Anda di halaman 1dari 56

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP)

ANTROPOLOGI KESEHATAN
Tujuan Umum
Mata kuliah ini bertujuan memberikan pemahaman dasar kepada
mahasiswa tentang antropologi kesehatan sebagai suatu bidang ilmu yang
mempertautkan kesehatan dan penyakit dari segi biologi dan konseptualisasi
pengobatan dari segi budaya. Untuk itu mahasiswa harus memahami hubungan
antara antropologi dengan berbagai pranata kesehatan dalam masyarakat. Dengan
mempelajari mata kuliah ini mahasiswa dapat memahami masalah antropologi dan
ekologi, sistem medis, tingkahlaku sakit, faktor-faktor sosial budaya yang
mempengaruhi masalah gizi, program KB, etnopsikiatri, Farmasi dan budaya,
hubungan dokter, perawat dan pasien, dan faktor-faktor sosial budaya yang
mempengaruhi masyarakat dalam menggunakan pelayanan kesehatan dan lainlain. Dengan demikian setelaah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan beberapa konsep, teori yang berkenaan dengan antropologi
kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Ronald (1968). A Behavioral Model of Families use of Health
Services, Center for Health Adminisra tion Studies, Research Series
No. 25 Chicago.
Foster; Andreson (1978).Medical Anthropology,John Willey & Son. New
York 148 162.
Koos E. (1954). The Health of regionstile,what the people though and did about
it, New York:Colombia Uni versity Press,1954.
Mechanic D. (1963), Religion,Religinsity,and illness Behavior , human org.
22:202-208.
Mechanic D. (1964), The influence of mothers on theirchildrens health attitudes
and behavior pediatrics, 33:444-453.
Suchman E. (1964),Socio Medical variations among ethnicgroups, Amer.J Social 20
: 319-3 31 .
Suchman E.. (1965) , Social pattens and medical care, journal health human
behavior,6:2-16.

Twaddle Andrew C. (1981), Sickness and the sickness carier, in the relevance of
social science for medi cine,D. Reidel publishing Cc .ru.l land.
Zborowski M. (1952), Cultural componente in responses topain. Journal of Social
issues.8:16-30.
Kadushin, Charles (1958-1959). Individual Decisions to Undertake
Psychotherapy" Administrative Science Ouaterly 3 .
McKinl a y , John B. and Diana B. Dutton (1974) "Social Psy
-Psychological Factors Affecting Health Services Utilization".
Consumer Incentives for Health Care.

Minggu I

KONTRAK PERKULIAHAN DAN PENGENALAN ANTROPOLOGI

1. Perkenalan
Dosen pengajar akan memperkenalkan diri dan tim pengajar lainnya mengenai
pendidikan, alamat, dan hal-hal yang dianggap perlu.
2. Kesepakatan mengenai tata tertib di kelas dan perkuliahan
Setelah perkenalan maka dosen membuat kesepakatan dengan mahasiswa
mengenai ketepatan waktu kuliah, tata tertib di kelas.Sistem penilaian,
kehadiran dan lain-lain.
3. Apa itu Antropologi
Secara etimologis Antropologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan
bentuk kombinasi dari kata anthropos (mahkluk hidup) dan logos (ilmu). Dengan
demikian Antropologi berarti studi tentang umat manusia (The Study of
Humanity). Ruth F. Benedict menyebutkan Antropologi sebagai suatu disiplin ilmu
yang mengkaji masyarakat (Benedict dalam Menno dkk,1982). Sementara itu
Ralph L Beals et.at., (1977) menyebutkan Antropologi sebagai disipilin ilmu yang
mengkaji tentang asal usul perkembangan, dan sifat spesies manusia. Selanjutnya
Hoebol menyebutkan Antropologi sebagai suatu bidang ilmu yang mengkaji
tentang manusia dan seluruh aspek kehidupannya ( The Study Of Mankind as
Whole). Di antara aspek yang dimaksud adalah biologi, psikologi, sosial, dan
budaya.
Sungguhpun demikian, Antropologi bukanlah satu-satunya disiplin ilmu
yang mengkaji tentang manusia, melainkan terdapat pula pada disiplin ilmu lain
yang berurusan dengan manusia. Beberapa diantaranya adalah biologi, psikologi,
sosiologi, ilmu sejarah, ilmu ekonomi dan ilmu politik. Namun, masing-masing
disiplin ilmu itu mempunyai karakteristik dan penekanan khasnya sendiri-sendiri
yang membedakannya dengan disiplin Antopologi.

Tatkala Margaret Mead, Ruth F Benedict, dan Bronislaw Malinowski


melakukan kajian Antropologis pada masyarakat terpencil dan eksotis, maka
ketika itu Antropologi menjadi dikenal sebagai ilmu yang kajiannya berfokus pada
masyarakat terpencil atau orang-orang primitif. Namun, sekarang ini para pakar
Antropologi tidak hanya bekerja pada masyarakat primitif tetapi telah mengkaji
petani dusun, termasuk yang bermukim di daerah Eropa, mengkaji kota-kota, baik
di negara maju maupun di negara berkembang dan terbelakang; mengkaji
perusahaan nasional dan multi nasional; dan mengkaji berbagai orgasnisasiorganisasi formal lainnya seperti lembaga-lembaga pelayanan kesehatan Rumah
Sakit, PUSKESMAS, POSYANDU, Pengadilan dan sebagainya (Kalangie 1994:
Keesing, 1989).
Dari uraian di atas, tampak bahwa yang membedakan antara Antropologi
dengan disiplin ilmu sosial yang lainnya adalah tidak pada masyarakat (primitif
atau eksotis) yang menjadi fokus kajiannya, tetapi pada pendekatan dan metode
ilmiahnya (penjelasan mengenai hal itu, lihat sub bahasan 3). Lagipula, ruang
lingkup kajian Antropologi menjadi semakin rumit dibandingkan dengan 50 tahun
yang lalu, tatkala letika pendekar Antropologi tersebut di atas memperkenalkan
kepada khalayak mengenai ciri khas kajian disiplin Antropologi.

4. Apa itu kebudayaan


Telah banyak sarjana yang mencoba menjelaskan atau mendefinisikan
kebudayaan, namun karena menggunakan perspektif yang berbeda-beda, maka
definisi kebudayaan pun beragam. Keragaman itu tampak dari adanya sekitar 160
buah pengerrtian dan definisi kebudayaan yang telah dikumpulkan oleh dua orang
sarjana Antropologi, yakni A.L. Kroeber dan C. Kluckhon.
Definisi dan pengertian kebudayaan yang beragam itu, dikelompokkan
oleh Spradley (1972) ke dalam lima tipe definisi., yakni:

1. Definisi kelas sosial ( Social Class

Definition),

yaitu

memandang

kebudayaan sebagai kebiasaan-kebiasaan yang beradab dan kesopanan dari


kelas atas.
2. Definisi hakekat manusia (human-nature definition), yaitu digunakan untuk
membedakan

perilaku

manusia

dengan

perilaku

binatang.

Manusia

mempunyai kebudayaan sedangkan bin atang lainnya tidak. Maksudnya,


bahwa kebudayaan manusia

(human culture) merupakan suatui gagasan

abstrak berkenaan dengan perilaku yang ditransmisikan secara sosial yang


jauh lebih kompleks dari pada perilaku primat lainnya.
3. Definisi kelompok manusia (human group definition), yaitu penggunaan
konsep kebudayaan sebagai sinonim dengan masyarakat atau komunitas.
Dengan definisi itu, memungkinkan untuk mengunnjungi kebudayaan Hawai
atau menjadi anggotra kebudayaan Asmat. Konsep area kebudayaan yang
pernah dikembangkan oleh ahli Antropologi sangat terkait dengan ide itu.
4. Definisi artefak (artefac definition), yaitu menggunakan konsep kebudayaan
dengan mengacu kepada hasil-hasil yang manusia ciptakan, seperti peralatanperalatan, lukisan, perumahan, jarum suntik, candi, bom. Hidrogen, dan lainlain.
5. Definisi omnibus (omnibus definition), yaitu melihat kebudayaan sebagai
segala sesuatu yang meliputi perasaan-perasaan, pikiran, pengetahuan,
kepercayaan, pranata-pranata, perilaku, dan karya seni. Definisi yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah yang dikemukakan oleh E. B. Tylor,
Ralph Linton, dan Koentjaraningrat.
Kebudayaan menurut E.B.Tylor adalah keseluruhan yang kompleks, yang
di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Linton kebudayaan adalah
keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan perilaku yang merupakan kebiasaan yang
dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat. Rumusan kebudayaan
menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia yan g diperoleh dengan belajar.

Tiga rumusan kebudayaan diuraikan di atas, ditolak oleh beberapa ahli


Antropologi, sebab terlalu luas dan sangat tumpul untuk menggambarkan unsurunsur pokok perilaku manusia. Karena itu, rumusan kebudayaan seperti itu, tidak
lagi digunakan sebagai peralatan konseptual utama, dan kini semakin dipertajam
dan

dipersempit

instrumennya

agar

dapat

lebih

operasional

dalam

menggambarkan unsur-unsur pokok perilaku manusia.


Dalam pada itu, maka muncul dua rumusan kebudayaan yang dewasa ini
sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan Antropologi. Rumusan yang
dimaksud adalah definisi perilaku (behavior definition) dan definisi kognitif
(cogtive defenition). Hal ini menjadi menarik, sebab berkaitan erat dengan
pendekatan teoritis utama dalam Antropologi.
Definisi perilaku tentang kebudayaan memfokuskan pada pola-pola
perilaku yang dapat diobservasi dalam beberapa kelompok sosial. Bagi
pendekatan ini, konsep kebudayaan muncul dari pola perilaku yang berkaitan
dengan adat-istiadat atau cara hidup dari kelompok orang-orang tertentu (Haris
dalam Spradley, 1972). Berbeda halnya dengan definisi kognitif yang
mengabaikan perilaku dan membatasi konsep kebudayaan hanya pada ide-ide,
kepercayaan-kepercayaan,

dan

pengetahuan

(Spradley,

1972).

Rumusan

kebudayaan seperti itu disebut juga ideasionalisme (Keesing, 1986).


Rumusan kebudayaan yang termasuk dalam kategori ideasionalisme
mempunyai penekanan yang bervariasi di antara ahli Antropologi. Empat di
antaranya akan diuraikan di bawah ini:
1. Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh Goodenough, yang melihat
kebudayaan sebagai suatu sistem kognitif suatu sistem yang terdiri atas
pengetahuan, kepercayaan, dan nilai-nilai yang tersusun dalam pikiran
anggota masyarakat (Goodenough dalam Kalangie, 1994). Dengan demikian,
kebudayaan

merupakan

perlengkapan

mental

yang

oleh

pendukung

kebudayaan itu digunakan dalam proses-proses orientasi, pertemuan,


perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran dari perilaku sosial nyata
dalam masyarakatnya. Dalam kata lain,. Kebudayaan berfungsi sebagai

kerangka acuan bagi individu-individu dalam menghadapi lingkungannya


(lingkungan alam dan sosial).
2. Rumusan kebudayaan dikemukakan oleh Sathe yang melihat kebudayaan
sebagai terdiri atas gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi yang dipunyai oleh
suatu masyarakat yang menentukan

atau mempengaruhi komunikasi,

pembenaran, dan perilaku anggota-anggotanya (Sathe, dalam Kalangie, 1994).


3. Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yang melihat
kebudayaan sebagai suatu yang melihat kebudayaan sebagai suatu sistem
simbolik. Dalam hal itu, kebudayaan merupakan sistem semiotik yang
mengandung simbol-simbol yang berfungsi mengkomunikasikan maknanya
dari pikiran seseorang ke pikiran orang lain. Simbol dan makna tersebut
berada dalam pikiran-pikiran individu (super organic) itu. Dengan demikian,
rumusan itu berbeda dengan yang dikemukakan oleh Goodenough yang
melihat kebudayaan berada dalam pikiran individu-individu.
4. Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh Parsudi Suparlan yang melihat
kebudayaan sebagai pedoman menyeluruh atau blue print bagi kehidupan dari
sebuah masyarakat yang digunakan oleh para warganya umtuk memahami dan
menginterpretasikan lingkungan hidupnya, dan mendorong tindakan-tindakan
dalam upaya memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam lingkungan
hidup tersebut untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka.
Terlepas dari perbedaan rumusan kebudayaan yang termasuk dalam aliran
ideasional, namun rumusan itu selain dapat digunakan untuk menelaah tipe-tipe
masyarakat suku bangsa dan komunitas alamiah (pedesaan) seperti yang umum
menjadi sasaran penelitian dalam Antropologi juga dapat digunakan untuk
menelaah sistem-sistem organisasi formal seperti institusi-institusi pelayanan
kesehatan rumah sakit, Puskesmas, Posyandu, dan organisasi-organisasi bisnis
swasta dengan kebudayaan korporatnya (lihat Kalangie,. 1994: 2).
Sungguhpun definisi kebudayaan yang termasuk dalam aliran ideasional
tidak memasukkan perilaku sebagai kebudayaan,. Namun perilaku senantiasa
ditanggapi sebagai konsekuensi logis atau manunggal tak terpisahkan dari
kebudayaan. Dengan demikian, membicarakan mengenai sistem budaya tertentu

senantiasa terkait dengan perilaku aktor-aktor dalam sistem sosial tertentu. Saling
hubungan itulah yang kemudian dikenal sebagai sistem sosio-budaya (Keesing,
1989).
Demikianlah, maka perilaku seseorang dipahami sebagai tidak terpisahkan
dari pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkungan sosialnya.
Dengan demikian, pada saat kita meneliti dan menelaah pranata-pranata
kebudayaan

tertentu,

seperti

pranata

kesehatan,

misalnya

maka

aspek

pengetahuan, kepercayaan, kelakuan, bahan dan peralatan yang digunakan orang


berkenaan dengan perawatan diri (self treatment), kebersihan diri (self hygiene),
penanggulangan dan penyembuhan penyakit harus diperhatikan secara bersamasama. Seiring dengan itu, dikatakan oleh Spradley (1980), bagi yang akan meneliti
atau menelaah suatu kebudayaan tertentu, maka tiga aspek mendasar dari
pengalaman manusia yang harus diperhatikan, yakni apa yang orang ketahui, apa
yang orang lakukan, dan apa yang orang buat dan gunakan.

Minggu II
ANTROPOLOGI KESEHATAN

1. Pengertian Antropologi Kesehatan


Sejak berakhirnya Perang Dunia II ahli-ahli antropologi sosial budaya
maupun ahli antropologi biologi semakin meningkatkan perhatian mereka pada
studi lintas budaya mengenai sistem kesehatan, juga pada faktor-faktor bioekologi
dan sosial budaya yang berpengaruh terhadap kesehatan serta timbulnya penyakit,
baik pada masa kini maupun disepanjang sejarah kehidupan manusia. Sebagian
dari minat mereka terletak pada masalah-masalah teoritis, semata-mata karena
didorong oleh perasaan ingin tahu tentang perilaku kesehatan manusia dalam
manifestasinya yang seluas-luasnya; sebagian lainnya terletak pada masalahmasalah terapan karena didorong oleh keyakinan bahwa dalam tehnik-tehnik
penelitian antropologi, teori-teori maupun datanya dapat dan harus digunakan
dalam program-program yang disusun untuk memperbaiki perawatan kesehatan
baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang.
Pada masa kini para ahli antropologi yang mempunyai minat tersebut
bekerja di fakultas-fakultas kedokteran, sekolah perawat, dan di bidang
kesehatan masyarakat; di rumah-rumah sakit, dan departemen kesehatan,
serta di jurusan antropologi pada universitas umum. Mereka melakukan
penelitian dalam topik-topik seperti manusia, anatomi, pediatric, epidemiologi,
kesehatan jiwa, penyalahgunaan obat, defenisi mengenai sehat dan penyakit,
latihan petugas kesehatan, birokrasi medis, pengaturan dan pelaksanaan rumah
sakit, hubungan dokter pasien, dan proses memperkenalkan sistem kesehatan
ilmiah kepada masyarakat-masyarakat yang semula hanya mengenal sistem
kesehatan tradisional. Para ahli antropologi tersebut umumnya disebut sebagai
ahli antropologi kesehatan dan lapangan yang diwakilinya adalah subdisiplin baru
antropologi, yakni Antropologi Kesehatan.

Dari jenis aktivitas yang mereka lakukan, nampak bahwa bidang tersebut
meliputi sejumlah perspektif dan

pusat perhatian. Secara konseptual, temuannya

itu dapat disejajarkan dalam satu kontinum, dengan ujung yang satu disebut kutub
biologi, sedangkan ujung lainnya disebut kutub sosial budaya. Kearah kutub
biologi, terdapat ahli-ahli antropologi yang pokok perhatiannya adalah tentang
pertumbuhan dan perkembangan manusia, dan paleopatologi (studi mengenai
penyakit-penyakit purba). Ahli-ahli antropologi yang memilki minat tersebut
mempunyai kesamaan perhatian dengan ahli-ahli genetika, anatomi, serologi,
biokimia dan sejenisnya. Kearah kutub sosial budaya terdapat ahli-ahli
antropologi dengan pokok perhatian pada sistem medis tradisional (etnomedisin),
masalah petugas-petugas kesehatan dan persiapan profesional mereka, tingkah
laku sakit, hubungan antara dokter pasien, serta dinamika dari usaha
menperkenalkan pelayanan kesehatan Barat kepada masyarakat tradisional.
Dengan demikian ahli-ahli antropologi tersebut nampak mempunyai perhatian
yang tumpang tindih dengan ahli-ahli sosiologi, para pendidik kesehatan, para
perawat dan para spesialis kesehatan masyarakat dalam pendidikan dan
administrasi kesehatan, serta sarjana-sarjana ilmu perilaku lain yang bekerja
dalam bidang modernisasi. Dipertengahan kontinum yang mengarah pada kedua
kutub tersebut, terdapat ahli-ahli antropologi yang berminat pada epidemiologi
dan ekologi budaya. Mereka mungkin mempunyai minat yang hampir sama
dengan semua ahli tersebut di atas, namun hubungan mereka terutama lebih dekat
dengan ahli-ahli epidemiologi kesehatan, ahli-ahli ekologi, serta kelompok baru
yang dikenal sebagai ahli geografi kesehatan.
Namun antropologi kesehatan tidak boleh dipandang sebagai
penggabungan dari dua disiplin yang longgar, biologi dan sosial budaya, karena
seringkali masalah-masalah yang dihadapi kedua disiplin ilmu tersebut saling
membutuhkan data maupun teori-teori dari kedua bidang yang bersangkutan.
Penyakit jiwa misalnya, tidaklah semata-mata dapat dipelajari dalam kerangka
faktor fisiologi atau biokimia belaka, atau faktor psiko sosial budaya yang
bersumber pada stress; kebiasaan makan dan makanan yang dipilih berkaitan

dengan tingkatan nutrisi, Teori epidemiologi yang didasarkan atas pengetahuan


bahwa tingkahlaku manusia sangat mempengaruhi faktor yang menularkan
banyak penyakit, masa kini pun erat kaitannya dengan masa lalu, sering kali
dalam bentuk-bentuk yang tidak terduga. Misalnya kerja sama ahli arkeologi,
ahli epidemiologi, meneliti lebih dari 50 coprolite aman cacing.
Secara singkat antropologi kesehatan dipandang oleh para dokter sebagai
disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial
budaya dari tingkah laku manusia, terutama dengan cara-cara interaksi antara
keduanya di sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit. Hasan (1975: 7) menyatakan bahwa akar dari
antropologi kesehatan dapat ditelusuri dalam perkembangan antropologi itu
sendiri.
Tahun 1953 Caudill Appliied Anthropology in Medicine belum menjdi
perhatian para ahli antropologi. Scotch (1963a) Paul (1963) barulah ahli-ahli
antropologi Amerika benar-benar menghargai implikasi dari penelitian-penelitian
tentang kesehatan dan penyakit bagi ilmu antropologi. Pengesahan lebih lanjut
atas sub disiplin baru ini adalah munculnya medical behavioral science Persall
(1963) yang pada tahun yang sama yang berorientasi pada ilmu antropologi:
sejumlah 3000 judul yang terdaftar dalam bibliografi tersebut tak diragukan lagi
menampakkan pentingnya sistem medis bagi antropologi.

2. Akar dari Antropologi Kesehatan


Kita menelusuri antropologi kesehatan kontemporer pada empat sumber
yang berbeda, yang perkembangannya masing-masing secara relative (tetapi tidak
mutlak) terpisah satu sama lain (1) perhatian ahli antropologi fisik terhadap topiktopik seperti evolusi, adaptasi, anatomi komparatif, tipe-tipe ras, genetika dan
serologi; (2) perhatian etnografi tradisional terhadap pengobatan primitive,
termasuk ilmu sihir dan magic; (3) gerakan kebudayaan dan kepribadian pada
akhir tahun 1930an dan 1940-an yang merupakan kerja sama antara ahli-ahli

psikiatri dan antropologi; dan (4) gerakan kesehatan masyarakat internasional


setelah Perang Dunia II.
a. Antropologi Fisik.
Lama sebelum ada ahli-ahli antropologi kesehatan budaya ahli-ahli
antropologi fisik belajar dan melakukan penelitian di sekolah-sekolah kedokteran,
biasanya pada jurusan anatomi. Dapat dipastikan bahwa ahli-ahli antropologi fisik
adalah ahli antropologi kesehatan,

karena perhatian mereka kepada biologi

manusia sejajar dan tumpang tindih dengan banyak lapangan perhatian para
dokter. Nyatanya sejumlah besar ahli antropologi fisik adalah dokter. Baik dalam
hal lapangan perhatian maupun dalam hubunganhubungannya, ahli-ahli
antropologi fisik dimasa lalu, seperti halnya pada masa kini, juga memberikan
banyak perhatian pada topik-topik yang mempunyai kepentingan medis.Hasan
dan Prasad (1959) menyusun daftar lapangan studi tersebut, yang meliputi nutrisi
dan pertumbuhan, serta korelasi antara bentuk tubuh dengan variasi antara bentuk
tubuh dengan variasi yang luas dari penyakit- penyakit. Misalnya radang pada
persendian tulang(arthritis), tukak lambung(ulcer), kurang darah (anemia) dan
penyakit diabetes. Berbagai studi antropologi mengenal pertumbuhan manusia
serta perkembangannya bersifat medis dan antropologis, serupa halnya dengan
studi serologi.
Underwood dan lain-lainnya berusaha mendapatkan pengertian yang lebih
luas mengenai proses penyakit melalui pengamatan terhadap pengaruh-pengaruh
evolusi manusia serta jenis penyakit yang berbeda-beda pada berbagai populasi
dan meluasnya urbanisasi (Underwood 1975:58). Fiennes lebih jauh lagi
mengajukan pendapatnya bahwa penyakit yang ditemukan dalam populasi
manusia adalah suatu konsekuensi yang khusus dari suatu cara hidup yang
beradab, yang dimulai dari pertanian yang menjadi dasar bagi timbulnya dan
perkembangannya pemukiman penduduk yang padat (Fiennes 1964 : 23-26).
Selama beberapa dasawarsa, ahli antropologi fisik disibukkan dengan
kedokteran forensik, suatu bidang mengenai masalah-masalah kedokteran

hukum yang mencakup identifikasi seperti umur, jenis kelamin dan peninggalan
ras manusia yang diduga mati karena unsur kejahatan, serta masalah penentuan
orang tua dari seorang anak melalui tipe darah, bila terjadi keraguan karena
mengenai siapa yang menjadi bapaknya. Albert Damon misalnya, bekerja dalam
tim ilmuwan yang ditunjuk oleh jaksa agung dari Negara bagian Massachusett
untuk bertugas sebagai anggota dewan penasehat dalam usaha penangkapan si
pencekik dari Boston.
Dalam perkembangan usaha pencegahan penyakit, para ahli antropologi
fisik telah memberikan sumbangan dalam penelitian mengenai penemuan
kelompok-kelompok penduduk yang memiliki resiko tinggi, yakni orang-orang
yang tubuhnya mengandung sel sabit (sickle-cell) dan pembawa penyakit kuning
(hepatitis). Para ahli ini telah memanfaatkan pengetahuan mereka mengenai
variasi manusia untuk membantu dalam bidang teknik biomedical (biomedical
engineering), memberi sumbangan terhadap penciptaan pakaian-pakaian serta
peralatan-peralatan yang tepat untuk daerah kutub maupun tropic bagi tentara
Amerika dan pos-pos militer Amerika. Pakaian-pakaian para astronot maupun
ruang-ruang kerja angkasa dibangun berdasarkan spesifikasi antropometri.
Ukuran, norma-norma dan standar yang berasal dari sejumlah studi antropologi
digunakan dalam bidang-bidang kedokteran anak, serta kedokteran gigi, juga
populasi yang berbeda-beda maupun dalam suatu populasi . Daftar keterangan
tentang antropologi biologi terapan serasa tak ada habisnya (Damon 1975 : 366)

b. Etnomedisin
Sebagian antropologi kesehatan yang kini disebut sebagai etnomedisin
(yakni kepercayaan dan praktek-praktek yang berkenaan dengan penyakit, yang
merupakan hasil dari perkembangan kebudayaan dan yang eksplisit tidak berasal
dari kerangka konseptual kedokteran modern (Hughes1969:99), merupakan
urutan langsung dari awal perhatian ahli-ahli antropologi mengenai sistim medis
non Barat. Sejak awal penelitian mereka lebih dari 100 tahun yang lalu, para ahli

antropologi secara rutin mengumpulkan data mengenai kepercayaan

dalam

pengobatan pada penduduk yang mereka teliti, dengan cara dan tujuan yang sama
dengan yang mereka lakukan dalam pengumpulan data mengenai aspek-aspek
kebudayaan lainnya: untuk menghasilkan tulisan etnografi yang selengkap
mungkin. Kerajinan para ahli antropologi awal, para penjajah dan para penyiar
agama Kristen dalam mengumpulkan data mengenai penduduk yang mereka
temukan atau penduduk tempat mereka bekerja, terlihat jelas dalam dalam suatu
kumpulan survey komparatif pertama luas mengenai kepercayaan tentang sebabsebab penyakit kumpulan survey yang kini berusia hampir 50 tahun itumengutip

229 sumber, proporsi tertinggi adalah tulisan-tulisan etnografi

(Clements 1932). Sebelum Clements, dokter dan ahli antropologi Inggris yang
terkenal , W.H.R Rivers, menerbitkan suatu karya besar dalam bidang antropologi
kesehatan berjudul Medicine, Magic,and Religion (Rivers 1942). Dari Rivers kita
memperoleh konsep-konsep dasar yang penting, terutama mengenai ide bahwa
sistem pengobatan asli adalah pranata-pranata sosial yang harus dipelajari
dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata-pranata sosial dilihat dari
sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab-sebab (lihat Willin 1977: 49).
Dalam menanggapi dalil positif tersebut, kita mencatat bahwa terutama dari
Rivers-lah, lebih dari orang lain, kita menerima gagasan stereotip yang merugikan
yang telah mendominasi studi-studi mengenai pengobatan primitive hingga kini,
mengenai ide bahwa religi, magic dan pengobatan senantiasa erat berkaitan,
sehingga yang satu hanya dapat dipelajari jika yang lainnya juga dipelajari.
Stereotip ini diterima tanpa kritikkan oleh sebahagian besar ahli-ahli antropologi
selama setengah abad yang lalu, sehingga telah sangat membatasi pemahaman kita
mengenai sistem pengobatan non-Barat.
Walaupun demikian, baik Rivers, Clements maupun tokoh-tokoh lain
dimasa itu yang mengumpulkan data mengenai sistim pengobatan primitive, tidak
mengetahui bahwa mereka sedang melakukan penelitian tentang antropologi
kesehatan, dan mereka juga tidak memperdulikan tentang kemungkinan pentinnya
penemuan-penemuamn mereka bagi kesehatan penduduk yang mereka teliti. Oleh

karenanya kita tidak dapat mengatakan bahwa antropologi kesehatan telah


berkembang dari penelitian awal memgenai pengobatan primitive, melaikan justru
sebaliknya. Ahli antropologi yang kini bekerja dibidang-bidang kesehatan telah,
menangkap kembali, dam memberikan nama formal-etnomedisin- bagi studi-studi
tradisional mengenai pengobatan non-Barat. dan menjadikannya sebagai bagian
dari spesialisasi mereka. Setelah antropologi kesehatan berkembang, terutama
dalam bidang-bidang yang luas seperti kesehatan masyarakatinternasional dan
psikiatri lintas budaya (psikiatri transkultural); kepentingan pengetahuan praktis
maupun teoritis mengenai sistim pengobatan non- Baratsemakin tampak.
Pengakuan tersebut telah memperbaharui perhatian dalam penelitian etnomedisin,
dan mengangkatnya sebagai salah satu pokok penting dalam antropologi
kesehatan.

c. Studi-studi tentang kebudayaan dan kepribadian


Kecuali berbagai studi tentang etnomedisin

yang terutama dilakukan

sebagai bagian dari penelitian mengenai kelompok (tribe), sebagian besar


publikasi antropologi yang mempunyai kesehatan sebelum tahun 1950 berkenan
dengan gejala psikologi dan psikiatri. Sejak pertengahan tahun 1930-an, para ahli
antropologi,

psikiater

dan

ahli-ahli

ilmu

tingkalaku

lainnya

mulai

mempertanyakan tentang kepribadian orang dewsa yang terbentuk itu, terutama


disebabkan oleh pembentukan semasa kanak-kanak dan oleh penerimaanya
terhadap kebiasaan-kebiasaan semasa kecil, serta karena pengalaman yang
diterimanya kemudian? Atau amok (mengamuk) di Asia Tenggara? Bagaimana
dapat dijelaskan norma-norma kepribadian yang nampak, yang demikian
berbedadalam berbagai kebudayaan? Para ahli yang mempelajari tingkalaku juga
menaruh perhatain pada kemungkinan-kemungkinan terproyektifbaru, seperti
kartu tes tinta Rorschach dan Thematic Apperception

Test, dapat memberi

penjelasan mengenai fungsi pikiran manusia, sehingga mereka dapat memberi


kunci jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan.

Jangkauan dari topik-topik yang menarik perhatian para ahli antropologi


dan para ahli ilmu-ilmu perilaku lain dalam bidang baru tersebut dilukiskan oleh
judul-judul publikasi yang represantatif, Anthropological Data on The Problem
of Instinct (Mead 1942); Doll Play of Pilage Indian Children (Henry and Henry :
1944); Sibling Rivarly in San Pedro (Paul:1950); Schinzophrenia Among
Primitives (Demerath: 1942); Agression in Saul Teux Sociaty (Hallowel:1940)
Primitive Phsyciatry (Devereux 1940); Elements of Phsychotherapy in Navaho
religion (Leighton and Leighton 1941); Some points of Comparison and contrast
between The threatmen of functional disorders di Apache shamans and Modern
psychiatric practices (Opler 1936). Yang menarik adalah hampar semua
antropologi kesehatan ini terdapat dalam majalah-majalah psyciatri dan sangat
sedikit tulisan ditemukan dalam publikasi-publikasi antropologi yang utama.
Walaupan bagian terbesar penelitian kepribadian dan kebudayaan bersifat
teoritis, beberapa ahli antropologi yang menjadi pimpinan dalam gerakan tersebut
menaruh perhatian besar pada cara-cara penggunaan pengetahuan antropologi
dalam peningkatan taraf perawatan kesehatan. Oleh sebab itu Devereux
mempelajari struktur sosial dari suatu bagian perawatan Schizoprenia dengan
tujuan untuk mencari cara penyembuhan yang tepat (Devereux 1944), dan suami
istri Leighton menulis sebuah buku yang amat baik, yang menunjukkan tentang
adanya konflik antara masyarakat dan kebudayaan Navaho dengan masalahmasalah dalam mengintroduksi pelayanan kesehatan modern bagi mereka
(Leighton and Leighton 1944). Pada waktu yang bersamaan, Aliche Joseph,
seorang dokter dan ahli antropologi melukiskan masalah hubungan antara pribadi
pada dokter-dokter kulit putih dengan pasien-pasien Indian di Amerika Barat
Daya, yang menunjukkan bagaimana peranan persepsi dan perbedaan kebudayaan
dalam menghambat interaksi pengobatan yang efektif (Joseph 1942).
d. Kesehatan Masyarakat Internasional
Meskipun Rockeveler Foundation telah sibuk dengan pekerjaan kesehatan
masyarakat internasional sejak awal abad ini (misalnya Phillips 1955, dalam

rangka kampanye cacing pita di Ceylon pada tahun 1916-1922), baru pada tahun
1942 Pemerintah Amerika Serikat memprakarsai kerjasama program-program
kesehatan dengan sejumlah pemerintah di negara Amerika Latin, sebagai bagian
dari program bantuan teknik yang lebih luas. Dengan berakhirnya perang, dan
dengan perpanjangan program-program bantuan teknik Amerika Serikat bagi
Afrika dan Asia, maupun dengan terbentuknya World Health Organization
(WHO), maka program-program kesehatan masyarakat yang bersifat utama yang
bersifat bilateral dan multilateral di negara-negara sedang berkembang merupakan
sebagian dari gambaran dunia. Petugas-petugas kesehatan yang bekerja di
lingkungan yang bersifat lintas budaya lebih cepat menemukan mereka yang yang
terlibat dalam klinik-klinik pengobatan melihat bahwa kesehatan dan penyakit
bukan hanya merupakan gejala biologis, melainkan juga gejala sosial budaya.
Mereka segera menyadari bahwa kebutuhan kesehatan dari Negara-negara
berkembang tidaklah dapat dipenuhi dengan sekedar memindahkan pelayanan
kesehatan dari Negara-negara industri.
Kumpulan data pokok mengenai kepercayaan dan praktek pengobatan
primitive dan petani yang telah diperoleh ahli antropologi kebudayaan pada tahuntahun sebelumnya, informasi mengenai nilai-nilai budaya dan bentuk-bentuk
sosial serta pengetahuan mereka mengenai dinamika stabilitas sosial dan
perubahan, telah memberikan kunci yang dibutuhkan bai masalah-masalah yang
dijumpai dalam program-program kesehatan masyarakat awal tersebut. Para ahli
antropologi dapat menjelaskan pada petugas kesehatan mengenai bagaimana
kepercayaan-kepercayan tradisional serta praktek-prakteknya bertentangan dengan
asumsi-asumsi pengobatan Barat, bagaimana faktor-faktor sosial mempengaruhi
keputusan-keputusan perawatan kesehatan dan bagaimana kesehatan dan penyakit
semata-mata merupakan aspek dari keseluruhan pola kebudayaan, yang hanya
berubah bila ada perubahan-perubaha sosial budaya yang mencakup banyak hal.
Dimulai pada awal tahun 50-an, para ahli antropologi mampu
mendemontrasikan kegunaan praktis dari pengetahuan mereka (dan metodemetode penelitian mereka) kepada petugas-petugas kesehatan internasional, yang

banyak diantaranya menerima mereka dengan tangan terbuka. Antropologi


memberikan gambaran tentang sebab-sebab dari banyaknya program-program
yang kurang memberikan hasil seperti yang diharapkan, dan dalam beberapa hal
juga mampu mengajukan saran-saran untuk perbaikan. Pendekatan antropologi
dapat diterima pula oleh petugas-petugas kesehatan masyarakat, oleh karena tidak
mengancam mereka secara professional. Mereka melihatnya sebagai pendekatan
yang aman, dalam arti pendekatan itu merumuskan masalah-masalah hambatan
terhadap perubahan yang terutama ditunjukkan oleh masyarakat resipien.
Berbagai studi yang representative tentang partisipasi awal ahli-ahli antropologi
dalam

program-program

lintas

budaya

dan

proram-program

kesehatan

internasional, diantaranya adalah studi yang dilakukan oleh Adams (1953),


Erasmus (1952), Foster (1952), Jenney dan Simons (1954), Kelly (1956), paul
(1955), dan Saunders (1954). Kami percaya bahwa yang keempat dan yang
terakhir inilah akar dari antropologi kesehatan kontemporer, yang bila
dibandingkan dengan lainnya, lebih mencetuskan kesadaran bahwa telah timbul
suatu sub ilmu baru dalam ilmu antropologi yang potensinya pada waktu itu baru
mulai dirasakan.
3. Kegunaan Antropologi Kesehatan/ Dimensi Teoritis dan Terapan
Seperti teleh dinyatakan pada halaman 1 perkembangan perhatian
antropologi terhadap masalah-masalah kesehatan dan penyakit sebagian
bermotivasi teoritis; karena kepercayaan dan praktek-praktek pengobatan
merupakan kategori utama dalam semua kebudayaan, suatu keterangan yang
lengkap dari setiap kebudayaan menuntut agar perhatian yang sama juga diberikan
pada pranata-pranata kesehatan seperti halnya dengan pranata-pranata politik,
ekonomi, sosial religi dan sebagainya. Banyak penelitian juga dalam antropologi,
biomedical,berorientasi teoritis. Namun dalam pertumbuhannya, perhatian para
ahli antropologi dalam lapangan kesehatan dan penyakit, memiliki dimensidimensi praktis juga, banyak hasil penelitian telah diterapkan, dilaksanakan
dalam kerja sama dengan petugas-petugas diberbagai program dan proyek
kesehatan, dengan tujuan akhir meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka

pemahaman terhadap komponen-komponen tingkalaku sehubungan timbulnya


penyakit . Beberapa pihak memandang antropologi kesehatan semata-mata
sebagai ilmu terapan. Ini memang benar pada fase penmbentukannya di tahun
1950-an, pada waktu dokter-dokter kesehatan masyarakat dan ahli-ahli
antropologi bersama-sama mencurahkan perhatian mereka pada peningkatan
derajad kesehatan di negara-negara yang sedang berkembang . Masih diingat
bahwa survey besar dalam lapangan tersebut berjudul Applied Antropology in
Medicine (Caudil 1953). Beberapa ahli antropologi masih melihat dimensi
terapannya sebagai yang paling berarti . Weaver, misalnya merasa yakin bahwa
Antropologi kesehatan adalah cabang dari antropolgi terapan.yang menangani
berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver 1968 :1).
Namun para ahli antropologi setidak-tidaknya menyetujui secara implicit
model dari ahli sosiologi Straus. Ia berbicara mengenai sosiologi kedokteran,
yakni studi mengenai segala aspek dari pranata kedokteran yang sebaiknya
dialakukan oleh orang-orang yang bekerja secara bebas dan berada di luar
linkungan kedokteran yang formal. Ini adalah segi teoritisnya. Sebaliknya,
sosiologi dalam kedokteran mencakup kolaborasi dengan staf kedokteran dalam
penelitian dan seringkali juga dalam pengajaran, aktivitas-aktivitas dimana
konsep-konsep, teknik-teknik dan staf dari sejumlah disiplin diintegrasikan
(Straus 1957 :203). Mengikuti Sraus, maka kita dapat berbicara mengenai
antropologi kedokteran dalam segi teoritisnya dan antropologi dalam kedokteran
dalam segi terapannya.
Straus merasa bahwa cabang-cabang sosiolgi kedokteran teoritis maupun
terapan tidak dapat dipertemukan , bahwa para ahli-ahli sosiologi kedokteran
dapat kehilangan obyektivitas jika ia terlalu dekat mengidentifikasi dirinya dengan
pengajaran kedokteran atau penelitian klinis, sementara para ahli sosioligi
kedokteran menghadapi resiko hubungan baiknya dengan bila ia mencoba
mempelajari kalega-kaleganya (Straus,1957 :203). Sebalinya dalam pengalaman
kami, perbedaan antara teoritis dan terapan terutama bersifat analitik, suatu cara
untuk memandang berbagai aspek penelitian atau menulis hasil-hasil penelitian

itu. Menurut pandangan kimi seperti halnya dengan karya-karya terapan lainnya,
penelitian yang dilaksanakan dalam ruang lingkup terapan memberikan umpan
data dasar lagi bagi kumpulan teori kebudayaan dan penelitian teoritis yang murni
(misalnya studi mengenai Sistem pengobatan dari suatu desa di Meksiko)
memiliki nilai yang langsung dalam program-program praktis, misalnya usaha
memperkenalkan pelayanan kesehatan baru di pedesaan oleh pemerintah.
Colson dan Selby mencatat dengan tepat bahwa sementara bidang
antropologi kesehatan tumbuh dengan tepat, ada peningkatan perasan identitas
kelompok dikalangan para anggotanya, tidak ada defenisi yang disepakati
bersama tentang bidang tersebut maupun kesepakatan mengenai batas-batasnya
(Colson dan Selby 1974 : 245). Pada awal pendefinisian, Hasan dan Prasad
mengusulkan bahwa antropologi kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai
manusia yang mempelajari aspek-aspek biologi dan kebudayaan manusia
(termasuk sesjarahnya).dari titik tolak pandang untuk memahami kedokteran
(medical), sejarah kedokteran (medico historical), hukum kedokteran (medicolegal), aspek sosial kedokteran (medico- sosial) dan masalah-masalah kesehatan
manusia (Hasan dan Prasad 1959 :21-22). Defenisi yang selanjutnya juga
menjelaskan tentang biobudaya : Antropologi kesehatan berkenaan dengan
pemahaman biobudaya manusia dan karya-karyanya, yang berhubungan dengan
kesehatan dan pengobatan

(Hochstrasser dan Tapp 1970 : 245). Lieban

menyatakan bahwa antropologi kesehatan mencakup studi tentang fenomena


medis (Lieben 1973:1043). Fabrega mendefinisikan istilah itu berdasarkan isi
dari studi yang dihasilkan. Ia merumuskan pertanyan antropologi kesehatan
sebagai suatu yang (a) menjelaskan berbagai faktor, mekanisme dan proses yang
memainkan peranan di dalam atau mempengaruhi cara-cara dimana individuindividu dan kelompok-kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan
penyakit, dan (b). mempelajari masalah-masalah ini dengan penekana terhadap
pola-pola tingkalaku (Febrega 1972 : 167).
Kami percaya antropologi kesehatan sebaiknya didefinisikan sebagai
aktifitas formal antropologi yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit,

sebagai definisi kerja kami sarankan sebagai berikut: Antropologi keseshatan


adalah istilah yang digunakan oleh ahli-ahli antropologi untuk mendeskripsikan
(1) penelitian mereka yang tujuannya adalah defenisi komprehensif dan
interpretasi tentang hubungan timbal- balik biobudaya, antara tingkalaku manusia
dimasa lalu dan masa kini dengan derajad kesehatan dan penyakit, tampa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dri pengetahuan tersebut; dan
(2). Partisipasi professional mereka dalam program-program yang bertujuan
memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang
hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan, sserta melalui
perubahan tingkalaku ssehat kearah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan
yang lebih baik.

Minggu III
ANTROPOLOGI KSEHATAN DAN EKOLOGI

A. EKOSISTEM DAN SISTEM SOSIO-BUDAYA


Pada akhir-akhir ini banyak ahli-hali antropologi menaruh perhatian
kepada masalah-masalah bio-kultural dalam kaitannya dengan kesehatan
lingkungan.
Bates, menyebut studi ini sebagai studi yang membahas dari sudut ekologi.
Ekologi dan anthropologi ini menekankan kepada pendekatan Sistem.
Sistem adalah kumpulan dari obyek-obyek yang disatukan oleh bentuk-bentuk
interaksi yang teratur dan saling ketergantungan. Dengan perkataan lain Sistem
adalah sekelompok unit-unit yang berbeda yang disatukan untuk membentuk
keseluruhan yang terintegrasi. Di dalam Anthropologi, keseluruhan yang
terintegrasi adalah Sistem sosio-budaya atau istilah umumnya kebudayaan
sedangkan di dalam Ekologi, keseluruhan yang terintegarsi adalah Sistem ekologi

yaitu suatu interaksi antara kelompok-kelompok tanaman dan binatang dengan


lingkungan (Hardesty).
Foster menyatakan bahwa kedua disiplin ilmu tersebut diatas membahas dua
masalah yaitu:
1.

Bagaimana unit-unit yang berbeda itu membuat Sistem berjalan dengan


saling memperhatikan dan saling menghargai.

2.

Apabila Sistem ini bergerak, bagaimana pengaturan sturuktur ini berubah,


membentuk suatu yang baru dan bagaimana konsekwensinya untuk
kelanjutan fungsi dari Sistem tersebut.
Anthropologi medis yang selalu berorientasi terhadap ekologi, menaruh

perhatian kepada hubungan antara manusia dengan lingkungan sosial, perilaku,


penyakit dan cara-cara di mana perilaku dan penyakit telah mempengaruhi evolusi
manusia dan kebudayaan melalui proses umpan balik.

B. PERSPEKTIF EKOLOGI PADA PENYAKIT


Sejak lama telah disadari bahwa timbulnya penyakit tidak hanya
disebabkan oleh kuman saja, tetapi May, menyatakan bahwa patogen, lingkungan
merupakan faktor-faktor yang

sama pentingnya di dalam timbulnya penyakit.

Kebudayaan di sini dimasukkan ke


dalam faktor lingkungan.
Armelagos dkk., mencoba membuat model lingkungan sedemikian
sehingga dapat digunakan untuk menganalisa ekologi dan evolusi. Mereka
membagi lingkungan ke dalam komponen inorganik, organik dan kebudayaan.
Model ini sangat berguna untuk memahami phenomena kesehatan dan penyakit
secara holistik.

KOMPONEN INORGANIK

Yang termasuk ke dalam komponen inorganik misalnya temperatur,


kelembaban, tekanan udara, tanah, air, sinar ultra violet. Komponen inorganik dari
lingkungan ini dapat mempengaruhi manusia. Kekurangan ataupun kelebihan
unsur-unsur tersebut di atas dapat menimbulkan penyakit. Misalnya kelebihan
radiasi ultra-violet dapat menimbulkan carcinoma pada kulit atau paling tidak
merusak kulit. Sebaliknya kekurangan radiasi ultra-violet yang disebabkan oleh
karena kurangnya Vitamin D di dalam diet mengakibatkan penyakit Ricketsia
pada anak atau penyakit osteomalacia pada orang dewasa (Blum, Loomis).
Di samping itu manusia berusaha melakukan adaptasi terhadap lingkungan
inorganik ini yaitu antara lain :
1.

Adaptasi manusia terhadap tempat yang tinggi.


Tempat yang tinggi dengan oksigen yang rendah dapat menimbulkan
penyakit. Oleh karena itu manusia yang tinggal di pegunungan
menggunakan obat-obatan

misalnya alcohol. untuk meringankan beban

psikologis. Mereka yang hidup di tempat yang altitudenya tinggi mengalami


risiko keguguran, kematian bayi.
Disamping itu menurut hasil penelitian Newman, collazon, Baker bahwa
masyarakat di Peruvian Andes, pertumbuhan dan kamatangan skeleton
terganggu.
2.

Adaptasi manusia terhadap udara dingin.


Di dalam usaha manusia beradaptasi terhadap udara dingin maka
kebudayaan membantu dengan cara menciptakan pakaian, perumahan yang
cocok, metabolisi makanan, menjaga agar supaya keadaan tangan dan kaki
selalu panas. Misalnya: bangsa Eskimo membangun rumah-rumah dan
pakian yang cocok dengan daerah kutub. Pakaiannya dinamakan Parkas dan
Mukluks.
Orang-orang Amerika, Eropa telah mencontoh pakaian tersebut. Di daerah
Australia, nenek moyang bangsa ini mengunyah tembakau dan daun

Duboizia yang mengandung Alkali untuk mengatsi rasa dingin. Disamping


itu morphologi manusia juga berkaitan dengan iklim. Hidung lebih sempit
pada zone yang dingin dan mereka yang tinggal di daerah ini selalu menjaga
agar supaya kaki dan tangan selalu panas.
3.

Adaptasi manusia terhadap udara panas yang tinggi.


Manusia melakukan adaptasi terhadap panas yang tinggi dengan melalui
peningkatan keluarnya keringat dan penurunan tekanan cardiovaskuler.
Disamping itu kulit hitam merupakan adaptasi terhadap iklim panas yang
tinggi. Kulit hitam melindungi tubuh lebih baik karena kulit hitam
menghalangi pembakaran dari sinar matahari dan pembakaran ini dihalangi
dengan

cara

keluranya

keringat.

Kulit

yang

hitam

juga

sedikit

kemungkinannya kena penyakit kanker kulit dan mencegah Sistem Vitamin


D yang berlebihan.
4.

Adaptasi manusia terhadap gizi.


Adaptasi manusia terhadap gizi tidak hanya bergantung kepada sumbersumber makanan yang ada tetapi juga pada cara-cara dan derajat
penggunaan makanan tersebut. Penggunaan sumber-sumber yang ada
dipengaruhi oleh kebudayaan.
Nampaknya

perbedaan kebutuhan gizi penduduk menurut Gabriel

disebabkan karena :
a. Perbedaan ukurun tubuh
b. Ukuran basal metabolic tinggi pada masyarakat dengan diet makanan
yang kwalitasnya baik dan rendah pada penduduk yang gizinya buruk.
Misalnya pada penduduk China Selatan yang sebagian besar dietnya
terdiri dari beras putih maka metaboliknya rendah (Lasker).
Selanjutnya Newman menjelaskan bahwa penyerapan gizi yang dibutuhkan
hanya sebagian kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan minimal gizi.
Disamping itu banyak masyarakat yang mengalami kesulitan mencerna

laktosa. Kekurangan makanan terjadi di daerah tropis yang tanahnya sangat


kekurangan mineral dan kekurangan makanan yang berasal dari hewan.

KOMPONEN ORGANIK
Proporsi yang terbesar dari lingkungan adalah komponen organic dari
lingkungan. Bagaimanapun juga sebagai suatu species, kita menggunakan
sebagian besar dari masukan organik sebagai sumber gizi. Adaptasi manusia dapat
dipandang sebagai proses di mana kita memperoleh masukan secara optimal
dalam bentuk kalori dan manusia snediri memberikan energi bagi sebagian besar
species preditor. Preditor ini adalah protozoa, metazoan, bakteri, Ricketsia dan
lain-lain. Preditor ini yang menimbulkan beberapa penyakit pada manusia.
Misalnya : malaria, Schistosomiasis, TBC, influenza dll.
KOMPONEN KEBUDAYAAN
Komponen kebudayaan yang terdiri dari komponen teknologi, sosial dan
Sistem ideologi mempunyai dua fungsi dalam kerangka lingkungan yaitu
(Armelagos).
1.

Dapat merubah frekwensi dan intensitas pemaparan terhadap masukan


inorganic dan organik.

2.

Memberikan informasi yang unik.


Penggunaan pakaian atau penambahan Vitamin D pada hasil-hasil

produksi ternak adalah cara di mana lingkungan sosial dan budaya menjadi
perantara interaksi penduduk dengan lingkungan. Demikian pula dengan tindakan
manusia membersihkan semak-semak dan penggunaan tekhnik pembakaran pada
pertanian dapat menimbulkan perubahan hubungan antara manusia dengan jasad
organic.
Dalam hal ini lingkungan membantu pengembangan penyakit malaria secara
endemis.

Pada kasus dimana penyakti sudah ada, lingkungan sosial dan budaya juga
berfungsi melalui praktek medis, mempengaruhi distirbusi dan prevalensi
penyakti. aspek lain dari lingkungan sosial dan budaya dapat mempengaruhi
penyakit dengan arah yang berlawanan. Misalnya : Pada kasus syphilis,
pengetahuan tentang pathogen, siklus hidupnya, pengobatannya belum cukup
untuk memusnahkan penyakit tersebut karena hubungan seksuil merupakan faktor
yang penting yang menyebabkan terjadinya penyebaran penyakit.
Pada model ini terlihat bahwa penyakit adalah sebagai hasil dari tidak
tepatnya konstelasi masukan. Konstelasi masukan ini kompleks dan penyakit
ditimbulkan karena kekurangan, kelebihan atau tidak tepatnya masukan.
Kita berinteraksi dengan jasad organik dan inorganik melalui Sistem
pernapasan, pencernaan,kulit dan pancaindera. Interaksi dengan jasad inorganik
melalui syztme pernapasan. Misalnya karena banyaknya pemaparan bahan-bahan
kimia yaitu Karbon Monoxida dan Asbes dapat menimbulkan penyakti pada
pernapasan, paru-paru. Pengawasan terhadap pemaparan jasad-jasad inorganik ini
nampkanya sangat penting didalam usaha menjga kesehatan kita. Sistem
pernapasan juga dilibatkan secara aktip di dalam interaksi kita dengan beberapa
jasad organik yang dapat menimbulkan penyakti misalnya TBC, Cacar, Influenza.
Masukan yang normal untuk Sistem pencernaan adalah makanan yang
cukup bergizi. Sistem ini dibuat untuk menghasilkan energi dari bermacammacam bahan makanan. Baik masukan jasad organik
maupun inorganik diperlukan. Kelebihan atau kekurangan stimulus ini
menyebabkan timbulnya penyakit. Misalnya kekurangan Zink dan kelebihan besi
dapat menyebabkan timbulnya bermacam macam penyakti. kekurangan vitamin
dapat menimbulkan penyakit Pelagra atau Beri-beri dan kelebihan gizi dapat
menimbulkan masalah Marasmus dan Kwashiorkor.
Sistem pencernaan ini dapat juga merupakan focus stimuli oleh jasad organic yang
pathogen. Pathogen tersebut bisa berasal dari luar seperti misalnya penyakit
cholera dan typhus.

Sistem kulit manusia juga selalu berhubungan dengan lingkungan.


Pusatnya adalah pada susunan syaraf, yang berfungsi tidak untuk memonitor
masukan-masukan jasadinorganik seperti temperature atau radiasi tetapi untuk
memonitor kelebihan panas tubuh dan produksi Vitamin D dan juga berfungsi
sebagai pelindung, pencegah masuknya bermacam-macam masukan organic ke
dalam tubuh. Misalnya Schistosomiasis dan penyakit Yellow fever
Alat lain yaitu pancaindera yang terdiri dari alat pendengar, penglihat,
perasa, pencium dan peraba. Informasi yang diterima melalui alat-alat ini
kemudian diteruskan ke Sistem syaraf.
Organisme yang mendapat gangguan dapat mengatur keseimbangannya
dengan salah satu dari 2 mekanisme respons yaitu :
1.

Merubah biologi atau

2.

Merubah lingkungan

Penyakit dapat dimusnahkan dengan menyingkirkan pathogen dari tubuh atau dari
lingkungan sekitarnya.

C. PERHATIAN ANTHROPOLOGI MEDIS TERHADAP EKOLOGI


Pada studi ekologi, kita mulai membicarakan lingkungan yang meliputi
lingkungan alam dan sosial-budaya. Penyakit adalah bagian dari lingkungan
manusia yang melibatkan pathologi dan biologi. Faktor-faktor sosial budaya juga
memegang peranan di dalam timbulnya penyakit. Keadaan di mana lingkungan si
pasien dirubah dan keadaan di mana si pasien mendapat perawatan adalah
kebudayaan. Penyakit yang dipandang sebagai unsur lingkungan manusia telah
mempengaruhi evolusi manusia.
Gizi dapat juga dipandang sebagai lingkungan bio-kebudayaan. Gizi tentu
saja tidak baik di bawah garis batas yang disediakn lingkungan alam. Tetapi
bagain gizi yang disediakan alam yaitu makanan ditentukan oleh kebudayaan.

Gizi adalah juga bagian dari lingkungan

sosial budaya. Misalnya pada

masyarakat tertentu, laki-laki makan dahulu menerima bagain makanan yang


proteinnya tinggi sedangkan ibu-ibu dan anak-anak mendapat sisanya.
Anthropologi telah memepelajari penyakit-penyakit dan kecelakaan pada
masyarakat pre-historis yang dibatasi pada penyakit-penyakit yang berhubungan
tulang. kerusakan-kerusakan tulang yang diakibatkan penyakti syphilis, TBC,
Osteomyelitis, Poliomyelitis, Lepra adalah penyakit menular yang dapat dikenal.
Teknik yang baru di dalam menganalisa penyakit manusia purba adalah
dengan menggunakan

faeces (coprolites) yang apabila direkonturksi dapat

memberikan informasi yang berharga tentang ada atau tidak adanya parasit
intestinal. coprolites juga memberikan informasi tentang diet dari manusia purba
terutama tentang biji-biji yang dikonsumsikan manusia purba.
teknik lain yang digunakan adalah bentuk-bentuk seni misalnya lukisan-lukisan di
gua-gua, gambar-gambar pada jambangan bunga, gambar-gambra manusia, kayu,
batu, keramik dan lain-lain.
Penulisan dari ahli sejarah sangat berguna meskipun tidak memberikan informasi
kesehatan yang terperinci.
Dari studi yang telah dilakukan pada masyarakat primitif, ternyata bahwa
banyak penyakit masyarakat modern tidak ada pada masyarakat primitif dan jenis
penyakitnya lebih sedikit (Black). Hal ini tidak berarti bahwa manusia purba lebih
sehat daripada manusia modern tetapi timbulnya sakit pada masyarakat purba
disebabkan oleh beberapa pathogen dan unsure lingkungan yang lebih sedikit
ragamnya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Cockburn menyatakan bahwa banyak
penyakit infeksi yang memerlukan populasi nost yang minimum untuk dapat
memelihara kepermanenannya sehingga penyakit-penyakit infeksi ini akan hilang
apabila jumlah hostnya di bawah jumlah minimum yang dibutuhkan. bagi
penyakit-penyakit di mana tingkatan infeksinya singkat dan transmisinya cepat

maka untuk pemeliharaan penyekitnya memerlukan sejumlah orang-orang untuk


dapat terjadinya transmisi.
Pada zaman pra-sejarah, penduduk yang mata pencahariannya berburu dan
pengumpul bahan makanan sangat kecil jumlahnya kira-kira 200 300 orang.
Pada masyarakat ini tidak ada penyakit Measles yang menyebar secara cepat dan
memberikan kekebalan pada sebagain besar penduduk. Keadaan kesehatan pada
masyarakt berburu dan pengumpul bahan makanan juga dipengaruhi secara
positip oleh kebiasaan nomadik. Penduduk yang jumlahnya sedikit sangat kecil
kemungkinannya terkena infeksi dari faecesnya.
Dengan ditemukannya Sistem pertanian mengakibatkan timbulnya
bermacam-macam penyakti. Hal ini disebabkan karena penduduk yang banyak
menimbulkan Reservoir-Reservoir infeksi yang tidak ada pada populasi yang
jumlahnya sedikit. Selain itu disebabkan oleh karena hubungan yang erat dengan
binatang-binatang yang mengintroduksikan pathogen yang baru. Seperti yang
dikatakan Cockburn, virus Smallpox hamper sama dengan virus Cowpox ,
virus measles termasuk ke dalam kelompok virus Distemper dari anjing.
Underwood menyatakan bahwa kehidupan yang menetap dan keadaan sanitasi
yang buruk

menyebabkan bertambahnya parasit yang meluangkan terjadinya

infeksi yang berulang dan kontaminasi dengan faeses manusia bertambah.


Dengan tumbuhnya ekonomi agraris, penduduk yang padat lebih peka
terhadap pengaruh infeksi sebagai salah satu kontrol terhadap populasi. Seperti
yang dijelaskan oleh Foster bahwa pada masyarakat mexico, tabu sex sudah
makin berkurang, aborsi jarang, kebiasaan membunuh bayi sudah hilang. Penyakit
infeksi merupakan pembunuh yang palaing besar terutama batuk rejang, cacar,
penyakit parut.

D. PENYAKIT DAN EVOLUSI


Penyakit infeksi telah menjadi faktor penting pada evolusi manusia selama
dua juta tahun atau lebih dengan melalui mekanisme evolusi perlindungan
genetika.

Nenek

moyang

kita

telah

dapat

membasmi

penyakit

yang

membinasakan individu dan kelompok (Armelagos dan Dewey). Misalnya


timbulnya gene yang menimbulkan resistensi terhadap malaria pada masyarakat
Afrika Barat adalah salah sebuah kontrol dari proses evolusi. sebagai contoh di
Amerika, terdapat penyakit Sickle Cell Anemia yang lebih banyak menyerang
kulit hitam daripada ras lainnya. Kebanyakan yang menderita penyakit ini, mati
dalam usia muda dan tidak diketajui cara pengobatannya. Si Carrier ini
menemukan gene pada anaknya sehingga anaknya meninggal tetapi ia tetap hidup
dan tidak terganggu kesehatannya. Pada sisi lain penderita Sickle Cell ini justru
terlindung dari penyakit malaria karena mereka terlindung dari gigitan nyamuk
anopheles.
Hal ini menjadi pusat perhatain para ahli anthropoligi medis yaitu bagaimana
penyakit yang khusus dan lingkungan yang merusak kesehatan dapat
mempengaruhi evolusi manusia.
Seperti halnya penyakit, diet juga merupakan cirri lingkungan yang
mempengaruhi evolusi manusia. studi yang menunjukkan hubungan antara gizi
dan kemampuan manusia menyesuaikan diri dengan evolusinya, dapat dilihat
pada masalah konsumsi susu pada orang dewasa.
Dari hasil penelitian yang diadakan baru-baru ini, menyatakan bahwa
kemungkinan besar orang-orang dewasa yang diarrhea apabila minum susu adalah
disebabkan dari tidak pernahnya minum susu adalah disebabkan dari tidak
pernahnya minum susu pada waktu kecil. Kekurangan Lactosa pada orang dewasa
menimbulkan survival genetic pada waktu sbelum orang dewasa ini minum susu.

Minggu IV
SISTEM MEDIS

PENDAHULUAN
Penyakit

pada masyarakat manusia merupakan phenomena biologi dan

kebudayaan sedangkan pada masyarakat binatang hanya merupakan phenomena


biologi. Sehubungan, dengan hal ini, Jeneggoudall telah meneliti chimpanse yang
menderita poliomyletis di Tanzania. Ia menyatakan bahwa chimpanse yang sehat
tidak berusaha menolong temannya yang sakit bahkan menjuhinya. Hal ini tidak
terjadi pada

masyarakat manusia, mcreka selalu memperhatikan masalah

kesehatan dan dengan pengetahuannya ia berusaha memecahkan masalah sakit.


Semuanya ini tidak disebabkan hanya karena masalah

kemanusiaan tetapi juga

menunjukkan bentuk tingkah laku adaptasi manusia yang berbeda dan didasarkan
kepada logika dan perasaan ingin monolong orang lain.
Aktivitas manusia diatur mclalui peranan, dimana setiap manusia
mempunyai peranan misalnya peranan sebagai suami, istri, guru, ayah, anak, petani
dan lain-lain, di mana orang yang memegang peranan mempunyai kewajiban dan
mengharapkan tingkah laku tertentu dari temannya dengan siapa ia berinteraksi.
Hal ini tidak saja terjadi di dalam keluarga tetapi meluas di kalangan kerabat, teman,
tetangga dan lain-lain.
Disini jelas bahwa seorang manusia yang sakit berbeda dengan binatang
yang sakit, di mana orang yang sakit tidak dapat memenuhi kewajiban normalnya
terhadap orang lain.

Di dalam menghadapi krisis sakit yang mengenai salah seorang anggota kelompok,
maka anggota kelompok lainnya harus memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan. Ada 2 alternatif yang harus dilakukan yaitu :
1. Anggota-anggota kelompok dapat membiarkan si penderita dengan
kemampuannya sendiri untuk sembuh kembali atau mati tanpa pertolongan
anggota masyarakat lainnya. Apabila ia sembuh, si penderita dapat
menjalankan peranannya kembali tetapi apabila ia mati maka orang lain
akan menggantikan peranannya.
2. Anggota kelompok dapat mencoba mengusahakan si penderita menjadi sembuh
sehingga ia dapat memenuhi peranannya seperti semula.
Pada masyarakat manusia, alternatif kedua yang biasanya dipilih. Manusia
biasanya mau berspekulasi terhadap waktu, sumber-sumber dan beban ekstra agar
supaya menghmdari gangguan sosial dan biaya yang ditimbulkan oleh adanya
kematian seseorang, tetapi pada beberapa masyarakat, mereka monpertimbangkan
kegunaan si pasien di dalam kelompok, dalam usaha menyembuhkannya. Usaha yang
besar akan dilakukan untuk menyelamatkan seorang kepala .rumah tangga yang
sakit .karena mereka memegang . peranan di dalam kesejahteraan keluarganya. 'Tetapi
scbaliknya, usaha yang kecil sekali dilakukan untuk :mencoba menyelamatkan .orang
yang susah lanjut usianya karena ia mempunyai nilai yang sangat kecil bagi
keluarga dan kelompoknya. Demikian pula halnya dengan bayi dan anak kecil.
Dari hal tersebut di atas jelaslah bahwa masyarakat manusia
membuat strategi adaptasi yang baru didalam menghadapi penyakit yaitu
strategi yang bersifat pencegahan dan penyembuhan penyakit.
Didalam usaha penyembuhan penyakit manusia telah menciptakan suatu
kompleks pengetahuan, kepercayaan, teknik, peranan, norma-norma, nilai-nilai,
sikap, kebiasaan, upacara-upacara dan symbol yang saling berhubungan untuk

membentuk Sistem yang sa-ling mendukung (Saunders). Sistem tersebut


dinamakan Sistem medis.
PENGERTIAN
Foster didalam bukunya "Medical Anthropology" memberikan batasan
sistem medis sebagai keseluruhan pengetahuan, sikap, kepercayaan, praktek
kesehatan dari anggota kelompok masyarakat. Pengertian ini harus digunakan
secara

komprehensif

dengan

me

masukkan aktifitas klinis dan non klinis, lembaga yang formil dan in formil dan
aktifitas lainnya yang menunjang tingkat ke seh atan keiompok .
Selanjutnya Weaver memberikan batasan Sistem medis sebagai kese lu ruhan upaya,
s i.kap , prak tek dan perasaan sehat dan sakit denan pola-pola diagnosa dan pengobatan.
Dari batasan-batasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa batasan
Sistem medis merapunyai arti yang luas. Seperti yang dinyatakan Foster bahwa didalam
pengertian Sistem medis ini tidak hanya terbatas pada kegiatan bagainana dokter
menyembuhkan penyakit tetapi juga termasuk kedalamnya kegiatan pendidikan
kesehatan, sanitasi lingkungan dan lain-lain serta pengetahuan yang mendasari
aktifitas tersebut.
Sistem medis setiap masyarakat dapat dibagi kedalam 2 bagian yaitu :
(Foster)
1. Sistem teori penyakit
2. Sistem perawatan kesehatan.
Sistem teori penyakit meliputi kepercayaan mengenai kesehatan, penyebab
penyakit, pengobatan dan teknik lainnya yang digunakan seseorang untuk
mengobati penyakit. Sedangkan Sistem perawatan kesehatan adalah cara-cara

dimana masyarakat merawat sisakit dan menggunakan pengetahuannya untuk


membantu penyembuhan sisakit. Sistem perawatan kesehatan ini adalah
lembaga sosial yang melibatkan interaksi sejumlah manusia minimal pasien
dengan orang yang bertugas didalam penyembuhan penyakit. Kedua Sistem ini
saling berhubungan dan masing-masing Sistem mempunyai fungsi yang
spesifik. Mengetahui teori penya kit dan Sistem perawatan kesehatan sangat
berguna untuk:
1. Membantu petugas Kesehatan didalam melihat kekuatan dan kelemahan dari
Sistem medis secara koseluruhan.
2. Memungkinkan petugas kesehatan untun lebih bijaksana , dan
lebih sensitif didalam usaha mcngintroduksikan pcrubahan praktek
medis kepada masyarakat.
3. Membantu petugas kesehatan untuk memusatkan perhatian pada data yang
dapat digunakan untuk mengadakan analisa perbandingan Sistem medis
antar kebudayaan.

CIRI-CIRI UNIVERSAL SISTEM MEDIS


Meskipun praktek dan kepercayaan medis pada suatu masyara kat
berbeda dengan masyarakat lainnya, tetapi tetap mempunyai ciri-ciri yang
universal ya i t u :
1. Sistem medis adalah bagian yang integral dari kebudayaan; LembagaLembaga sosial yang pokok pada setiap kebudayaan

sang at

berhubungan satu dengan yang lainnya. Masing-masing lembaga sangat


penting untuk dapat berfungsinya kebudayaan secara normal dan untuk
kelanjutan keberadaannya, misalnya kepercayaan tentang penyakit sangat

erat hubungannya dengan magis,

religi , sehingga tidak

mungkin untuk

memisahkannya. Secara singkat Sistem medis tidak dapat dimengerti hanya


dengan memperhatikan Sistem medis itu sendiri tetapi perlu dipandang
sebagai bagian dari pola-pola kebudayaan. Setiap kebudayaan telah
mengembangkan Sistem medis sendiri dan tingkah laku medis dari
individu dan kelompok adalah bagian dari sejarah kebudayaannya.
Misalnya pada masyarakat Mexico, sehat dijelaskan dalam arti adanya
keseimbangan antara panas dan dingin di dalam tubuh dan di sekitar
lingkungan alam, Oleh karena itu masyarakat dikatakan sehat bila terdapat
keseimbangan dibidang ekonomi, keadilan, kekuasaan dan lain lain.
Pada masyarakat "primitif",
didasarkan kepada magis. Secara

praktek dari kepercayaan

medis

komprehensif, magis digunakan pula

untuk menjelaskan suatu ketidakberuntungan dan untuk mengontrol


lingkungan sosia1.
2.

Rasa sakit dijelaskan oleh kebudayaan.


Penyakit yang disebabkan oloh kuman atau virus kita anggap sebagai kondisi
biologis dan pathologis. Sedangkan ditinjau dari sudut kebudayaan sakit
adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi peranan normalnya
secara saksama sehingga perlu dilakukan suatu tindakan untuk mengatasinya.
Dengan demikian k ita perlu rnembedakan antara penyakit sebagai konsep
pathologis dan sakit sebagai konsep kebudayaan .
Masyarakat menjelaskan sakit dengan anggapan yang berbeda-beda dan suatu
symptom yang dianggap sakit pada masyarakat yang satu tetapi mungkin
tidak dianggap sakit pada masyarakat lain. Misalnya dipedesaan Yunani,
kasus campak, cacar air, batuk rejang tidak pernah dilaporkarkan kerena mereka

menganggap penyakit ini biasa diderit masyarakat dan juga sebagai proses
yang normal bagi anak-anak untuk tumbuh menjadi lebih besar (Blum and
Blum).
Kejadian tersebut diatas juga dijumpai pada masyarakat Indonesia terutama
di daerah pedesaan, di mana anak-anak yang deman dan diarea dianggap
sedang mengalami proses pertumbuhan sehingga penyakitnya dianggap biasa
dan tidak dibawa ke dokter.
3. Semua Sistem medis mempunyai unsur pencegahan dan pengobatan.
Dengan adanya dikotomi antara pencegahan penyakit dan pengobatan penyakit
pada Sistem medis modern maka muncul pendapat bahwa masyarakat
tradisionil tidak mengenal usaha pencegahan penyakit. Hal ini benar karena
pada masyarakat tradisionil tidak mempunyai lembaga pencegahan penyakit.
Namun sebenarnya pada masyarakat tradisional, pencegahan penyakit lebih
berwujud sebagai tingkah laku seseorang yang berkaitan dengan konsep
penyebab penyakitnya dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari
sakit. Misalnya pada masyarakat yang berpendapat bahwa sakit adalah akibat
dari masuk angin maka kegiatan pencegahan penyakit berupa usaha untuk
mencoba menghindari dari udara dingin yang menyebabkan ia sakit.
4. Sistem medis mempunyai banyak Fungsi.
Fungsi dari Sistem medis adalah agar supaya si pasien menjadi sembuh sesuai
dengan harapan yan diinginkan. Sub Sistem perawatan kesenatan tidak hanya
memberikan perawatan kepada pasien, tetapi juga berfungsi untuk menghindarkan
diri "dari tekanan sosial psycholog is, untuk mendapat perhatian, mengontrol
tingkalaku orang lain dan lain-lain.

Sistem teori penyakit juga mempunyai fungsi antara lain : a). memberikan
alasan-alasan untuk melakukan usaha pengoba tan ; b). Menjelaskan mengenai
mengapa penyakit diderita oleh

seseorang; c). memberikan sanksi terhadap

perbuatan yang melanggar aturan atau tidak sesuai dengan kebiasaan setempat
tetapi juga mendorong seseorang melakukan norma sosial dan moral yang
ada. Hal ini benar apabila sakit dianggap sebagai akibat dosa, melanggar tabu.
d). mengontrol tingkah laku yang agresif; Tingkah laku yang agresif pada
batas tertentu ada pada semua manusia. Pada umumnya sifat agresif yang
nyata dapat dikendalikan tanpa membahayakan masyarakat, tetapi pada
masyarakat yang kecil, tingkah laku agresif dapat mengancam kehidupan
masyarakat sehingga harus dikendalikan. Misalnya Spiro menjelaskan bahwa
penduduk kepulauan Micronesia percaya bahwa "Alus" adalah roch yang
dapat menimbulkan penyakit, rasa sial, ketidak beruntungan. Alus ini sangat
ditakuti orang. Perasaan yang ekstrim terhadap alus adalah suatu perbuatan
untuk menempatkan kembali tingkah laku agresif.

Minggu V
ETNOMEDISIN
(SISTEM MEDIS TRADISIONAL)
Sistem medis tradisional adalah Sistem medis yang merupakan produk dari
kebudayaan masyarakat. Di dalam mempelajari systern medis tradisional, para anthropolog
meneliti kepercayaan dan praktek medis dari anggota masyarakat. Ada 2 keuntungan
di dalam mempelajar i Sistem medis tradisional yaitu:
1. Kepercayaan dan praktek medis merupakan alemen yang utama d i d a l a m
s e tiap kebudayaan, sehingga konsekwensinya

dengan

mengetahui

kepercyaan dan praktek medis pada suatu masya rakat maka sekaligus
dapat mengetahui aspek lain dari kebudayaan.
2.

Pengethuan tentang kepercayaan dan praktek medis sangat pen ti ng bag i


pembu at an pe re ncan aan kes ehata n da n j uga me m b a n t u k e b e r h a si l a n
p e m b e r i a n p e l a ya n a n k e s e h a ta n k e p a d a ma syarak umum.

P E N Y E B A B P E N YAK I T
Kalau dilihat dari aspek penyebab penyakit maka terdapat 2 Sistem medis
yakni:
1. Sistem Medis Personalistik.
Sistem ini menganggap bahwa sakit disebabkan oleh intervensi a g e n t
yang bisa berupa mahluk supernatural (dewa, Tu ha n) at au mah lu k
bu kan ma nu si a (r och, nene k moyan g, se ta n, j in, guna-guna)
2.

S iste m med is na tu ra li st ik . D i da la m S iste m ini, s akit d ia ng g a p


sebagai akibat tidak adanya keseimbangan antara ele men-elemen

d i d a l a m t u b u h , p a n a s , d i n g i n , y i n d a n y a n g , y a n g dihubungkan
dengan umur, kordinasi individu dan lingkungan sosiai.
Me nur ut
Pe rs o n a l i s t i k

G lick ,

i nti

pen yeb ab

pen yak it

di

dalam

Si st em

a d a l a h " a g e n t " y a n g d e n g a n k e k u a t a n n y a m e n ye r a n g

p e n d e r i t a . " A g e n t " i n i b i s a b e r u p a m a n u s i a a t a u b u k a n m a h l u k manusia.


Pandangan Click ini mendapat dukungan dari Fortune yang meneliti masyarakat
Melanesia dan Harley yang meneliti masyarakat Meno di Liberia.
Masyarakat Melanesia tidak mempunyai konsrp sakit karena kecelakaan. Misalnya
mereka percaya bahwa jatuh dari pohon kelapa disebabkan oleh guna-guna.
Demikian pula halnya dengan masyarakat Meno di Liberia yang menganggap sakit
tidak alamiah dan penyebabnya ada1ah karena guna-guna.
Harley selanjutnya menyatakan bahwa ada 16 penyebab penyakit dan kematian
antara lain yaitu guna-guna, racun, melanggar tabur kekuatan gaib, binatang.
Pengobatanuya dengan cara

memberikan ramuan, mengorbankan anak atau

budak belian.
Sistem nuturalistik, berpendapat bahwa sehat adalah keadaan di mana
terdapat keseimbangan antara elemen-elemen dida dalam tubuh :atau keseimbangan antara
Yin dan Yang Apabila keseimbangan terganggu oleh kekuatan alam misalnye panas,
dingin, emosi maka si individu akan menjadi sakit. Systern ini mengklassifikasikan makanan ,
jamu, ke dalam panas -dingin atau netral.
Sistem naturalistik ini bera sal dar Yunani, India dan China. Sistem ini terdiri
dari:"humoral pathology, "Ayuverdic" dan Sistem medis China yaitu Yin dan
Yang
1. Humoral Pathology

Teori mi berakar pada teori Yunani yang mengenal 4 elemen yaitu bumi, air,
api dan udara yang telah dikenal pada abab ke 6 . Teori ini paralel dengan
konsep 4 kwalitas yaitu: panas, dingin, kering dan lembab yang apabila
diintegrasikan dengan teori asal menghasilkan konsep 4 cairan yang
diasosiasikan dengan darah (panas dan lembab), lendir (dingin dan lembab)
empedu (dingin dan panas) dan hati (panas dan kering)
Teori ini telah dikembangkan oleh Hypocrates yang menyatakan bahwa tubuh
manusia terdiri dari cairan darah, cairan lendir, cairan empedu, dan cairan hati.
Manusia berada dalam keadaan sehat apabila cairan-cairan ini berada di dalam
proporsi keseimbangan dan bercampur. Sebaliknya sakit terjadi apabila salah satu
cairan kurang atau berlebihan atau tidak bercampur dengan cairan lainnya.Cairancairan tersebut di atas berbeda didalam kwalitasnya yaitu panas, dingin, kering dan
lembab, selain itu berbeda pula didalam kwantitasnya sepanjang tahun bergantung
pada iklim dan cuaca. Misalnya lendir bertambah banyak pada dingin. Pada musim
semi .kwantitas darah bertambah dan distimulasi oieh musim hujan yang basah dan hangat.
Pada musim panas, meskipun darah tetap kuat, cairan empedu bertambah
sedikit demi-sedikit. Sehubungan dengan hal ini, maka Hypocrates menyatakan bahwa
doktcr harus sadar bahwa tiap-tiap penyakit menonjol pada musim-musim tertentu.
Selanjutnya pengobatan diarahkan berlawanan dengan penyebab pen yakit . Misalnya pern
yakit yaing dirasakan oleh karena kelaparan, penyembuhannya dengan cara memberi makanan..
Penyakit yang disebabkan oleh kerja keras maka penyembuhannya dengan cara
istirahat. Kesimpulannya bahwa pengobatan penyakit harus berlawanan dengan
penyebab penyakit.
Temperamen

individu

juga

berbeda

karena

adanya

perbedaan

keseimbangan yang ada pada setiap individu. Oleh karena itu maka

temperamen individu dapat dibagi menjadi temperamen "sanguine" (optimis,


periang), "plegmatic" (apatis), "bilious (pemarah) dan melancholic (depresi, sedih)
. Praktek medis yang baik selalu memperhatikan temperamen pasien. Teori
"Humoral Pathology" ini tetap mempengaruhi masyarakat umum dalam bentuk
ramuan meskipun Sistem medis modern yang ilmiah sudah berkembang.
Dari teori "Homoral Pathologi" ini berkembang konsep panas dingin
yang menyatakan bahwa sakit disebabkan oleh kerena tubuh terkena oleh panas
atau dingin yang berkelebihan. Rasa dingin masuk ke dalam tubuh melalui udara,
makanan yang dingin atau karena tidak memakai sepatu. Tubuh menjadi panas
karena kena panas matahari, api, mandi air panas, karena membaca, tidur, tubuh
sedang

mengandung,

mensturasi,

marah

atau

makan

makanan

panas.

Pengobatannya dilakukan dengan cara memberikan ramuan yang dingin dan


makanan yang dingin. Penyakit yang dikatagorikan kedalam penyakit yang dingin
disembuhkan dengan ramuan dan makanan yang panas. Pada saat ini teori " Humoral
Pathology" mendasari Sistem medis tradisional pada masyarakat Malaysia, Jawa,
Philipina .(Foster) . Di Philipina, kepercayaan ini bcrasal dari Spanyol sedangkan di Malaysia dan Jawa berasal dari pengaruh agama Islam. Pada penelitian Yahya,
di daerah pedesaan di Sukabumi dan Pandeglang, ternyata teori masih menyebar
di masyarakat. Misalnya mereka menggap bahwa sakit panas disebabkan oleh
karena udara panas dan pengobatarnya dengan memberikan ramuan atau
dikompres dengan daun daun cocor bebek, ketimun, labu yang sifatnya dingin.
2. Sistem Medis Tradisional China .
Sistem medis tradisional China sendiri berubah kearah penjelasan
naturalistik pada saat yang bersamaan dengan proses yang terjadi di Yunani
dan India.

Sistem ini bersumber pada kekuatan

"Yin:" dan Yang yang

kelangsungan intraksinya terletak pada semua phenomena alam ( Criozier)

Menurut teori ini, sehat disebabkan karena adanya keseimbang an yang


tepat antara yin dan yang di dalam tubuh manusia. Yang sama
artinya dengan surga, matahari, api, kekeringan, ter ang,, laki-aki, luar, kiri, kehidup
an , bangs awan, baiik, indah, kehujanan atau dapat dikatakan semua elemen yang
bersifat positif. Sedangkan yin menunjukkan kebalikannya yaitu bumi,
bulan, air dingin, kegelapan, wanita, dalam, kanan, kematian, rendah,
miskin atau semua elemen yang sifatnya negatif. Dengan demikian ,
karena sifatnya panas maka "yang" yang berlebihan akan menyebabkan
demam dan karena sifatnya dingin maka "yin" yang berkeiebihan akan
menimbulkan rasa dingin.
Penyakit yang disebabkan oleh kekuatan yang datang dari luar adalah
penyakit "yang" dan yang disebabkan oleh kekuatan dari dalam adalah penyakit
"yin". Meskipun demikian "yin" dan "yang" dianggap sebagai satu kesatuan
kombinasi yang terdapat pada setiap mahluk atau situasi dan keduanya adalah
elemen yang positif dan negatif.
Pada Sistem ini juga mengenal konsep panas-dingin yang dikenal pada
tahun 1368 M. Misalnya beras ketan hitam, kedele , termasuk klasifikasi panas dan apabila
makan dalam jumlah yang besar akan menyebabkan demam, (Mote) Dengan
demikian keseimbangan antara panas dan dingin sangat penting untuk kesehatan
phisik. Selain itu makanan serta obat-obatan mempunyai kwalitas panas dan dingin
sehingga perlu dipertimbangkan didalam usaha memelihara keseimbangan diet dan
penyembuhan penyakit (Tapley). Akupuntur sifatnya dingin sehingga sangat cocok
bagi penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh panas yang berkelebihan.
3. Ayueverdic

Pada masyarakat India, banyak makanan yang dianggap panas atau dingin
dan sama halnya dengan "Humoral-Pathology", teori ini menyatakan bahwa kombinasi
makanan dan ramuan, yang benar dapat memulihkan keseimbangan tubuh yang
telah diganggu. Yang termasuk kategori makanan panas yaitu: tahu, daging, susu,
madu, gula dan makanan dingin, adalah buah-buahan , yoghurt, beras , air. (J.eliffe)
Menurut teori ini tubuh manusia mempunyai 3 cairan atau "Dosha" oleh
karena itu teorinya dinamakan "Tridosha" yaitu cairan lendir, cairan empedu, dan
angin. Badan sehat apabila ketiga "Dosha" ini seimbang dan sakit apabila satu
"Dosha" atau lebih tidak cukup berfungsi (Leslie) .
Faktor penyebab menurut Sistem Personalistik dan Naturalistik yaitu:
1. Didalam Sistem personalistik, sakit adalah merupakan kasus khusus
didalam usaha menjelaskan semua keadaan yang tidak beruntung,atau
dengan perkataan lain terjadinya sakit karena tidak beruntung atau sial.
Hal ini juga digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah misalnya: gagal
panen, perceraian, pencurian dan lain lain. Sebaliknya pada Sistem naturalistik,
penyebab dibatasi hanya untuk penyakit itu saja, mereka tidak menghuhungkan
masalah-masalah kekeringan, kegagalan panen dan lain-lain.
2. Sistem

personalistik

berpandangan

bahwa

penyebab

penyakit

berhubungan erat dengan agama dan magis sedangkan pada Sistem


naturalistik, unsur agama dan magis sangat kecil peranannya.
3. Pada systen naturalistik, penyakit disebabkan oleh penyebab tunggal yaitu panas atau
dingin yang berlebihan yang menimbulkan ketidakseimbangan di dalam
tubuh. Sedangkan Sistem personalistik lebih kompleks yaitu Sistem ini pa1ing
tidak mengenai 2 tingkatan penyebab dan didalam penyembuhannya
harus mempertimbangkan hal tersebut. Sistem ini membedakan "agent"
penyebab penyakit (hantu atau mahluk halus) dan teknik yang digunakan

oleh "agent" itu sendiri misalnya racun, mencuri roch atau guna-guna,
disamping itu mereka mencari siapa pelakunya.
4. Pada Sistem personalistik, memerlukan seseorang yang pandai di dalam
menyembuhkan penyakit dengan menggunakan kekuatan gaib (dukun,
shaman).Sedangkan pada Sistem naturalistik tidak mengenal shaman. Pada
Sistem

ini

orang

yang

bertindak

sebagai

penyembuh

penyakit

memperoleh keahliannya melalui observasi dan pengalaman praktek


5. Pada

Sistem

personalistik

shaman

selalu

mencari

pelaku

yang

menyebabkan seseorang sakit sedangkan pada Sistem naturalistik, pasien


dan keluarganya yang menentukan penyebab penyakit. Si pasien mencari
pertolongan dari seseorang yang berfungsi sebagai penyembuh untuk
mengatasi symptomnya.

Minggu VI
TINGKAH LAKU SAKIT

PENGERTIAN SAKIT DAN PENYAKIT


Kesehatan bukan saja merupakan dimensi biologi tetapi juga merupakan
dimensi sosial, budaya dan psikologi . Dengan demikian kita harus membedakan
pengertian penyakit yang menunjukkan dimensi biologi dan pengertian sakit
yang menunjukkan dimensi sosial, psikologi . Sehubungan dengan hal ini maka
seorang sarjana yaitu Andrew C.Twaddle memberikan batasan penyakit sebagai
suatu keadaan tidak sehat. Penyakit merupakan phenomena subyektif yang dapat
diukur melalui pemeriksaan laboratorium, observasi langsung dan melalui gejala-gejala sakit yang
ada pad a penderita. Sedangkan sakit merupaknn phenomena subyekttif dari keadaan tidak
sehat yang pada umumnya lebih menjadi pusat perhatian si penderita Termasuk
kedalam pengertian ini adaiah rasa sakit, lemah, pusing atau gejala-gejala lain yang
dirasakan tidak enek dan mempengaruhi aktifitas sosial nya. Lebih 1anjut lagi
Allan Young menyatakan bahwa sakit adalah persepsi dan pengalaman seseorang yang
berhubungan dengan keadaan tubuhnya yang dirasakan tidak enak.
Hasi1 wawancara mahasiswa FKMUI dengan beberapa penduduk di Jakarta ya n g
berasal dari suku Sunda, Jawa, Minangkabau, Jakarta asli, maka pengertian sakit yang
dikemukakan masyarakat tidak berbeda dengan def inisi di atas . Mereka menyatakan bahwa
sakit adalah keadaan dimana seseorang tidak bisa lagi melakukan pekerjaan,
nafsu makan berkurang, susah tidur, panas tinggi, mual dan lain-lain.
Akibat adanya perbedaan pengertian

antnra sakit dan penyakit maka

menurut Andrew C. Twaddle ada 3 perhatikan oleh petugas kesehatan terutama


para dokter yaitu:

1. Siapa yang dikatakan sehat dan siapa yang dikatakan sakit.


2. Hampir tidak ada pasien yang datang ke dokter dengan suatu penyakit.
Mereka datang dengan keluhan-keluhan

symptom yang dirasakan dan

symptom ini bervariasi dari pasienyang satu dengan pasien yang lain.
Selain dari pada itu, tidak hanya penyakit yang menyebabkan timbulnya
symptom tersebut. Didalam menghadapi masalah ini maka proses
pengobatan mempunyai arti yang kecil kecuali dokter dapat menjelaskan
hubungan antara symptom dan penyakit dengan cara yang dapat diterima
pasien.
3.

Untuk dapat mengetahui penyebab-penyebab dari keluhan

pasien, maka

dokter harus memperhatikan tidak hanya pada phisiknya saja tetapi juga harus
memperhatikan hubungan

pasien dengan orang lain, pekerjaannya, kondisi

kebudayaannya

dan

lain-lain.Therapi yang baik selalu melibatkan juga intervensi pada hal-hal


yang berhubungan dengan

kehidupan.

PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP TINGKAH LAKU SAKIT


Cara seseorang di dalam mengutarakan sakitnya dan apa yang dilakukan
untuk mengatasi berbeda dan sangat bergantung kepada latar belakang kebudayaannya.,
masyarakat umum juga mempersepsikan sakit berbeda dengan dokter. Dokter telah belajar
dalam waktu yang cukup lama untuk dapat mendiagnosa dan mengobati pasien
dan sebalikaya pasien tidak memiliki pengetahuan tersebut. Pengertian yang sama
mengenai gejala penyakit tidak selamanya memberikan asosiasi yarg sama bagi
masyarakat umum dan dokter meskipun mereka sama-sama menggunakan istilah
yang sama. Dokter di dala m usahanya mengklasifikasikan "sakit" berbeda dengan

pasiennya meskipun pada waktu menjelaskan kepada pasien selalu menggunakan


bahasa yang sederhana dan tidak menggunakan istiiah-istilah khusus dibidang
kedokteran.

Terjemahan-terjemahan

terhadap

terminologi

medis

dapat

menimbulkan masalah kecuali kalau dapat diperlihatkan dengan nyata dan jelas.
Di-dalam hubungan ini, Gilbert Lewis mengemukakan sebuah kasus dimana
seorang New Guinea menderita sakit parah, la merasa lemah, perut dan kakinya
bengkak ia memutuskan untuk pergi ke Rumah Sakit. Didalam perjalanannya ke
Rumah Sakit, ia harus melalui desa tetangganya. Setelah sampai di desa itu,
orang-orang melarangnya untuk melewati desa tersebut karena mereka takut
penyakitnya akan menular. Mereka menganggap bahwa orang tersebut menderita
lepra. Akhirnya ia kembali ke desanya dan tidak berapa lama ia meninggal. Dari
hasil pemeriksaan ternyata orang tersebut menderita penyakit lever bukan lepra.
Masyarakat menganggapnya menderita lepra karena badannya bengkak. Mereka
mempelajarinya dari petugas kesehatan mengenai gejala penderita penyakit lepra
yang sudah parah dimana salah satu gejalanya adalah adanya pembengkakkan.
Petugas kesehatan tidak menjelaskan kepada mereka tentang gejala-gejala
penyakit lepra yang masih dini. Disini jelas bahwa masyarakat menggunakan istilah
penyakit yang sama yaitu lepra tetapi dengan arti yang berbeda. Disamping itu
masyarakat biasanya tidak mengetahui bahwa penyebab penyakit dapat dicari dari
gejala-gejala klinis pasien. Mereka lebih menekankan kepada pencarian tingkah 1aku
apa yang telah dilakukan oleh seseorang sehingga menyebabkan ia sakit. Hal ini
tentunya bertentangan dengan doktei; yang berpendapat bahwa dengan
mengetahui gejala-gejala penyakit akan lebih tepat mendiagnosanya dan
mengobatinya. Sesuatu yang dilakukan oleh dokter mungkin tidak memenuhi
harapan pasien apabila tindakannya tidak sesuai dengan harapan si parien dan hal ini
akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan pasien terhadap dokter. Pada umumnya

pasien mengharapkan agar dokter

memperhatikan keadaan sosial yang

mempengaruhmya dan hubungan pasien dengan

orang-orang di sekitarnya.

Tetapi pengetahuan tersebut tidak pernah ada pada klasifikasi medis. Sebagian
besar petugas kesehatan hanya memusatkan penhatiannya pada individu si pasien,
dan tubuhnya.

Untuk tujuan pengobatan, akan lebih tepat apabila juga

mengklasifikasikan penyakit menurut latar belakang sosial dari si pasien, misalnya


klasifikasi umur, pendapatan, pendidikan, agama, pekerjaan, jarak rumah ke
fasilitas kesehatan. Selain itu perlu diperhatikan mengenai pengaruh penyakit
terhadap pekerjaannya, terhadap situasi

di rumah dan terhadap kegiatan

sosialnya dan lain-lain.


Intensitas didalam mengutarakan perasaan sakit tidak secara otomatis berasal dari
keadaan luka-luka tubuhnya. Perasaan takut terhadap implikasi penyakitnya
dimasa yang akan datang dapat lebih mengintensifkan rasa sakit. Sehubungan
dengan ini, Zborousky (1952) meneliti respon pasien terhadap sakit pada bangsa
Yahudi, Italia dan orang Amerika. Sedangkan Koos (1955) meneliti masyarakat
Amerika. Koos didalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa orang-orang
Amerika dari kelas sosial yang tinggi lebih banyak dan sering merasa dirmya sakit
dan juga lebih sering mencari pertolongan dokter dan pada orang Amerika dari
kelas yang rendah. Zborowsky yang telah mempelajari reaksi terhadap sakit pada
suku bangsa Yahudi, Italia, Irlandia dan Amerika di rumah sakit di New York, ia
menyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Italia memberikan respon terhadap sakit
dengan cara yang emosional dan berlebih-lebihan. Sebaliknya orang Irlandia dan
Amerika tidak pernah mengeluh sakit. Orang-orang Italia berusaha untuk
menghindari rasa sakit dengan cara menyatakan perasaan sakitnya, sedangkan orangorang Yahudi menekankan kepada arti dan pentingnya rasa sakit tersebut dan
konsekwensi rasa sakit untuk kesejahteraan dan kesehatannya dimasa yang akan

datang. Observasi Zborowsky di ditunjang oleh studi yang dilakukan oleh (Croo
196 1). Ia menyatakan bahwa orang Yahudi dan Italia sering mengeluh sakit. Pada
orang-orang Italia dari golongan pendidikan yang rendah lebih senang
mengeluh dan pada golongan pendidikan yang tinggi sedangkan pada bangsa
Yahudi sama bagi semua golongan.Selanjutnya Mechanic (1963) melakukan
penelitian terhadap 300 mahasiswa di 2 Universitas, dan menyatakan bahwa
mahasiswa Yahudi lebih sering mengeluh sakit daripada mahasiswa-mahasiswa
yang beragama Protestan dan Katolik. Hal ini ditunjang oleh penelitian Segel
(1965). Suchman didalam hasil pnelitiannya menyatakan bahwa orang-orang
Yahudi mempunyai angka kematian anak yang rendah jika dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Zborowski mencoba meneliti hubungan sikap dan tingkah
laku ibu dengan tingkah laku sakit anaknya. Ia menyatakan bahwa pasien Yahudi
dan Italia dilatarbelakangi oleh tingkah laku ibunya yang terlalu melindungi dan
selalu kuatir terhadap anaknya. Pada masyarakat Yahudi; anak yang menangis
karena merasa sakit selalu ditanggapi ibunya secara simpati dan selalu mendapat
pertolongan.
Selama kebudayaan Yahudi dan Italia membenarkan seseorang untuk
menyatakan perasaan sakitnya secara bebas dengan kata-kata, suara, gerakangerakan maka mereka merasa bebas untuk mengeluh terhadap penyakitnya dan
memanifestasikannya dengan cara menangis, berteriak dan la in-lain. Sebaliknya
orang Amerika selalu menutupi perasaan sakit. Mereka berpendapat bahwa tidak
ada gunanya untuk mengeluh dan berteriak-teriak karena tidak menolong si sakit.
Meskipun demikian apabila mereka merasa sangat sakit, maka akan menangis
tetapi apabila da lam keadaan tidak ada orang lain disekitarnya. Mechanic juga
melakukan penelitian terhadap tingkah laku sakit. Ia menyatakan banwa umur dan jenis
kelamin sangat mempengaruhi tingkah laku sakit . Anak laki-laki lebih takut sakit

daripada anak wanita dan anak-anak tertua dalam keluarga lebih takut sakit
daripada anak-anak lainnya. Hal ini ditunjang oleh penelitian Anderson (1963)
yang menyatakan bahwa wanita lebih banyak menggunakan fasilitas kesehatan
daripa da laki-laki dan tingkat kecelakaan lebih tinggi pada anak laki-laki daripada
anak wanita pada umur yang sama.
Dari data tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dan
kondisi sosial sangat memegang peranan penting didalam tingkah laku sakit.
Sehingga untuk memahami tingkah la ku sakit pasien, kita harus melihat juga
latar belakang sosial dan budaya pasien daripada hanya melihat keadaan biologi
si pasien.
Pada setiap masyarakat, terdapat peraturan yang tidak tertulis mengenai
bagaimana orang-orang harus bertingkahlaku apabila ia sakit. Disamping itu, biaya
sosial atau keuntungan akibat sakit sangat mempengaruhi seseorang didalam
mencari pertolongan. Sebaliknya, spontanitas orang lain didalam membantu si
sakit bergantung kepada pandangan mereka terhadap obligasi pada si sakit, penilaian
terhadap situasi si sakit dan pandangan mereka terhadap waktu, biaya dan
kapasitas pertolongan. Tanggapan yang diberikan terhadap keadaan sakit
tergantung tidak hanya pada jenis penyakit yang menyerang si sakit tetapi
juga Pada masyarakat yang kecil, sakit yang diderita oleh salah seorang
anggota masyarakat dapat mempengaruhi anggota masyara kat lainnya,
sehingga hal ini dapat menjelaskan mengapa orang orang pada masyarakat
ini menekankan pada pentingnya dampak sosial dan moral akibat sakit.
Informasi mengenai hal-hal tersebut di atas sangat diperlukan bagi
petugas kesehatan didalam usahanya irseningkatkan kesehatan masyarakat.
PERANAN SOSIAL DARI KEADAAN SAKIT

Semua orang menginginkan sehat daripada sakit tetapi kesehatan bukan


merupakan prioritas. Utamanya kehidupan sebagian besar masyarakat. Oleh karcna itu
sehat nanya dapat dimengerti dalam hubunqannya dengan kehdupan yang lebih
luas.
Foster menyatakan bahwa sakit mempunyai peranan sosial yaitu antara lain
sebagai berikut :
1. Sakit memberikan kebebasan dari tekanan-tekanan hidup yang tidak
dapat lagi ditahan. Person dan Fox menyatakan bahwa kegagalan si
sakit di dalam menjalanlan fungsi moralnya bukan merupakan kesalahannva dan
la berhak mendapatkan perawatan. Konsekwensinya adalah di dalam situasi
menghadapi tekanan sosial yang berat maka sakit merupakan jalan
pemecahan yang menarik.
2.

Tingkah laku sakit sebagai salah satu cara untuk


telah dilakukan seseorang. Seorang yang

menutupi kegagalan yang

sakit berarti ia tidak dapat

memenuhi tugasnya dan dapat menghindar dari tanggung jawabnya sehingga


seseorang dapat menyatakan kepada orang lain bahwa kegagalannya
diakibatkan oleh sakitnya. Kita sering mendengar alasan sakit sebagai
penyebab kegagalan seseorang meskipun kenyataannya tidak benar.
3.

Tingkah laku sakit sebagai salah satu cara untuk mendapat perhatian dari
orang lain. Pada umumnya masyarakat memborikan perhatian kepada orang
yang sakit dengan cara mengucapkan ikut berduka cita, memberikan hadiah,
makanan yang khusus dan lain-lain. Bagi orang orang yang merasa kesepian,
tingkah laku sakit digantikan untuk memperoleh perhatian dari orang lain.
Balint menyatakan bahwa sebagai akibat urbanisasi di London, maka banyak
orang-orang yang hidup menyendiri dan merasakan kesepian. Apabila mereka ia

merasakan suatu masalah maka mereka bertingkah laku sakit dan mendatangi dokter
untuk mendapat perhatian. Kita sering melihat anak yang bertingkah laku sakit
disebabkan karena ingin rnendapat perhatian dari ibunya.
4.

Rumah sakit digunakan sebagai tempat hiburan, istirahat. Beberapa ibu pada
masyarakat desa merasa senang untuk mendapat perawatan di Rumah Sakit
pada waktu melahirkan meskipun kemungkinan cara-cara perawatan di Rumah
Sakit berbeda dengan tradisi melahirkan di desanya dan juga kemungkinan
melanggar tabu. Mereka merasa istirahat, mendapat makanan yang baik,
bebas dari gangguan anak-anak dan bebas dari pekerjaan rumah tangganya.
Kasus ini tidak hanya dilakukan oleh ibu-ibu pada masyarakat desa tetapi juga
oleh orang-orang kota yang tidak mempunyai keluarga, hidup sendiri . Mereka
lebih banyak mcnggunakan rumah sakit sebagai tempat hiburan.

5. Tingkah laku sakit digunakan sebagai alat pengawasan sosial.


Pada masyarakat Amerika, manipulasi terhadap tingkah laku sakit biasanya
dilakukan oleh ibu-ibu yang berstatus janda, penderita-penderita penyakit
khronis. Mereka bertingkah laku sakit dengan harapan anaknya tetap
merawatnya. Foster juga menyatakan bahwa orang imigran bangsa
Mexico yang bekerja di Amerika Serikat pulang ke tempat asalnya karena
ibunya memanggil mereka kembali dengan alasan sakit. Setelah mereka
berada di Mexico mereka tidak diizinkan kembali ke Amerika. Tingkah laku
sakit juga digunakan sebagai alat kontrol untuk memperoleh sesuatu.
Showel menyatakan bahwa selama perumahan dan, kesejahteraan sosial
terbatas, maka beberapa orang Israel telah memperlakukan sakit sebagai alat

untuk memperoleh fasilitas tersebut diatas karena orang yang sakit mendapat
prioritas. Akibatnya dokter-dokter selalu dimintai surat sakit untuk
memperoleh obyek yang dikehendaki.
6. Sakit sebagai perwujudan untuk menebus dosa.
Pada masyarakat baik dinegara Barat maupun di negara non barat, beranggapan
bahwa sakit adalah sebagai akibat dosa yang telah ia lakukan. Setiap penyakit
adalah hukuman . Untuk menebus dosa melalui penderitaan, dan penderitaan
ini dapat dilakukan untuk menebus dosanya sendiri, dosa orang tua, dosa
keluarganya.

Konsekwensinya

adalah timbulnya

anggapan di dalam

masyarakat bahwa orang yang sakit adalah orang yang berdosa dan melalui
sakitnya, semua orang mengetahui bahwa ia berdosa (Roomer) .Disamping itu
timbul anggapan bahwa apabila obatnya tidak pahit atau suntikannya tidak
sakit maka khasiatnya tidak ada.
Didalam hubungannya dengan peranan sakit, Talcott Parson telah
mengembangkan model "Sick Role" yang

telah banyak digunakan ahli-ahli

limu sosial. Ia menyatakan bahwa pasien mempunyai 2 hak atau harapan yaitu
1. Dibebaskan dari tanggung jawab sosialnya
2. Memperoleh perawatan sampai ia sembuh.
Disamping itu pasien mempunyai 2 kewajiban yaitu :
1. Ia berkewajiban untuk berusaha agar cepat sembuh
2. Ia berkewajiban mencari pertolongan dan bekerjasama dengan dokter untuk
dapat segera mengatasi sakitnya.
Model ini mendapat kritikan dari Kossebaum, Bauman, Mc Kinlay yang
menyatakan bahwa model ini hanya dapat diterapkan pada penderita yang "acute"

dimana sehat

sepenuhnya merupakan harapan penderita. Model ini tidak bisa

digunakan pada kasus penyakit yang kronis, penyakit degenerasi yang


penyembuhannya secara total tidak memungkinkan. Selain itu, mereka
berpendapat bahwa tidak semua penyakit yang khronis mengganggu peranan
pasien secara total. Misalnya penderita sakit jantung menghambat aktifitas fisik
tetapi ia masih dapat melakukan aktifitas sosialnya secara wajar. Disamping itu
penderita penyakit khronis tidak menyebar secara merata pada masyarakat karena
penyakit ini erat hubungannya dengan keadaan umur yang sudah tua. Model ini
juga lemah bila diterapkan pada kasus penderita penyakit jiwa.Terapi pada penderita
penyakit jiwa lebih menekankan pentingnya pasien selalu aktif, dapat berdiri sendiri
dengan perkataan lain penderita tidak dibebaskar dari seluruh tanggung jawabnya.
Suchman menjelaskan tahapan sakit yang dialami seseorang, biasanya melalui beberapa
tahap, diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap dirnana pasien merasakan adanya gejala sakit.
Pada tahap ini, penderita merasa sakit, merasa berubah penampii annya. la sakit ini
menurut Suchman dapat dikenal dan di jelasKan tidak dalam Kategori diagnosa
medis lain hubungannya dengan intervensi terhadap fungsi sosial, oleh karena itu diketahui
lalu diinterpretasikan .Keadaan tersebut menimbulkan respons yang emosional yang
berupa rasa takut, rasa sakit dan rasa ingin tahu.
Para ahli anthropologi menyetujui pendapat Suchman tetapi ada
perbedaan pandangan antara masyarakat Barat dan non Barat. Orang-orang
di negara Barat dapat menerima pendapat dokter dan mulai mengobati
penyakitnya rneskipun tidak adanya indikasi sakit yang nyata. Sebaliknya
masyarakat non Barat, ia berpendapat banwa apabila tidak ada rasa sakit
maka penyakitnya tidak ada. Misalnya Read menjelaskan bahwa petani

Mesir menyatakan bahwa penyakit Biiharziasis dan penyakit parasit lainnya


bukan penyakit karena mereka tidak merasa sakit. Ramakrisna, juga
mendukung pendapat Read dan ia menyatakan bahwa di Pachnarki yang
terletak dibukit India bagian tengah, banyak penduduk yang berpenyakit
gondok tetapi selama gondok tidak mengganggu aktifitasnya sehari-hari
maka gondok tersebut tidak dianggap sebagai penyakit dan mereka tidak be
rusaha untuk menga tas inya .
2.

Tahap di mana seseorang dinyatakan sakit dan memerlukan perawatan .


Pada tahap ini si penderita akan mencari nasehat dan melaku kan
pekerjaan sendiri. Mereka meminta nasehat kepada keluarganya, anak
cucunya dan teman-temannya. Disini kerabatnya teman-temannya yang
memutuskan bahwa si penderita benar benar sakit dan dibebaskan dari
kewajibannya kepada orang lain.

3. Tahap di mana pasien perlu mendapat perawatan medis yang profesional;


Pada tahap ini si pasien diputuskan untuk mencari perawatan medis yang
profesional.
Pada masyarakat Barat, keputusan ini diambi1 setelah berkonsultasi
dengan dokter dan keluarga, sedangkan pada masyarakat non Barat terutama
masyarakat pedosaan, keputusan ini diambil lebih lambat karena melibatkan
banyak orang. Clark menjelaskan bahwa masyarakat Mexico yang berada di
California, keputusan diambil dengan cara melibatkan keluarga, saudara dan
teman. Hal yang berhubungan dengan perawatan kesehatan pasien
ditanggung oleh keluarganya dan teman dekatnya. Demikian pula di
Indonesia . Dari hasil penelitian didaerah Sukabumi dan Pandeglang , ternyata

bahwa keputusan berobat tidak hanya melibatkan keluarga, saudara , dan


teman tetapi juga melibarkan kepala desa, kepala rukun tetangga.
4. Tahap dimana si individu berperan sebagai pasien.
Pasien yang dapat diharapkan sembuh secara total akan bereaksi ambivalen
yaitu ia merasa kondisinya diketahui oleh dokter dan pengobatannya akan
menyembuhkan pasien tetapi dibarengi dengan perasaan penolakan .si pasien
untuk selalu tergantung kepada dokter. Sebaliknya pasien yang menderita
penyakit khronis mengetahui bahwa penyembuhan secara total tidak mungkin
sehingga ia menerima ketergantungannya kepada dokter dan mereka merasa
senang karena dengan demikian kekhawatirannya dapat dibagi kepada dokter.
5. Tahap penyembuhan atau rehabilitasi.
Pada umumnya, disemua masyarakat mempunyai upacara atau kebiasaan yang
berupa tindakan yang simbolis yang menyatakan bahwa si pasien sudah
sembuh.
Pada masyarakat di Indonesia terdapat kesehatan sebagai pernyataan rasa
terimakasih kepada Tuhan bahwa pasien sudah sembuh dan mengharapkan agar
penyakitnya tidak kambuh lagi. Maccem menjelaskan bahwa masyarakat Nigeria
melakukan upacara terutama bagi penderita sakit jiwa dengan cara si pasien
dibawa ke sungai dan dimandikan dengan darah burung- Kemudian pakaiannya
bersama-sama dengan bangkai burung dibuang ke sungai. Disarnping itu seorang
pendeta inendoakan agar penyakitnya tidak kambuh kembali. Sipasien yang sudah
sembuh itu kemudian menemui sanak saudaranya.

Anda mungkin juga menyukai