persalinan atau bersamaan saat mempersiapkan peralatan
menolong persalinan dan dalam keadaan siap pakai.
Alat-alat yang dibutuhkan sesuai yaitu: kain yang bersih, kering, hangat, dan dapat
menyerap cairan. Kain yang dibutuhkan minimal tiga lembar, yang digunakan untuk
mengeringkan dan menyelimuti bayi, serta untuk ganjal bahu bayi; kotak alat
resusitasi yang berisi alat penghisap lendir DeLee atau bola karet dan alat ventilasi
dalam keadaan steril serta alat perlindungan diri (DepKes RI, 2008).
Penilaian bayi baru lahir adalah langkah awal sebelum memulai resusitasi. Nilai
(skor) APGAR tidak digunakan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi.
Dalam penilaian awal bayi baru lahir perlu menjawab pertanyaan berikut::
 apakah air ketuban tanpa meconeum?
 apakah bayi segera bernapas spontan atau menangis?
 apakah tonus otot baik?, apakah kulit berwarna merah muda?
 apakah umur kehamilan cukup?
Apabila semuanya baik, resusitasi tidak diperlukan dan perawatan rutin untuk bayi
baru lahir normal selanjutnya dapat segera dilakukan.
Bila terdapat satu atau lebih penilaian awal mendapat jawaban “tidak”, langkah awal
resusitasi harus segera dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langkah awal resusitasi. Pada langkah ini dilakukan secara cepat dan
diselesaikan dalam waktu +30 detik, yakni sebagai berikut:
a. Menjaga lingkungan hangat dan kering. Sangat penting bagii
semua bayi baru lahir untuk dijaga agar tetap kering, bersih, dan
hangat untuk mencegah bayi kedinginan (hipotermi). Pada bayi
dengan asfiksia dilakukan dengan meletakkan bayi di atas meja
resusitasi di bawah pemancar panas. Tempat ini harus sudah
dihangatkan sebelumnya.

b. Memposisikan bayi yang benar dan membersihkan jalan napas.


Membersihkan jalan napas bayi dengan menggunakan kassa
steril, kemudian membaringkan bayi telentang dan memposisikan

9
kepala bayi pada posisi kepala sedikit ekstensi dengan
mengganjal bahu

c. Mengisap lendir menggunakan pengisap lendir DeLee dengan


cara mengisap lendir mulai dari mulut, kemudian hidung;
mengisap saat alat pengisap ditarik keluar; jangan melakukan
pengisapan terlalu dalam (tidak lebih dari +5cm ke dalam mulut
karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat
atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk hidung, jangan
melewati cuping hidung)

d. Mengeringkan bayi, dan melakukan rangsang taktil.


Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering dari muka,
kepala, dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan.
Tekanan ini dapat merangsang bayi baru lahir mulai bernapas.
Rangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau
menyentil telapak kaki dengan hati-hati dan atau menggosok
punggung, perut, dada, atau tungkai bayi dengan telapak tangan.
Tindakan ini merangsang sebagian besar bayi baru lahir untuk
bernapas. Prosedur ini hanya dilakukan pada bayi yang telah
berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu
untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan.
Melakukan rangsang taktil terus menerus pada bayi apnea adalah
berbahaya dan tidak boleh dilakukan

e. Mengatur posisi bayi kembali

f. Memberikan oksigen bila perlu, untuk mengurangi sianosis.


Memberikan oksigen dengan kateter nasal dengan kecepatan
aliran kurang dari 2 liter per menit. Pada bayi muda, dosis 0,5 liter
permenit adalah yang paling sering digunakan. Pemberian O2
headbox dengan aliran 5-7 liter permenit untuk mencapai
konsentrasi O2 yang adekuat dan mencegah penumpukan CO2.
Sedangkan aliran 2-3 liter permenit diperlukan untuk mencegah
rebreathing CO2

2. Evaluasi langkah awal. Setelah langkah awal selesai dilakukan dan bayi
sudah diposisikan kembali, dilakukan penilaian pernapasan, frekuensi
jantung dan warna kulit.

10
a. Bila bayi bernapas dan denyut jantung > 100 kali permenit, kulit
berwarna merah muda, selanjutnya bayi perlu perawatan suportif
b. Bila bayi masih tidak bernapas (apnea) atau denyut jantung <100
kali permenit, bayi memerlukan tindakan selanjutnya, yaitu
ventilasi tekanan positif dengan cara:
 Memasang sungkup dan memperhatikan perlekatan pada
sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.
 Melakukan ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernapas, apabila
dada bayi mengembang, melakukan ventilasi 20 kali dengan
tekanan 20 cm air dalam 30 detik
 Melakukan penilaian pernapasan bayi apakah bayi sudah
menangis, bernapas spontan dan teratur atau belum

3. Asuhan Pascaresusitasi. Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur,


warna kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan
tonus otot atau bergerak aktif, bayi menangis dan bernapas normal
sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi, kemudian melakukan
asuhan – asuhan pascaresusitasi antara lain

a. Melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini). Penting sekali untuk


melakukan Inisiasi Menyusu Dini dalam satu jam setelah bayi
lahir. Bila bayi sudah bernapas normal, lakukan kontak kulit bayi
dan kulit ibu dengan cara meletakkan bayi di dada ibu dalam
posisi bayi tengkurap, kepala bayi menghadap dada ibu di antara
kedua payudara, sedikit di bawah puting, lalu selimuti keduannya
untuk menjaga kehangatan. Ibu dianjurkan selama sekitar 1 jam
untuk memberikan dorongan bayi untuk menyusu, sambil
menunggu bayinya meraih puting susu secara mandiri. Biasanya
berhasil menyusu menit ke 30-60.
b. Konseling
 Menganjurkan ibu sesering mungkin memberi ASI kepada
bayinya. Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak
energi
 Menganjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi
 Memberikan vitamin K, pemeriksaan fisik, pemberian antibiotik
jika perlu.
 Melakukan pemantauan seksama terhadap bayi
pascaresusitasi dengan cara:

11
1. Memperhatikan tanda- tanda kesulitan bernapas pada bayi
yaitu dengan ciri- ciri : napas megap-megap, frekuensi
napas ± 60x/menit, bayi kebiruan atau pucat, bayi tanpak
lemas
2. Menjaga agar bayi tetap hangat dengan cara memandikan
bayi hingga 6- 24 jam setelah bayi lahir. (Kosim, 2008 ;
Marmi dan Kukuh, 2012 ; Saifuddin, 2009)
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
a.   Tindakan umum
1)   Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu
tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga
kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan
suhu BBL dengan

 Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.


 Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
 Bungkus bayi dengan kain kering.
2)   Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion,
kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3)   Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini
berfungsi memperbaiki ventilasi.
b.   Tindakan khusus
1)   Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
 Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O 2 secara langsung
dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan
O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah
terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli.
Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari
mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
 Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
 Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang
dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas
buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan
12
untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks
jika  tindakan ini dilakukan bersamaan.
 Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-   1 cc secara
intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB
secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
2)   Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR   1 menit.
 Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung,
O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala
dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung
dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam
frekuensi 20 x/ menit.
 Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi
dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke
depan, sebelum mulut penolong diisi O 2 sebelum peniupan, peniupan
dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
 Tindakan lain dalam resusitasi
1)   Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada
bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang
mendapatkan anastesia dalam persalinan.
2)   Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh
penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama
proses persalinan
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain
a.  Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut
3) Bersihkan badan dan tali pusat.
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :
1) Bersihkan jalan napas.
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.

13
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

14
 Cara Resusitasi
Langkah-Langkah Resusitasi
1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi
dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2) Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang
datar.
3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah
bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan
mengusap-usap punggung bayi.
6) Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna
kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen.
Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi tekanan positif.
a) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
b) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O 2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi
tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke
mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x / menit.
c) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil
kalikan 10.
1. 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
2. 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
3. 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV,
disertai kompresi jantung.
4. < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
5. Kompresi jantung
6. Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah
3 : 1, ada 2 cara kompresi jantung :
a) Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
b) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain
menahan belakang tubuh bayi.
7. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi
dada.
8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV
sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.

15
9. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat
epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan
obat.
11. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai
dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
12.  Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak
rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat
dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2 menit. (Wiknjosastro,
2007) .    
13. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

 Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,
kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah:
1. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi
dapat terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi
atau asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum
2. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
– Alat pemanas siap pakai – Oksigen
– Alat pengisap
– Alat sungkup dan balon resusitasi
– Alat intubasi
– Obat-obatan

 Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif :


1. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan
2. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien
3. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi
4. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien
5. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.

16
D. DOKUMENTASI
1. Rekam medis pasien
2. Ceklist layanan Bayi
3. Regester poned
4. Buku KIA
5. Kohord Bayi
6. Laporan bulanan
7. Penilaian kinerja puskesmas

17
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, P. 2002. Praktisi Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka

Sarwono, P. 1992. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Mochtar, R. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta : EGC

Mochtar, R. 1998. Obstetric Fisiologis. Jakarta : EGC

Mochtar, R. 1998. Obstetric Patologi. Jakarta : EGC

Dep. Kes. RI. 2005.  Asuhan Persalinan Normal. Jakarta

Dep. Kes. RI. 2007. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

FKUI. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika

Hidayat, A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Ladewig, P. 2006. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Jakarta:


EGC.

Meadow, R. dan Newell, S. 2005. Lectrure Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga.

Nelson, J. 1994. Ilmu  Kesehatan  Anak, Jilid I. ECG. Jakarta.

Saifuddin, A. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Saifuddin, A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Short, JR, Alih bahasa Eric Gultom. 1994. Iktisar Penyakit Anak. Binarupa Aksara.
Jakarta.

18
Sujono, A. 1998. Penatalaksanaan Neonatus Resti. EGC. Jakarta.

Surasmi, A. dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC

Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC


asidosis (Hajjah, 2012).

19

Anda mungkin juga menyukai