Anda di halaman 1dari 16

Halmina Ilyas. S.Kep., Ns., M.

Kep

Antropologi kesehatan

“Masyarakat, rumah sakit dan kebudayaan ”

Disususn oleh kelompok vii

Viralin abas (2106034)

Orpa

Selvi ayuandini

Wenmas

Sekolah tinggi ilmu kesehatan Makassar

Tahun ajaran 2020/2021


Kata pengantar
Assalamualaikum Wr. Wb

Puji serta Syukur kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan nikmat

iman, dan nikmat sehat kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan

Makalah kami “Antropologi kesehatanMasyarakat, rumah sakit dan

kebudayaan ” dengan lancar dan tepat waktu.

Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu “Halmina Ilyas. S.Kep., Ns.,

M.Kep” selaku dosen S1 Keperawatan pada mata kuliah psikososial dan

budaya dalam keperawatan yang telah memberikan tugas ini sehingga

menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni

Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar

pada makalah ini. Oleh karna itu kami mengharapkan agar pembaca 

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu

pengetahuan ini

Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih

positif bagi kita semua.

Sulawesi Tengah 19 Oktober 2020


Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Materi ini merupakan mata kuliah lanjut yang menekankan pada

pemahaman mengenai konsep dasar budaya dan masyarakat melalui ranah

ilmu antropologi. Mengingat bidang ilmu kesehatan masyarakat yang

berkaitan dengan ilmu antropologi atau budaya-budaya yang ada di

masyarakat, sehingga diperlukan pemahaman mengenai budaya masyarakat

yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. (Mahmudah, R. 2016.)

Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunanai asal kata “anthropos”

berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara harfiah

“antropologi” berarti ilmu tentang manusia. Para ahli antropologi (antropolog)

sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi tentang umat

manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang

manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun

pemahaman yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Jadi antropologi

merupakan ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang

mahluk manusia dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya,

masyarakat, dan kebudayaannya. (Mahmudah, R. 2016.) International

Journal Of Research And Development Epra )


Pada makalah ini kami juga akan membahas tentang pandangan

masyarakat terhadap rumah sakit di kaitkan dengan kebudayaan yang ada di

Makassar. Sebagian besar masyarakat dari berbagai lapisan sosial di Kota

Makassar masih mempercayai dukun untuk mengobati penyakitnya. Dukun

mengobati penyakit medis dan non medis (akibat gangguan makhluk halus

berupa jin dan setan) dengan cara-cara tradisional berupa doa-doa, air putih

yang diisi doa-doa, ramuan dari tumbuh-tumbuhan, menekan titik-titik syaraf

pada bagian tubuh, serta kekuatan supranatural. Dukun juga menerapkan

beberapa strategi budaya untuk mempertahankan pasiennya. Pengobatan

tradisional perlu terus dilestarikan karena merupakan salah satu kearifan lokal.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan antropologi kesehatan

masyarakat, rumah sakit dan kebudayan

2. Untuk mengetahui apa hubungan antropologi dengan kesehatan

3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap rumah

sakit di kaitkan dengan budaya di makassar


Bab II

Tinjauan pustaka

A. Devinisi antropologi kesehatan masyarakat, rumah sakit dan kebudayan

1. Antropologi

Secara etimologis antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

manusia. Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunanai asal kata

“anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan

demikian secara harfiah “antropologi” berarti ilmu tentang manusia. Para

ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi

merupakan studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun

generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk

memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang lengkap tentang

keanekaragaman manusia. Jadi antropologi merupakan ilmu yang

berusaha mencapai pengertian atau pemahaman tentang mahluk manusia

dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, dan

kebudayaannya. (Nur Syam)

2. Budaya atau kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu

buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)

diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang

diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. (Leonard Siregar)

Budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan antropologi. Secara

pasti, antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan

istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis dan lain-lain juga memakai

istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga

mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering

digunakan oleh antropologi dan telah tersebar ke masyarakat luas bahwa

antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan

kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh antropologi dalam

pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli antropolgi mempunyai

pengertian yang sama tentang istilah tersebut. (Leonard Siregar)

Salah satu definisi kebudayaan dalam antropologi dibuat seorang ahli

bernama Ralph Linton yang memberikan defInisi kebudayaan yang

berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari

“Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan

tidakhanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih

tinggidan lebih diinginkan”. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai

aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-

kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang

khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. (Leonard

Siregar)
Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan kemampuan-

kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang di dapatkan oleh manusia

sebagai anggota masyarakat (E. B. Taylor).

3. Masyarakat

Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama

manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses

antar hubungan dan antar aksi. Dengan demikian masyarakat dapat

diartikan sebagai wadah atau medan tempat berlangsungnya antar aksi

warga masyarakat itu. (Ahmad Rivai Harahap)

Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang relative mandiri

dengan hidup bersama dalam jangka waktu cukup lama, mendiami suatu

wilayah tertentu dengan memiliki kebudayaan yang sama dan sebagian

besar kegiatan di lakukan dengan berkelompok (Paul B. Horton)

4. Rumah sakit

Rumah sakit adalah gedung tempat menyediakan dan memberikan

pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah kesehatan (KBBI).

Rumah sakit dalam pandangan antropologi kesehatan adalah suatu

organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir serta

sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan


kesehatan, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta

pengobatan penyakit yang di derita oleh pasien. (Ahmad Rivai Harahap)

Berdasarkan devinisi-devinisi tersebutu dapat kita simpulkan bahwa

antropologi kesehatan masyarakat rumah sakit dan kebudayaan yaitu ilmu

yang mempelajari kebudayaan yang di percayai oleh pasien atau seseorang

untuk menyembuhkan penyakit (Nur Syam)

B. Hubungan antropologi dengan kesehatan

Antropologi kesehatan dewasa ini merupakan spesialisasi terbesar dalam

antropologi sosial dan budaya, serta mayoritas doktor antropologi Amerika

dewasa ini bekerja di luar dunia akademik. Masalah pokok dalam antropologi

adalah keanekaragaman manusia. Pada abad 19, gagasan yang memandu

bahwasanya dalam antropologi ada perbedaan-perbedaan biologis yang

signifikan antara umat manusia (khususnya dalam perkembangan otak) yang

menjelaskan beraneka ragamnya rasionalitas, kecanggihan teknik dan

kompleksitas sosial. Menurut sebuah teori (yang “diskriminatif’), masing

masing ras manusia memiliki kapasitas inheren tertentu sehingga menciptakan

bentuk-bentuk budaya dan lembaga-lembaga sosial sendiri baik canggih

maupun kurang canggih. Namun demikian, diskursus ala Darwinian

mengisyaratlkan bahwa telah terjadi gerakan evolusioner dari tipetipe manusia

yang lebih primitif menjadi manusia yang lebih berkembang dan beradab.

Kendati menurut pandangan ini masih ada sejumlah populasi ‘primitif’, yang
sifatnya lebih dekat dengan primata yang menjadi nenek moyang manusia.

Mereka hidup dalam masyarakat ‘primitif’ yang didasarkan pada kekerabatan

dan agama totemic ‘primitif. Mereka amat mirip dengan nenek moyang

manusia yang hidup sekian abad yang silam. (Ahmad Rivai Harahap)

Munculnya istilah Medicine Anthropology dari tulisan Scotch dan Paul

dalam artikel tentang pengobatan dan kesehatan masyarakat. Atas dasar ini

kemudian di Amerika lahirlah antropologi kesehatan. Ahli-ahli antropologi

tertarik untuk mempelajari faktor-faktor biologis, dan sosio-budaya yang

mempengaruhi kesehatan dan munculnya penyakit pada masa sekarang dan

sepanjang sejarah kehidupan manusia dipengaruhi oleh keinginan untuk

memahami perilaku sehat manusia dalam manifestasi yang luas dan berkaitan

segi praktis. (Ahmad Rivai Harahap)

C. Pandangan masyarakat terhadap rumah sakit di kaitkan dengan kebudayaan di

Makassar

Sebagian masyarakat di Kota Makassar masih mempercayai pengobatan

dukun. Mereka berasal dari bermacam status sosial ekonomi. Ada yang

berasal dari golongan bawah, menengah atas, laki-laki, perempuan, tua, muda,

serta berlatarbelakang pendidikan tinggi. Olehnya itu, seringkali kita melihat

rumah dukun didatangi oleh orang-orang yang akan berobat (pasien) dari

berbagai macam latar sosial ekonomi itu. Mereka yang berobat itu bukanlah

orang yang pertama kali datang. Malah, ada yang berkali-kali berobat ke
dukun bersangkutan. Penyakit yang diobati dukun, antara lain, paddaukang,

kapinawangngang, poso, haid tidak lancar, usus turun, dan batuk menahun.

Salah satu ciri pengobatan dukun adalah penggunaan doa-doa atau bacaan-

bacaan, air putih yang diisi rapalan doa-doa, dan ramuan dari tumbuh-

tumbuhan (Agoes, 2014). Pada masyarakat Bugis dan Makassar, orang yang

ahli mengobati penyakit secara tradisional dipanggil sanro, yang juga berarti

dukun (Rahman, 2016 dan Said, 2016).

Bruce Kapferer (Alhumami, 2010) mengatakan, kepercayaan kepada

dukun dan praktik perdukunan merupakan local beliefs yang tertanam dalam

kebudayaan suatu masyarakat. Sebagai local beliefs, keduanya (dukun dan

praktik perdukunan) tak bisa dinilai dari sudut pandang rasionalitas ilmu

karena punya nalar dan logika sendiri yang disebut rationality behind

irrationality. Orang yang kemudian mempercayai dukun dan praktik

perdukunan tidak lantas digolongkan ke dalam masyarakat tradisional atau

tribal, yang melambangkan keterbelakangan. Hal ini sejalan dengan pemikiran

E.E. Evans Pritchard (Pals, 2012), yang menyatakan, kepercayaan terhadap

kekuatan supranatural itu tidak mengenal batasan sosial, seperti yang dia teliti

pada Suku Azande di Sudan. Baginya, orang berpikiran modern, termasuk

dirinya sekalipun, percaya terhadap kekuatan supranatural. Pengobatan dukun

masih menjadi sesuatu yang integral dan sulit terpisahkan dari kehidupan

sebagian masyarakat perkotaan, termasuk di Kota Makassar. Pengobatan

dukun telah membudaya dan ada yang menjadikan sebagai sebuah tradisi
dalam lingkungan keluarga mereka. Pengobatan dukun dengan cara-cara

tradisional tampaknya disenangi oleh sebagian masyarakat. Apalagi, dalam

mengobati orang dukun banyak mengutip doa-doa yang bersumber dari ayat-

ayat Al-Quran. Selain itu, komunikasi dengan dukun juga terkesan santai,

Dukun bertahan di Kota Makassar karena orang masih mempercayai dukun

mampu mengobati penyakitnya dengan cara-cara tradisional Anak yang

mewarisi keahlian orang tuanya yang dulunya ahli mengobati (turun

temurun), dianggap sebagai “anak pilihan”, yang dimaknai bahwa, tidak

semua anak mewarisi keahlian pengobatan dari orang tua dan nenek

moyangnya. Artinya, meskipun ada sebuah keluarga yang mempunyai 10

anak, namun tidak semua anak itu akan mengikuti jejak orang tuanya sebagai

dukun karena hanya ada satu anak yang terpilih. Dalam penentuan “anak

pilihan” ini, tidak berlaku yang namanya penunjukan langsung dari orang tua

atau nenek moyang. Pengetahuan tentang pengobatan itu datang dengan

sendirinya dan biasanya tanpa sepengetahuan anak bersangkutan. Hal ini

dialami Daeng Tommi. Dia baru mengganggap dirinya mampu mengobati

orang ketika ibunya meninggal. Ibunya dulu seorang dukun dan punya banyak

pasien di Kota Makassar dan beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Selama

ibunya hidup, Daeng Tommi tidak pernah belajar dan diajar mengenai

pengobatan. Daeng Tommi dapat mengobati Dalam tulisan ini hanya

dikemukakan beberapa penyakit yang berhasil disembuhkan oleh dukun.

Misalkan, seorang pasien, Aswan (44 tahun, nama samaran, pegawai negeri
sipil), yang mengeluhkan tiga hari tangan kirinya sulit digerakkan. Dia lalu

meminta Daeng Tommi untuk mengobati penyakitnya. Dari hasil diagnosis

Daeng Tommi, Aswan menderita paddaukang, yakni masuk angin atau gejala

stroke akibat gangguan makhluk halus (jin atau setan). Orang yang terkena

paddaukang menyebabkan darahnya menumpuk di tempat tertentu, sehingga

membuat peredaran darah tidak lancar. “Angin jahat” itu masuk lewat uraturat

dan tanpa diketahui oleh orang bersangkutan. Dukun mengobati dengan

menggosokgosokkan beberapa lembar daun tobo-tobo yang sudah didoakan

(dijampe-jampe) di tangan pasien yang sakit. Hal ini berlangsung sekitar 7

menit. Selanjutnya, dukun meminta pasien menyediakan air putih. Kemudian,

air putih itu dijampe-jampe dan diminta untuk dihabiskan sebagai obat. Dua

hari kemudian, Aswan mengaku tangan kirinya sudah dapat digerakgerakkan

dan tidak sakit lagi. (Rahmadewi, 2016).

Sebagian orang di Kota Makassar kerap kali menggabungkan pengobatan

kedokteran dan pengobatan dukun. Sebab, mereka juga percaya bahwa

penyakit yang menyerang tubuh manusia itu ada yang disebabkan oleh

intervensi makhluk halus (jin dan setan). Dan penyakit seperti itu mereka

percaya hanya mampu disembuhkan oleh dukun. Karena itu, ketika merasakan

dokter dianggap tidak mampu menyembuhkan penyakitnya, mereka kemudian

beralih ke dukun. Dalam tradisi keluarga di sebagian masyarakat di Makassar,

pengobatan dukun telah terintegrasi dan menjadi bagian yang tidak


terpisahkan. Meski begitu, dalam hal pengambilan keputusan untuk berobat,

ada juga orang atau keluarga yang tidak tergantung kepada sistem perawatan

kedokteran atau dukun. Maksudnya, apabila mereka menganggap sakitnya

tidak terlalu parah, mereka hanya pergi ke apotik atau ke toko obat untuk

membeli obat sesuai sakit yang mereka rasakan. Akan tetapi, setelah sakitnya

belum kunjung sembuh, mereka biasanya menjatuhkan pilihan antara dokter

atau dukun. Dalam kepercayaan dan pengetahuan sebagian masyarakat di

Makassar, ada yang mendahulukan berobat ke dokter lantaran menganggap

hanya dokter yang mampu mengobati penyakitnya. Kalau dirasakan belum

sembuh, mereka baru berobat ke dukun. Sebaliknya, ada juga yang

mendahulukan berobat ke dukun karena menganggap penyakit yang mereka

derita itu hanya mampu disembuhkan oleh dukun. Kalau tidak sembuh,

barulah mereka berobat ke dokter. Namun, ada juga yang menggabungkan

antara pengobatan dukun dan dokter, yakni minum obat yang diberikan dokter

sambil menjalani pengobatan dukun. Apabila dukun belum menemukan

penyakit atau obat yang tepat buat pasien, dukun biasa melaksanakan ritual

seperti Shalat Hajat dan Tahajjud. Tujuannya, untuk meminta petunjuk dan

pertolongan Tuhan atas penyakit yang diderita pasien. Pengobatan dukun juga

terkesan santai, sehingga membuat pasien langsung cepat

akrab, meski baru pertama kali bertemu dan diobati. Dukun juga sering

mengajak pasiennya berbicara di luar dari pembicaraan penyakit. Karena itu,

pasien kadang tidak menyangka kalau dirinya sedang sakit dan diobati karena
dukun biasa menyelingi dengan tertawa kecil atau tersenyum. Kalau pasien

bertanya tentang penyakitnya, dukun selalu menjawab,” Ndak apa-apa ji.

Insya Allah lekas sembuh, ya!” Apabila penyakit pasien dianggap belum

sembuh pada hari itu, dukun datang lagi ke rumah pasien keesokan hari atau

beberapa hari kemudian untuk mengontrol kondisi pasien sampai benar-benar

sembuh. Komunikasi dukun dengan pasien juga terkesan santai, informal, dan

bersifat kekeluargaan. (Rahmadewi, 2016).


Bab III

Pentup

A. KESIMPULAN

Antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau

pemahaman tentang mahluk manusia dengan mempelajari aneka warna

bentuk fisiknya, masyarakat, dan kebudayaannya

sebagian orang di Kota Makassar masih mempercayai pengobatan dukun

disebabkan oleh pengetahuan dan pengalaman mereka, baik yang penyakitnya

disembuhkan oleh dukun maupun pengalaman orang lain yang penyakitnya

disembuhkan oleh dukun. Hal inilah yang menyebabkan praktik perdukunan

tetap ada dan bertahan di Kota Makassar hingga kini. Oleh karena itu, meski

sejumlah rumah sakit milik pemerintah maupun swasta, serta dokter praktik

telah ada di Kota Makassar dengan peralatan kedokteran modern, pengobatan

dukun perlu terus dilestarikan karena merupakan salah satu kearifan lokal.

Apalagi, masyarakat perkotaan juga telah mengapresiasi positif dan menerima

keberadaan dukun di tengah-tengah mereka.


DAFTAR PUSTAKA

Rahma, Said . Dukun. Suatu Kajian Sosial Budaya tentang Fungsi Dukun

Bugis Makassar di Kotamadya Ujung Pandang. (Tesis). Jakarta:

Universitas Indonesia, 2016

Nur Syam. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKiS Pelangi

Aksara, 2017.

Ahmad Rivai Harahap. Multikulturalisme dalam Bidang Sosial.

Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI, 2016

Leonard Siregar. Antropologi dan Konsep Kebudayaan 2011

Rahmadewi, Ida. (2016 ). Pengobatan Tradisionalbugis makassar.


(Skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai