Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN

ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA BERAT

Oleh:

ANIS ETIKA INDASARI

NIM : 211304004

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA BERAT

A. Definisi
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama
kehamilan atau persalinan.
Asfiksia dalam Kehamilan dapat disebabkan oleh :
 Penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma.

Asfiksia dalam Persalinan dapat disebabkan oleh :

 Partus lama, Ruptura uteri yang membakat, tekanan terlalu kuat kepala anak
pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat
pada waktunya, plasenta, solusia plasenta, placenta (serotinus).

(NANDA Nic Noc, 2015)

B. Etiologi
Menurut NANDA Nic Noc (2015), asfiksia dapat terjadikarena beberapa factor,
yaitu :
1. Faktor Ibu
a. Hipoksia Ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah fetus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada :
 Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
 Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll.
c. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati,ketuban pecah dini, infeksi
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya abruption plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
Selain itu factor asfiksia dapat dipengaruhi meconium kental, prematuritas,
dan persalinan ganda.
4. Faktor Lama Persalinan
Persalinan yang lama,VE, kelainan letak, serta operasi Caesar.
5. Faktor Neonatus
Depresi pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal
yaitu pemakaian obat anestesi/analgetik yang berlebihan pada ibu secara
langsung, trauma pada saat persalinan sehingga dapat mengakibatkan
perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul berupa :
1. Asfiksia ringan
a. Takipnea dengan napas >60x/menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f. Bayi kurang aktif
g. Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
positif
2. Asfiksia sedang
 Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
 Usaha napas lambat
 Adanya pernapasan cuping hidung
 Adanya retraksi sela iga
 Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
 Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
 Bayi tampak sianosis
 Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses persalinan
3. Asfiksia berat
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
b. Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela iga
c. Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
d. Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.

D. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat jika frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama
asfiksia berat.
Cara menilai tingkatan APGAR score dengan :
1) Menghitung frekuensi jantung.
2) Melihat usaha bernafas.
3) Menilai tonus otot.
4) Menilai reflek rangsangan.
5) Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruhtubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
(Frekuensi jantung) Tidak ada <100x/menit > 100 x/ menit

Grimance
Batuk/Bersin/Mena
(reflek) Tidak ada Menyeringai
ngis

Activity Fleksi
Tidak Ada Fleksi kuat, gerak
(tonus otot) ekstremitas
Gerakan aktif
(Lemah)
Lambat atau 
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)

E. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi
lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus
menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz,
2009)

F. Pathway

Persalinan lama, lilitan Paralisis pusat Faktor lain: anastesi,


tali pusat, presentasi pernafasan obat-obatan narkotik
janin abnormal
Asfe
ksia

Janin kekurangan Paru-paru terisi


O2 cairan

Suplai O2 ke
CO2 paru menurun Ketidakefektifan G3 metabolisme
meningkat bersihan jalan & perubahan asam
nafas basa

Nafas
Kurasakan
cepat
otak Aasidosis
respiratorik
Ap
Resiko
neu
cidera
G3 perfusi
ventilasi
Ketidakefektifan
pola nafas
Gangguan
pertukaran gas

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2010), yaitu:
1. Denyut Jantung Bayi
Frekuensi denyut jantung normal pada bayi yaitu sekitar 120 dan 160 kali
selama satu menit. Apabila frekuensi denyut jantung turun sampai dibawah
100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan
tanda bahaya bagi bayi
2. Analisa Gas Darah
3. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb
15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
4. Baby gram (RO dada)
5. USG (kepala)

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Aziz Hidayat (2009), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat
b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
c) Bersihkan badan dan tali pusat.
d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
a) Bersihkan jalan napas.
b) Berikan oksigen 2 liter per menit.
c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
a) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c) Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d) Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Berisi nama pasien, umur, jeis kelamin, agama, suku, tanggal masuk,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggungjawab
Berisi nama penanggung jawab pasien dan hubungan dengan pasien.
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat masuk RS dan saat ini)
Keluhan yang paling dasar atau utama yang pasien katakana
2) Alasan masuk RS dan perjalanan penyakit saat ini
Perjalanan penyakit dan alasan saat pasien masuk Rumah Sakit yang
dimulai dari pasien masuk IGD, kemudian masuk bangsal sampai saat
dilakukan pengkajian.
b. Status kesehatan masa lalu
Berisikan riwayat kesehatan pasien, apakah sebelumnya pasien pernah
dirawat di rs atau tidak, dan riwayat alergi terhadap makanan atau obat-
obatan. Serta kebiasaan merokok, kopi, alkohol dan lain sebagainya.
3. Pola kebutuhan dasar ( data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)
a. Pola persepsi dan managemen kesehatan
Jika pasien sakit biasanya langsung periksa ke tempat pelayanan kesehatan
atau tidak, apakah pasien menganggap kesehatan itu penting.
b. Pola nutrisi-metabolik
Apakah pasien nafsu untuk makan, porsi makan rumah sakitnya apakah
habis, kalau dimakan berapa ukurannya, bagaimana pola minumnya, habis
berapa gelas setiap hari.
c. Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pasien, bagaimana teksturnya, bentuknya
dan warnanya.
d. Pola aktivitas dan latihan
Saat beraktivitas (saat sakit) seperti makan minum,berpakaian, mandi dan
berpindah apakah membutuhkan bantuan atau mandiri.
e. Pola tidur dan istirahat ( sebelum sakit dan saat sakit )
Bagaimana pola tidur pasien, berapa lama pasien tidur, jika tidak bisa tidur
karena faktor apa.
f. Pola peran-hubungan ( sebelum sakit dan saat sakit )
Bagaimana hubungan pasien dengan keluarganya dan apakah pasien tahu
peranannya dalam keluarganya.
4. Kajian khusus pediatric
a. Riwayat prenatal
Lama kehamilan, masalah selama kehamilan, cara lahir, BBL, dan
penyakit saat kehamilan.
b. Riwayat postnatal
Lama pemberian ASI, riwayat imunisasi, dan tumbuh kembang.
c. Antropometri
Berat badan, tingi badan, dan indeks masa tubuh.
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda Vital
Pada umunya terjadi peningkatan respirasi
c. Kepala dan leher
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak
d. Mata
Bagaimana konjungtivanya, apakah cekung, apakah anemis, bagaimana
reflek cahayanya dan bagaimana mukosa bibirnya.
e. Hidung
Sering didapatkan adanya pernafasan cuping hidung.
f. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekwensi
pernafasan yang cepat
g. Integumen
Pada kulit biasanya terdapat sianosis
h. Ektremitas
Apakah ada luka, ada bengkak, ada lesi, jika ada letaknya dimana,dan
lebarnya berapa.
Langkah Pemeriksaan :
1) Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan ( mata atau kaca pembesar).
2) Palpasi
Teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba: tangan, dan
jari untuk mendeteksi ciri-ciri jaringan atau organ seperti temperature,
bentuk,ukuran, kelembapan dan penonjolan.
3) Perkusi
Pemeriksaaan dengan cara mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh yang lain, yang
menghasilkan suara yang bertujuan untuk mengidentifikasi
batas/lokasi dan konsistensi jaringan
a) Suara perkusi normal
i. Sonor (resonan): pada jaringan paru yang normal, umumnya
bergaung dan bernada rendah.
ii. Dullness: dihasilkan diatas jantumg dan paru.
iii. Tympany: dihasilkan diatas perut yang berisi udara.
b) Suara perkusi abnormal
 Hiperresonan: lebih rendah dari resonan seperti paru abnormal
yang berisi udara.
 Flatness: nada lebih tinggi dari dullness, seperti perkusi pada
paha, dan pada bagian jaringan lainnya.
4) Auskultasi
Pemeriksaaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat stetoskop,
yang didengar kan yaitu suara nafas, bunyi jantung, suara nafas dan
bising usus.
a) Suara nafas normal
 Bronchial atau tubular sound seperti suara dalam pipa, keras,
nyaring, dan hembusan lembut.
 Bronkovesikuler sebagai gabungan antara suara nafas
bronchial dengan vesikuler.
 Vesikuler terdengar lembut, halus, seperti hembusan angin
sepoi-sepoi.
Jenis suara tambahan
i. Wheezing: suara nyaring,musical, terus-menerus akibat jalan
nafas yang menyempit.
ii. Ronchi: suara mengorok karena adanya sekresi kental dan
peningkatan produksi sputum.
iii. Pleural friction rub: suara kasar, berciut, dan seperti gesekan
akibat gesekan akibat inflamasi dalam pleura, nyeri saat
bernafas.
iv. Cracles:
 Fine cracles: suara meletup akibat melewati daerah
alveoli, seperti suararambut digesekkan.
 Coars crales: lemah, kasar, akibat ada cairan dijalan
saluran pernafasan yang besar. Berubah jika pasien
batuk.
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan sinar X-Ray

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan aliran darah ke alveoli, alveolar
edema
3. Resiko syndrome kematian bayi mendadak b.d prematuritas organ
4. Resiko cidera b.d hipoksia jaringan
(Amin dan Hardhi, NANDA NIC-NOC jilid 1, 2015)
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas,
pola nafas b.d tindakan selama 3x24 gunakan teknik chin
hiperventilasi jam diharapkan lift atau jaw thrust bila
ketidakefektifan pola perlu
nafas dapat teratasi 2. Posisikan pasien untuk
dengan kriteria hasil : memaksimalkan
a. Menunjukan jalan ventilasi
nafas yang paten 3. Identifikasi pasien
(klien tidak merasa perlunya pemasangan
tercekik, irama alat jalan nafas buatan
nafas, frekuensi 4. Monitor respirasi dan
pernafasan dalam status O2
rentang normal, 5. Keluarkan sekret
tidak ada suara dengan batuk atau
nafas abnormal) suction
b. TTV dalam rentang 6. Atur intake untuk cairan
normal mengoptimalkan
keseimbangan
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Buka jalan nafas,
pertukaran gas b.d tindakan selama 3x24 gunakan teknik chin lift
gangguan aliran jam diharapkan atau jaw thrust bila
darah ke alveoli, gangguan pertukaran perlu
alveolar edema gas dapat teratasi, 2. Posisikan pasien untuk
dengan kriteria hasil: memaksimalkan
a. Mendemonstrasikan ventilasi
peningkatan 3. Identifikasi pasien
ventilasi dan perlunya pemasangan
oksigen yang alat jalan nafas buatan
adekuat 4. Monitor respirasi dan
b. Memelihara status O2
kebersihan paru-
paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
c. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
3. Resiko syndrome Setelah dilakukan 1. Ajarkan untuk
kematian bayi tindakan keperawatan mengubah posisi bayi
mendadak b.d selama 3x24 jam terlentang saat tidur
prematuritas diharapkan resiko 2. Anjurkan orang tua
organ syndrome kematian bayi atau pengasuh
mendadak dapat teratasi menghindari
dengan kriteria hasil : penggunaan perhiasan
1. Menjaga keamanan pada bayi
atau mencegah 3. Kaji factor resiko
cedera fisik anak prenatal seperti usia
dari lahir hingga ibu terlalu muda
usia 2 tahun 4. Ajarkan pada orang
2. Indek usia tua atau pengasuh
kandungan antara bagaimana mencegah
24 dan 37 minggu jatuh.
(aterm)
3. RR 30-60x/menit
4. Mampu berinteraksi
dengan pengasuh
4. Resiko cidera b.d Setelah dilakukan 1. Menyediakan
hipoksia jaringan tindakan keperawatan lingkungan yang
selama 3x24 jam aman bagi klien
diharapkan resiko cidera 2. Mengidentifikasi
dapat teratasi dengan kebutuhan keamanan
kriteria hasil : pasien, sesuai kondisi
1. Klien terbebas dari fisik dan kognitif
cidera pasien
2. Keluaarga klien 3. Menghindaran
dapat mengetahui lingkungan yang
factor penyebab berbahaya
cidera 4. Menyediakan tempat
3. Keluarga klien tidur/inkubator yang
mampu nyaman dan bersih
menjelaskan factor 5. Mengontrol
resiko dari lingkungan dari
lingkungan/perilaku kebisingan
personal

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan.
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan
mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang
tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2. Tindakan keperawatan kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan
anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama
yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Pada tahap evalusi ini juga mengacu pada perbandingan yang sistematis
dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan asfeksia sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien asfeksia
sebagai berikut:
1. Jalan nafas lancar.
2. Pola nafas menjadi efektif.
3. Kebutuhan O2 bayi terpenuhi.
4. Tidak terjadi komplikasi (infeksi).
5. Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu.
DAFTAR PUSTAKA

.Nuarif, Amin Huda.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid I 2015. Yogyakarta
:Mediaction

Hidayat, Aziz. 2009. Pengaturan Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai