DENGAN ASFIKSIA
OLEH:
2. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya asfiksia terdiri dari faktor keadaan ibu, faktor keadaan
tali pusat, faktor plasenta, faktor janin, faktor keadaan bayi.
a. Faktor-faktor dari pihak janin yaitu:
1) Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.
2) Defresi pernafasan karena obat-obat anastesi analgetik yang diberikan
kepada ibu, pendarahan intra kranial, dan kelainan bawaan (hernia
daifragmatika, atresia saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru).
b. Faktor-faktor dari pihak ibu
1) Gangguan HIS
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya pada plasenta
previa
3) Hiperteni pada eklmpsia
4) Gangguan pada plasenta
c. Faktor neonatus
1) Trauma persalinan, perdarahan rongga tengkorak.
2) Kelainan bawaan, hernia diafragmatik atresia atau stenosis jalan nafas
(Ridha, 2014)
d. Faktor plasenta
1) Infark plasenta adalah terjadinya pemadatan plasenta, nuduler dan keras
sehingga tidak berfungsi dalam pertukaran nutrisi.
2) Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
korpus uteri sebelum jalan lahir. Biasanya terjadi pada trimester III,
walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam kehamilan.
3) Plasenta previa
Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagaian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas uterus
e. Faktor keadaan bayi
1) bayi prematur (kehamilan kurang dari 37 minggu)
2) persalinan patologis (presentasi bokong, gemeli, distosia bahu, ekstrasi
vakum, forsep.
3) Aspirasi mekonium pada air ketuban bercampur mekonium (warna
kehijauan) (Dewi, 2013).
3. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa
hamil dan persalinan.Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan Asfiksia ringan
yang bersifat sementara.Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kompereseptor pusat pernafasan akan terjadi usaha berlanjut pernafasan
teratur.Sifat asfiksia yang ringan ini tidak berpengaruh buruk karena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya.Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
transportasi O2 selama kelahiran atau persalinan,maka terjadilah asfiksia yang
lebih berat.Keadaan ini akan dapat membaik atau tidak,tergantung pada berat dan
dalamnya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatua periode apnea (berhenti
bernafas),disertai dengan penurunan frekuensi jantung.Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
ada dalam periode apnea. Pada tingkat ini disamping perlahannya frekuensi
jantung ditemukan pula penurunan tekanan darah.Disamping itu ada perubahan
klinis yang akan terjadi berupa gangguan metabolisme dan pertukaran gas oksigen
(O2) mungkin hanya menimbulkan asidosis resfiratorik meningginya tekanan
oksigen (O2) dalam darah dan bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan
terjadi proses metabolisme anaerobic yang kemudian dapat menyebabkan
timbulnya asidosis metabolic, selanjutnya terjadi perubahan kardiovaskuler.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk tehadap
sel otak. Kerusakan yang terjadi dapat menimbulkan kematian atau kehidupan
dengan gejala sisa (squele).Mengenal dengan tepat perubahan-perubahan di atas
sangat penting, karena hal itu merupakan manisfestasi daripada tingkat asfiksia.
Tindakan yang dilakukan hanya akan dapat berhasil dengan baik bila perubahan
yang terjadi dikoreksi secara adekuat. Dalam praktek,menentukan tingkat asfiksia
bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinik yang
cukup(Ridha, 2014).
4. Pathway
Resiko Termoregulasi Persalinan lama, Faktor lain seperti
lilitan tali pusat, anastesi, obat-obatan
z Tidak Efektif presentase janin anastesi analgetik
abnormal
Akumulasi cairan
dalam paru Risiko Infeksi
6. Komplikasi
Komplikasi dari asfiksia neonatorum meliputi berbagai organ yaitu :
a. Otak: mengakibatkan hipoksia iskemik ensefalopati, edema serebri
b. Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan
paru, dan edema paru.
c. Gastrointestinal: enterokolitis nekrotikans
d. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh
e. Hematologi: DIC
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dengan klien asfiksia antara lain:
a. Analisa gas darah
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala) (Nurarif & Kusuma, 2015).
8. Penilaian Agar Score
Penilaian secara apgar mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas
bayi baru lahir. Untuk lebih jelasanya mengenai apgr score trelihat pada tabel
dibawah ini.
Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100x/menit >100x/menit
jantung
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat
bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
fleksi
Reflek Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melawan
Warna Biru/pucat Tubuh Seluruh tubuh
kemerahan kemerahan
ektremitas biru
Penilaian keadaan bayi secara penilaian apgar (Kristiyanasari, 2011).
Nilai apgar biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir lengkap dan bayi
telah diberi lingkungan yang baik serta pengisapan lendir telah dilakukan
dengan sempurna. Nilai apgar dilakukan semenit pertama yang digunakan
sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Penilaian apgar selanjutnya
dimulai lima menit setelah bayi lahir dan berkolerasi erat dengan kematian dan
kesakitan neonatus. Dalam menghadapi bayi dalam asfiksia berat, dianjurkan
untuk menilai secara tepat, menghitung frekuensi jantung dengan meraba
hipisternum atau arteri tali pusat dan menentukan apakah jumlah lebih atau
kurang dari 100x/menit, menilai tonus otot baik/buruk, dan lihat warna kulit.
Atas dasar penilaian klinis diatas, asfiksia pada bayi baru lahir dapat dibagi
menjadi tiga diantaranya sebagai berikut:
a. Nilai apgar 7-10 disebut asfiksia ringan
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
b. Nilai apgar 4-6 disebut asfiksia sedang
Biasanya didapatkan frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, biru, refleks masih ada.
c. Nilai apgar 0-3 disebut asfiksia berat
Didapatkan frekuensi jantung < 100x/menit, tonus otot buruk, biru, dan
kadang-kadang pucat, refleks tidak ada.
9. Penatalaksanaan
Bayi baru lahir dapat memulai pernafasan biasa. Penatalaksanaan terhadap
asfiksia neonatorum adalah dengan tindakan umum dan dan tindakan khusus.
a. Tindakan umum
1) Bersihkan jalan nafas
Bersihkan jalan nafas. Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender
mudah mengalir. Bila perlu menggunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lender saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan. Dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal,
dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2.
Tekanan O2 yang diberikan tidak 30cm H-20. Bila pernafasan spontan tidak
timbul, lakukan message jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan
sternum 80-100 kali permenit.
2) Asfiksia sedang/ringan
Pasang reflek pernafasan (hisap lender, rangsang nyeria) selama 30-60 detik.
Bila gagal, lakukan pernafasan dengan kepala bayi ekstensi maksimal beri
O2 1-2 liter permenit melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan
hidung serta gerakan dagu keatas-bawah secara teratur 20 kali permenit.
3) Penghisapan cairan lambung untuk mencegah regutasi(Nurhayati, 2009).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan
nafas agar tetap baik sehingga oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap
baik. Cara pelaksanaan resusitasi sesuai dengan tingkatan asfiksia, antara
lain:
a) Pada asfiksia ringan (APGAR skor 7-10) tindakan yang dilakukan
antara lain:
i. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
ii. Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
iii. Bersihkan badan dan tali pusat.
iv. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukkan ke
dalam inkubator.
b) Asfiksia Sedang (APGAR skor 4-6) tindakan yang dilakukan antara
lain:
i. Bersihkan jalan nafas
ii. Berikan oksigen 2 liter per menit
iii. Rangsang pernafasan dengan menepuk telapak kaki belum direaksi,
bantu pernafasan dengan melalui masker (ambubag)
iv. Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4
cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk
mencegah tekanan intra kranial meningkat.
c) Asfiksia Berat (APGAR skor 0-3)
i. Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
ii. Berikan oksigen 4-5 liter per menit
iii. Bila tidak berhasil lakukan EET
iv. Bersihkan jalan nafas melalui ETT
v. Apabila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak
4cc (Hidayat, 2008).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Dalam wawancara dengan penderita (ibu) menanyakan ataupun mengkaji
1) Adanya riwayat usia kehamilan kurang bulan
2) Adanya riwayat air ketuban bercampur mekonium
3) Adanya riwayat lahir tidak bernafas atau tidak menangis
4) Adanya gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat,
sungsang, ekstraksi forcep)
b. Pemeriksaan fisik
Pada saat pemeriksaan bayi ditemukan:
1) Bayi tidak bernafas atau menangis
2) Denyut jantung kurang dari 100x/menit
3) Tonus otot menurun
4) Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa
mekonium pada tubuh bayi (Nurhayati, 2009).
Pengkajian yang didapatkan pada asfiksia neonatorum yaitu adanya
pernafasan yang cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat, reflek
lemah, warna kulit biru/pucat. Pada penilaian apgar score menunjukkan
adanya asfiksia ringan, sedang ataupun berat (Hidayat, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin kekurangan O 2 dan
kadar CO2 meningkat ditandai dengan nafas cepat, apneu.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan paru-paru berisi
cairan secret ditandai dengan suara nafas tambahan, sesak nafas, adanya
secret berlebihan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis respiratorik
ditandai dengan nafas cuping hidung, sianosis, dan hipoksia.
4. Risiko termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan oksigen
meningkat ditandai dengan perubahan suhu tubuh.
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan akumulasi secret dalam paru.
6. Risiko Cedera berhubungan dengan suplai oksigen ke paru menurun
ditandai dengan hipoksia jaringan.
7. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan intake nutrisi terganggu
ditandai dengan ketidakadekuatan suplai ASI dan ketidakadekuatan refleks
menghisap bayi.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin kekurangan O 2 dan
kadar CO2 meningkat ditandai dengan nafas cepat, apneu.
Kriteria hasil:
Pola nafas efektif
Respirasi 30-60x/menit
Tidak ada sianosis, sesak, ronchi, dan wheezing
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan paru-paru berisi cairan
secret ditandai dengan suara nafas tambahan, sesak nafas, adanya secret
berlebihan.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Posisi pasien nyaman
Pasien tidak muntah
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis respiratorik ditandai
dengan nafas cuping hidung, sianosis, dan hipoksia.
Kriteria hasil:
Gangguan pertukaran gas teratasi
Pasien dapat bernapas normal (16-24 x/menit)
Tidak ada hambatan dalam pernapasan
Status pernapasan adekuat
d. Risiko Infeksi berhubungan dengan akumulasi secret dalam paru.
Kriteria hasil:
Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Jumlah leukosit (WBC) normal 4.00 – 20.00
e. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kebutuhan oksigen meningkat
ditandai dengan perubahan suhu tubuh.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital dalam batas normal. Suhu 36-37˚C, Nadi
100-160x/menit, Respirasi 16-24x/menit
Akral hangat
f. Risiko Cedera berhubungan dengan suplai oksigen ke paru menurun ditandai
dengan hipoksia jaringan.
Kriteria hasil:
Pasien aman dan nyaman
g. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan intake nutrisi terganggu ditandai
dengan ketidakadekuatan suplai ASI dan ketidakadekuatan refleks menghisap
bayi.
Kriteria hasil:
Pasien mendapatkan energi sesuai dengan kebutuhan
Dapat menghisap dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, VNL. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
Kristiyanasari, Weni. 2011. ASI, Menyusui & SADARI. Jakarta: Nuha Medika.
Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar.