Anda di halaman 1dari 7

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA ASFIKSIA ”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

NUR ALFIANA DAMAYANTI : 21906029

UTAMI KAMAYANTI SAPUTRI : 21906038

SELVI AYU ANDINI : 21906003

YONARTI SULU PADANG IPANG : 21906036

DIAN LESTARI : 21906015

RISMAN KADIR : 21906030

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN MAKASSAR (STIKMA)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN ASFIKSIA

Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(Sofian, 2012).

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).

Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010).

Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan janin (fetal distress)
intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi
janin sehingga menimbulkan perubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob,
yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2 (Manuaba, 2008).

B. KLASIFIKASI ASFIKSIA
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration)
asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu (Nurarif & Kusuma, 2013):

1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3


2. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (asfiksia ringan) dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
C. ETIOLOGI

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang
mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru
lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
c) Kelainan bawaan (kongenital)
d) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

D. MANIFESTASI KLINIS
Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013) :

1. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan umum
normal denyut janin berkisar antara 120-160 x/menit dan selama his frekuensi ini
bisa turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his.
2. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O 2 merangsang
usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
3. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2
karena asidosis menyebabkan turunnya pH.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik (Manuaba, 2008):
a) Foto polos dada: untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung dan
kelainan paru, ada tidaknya aspirasi mekonium.
b) USG (kepala): Untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular,
dan vertikular.
2. Pemeriksaan Laboratorium:
a) Analisa gas darah: PaO2 di dalam darah berkurang.
b) Elektrolit darah: HCO3 di dalam darah bertambah
c) Gula darah: Untuk mengindikasikan adanya pengurangan cadangan glikogen
akibat stress intrauteri yang mengakibatkan bayi mengalami hipoglikemi.
d) Baby gram: Berat badan bayi lahir rendah < 2500 gram

F. PATOFISIOLOGI
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu,
maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan sistem organ
vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian (Manuaba,
2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka
timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang (Manuaba, 2008).

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang
dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai menurun, dan
bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi
dengan pernafasan buatan tidak di mulai segera (Manuaba, 2008).
PATHWAY ASIFIKSIA

Maternal Plasenta Tali pusat


Uterus
Janin

ASFIKSIA (sedang, berat)

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi mekonium, air ketuban)
& kadar CO2 meningkat

Ketidakefektifan bersihan jalan napas


Gangguan metabolism & perubahan asam basa

Napas cepat Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik

Apneu
Hipoksia organ (jantung, otak paru) Gangguan perfusi-ventilasi

Kerusakan otak

DJJ & TD ↓ sianosis


Napas cuping hidung, sianosis, hipoksia

Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Kematian bayi


nin tidak bereaksi terhadap rangsangan

Gangguan pertukaran gas


Proses keluarga terhenti

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh


Risiko Cidera
Akral dingin

Risiko Sindrom kematian bayi mendadak

Ketidakefektifan pola napas


G. PENCEGAHAN ASFIKSIA
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau
meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya
ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus
dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan
satu intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah
akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat
istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas
sektoral yang saling terkait (Mansjoer, 2007).
Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga
kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Perlu diperhatikan:
a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta pemberian
pituitarin dalam dosis tinggi.
b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan oksigen dan
darah segar.
c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu lama
pada kala II (Mansjoer, 2007).

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
a) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta III/IV.
b) Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
c) Tali pusat putih dan bergelatin mengandung 2 arteri 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.

3. Makanan/cairan
a) Berat badan: 2500-4000 gram.
b) Panjang badan: 44-45 cm.
c) Turgor kulit elastis (bervarias sesuai gestasi).
4. Neurosensori
a) Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik yang memanjang).
5. Pernafasan
a) Skor APGAR: skor optimal antara 7-10.
b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silindrik thorak:
kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
6. Keamanan
Suhu rentang dari 36,50C -37,5oC. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).
7. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor (misal:
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mingkin ada (penempatan
elektroda internal). (Mansjoer, 2007).

Anda mungkin juga menyukai