Anda di halaman 1dari 22

Muhamad rizwan ayogi (1420121038)

Maku:psikososial budaya

Semester:5

Prodi:s1 keperawatan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG


Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam
keperawatan yang berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya
dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai perilaku caring, layanan
keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang sehat sakit, serta pola-pola tingkah
laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge yang ilmiah dan
humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan
budaya universal (Marriner-Tomey, 1994). Teori keperawatan transkultural ini
menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami budaya klien
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya
culture shock maupun culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar
(perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok
budaya tertentu (klien) sedangkan culture imposition adalah kecenderungan
tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun terang-terangan
memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena
mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.
Teory keperawatan transkultural matahari terbit, sehinnga di sebut juga
sebagai sunrise modelmatahari terbit (sunrise model ) ini melambangkan esensi
keperawatan dalam transkultural yang menjelaskan bahwa sebelum memberikan
asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, komunitas,
lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan mengenai
pandangan dunia (worldview) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial
yang, bersyarat dalam lingkungan yang sempit. Dimensi budaya dan struktur
sosial tersebut menurut Leininger di pengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi,
agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan,
Peran perawatan pada transcultural nursing teory ini adalah menjebatani
antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem
perawatan prosfesional melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat
tersebut digambarkan oleh leininger.oleh karena itu perawat harus mampu
membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan
kepada masyarakat. Jika di sesuaikan dengan proses keperawatan, hal tersebut
merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien harus tetap
memperhatikan tiga perinsip asuhan keperawatan, yaitu :
1.      culture care preservation/maintenance, yaitu prinsip membantu, memfasilitasi,
atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan
tingkan kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan.
2.      Culture care accommodation/negotiation ,yaitu prisip membantu, memfasilitasi,
atau memperhatikan fenomena budaya yang merefleksikan cara-cara untuk
beradaptasi,atau bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan
gaya hidup individu atau klien.
3.      culture care repatterning/restructuring, yaitu :prinsip merekonstruksi atau
mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola
hidup klien kearah lebih baik.

B.     TUJUAN
1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menentukan cara pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi berdasarkan teori transkultural.
2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui pengkajian berdasarkan cultural nursing yang
meliputi :
1)      Mahasiswa mengetahui faktor tekhnologi
2)      Mahasiswa dapat mengetahui faktor agama dan fisiologi
3)      Mahasiswa dapat mengetahui social dan ikatan kekerabatan
4)      Mahasiswa dapat mengetahui nilai budaya dan gaya hidup
5)      Mahasiswa dapat mengetahui faktor kebijakan dan hokum
6)      Mahasiswa dapat mengetahui faktor ekonomi
7)      Mahasiswa dapat mengetahui faktor pendidikan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.    DEFINISI BUDAYA

Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya


misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu
kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua
ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini
adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk
tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga
mencangkup barang-barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga,
pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya
berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku
tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu
peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan
sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu
memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari, budaya merupakan struktur
dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris
Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan
manusia sebagai anggota masyarakat. ( Brunner dan Suddart, 2001 ). Sedangkan
petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan
adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi
berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya. The American
Herritage Dictionary mengertikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan
dari pola prilaku yang dikirimkan melalui kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia.

Banyak ahli budaya mendifinisikan arti budaya dan kebudayaan ini


dengan berbagai argumen, tetapi intinya adalah sama, koentjaraningrat (1990)
menjelaskan bahwa kebudayaan berasal dari bahasa sangsengkerta buddayah
yeng berarti budi atau akal, bisa juga daya dari budi, sedangkan
kebudayaanadalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing (1992) mengadopsi
berbagai pengertian kebudayaan dari para ahli yang kemudian dapat disimpulkan
bahwa budaya adalah suatu yang mengandung unsur pengetahuan, kepercayaan,
adat istiadat, prilaku yang merupakan kebiasaan yang diwariskan. Budayaan atau
kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau
menegrjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta


secara historis baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada
suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn
dan kelly, dalam kessing, 1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat
terhadap berbagai peristiwa kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-
beda pada berbagai kelompok di masyarakat. Andrews dan Boyle (2003)
mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa budaya adalah pengetahuan
yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku, dan
praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berpikir
dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa
kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang berarti akal budi.
Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan kata ‘cuture’.
Kata culture berasal dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau kebudayaan
adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup berbagai
komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan hidupnya sehari-hari. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Oliver (1981) yang juga memberikan penekanan bahwa budaya merupakan
sekumpulan ide yang digunakan manusia untuk menjawab permasalahan hidup
yang mendasar.

Zanden (1990) menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan


sosial masyarakat yang mempelajari pola berpikir, merasa, dan bertindak yang
ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya termasuk penggunaan pola-
pola tersebut dalam sesuatu yang bersifat materi. Sementara itu samovar dan poter
(1995) mengutip pernyataan Adamsom dan Frost yang mengatakan bahwa kultur
merupakan pola tingkah laku yang dipelajari yang merupakan satu kesatuan
system yang bukan hasil dari keturunan. Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa
kultur atau memiliki karakteristik sendiri. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B.     KARAKTERISTIK BUDAYA

Dincker (1996), menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989),


yang menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu : pertama, budaya
dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya mereka sendiri sejak
lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang sama
membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok
merupakan bagian dari identitas budayanya.

Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan


kondisi khusus pada sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan
sebagainya. Adaptasi budaya pada negara maju diadopsi sesuai dengan tehnologi
yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis,
berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi
wanita dan sebagainya. Penelitian batak Toba di Indonesia yang beradaptasi
dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan diri
dengan budaya setempat.

Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :

1.      Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika
dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah
secara otomatis anak itu bisa berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses
pembelajaran oleh orangtuanya.
2.      Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya kerena generasi
sebelum kita mengejarkan kita banyak hal tersebut. Suatu contoh upacra
penguburan placenta pada masyarakat jawa, masyarakat tersebut tidak belajar
secara formal tetapi mengikuti prilaku nenek moyangnya.
3.      Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa memepelajari budaya orang
memerlukan simbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar
pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer
budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang
mengkarakteristikkan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik,
gelang yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
4.      Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis
dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada
sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning,
pada zaman modern tradisi tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang tahun.
5.      Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi
elemen-elemen budaya yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan dapat
memepengaruhi prilaku seseorang yang tinggal dilingkungan tersebut.
6.      Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang
benar, apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini
terjadi pada kelompok suku yang lain. Meskipun tiap kelompok memiliki pola
yang dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain,
sebagian besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak
sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu
aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang
menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada
variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok
juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi, hanya
belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat
memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).

C.     PERILAKU BUDAYA KESEHATAN

Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau
sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia,
dan negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai
berbagai suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat
kebiasaan yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di
masyarakat. Ada perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan
penyakit yang terkait dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam
menghadapi kematian, menurut Crist (1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat
(1990), dari hasil studi komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap
manusia dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi
maut.

Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system


pengobatan di mana berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir
berdampingan termasuk humoral medicine dan elemen magis. Indonesia
merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dimana tiap suku atau
kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma, perilaku, adat istiadat
yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang terkait dengan
perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat Indonesia terdapat
kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.

D.    DEFINISI KEPERAWATAN TRANSKULTURAL


Keperawatan transkultural merupakan istilah yang sering digunakan dalam
cross-cultural atau lintas budaya, intercultural atau antar budaya, dan
multikultural atau banyak budaya (Andrews,1999). Leininger merupakan ahli
antropologi keperawatan sejak pertengahan lima puluhan yang merencanakan
bahwa transkultural nursing merupaer mendefinisikan “transkultural Nursing”kan
area formal yang harus diaplikasikan dalam praktik keperawatan
(leininger,1999;McFarland,2002).
Leininger mendefinisikan”transkultural Nursing” sebagai area yang luas
dalam keperawatan yang mana berfokus pada komparatif studi dan analisis
perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care
dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan
perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang
spesifik dan kultur yang universasl dalam keperawatan (Andrews and
Boyle,1997: Leininger dan McFarland,2002). Tujuan dari transkultural dalam
keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu
juga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang humanis
sehingga terbentuk praktik keperawatan sesuai dengan kultur dan universal
(leininger,1978).

E.     KONSEP UTAMA KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural


berasal dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini
dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan.

1.      Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan
polanya bervariasi diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya.
2.      Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan
dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada
manusia sejak lahir , masa perkembangan , masa pertumbuhan , masa pertahanan
sampai dikala meninggal.
3.      Caring adalah esensi dari keperawatan dan membedakan, mendominasi serta
mempersatukan tindakan keperawatan. Keperawatan adalah fenomena
transkultural dimana perawat berinteraksi dengan klien, staff dan kelompok lain.
4.      Identifikasi universal dan nonuniversal kultur dan perilaku caring profesional,
kepercayaan dan praktek adalah esensi untuk menemukan epistemology dan
ontology sebagai dasar dari ilmu keperawatan.
5.      Culture adalah berkenaan dengan mempelajari, membagi dan transmisi nilai,
kepercayaan norma dan praktek kehidupan dari sebuah kelompok yang dapat
terjadi tuntunan dalam berfikir, mengambil keputusan, bertindak dan berbahasa.
6.      Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang mana membimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu lain atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, meningkatkan kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan.
7.      Nilai kultur berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih tinggi atau jalan
yang diinginkan untuk bertindak atau segala sesuatu yang diketahui yang mana
biasanya bertahan dengan kultur pada periode tertentu.
8.      Perbedaan kulturdalam keperawatan adalahvariasidari pengertian pola, nilai atau
simbol dari perawatan,kesehatan atau untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan
kehidupan atau untuk kematian.
9.      Culture care universality berkenaan dengan hal umum, merupakan bentuk dari
pemahaman terhadap pola, nilai atau simbol dari perawatanyang mana kiltur
mempengaruhi kesehatan atau memperbaiki kondisi manusia.
10.  Etnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki, kepercayaan
dan prakteknya lebih tinggi untuk kultur yang lain.
11.  Cultural imposition berkenaan dengan kecendrungantenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas kultur lain karena mereka
percaya bahwa ide mereka lebih tinggi dari pada kelompok lain.

F.      PARADIGMA TRANSCULTURAL NURSING


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew
and Boyle, 1995).
1.      Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada
(Geiger and Davidhizar, 1995).
2.      Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3.      Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandangsebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut
yang digunakan.
4.      Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi
budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.

b. Cara II : Negosiasi budaya


Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.

c. Cara III : Restrukturisasi budaya


Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

G.    PROSES KEPERAWATAN TRANSCULTURAL NURSING


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1. Geisser (1991)
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai
landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and
Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model" yaitu :
a.       Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
b.      Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.
c.       Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status,
tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien
dengan kepala keluarga.
d.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang
perlu dikaji pada faktor ini adalah :
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
e.       Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan
dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga
yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f.       Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang
harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biayadari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g.      Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan
klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang
rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah :
tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang
kembali.
2.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan
yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi
sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam
pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
3.      Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses
memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang
sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga
pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle,
1995) yaitu : mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki
klien bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-bIuru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4)Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan
dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4.     Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan
budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

H.    KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT

Sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun


kesejahteraan social seseorang. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit,
selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Penyebabnya bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat
pengaruh lingkungan, makanan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam
tubuh. Masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian, yaitu
karena pengaruh gejala alam seperti panas atau dingin terhadap tubuh manusia,
makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin, supranatural
seperti roh, guna-guna, setan.

Berikut adalah contoh konsep sehat sakit menurut masing-masing daerah,


contohnya konsep sakit menurut budaya NTT, dikatakan sakit apabila masyarakat
sekitar merasakan pusing dan tidak mampu menjalankan aktifitas. Begitu pula di
daerah jawa, dikatakan sakit apabila masyarakat sekitar tidak mampu melakukan
aktifitas seperti biasanya, sedangkan dikatakan sehat apabila masyarakat sekitar
mampu berjalan, berfikir, dan dapat menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa ada
hambatan atau kendala.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    KASUS
Tn. Ali Anyang berusia 21 tahun tinggal di Barito Raya-kalimantan
keturunan suku Bakumpai merupakan Sub suku dayak. Saat ini berada di ruang
perawatan interna dengan diagnosa medis ulkus peptikum. Klien masuk dirumah
sakit dengan keluhan nyeri di ulu hati, demam, hematemesis-melena, mual, dan
kurang nafsu makan. Saat ini Tn. A di jaga oleh ibunya. Keluarga Tn. A
menggunakan daun sawang untuk diusapkan dan di urutkan ke sekujur tubuh Tn.
A, mereka percaya daun sawang dapat mengeluarkan benda-benda dan roh jahat

yang bersemayam dalam tubuh Tn. A. Klien dan keluarga percaya bahwa sakit
yang didapat dan tidak bisa sembuh merupakan hukuman para dewa. Keluarga
Tn. A juga membaca mantra tiap pagi kepada Tn. A dan meletakkan beberapa
sesajen di dekat tempat tidur Tn. A seperti kemenyam, minyak ikan, mayang
pinang, beras kuning, kelapa tua, kelapa muda, banyu gula, serta piduduk (beras,
gula merah, telur ayam, dan kelapa). Mereka percaya sesajen ini di sukai oleh
dewa kemudian mempercepat penyembuhan penyakit.
Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital maka di dapat hasil TD :
90/50 mmHg, N:72x/menit, P : 20 x/menit, dan S : 380C.
Dari penampilan klien Warna kulit: sawo matang (turgor kulit baik),
Rambut: ikal, Struktur tubuh: kurus, dan Bentuk wajah: bulat
B.     PENGKAJIAN
a.    Data Demografi
         Nama lengkap: Tn. Ali anyang
         Nama panggilan: Tn. A
         Nama keluarga: Tn. A
         Alamat: Barito raya
         Jenis kelamin: laki-laki
         Tempat lahir : Barito raya
         Dignosis medis : Ulkus peptikum
b.      Data Biologis/variasi biokultural
         Warna kulit: sawo matang (turgor kulit baik)
         Rambut: ikal
         Struktur tubuh: kurus
         Bentuk wajah: bulat
         TTV:
TD : 90/50 mmHg
N : 72 x/menit
P : 20 x/menit
S : 380C

Beberapa komponen yang spesifik pada pengkajian transkultural.

Faktor Teknologi

•      Keluarga Tn. A menggunakan fasilitas perahu kayu untuk menyeberangi desa
kemudian menggunakan transportasi darat untuk sampai ke RS.

•      Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah setempat dan kadang juga
menggunakan bahasa Indonesia

•      Keluarga klien kurang meyakini tindakan kesehatan yang diberikan kepada klien
yang tidak sesuai dengan keyakinannya

Faktor agama dan filosofi

•      Keluarga tn. A mempercayai tentang adanya Tuhan yang maha kuasa yang
dianggap sebagai para dewa
•      Pandangan klien dan keluarga tentang sakit yang diderita karena merupakan
hukuman dari para dewa

•      Yang dilakukan klien dan keluarganya untuk berusaha menyembuhkan klien
adalah membaca mantra, menyajikan sesajen, dan menggunakan daun sawang

Faktor social dan ikatan kekerabatan (kindship)

•      Pernyataan klien atau orang lain tentang kesehatannya: Buruk

•      Status perkawinan: Belum pernah menikah

•      Klien dirumah tinggal dengan: Orang tua.

•      Tindakan yang dilakukan keluarga jika ada anggota keluarganya sakit:
mengusapkan daun sawang pada tubuh yang sakit

Nilai-nilai budaya, kepercayaan dan pandangan hidup

•      Masyarakat suku bakumpai-dayak dibariton apabila ada keluarga yang sakit dan
tidak dapat disembuhkan menurut keluarga klien mangatakan bahwa sakit
tersebut merupakan hukuman dari dewa. Sehingga biasanya dilakukan upacara
badewa yang dilakukan secara alternative pengobatan sebagaimana lazimnya para
penganut animism dalam melakukan pemujaan para dewa dengan membuat
sesajen untuk dipersembahkan kepada dewa yang dimaksud. Untuk mempercepat
datangnya roh gaib, diperlukan sarana penunjang berupa seperangkat gamelan.
Upacara ini biasanya dilakukan oleh seorang dalang atau pembaca mantra.

Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
Tn.A biasanya di tunggu dengan kedua orang tua atau keluarga yang lain.
Faktor ekonomi (economical factors)

Tn.A berkerja serabutan( tidak tentu), biaya pengobatan dari tabungan keluarga
dan bantuan dar pemerintahan atau bantuan dari tempat Tn.A tinggal, Tn.A tidak
memeliki asuransi kesehatan .

Faktor Pendidikan

•      Klien hanya sampai pada tingkat sekolah menengah, sementara orang tua klien
tidak sekolah

•      Sehat menurut klien dan keluarga jika seseorang mampu bekerja dan beraktivitas
seperti biasa tanpa hambatan
•      Sakit menurut klien dan keluarga jika mendapat hukuman dari yang maha kuasa
sehingga tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa

•      Jenis penyakit yang sering diderita oleh keluarga klien adalah nyeri pada ulu hati

•      Pemahaman sakit menurut klien dan keluarga adalah klien sedang mendapat
hukuman dari dewa sehingga klien perlu memberikan sesajen dan didalam tubuh
klien terdapat roh jahat yang hanya mampu diusir dengan mengusap daun sawang
pada tubuh klien.

•      Klien dan keluarga berharap agar petugas kesehatan mampu memberikan
pertolongan dalam membantu penyembuhan klien

c.       Analisa Data

Data subjektif Data objektif

    keluarga mengatakan bahwa     keluarga pasien membawa daun


daun tersebut dapat mengusir sawang untuk diusapkan
roh-roh jahat ketubuh klien
    Keluarga mengatakan bahwa     Keluarga klien membawa
sesajen tersebut mempercepat sesajen dan kemenyam di
kesembuhan kamar pasien
    Tn. A dan keluarga mengatakan     pada saat klien dan keluarga
dengan mengusap tubuh klien diberikan pendidikan kesehatan
dengan daun sawang kemudian masih terlihat bingung.
membaca mantra dapat     Ekspresi wajah tampak
mengusir roh jahat meringis.
    Klien mengeluh sakit ulu hati,     Nyeri tekan pada abdomen
mual, demam, mual, kurang kuadran kiri atas, daerah di
nafsu makan. bawah processus xifoideus.
    Tanda-tanda vital :
  T : 90/50 mmHg
  N : 72 x/menit
  P : 20 x/menit
  S : 380C
d.      Diagnosa Keperawatan
         Gangguan rasa nyaman nyeri ber-hubungan dengan adanya perada-ngan pada
lambung
         Ketidak patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
         Distres spiritual/gangguan spiritual berhubungan dengan batasan atau
pencegahan praktik ritual keagamaan atau budaya di RS
         Kurang pengetahuan berhubungan dengan kepercayaan tentang efektifitas
perilaku promosi kesehatan

e.       Intervensi
salah satu dari diagnosa keperawatan yang paling memberi pengaruh kepada
petugas kesehatan, klien, dan keluarga, serta kebudayaan suku:
Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual
keagamaan atau budaya di RS

Distress kultural berhubungan dengan batasan atau pencegahan praktik ritual


keagamaan atau budaya di RS, ditandai dengan :

         DO Keluarga klien membawa sesajen dan kemenyam di kamar pasien


         DS Keluarga mengatakan bahwa sesajen tersebut mempercepat kesembuhan
         Tujuan:
  Klien dan keluarga menerima clan memahami penjelasan dari perawat tentang
dampak dari sesajen.
  Klien menerima tindakan dengan prinsip Culture Care Repatterning on
Restructuring
         Kriteria hasil:
         Setelah 2x pertemuan klien dapat menerima perubahan yang akan diterapkan
perawat. Mengidentifikasi alternatif untuk membentuk pola koping.
f.       rencana tindakan
         Kaji seberapa jauh keyakinan pasien dan keluarga
         Anjurkan keluarga klien menyalakan sesaji di rumah dan mendoakan dari rumah
         Kaji individu terhadap perubahan-perubahan yang baru dialami klien.
         Gali pengertian individu tentang masalah-masalah dan pengharapannya pada
pengobatan dan hasil-hasil diharapkan.
         Tetapkan apakah keyakinan realistis atau tepat.
         Pastikan hak-hak pasien untuk menolak semua atau sebagian dari aturan
pengobatan yang dianjurkan

BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya


pada proses belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise
Model” yaitu :

1.      Faktor teknologi (technological factors)


2.      Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)
3.      Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
4.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (culture value and life ways)
5.      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)
6.      Faktor ekonomi (economical factors)
7.      Faktor pendidikan (educational factors)

B.     SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Dochter, Joanne Mecloskey, Phd dkk. 2004. Nursing Intervention Classification.


Jakarta : Mosby Elevier

Doengoes, Marilyann E Dkk. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan. Jakarta : EGC

Mooehed, Sue dkk.2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta :


Mosby Elevier

http://tulisanwarno.blogspot.com/2016/01/askep-transkultural.html

Anda mungkin juga menyukai