Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA
A. Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia
pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya disertai dengan
keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat terjadi karena kurangnya
kemampuan organ pernapasan bayi dalam menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan
paru (Sudarti dan fauzizah, 2013).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Jumiarni, Mulyati, & Nurlina, 2016).
B. Klasifikasi
1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mild Moderate asphyksia/asphyksia sedang”
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asphyksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

C. Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia  neonatorum terjadi karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan
dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung
secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro, 2010,
hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan karbonmonoksida
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan komplikasi
anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada uterus gravid
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya tetani
uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan
d. Pemisahan plasenta prematur
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau pembentukan
simpul pada tali pusat
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca maturitas.
(Nelson, 2000, hal 581)
D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat
reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang
terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung.
Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur.
Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode
appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping
terjadinya perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan
basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan
berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara
alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala
sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
< 100 x/
(Frekuensi jantung) Tidak ada > 100 x/ menit
menit
Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat atau 
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)

Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.
APGAR SCORE
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.
Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan
prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar).
E. Tanda Gejala Serta Diagnosa
a. Asfiksia ringan
1). Takipnea dengan napas >60x/menit
2). Bayi tampak sianosis
3). Adanya retraksi sela iga
4). Bayi merintih
5). Adanya pernapasan cuping hidung
6). Bayi kurang aktif
7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif
b. Asfiksia sedang
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun tampak
lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
F. Komplikasi
1. otak : edema otak,perdarahan otak,
2. jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru.
3. ginjal : tubular nekrosis akut.
4. hiperbilirubenimia
G. Pemeriksaan Diagnostik
1.      Analisa Gas darah
2.      Elektrolit  darah
3.      Gula darah
4.      Baby gram (RO dada)
5.      USG (kepala)

1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Vidia dan Pongki, 2016), penatalaksanaan asfiksia sebagai berikut:
1. Tindakan Umum
a. Bersihkan jalan nafas: Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
b. Rangsang refleks pernafasan: Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achilles.
c. Mempertahankan suhu tubuh.

2. Tindakan Khusus
a. Asfiksia Berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa endotrakeal.
Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O 2. O2 yang
diberikan tidak lebih 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan
massage jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80-100
x/menit.
b. Asfiksia Sedang/Ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila
gagal lakukan pernafasan kodok (Frog Breathing) 1-2 menit yaitu kepala bayi
ekstensi maksimal beri O2 1-21/menit melalui kateter dalam hidung, buka tutup
mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atasbawah secara teratur 20 x/menit

J. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

A.    Pengkajian
1.    Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa, jumlah saudara
dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan dengan
diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2.   Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak nafas
3.   Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, aterm, letak bayi belakang kaki
atau sungsang
4.   Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh terutama lambung
belum sempurna, selain itu juga bertujuan untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumonia
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan b.a.b karena organ tubuh terutama pencernaan belum
sempurna
c. Kebersihan diri
Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama saat b.a.b dan b.a.k,
saat b.a.b dan b.a.k harus diganti popoknya
d. Pola tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak nafas
5.   Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas, pergerakan
tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura belum
menutup dan kelihatan masih bergerak
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
g. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi pernafasan yang
cepat
h. Neurology / reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)
6.   Gejala dan tanda
a. Aktifitas; pergerakan hyperaktif
b. Pernafasan ; gejala sesak nafas Tanda : Sianosis
c.  Tanda-tanda vital; Gejala hypertermi dan hipotermi Tanda : ketidakefektifan
termoregulasi
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien asfiksia neonatorum :
a. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
b. Risiko Infeksi (D.0142)
c. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)
d. Pola napas tidak efektif (D.0005)

Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa (SDKI)
SLKI SDKI

1. Pola napas tidak efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0005) Tujuan :
1. Observasi
Setelah dilakukan
o Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
tindakan keperawatan upaya napas
selama 1x24 jam o Monitor pola napas (seperti bradipnea,
diharapkan Pola Napas takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Membaik dengan, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
Kriteria Hasil : o Monitor kemampuan batuk efektif
- Dipsnea menurun (1-5) o Monitor adanya produksi sputum
- Penggunaan otot bantu o Monitor adanya sumbatan jalan napas
napas menurun (1-5) o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Pernapasan cuping o Auskultasi bunyi napas
hidung menurun (1-5) o Monitor saturasi oksigen
- Frekuensi napas o Monitor nilai AGD
membaik (1-5) o Monitor hasil x-ray toraks
2. Terapeutik
o Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
o Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Menejemen Jalan Napas (I. 01011)


 Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- Penghisapan endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsepMcGill
- Berikan oksigen, jika perlu
 Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2 Risiko Defisit Nutrisi Stastus Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0032) Tujuan :  Observasi
Setelah dilakukan - Identifikasi status nutrisi
tindakan keperawatan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
selama 1x24 jam - Identifikasi makanan disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
diharapkan Status
nutrient
Nutrisi Membaik,
- Identifikasi perlunya penggunaan
dengan nasogastric
Kriteria Hasil : - Monitor asupan makanan
- Porsi makanan yang - Monitor berat badan
dihabiskan meningkat - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
(1-5)  Terapeutik
- Kekuatan otot - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
pengunyah meningkat perlu
(1-5) - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,
- Kekuatan otot menelan piramida makanan)
meningkat (1-5) - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
- Berat badan membaik yang sesuai
(1-5) - Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Hentikan pemberian makan melalui
nasogatrik, jika asupan oral dapat
ditoleransi
 Edukasi
- Anjurkan posisi duduk
- Ajarkan diet yang diprogramkan
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan
3 Risiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Tujuan :  Observasi
Setelah dilakukan - Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
tindakan keperawatan iskemik
selam 1x24 jam  Terapeutik
diharapkan Tingkat Batasi jumlah pengunjung
Infeksi Menurun - Berikan perawatan kulit pada area edema
dengan, - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Kriteria Hasil :
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien
- Demam Menurun (1-5) berisiko tinggi
- Kemerahan Menurun (1-
 Edukasi
5)
- Nyeri Menurun (1-5) - Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Bengkak Menurun (1-5)
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi

4 Gangguan pertukaran Pertukaran Gas Terapi Oksigen (I.01026)


(L.01003)  Observasi
gas (D.0003)
Tujuan : - Monitor kecepatan aliran Oksigen
Setelah dilakukan - Monitor posisi alat terapi Oksigen
- Monitor aliran Oksigen secara periodic dan
tindakan keperawatan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
selama 1x24 jam - Monitor efektifitas terapi oksigen (mis,
diharapkan Pertukaran oksimetri, analisa gas darah)
Gas Meningkat, - Monitor kemampuan melepaskan oksigen
dengan saat makan
Kriteria Hasil - Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen
- Tingkat kesadaran
dan atelectasis
meningkat (1-5)
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
- Dipsnea menurun (1-5)
oksigen
- Bunyi napas tambahan
- Monitor integritas mukosa hidung akibat
menurun (1-5)
pemasangan oksigen
- Pola napas membaik (1-
5)  Terapeutik
- Bersikan secret pada mulut, hidung dan
trakea
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Siapkan dan atur peralatan pemberian
oksigen
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien
ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktivitas dan/atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtias, RW. Konsep Dasar Asfiksia Neunatorum. Diambil dalam.


http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/4355/4/4.%20Chapter%202.pdf dan
http://repository.unimus.ac.id/1310/3/5.%20BAB%20II.pdf

Kasidi. 2018. Laporan Pendahuluan Asfiksia Neunatorum. Diambil dalam


http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/468/3/Bab%20II.pdf

Rahmah, Mutiara. Laporan Pendahuluan Asfiksia. Diambil dalam


https://id.scribd.com/doc/159758170/Laporan-Pendahuluan-Asfiksia-doc

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.ids

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai