Anda di halaman 1dari 20

2.

1 TEORI M LEININGER
A. Definisi Budaya
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya
misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan
material dan nonmaterial. Setiap individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak
disadari,budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali
didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang
termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain
yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.( Brunner dan Suddart, 2001 ).
Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa
budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan,
aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu
dalam berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola.
B. Karakteristik Budaya
Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu
pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya mereka
sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang
sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok
merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah adaptasi pada
lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok manusia seperti bentuk
rumah, alat-alat dan sebagainya.Adaptasi budaya pada negara maju diadopsi sesuai
dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan
dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi
wanita dan sebagainya.Penelitian batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku
Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.
Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :
1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan
hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara
otomatis anak itu dapat berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses
pembelajaran oleh orangtuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya, karena generasi
sebelum kita mengajarkan kita tentang hal budaya tersebut. Contohnya upacara
penguburan pla centa bada masyarakat jawa, sehingga banyak masyarakat yang
mengikuti adat istiadat seperti itu.
3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang memerlukan
symbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan
komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang mengkarakteristikan
budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik, gelang, yang semua itu
menandakan simbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis
dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada
sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning,
pada zaman modern tradisi tersebut berubah menjadi kue ulang tahun untuk
merayakan hari kelahirannya.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-
elemen budaya yang lain.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang
benar,apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi
pada kelompok suku yang lain. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika
memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi,hanya belajar tentang individu
atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa
pola kelompok bermakna (Leininger 2000).
C. Perilaku Budaya Kesehatan
Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau
sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan
negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai suku
dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang
berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada perilaku
manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait dengan
budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian,
D. Pengertian   Transkultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture,
Trans berarti luar  perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia; Transkultural dapat diartikan sebagai : Lintas budaya yang mempunyai
efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi  budaya yang lain, Pertemuan kedua nilai–
nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial. Menurut Leininger (1991),
Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya yang mempengaruhi pada seorang
perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien.
E. Konsep Transkultural

Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing


Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan
keperawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang
meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi keperawatan, praktik klinis
keperawatan, komunkasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa
sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bio-psiko-
sosio-kultural-spiritual.
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal
dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai
pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. Human caring merupakan
fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. Caring act dikatakan sebagai tindakan
yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku
caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir,masa perkembangan, masa
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala meninggal.
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
2. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk
yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya
yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan
terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali
lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang
lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik di
antara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung
dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
11. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
F. Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu,
penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat. Misalnya
kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan,
pergaulan social , praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan , hubungan
kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur.
Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ia berfokus pada
studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya
dengan perawatannya Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai – nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras),yang mempengaruhi pada
seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan
dan pengobatan rakyat (tradisional).
G. Paradigma Transkultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle,
1995) :
1. Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
2. Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu
ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif
(Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik.
4. Keperawatan didalam Leininger  menyajikan 3 tindakan yang sebangun dengan
kebudayaan klien yaitu Cultural care preservation, accomodation dan repatterning.
2.2 Proses Keperawatan Transkultural
Model konseptual yang dikembangkan oleh leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit /  sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi pada proses keperawatan transkultural
2.3. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sunrise Model”
yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan memungkinkan
individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan,
alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama
adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama
yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors). Perawat pada
tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan
tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan
dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah
suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya
terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang
oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari
dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya
(Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan
kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya
agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya:
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,
biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau
patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors). Latar belakang pendidikan klien adalah
pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini.
Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi
terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta
kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali.
2.4 Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
2.5 Tahap perencanaan dan pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih
strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan
latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu:
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan. 
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan
dan perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik. 
3. Cultual care repartening/reconstruction: 
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya;
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat
dipahami oleh klien dan orang tua,
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya
akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan
klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
2.6 Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien
yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin
sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.

BAB III
GAMBARAN KASUS
3.1 Kasus
Ny.Y umur 23 tahun, agama islam, pendidikan SMP, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga,
klien menikah dengan Tn. S 26 tahun, agama islam, pendidikan SMA, pekerjaan wiraswasta
(penjaga toko), suku Sunda dan tinggal bersama mertuanya. Kehamilan ini merupakan
kehamilan yang pertama. Usia kehamilan 8 minggu. Ny.Y mendapat informasi tentang
kehamilan dari mertuanya. Ny.Y merasa pusing, lemas dan pucat selama 3 hari. Kemudian Ny.Y
memeriksakan keadaan dan kehamilannnya di rumah sakit. Setelah diperiksa keadaannnya,
seperti tensi, berat badan, tinggi badan, lingkar panggul, USG dan lain-lain. Lalu, dokter
memberi advis untuk cek darah yang dapat menunjang diagnosis ny.Y. Dari hasil, pemeriksaan
tersebut didapatkan bahwa kadar Hemoglobin (Hb)nya 8 mg/dl dan dari hasil USG tersebut
didapatkan bahwa bayi ny.Y adalah seorang perempuan dan sungsang. Dokter menyimpulkan
bahwa Ny.Y menderita anemia. Kemudian Dokter mengkaji pola makan, istirahat, pola aktivitas
dan lain-lainnya.
Dari hasil pengkajian tersebut, di daerahnya masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib.
Pada saat istrinya hamil, suaminya maupun semua anggota keluarganya tidak boleh membunuh
binatang yang mengakibatkan nantinya anaknya lahir cacat dan didapatkan pantangan makanan
pada ibu hamil yang di yakini di daerahnya yaitu ibu hamil tidak boleh makan ikan laut karena
bisa menyebabkan Asinya menjadi Asin. Ny.Y sering mengkonsumsi jamu yang dianjurkan
mertuanya agar setelah bayinya lahir tidak amis. Kepercayaan tersebut diyakini dan dipatuhi oleh
mertua dan semua anggota keluarganya dari pihak laki-laki. Dokter menganjurkan Ny.Y untuk
mengurangi aktivitas yang berlebihan, sering berolahraga (jalan-jalan), dianjurkan untuk
melakukan senam hamil, istirahat yang cukup dan diberi obat/ vitamin penambah darah (Zat
Besi). Dari hasil USG menyatakan bahwa bayi ny.Y sungsang kemudian ny.Y dan mertuanya
membawa ke dukun bayi untuk dipijatkan perutnya. Setelah beberapa hari, keadaan ny.Y tidak
membaik karena ny.Y tidak bisa atau jarang minum obat yang diberikan oleh dokter. Akhirnya,
ibu di rawat inap di RS. S.

3.2 Asuhan Keperawatan Transkultural Nursing


A. Pengkajian
1. Faktor Teknologi
Klien memeriksakan kehamilannya di dokter dan berencana akan melahirkan di
sana, Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua, Klien mengeluh
mengalami pusing, lemas dan pucat selama 3 hari. Klien biasa berobat ke dokter,
Klien masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib pada saat wanita itu hamil.

2. Faktor agama dan filsafah hidup


a. Agama yang dianut yaitu agama islam
b. Kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan menurut aturan
yang dibuat oleh pemuka agama dan para santri bahwa bagi para laki-
laki
yang istrinya hamil dilarang membunuh binatang.
c. Klien dan keluarga percaya bahwa membunuh binatang pada saat hamil bisa
membuat nantinya anaknya cacat (lahir tidak sempurna) klien merencanakan
akan berobat ke dokter. Klien masih mempercayai adanya hal-hal mistik,
seperti tidak boleh memakan ikan laut, sedangkan suaminya pantang untuk
membunuh binatang.

3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan


a. Nama lengkap : Ny. Y
b. Nama panggilan : Ny.Y
c. Umur : 23 tahun
d. Jenis kelamin : perempuan
e. Status : sudah menikah
f. Tipe keluarga : intim (tinggal sekeluarga tanpa ada keluarga lain)
g. Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga : ada pada pihak laki-laki
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup
a. Makanan pantangan yaitu ikan laut. Ny.Y makan habis dengan 1 porsi 3x
sehari. Ibu jarang makan buah. Ibu sesekali minum jamu agar anaknya tidak
bau amis pada saat melahirkan. Ny.Y pergi ke dukun bayi untuk
membenahkan keadaan kehamilannya yang letak sungsang. Suaminya tidak
boleh membunuh binatang yang mengakibatkan anaknya lahir cacat (tidak
sempurna)
b. Persepsi sehat sakit berhubungan dengan aktifitas sehari-hari, yaitu: Pasien
memeriksakan kehamilannya di dokter dan berencana akan melahirkan disana.
Pasien jarang minum vitamin, pasien jarang berolahraga.
Pasien mengeluh mengalami pusing, lemas dan pucat selama 3 hari, pasien
dianjurkan untuk mengurangi aktivitas yang berlebihan, sering berolahraga
(jalan-jalan), dianjurkan untuk melakukan senam hamil, istirahat yang cukup
dan diberi obat/ vitamin penambah darah (Zat Besi).

5. Faktor politik
Kebijakan dan peraturan RS, yaitu:
a. Alasan mereka datang ke RS
Karena pasien mengeluh pusing, lemas, dan pucat selama 3 hari.
b. Kebijakan yang didapat di RS
Klien di periksa keadaannnya seperti tensi, berat badan, tinggi badan, lingkar
panggul, USG, cek darah dan disuruh untuk mengurangi aktivitas yang
berlebihan, sering berolahraga (jalan-jalan), dianjurkan untuk melakukan
senam hamil, istirahat yang cukup dan diberi obat/ vitamin penambah darah
(Zat Besi).

6. Faktor ekonomi
a. Pekerjaan
Klien bekerja sebagai ibu rumah tangga
b. Sumber biaya pengobatan
Klien dan keluarga telah menyiapkan tabungan untuk persalinan klien
c. Sumber ekonomi yang dimanfaatkan klien.
Klien menggunakan tabungannya untuk biaya bersalin
7. Faktor pendidikan
a. Pendidikan Ny.Y adalah SMP dan suaminya adalah SMA. Pekerjaan Ny.Y
adalah sebagai ibu rumah tangga dan suaminya sebagai wiraswasta (penjaga
toko).
b. Setelah di diagnosis anemia dan keadaan bayinya sungsang. Klien tidak
menerima dan merencanakan akan pergi ke dukun bayi. Kemampuan klien
masih minim karena masih percaya hal-hal gaib daripada medis.
B. ANALISA DATA
No. Data Masalah keperawatan
1. DS : Ketidakpatuhan dalam pengobatan
Klien mengatakan bahwa klien
lebih memilih untuk pergi ke
dukun bayi dan minum jamu
daripada minum obat setelah
disarankan untuk minum
vitamin secara teratur,
mengurangi aktivitas yang berat,
mengikuti senam hamil. Ny.Y
menganggap bahwa minum jamu
itu agar anaknya tidak bau amis
dan pergi ke dukun bayi untuk
membenahi perutnya agar anaknya
tidak sungsang.
DO : -
2. DS : Gangguan interaksi sosial
 Klien mendapat informasi
tentang kehamilan dari
mertuanya.
 Klien percaya ibunya
melanggar pantangan dalam
sesaji.
 Hubungan kekerabatan yang

lebih dominan adalah laki-laki.


 Aturan dan kebijakan lebih
diatur oleh pemuka agama dan
para santri.
 Makanan pantangan untuk
perempuan adalah makan
ikan laut.
 Suami klien tidak boleh
membunuh binatang.
DO : -
3. DS : Kurang pengetahuan
 Klien percaya dengan sihir dan
hal-hal gaib.
 Pasien tidak percaya dan tidak
menerima diagnosa dari dokter.
 Klien mempunyai pantangan
makan ikan laut.
 Klien minum jamu sesekali
supaya anaknya tidak amis.
DO :
Pendidikan klien SMP.

C. Diagnosa Keperawatan
NO Diagnosa
1. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan disorientasi sosiokultur
3. Kurang penngetahuan berhubungan dengan kepercayaan dan sistem nilai yang dianut
klien tentang kehamilan.

D. Rencana Keperawatan
NO Dx Tujuan Rencana Kegiatan
1. 1 Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara
keperawatan selama (1x24 jam) Cultural Care Preserventation/
diharapkan klien mau patuh dalam Maintenance :
mengikuti pengobatan, dengan  Memelihara komunikasi yang sedang
Kriteria Hasil: terjalin dengan baik (tanpa ada
 Klien bersedia untuk minum masalah karena budaya) antara klien
vitamin, makan yang dengan perawat maupun klien dengan
mengandung zat besi seperti dokter atau klien dengan tenaga
ikan laut. kesehatan lain.
 Klien menerima diagnosa  Identifikasi perbedaan konsep antara
anemia dan letak sungsang oleh perawat dan Ny. Y tersebut
dokter.  Perbedaan konsep perawat dan Ny.Y
terletak pada kepercayaan Ny.Y yang
masih percaya pada sihir dan hal-hal
gaib.
 Perawat harus tenang dan tidak
terburu- buru berinteraksi dengan
Ny.Y. Perawat bisa perlahan-lahan
untuk berkomunikasi dengan Ny.Y.
 Lalu perawat bisa mendiskusikan
perbedaan budaya yang dimilikinya
dengan Ny.Y yang masih percaya
kepada dukun serta sihir dan hal-hal
gaib.
2. 2 Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara
keperawatan selama (1x24 jam) Cultural Care Accomodation/ Negotiation :
diharapkan Klien tidak mengalami  Bersikap tenang dan tidak terburu-
gangguan interaksi sosial. Dengan buru saat interaksi dengan klien,
Kriteria Hasil : mencoba memahami kebudayaan klien
 Klien dan keluarga tidak sepanjang tidak memperburuk proses
mengalami kesalahpahaman intra natal klien.
dalam hal kepercayaan.  Perawat bisa menggunakan bahasa
 Klien dan keluarganya dapat yang mudah di pahami oleh Ny.Y
memahami perbedaan seperti bahasa sehari-harinya.
persepsi yang mendukung  Kemudian dalam perencanaan
kesehatan klien. perawatan, perawat bisa melibatkan
keluarga Ny.Y seperti suami,ibunya
atau mertua Ny.Y.
 Jika konflik tidak terselesaikan,
lakukanlah negosiasi dengan Ny.Y
berdasarkan pengetahuan biomedis
perawat tersebut. Misalnya :
a. Ikan Laut yang kaya akan Zat besi
yang berguna untuk pembentukan
myoglobin, yang membawa
oksigen ke jaringan otot dan
hemoglobin yang memberi
oksigen ke darah dan
menjaga asupan yang cukup.
b. Pergi ke dukun bayi, hal ini tidak
di benarkan karena memijat perut
pada saat kehamilan dapat
mengakibatkan hal yang
membahayakan bayi yang ada di
dalam perutnya.
c. Minum jamu, hal ini tidak
dibenarkan karena jamu
mengandung campuran- campuran
/ ramuan-ramuan yang berbahaya
yang bisa mengakibatkan bayi
menjadi kuning bahkan
meninggal dalam kandungan
3 3 Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara
keperawatan selama (1x24jam) Cultural Care Repartening /
diharapkan klien memahami tentang Reconstruction:
penyakit yang dialaminya dan cara
 Memberikan informasi mengenai
penanganannya.
kondisi klien dengan membantu klien
Kriteria Hasil :
memilih serta menyarankan hal-hal
 Klien bersedia dilakukan
yang dapat meningkatkan derajat
tinndakan kuretase. kesehatan klien. Sebagai contoh klien
 Klien mengetahui danmengerti mempunyai pantangan untuk
jenis makanan yang dapat mengkonsumsi makanan ikan laut
meningkatkan kondisi dimana ikan laut itu sangat baik
kesehatannya. dikonsumsi karena mengandng zat
besi yang dibutuhkan oleh wanita
hamil. Kita bisa menyarankan klien
untuk lebih banyak makan daging,
buncis, sayuran hijau, kacang, kerang
dan produk padi yang diperkaya zat
besi. Sedangkan jamu bisa kita ganti
dengan vitamin dari buah-buahan
maupun resep dokter.

 Melibatkan keluarga untuk turut serta


memberikan pengertian kepada klien
bahwa makanan yang bergizi
membantu meningkatkan kondisi
kesehatannya.

 Selanjutnya perawat bisa


memberikan kesempatan pada Ny.Y
untuk memahami informasi yang
telah diberikan dan melakukannya.

 Lalu tentukan tingkat perbedaan


Ny.Y melihat dirinya dari budaya
kelompoknya sendiri.

 Kemudian gunakan pihak ketiga bila


perlu,seperti tetangga atau kerabat
dekat Ny.Y.
 Dan terjemahkan terminologi gejala
Ny.Y tersebut ke dalam bahasa
kesehatan yang mudah dipahami
Ny.Y dan orang tuanya.

 Terakhir berikan informasi pada


Ny.Y tentang sistem pelayanan
kesehatan.

E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap peningkatan pemahaman klien tentang:
1. Ibu post partum yang tidak ingin makan ikan, mampu melakukan dengan makan
daging, buncis, sayuran hijau, kacang, kerang dan produk padi yang diperkaya zat
besi. Sedangkan jamu bisa kita ganti dengan vitamin dari buah-buahan maupun
resep dokter.

Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien


tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya
klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang
mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat
diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Globalisasi menyebabkan masyarakat hidup dalam suasana multikultural yang
disebabkan karena migrasi antar daerah dan negara menjadi lebih mudah. Keperawatan
transkultural menjadi komponen utama dalam kesehatan dan menjadi konstituen penting
dari perawatan, yang mengharapkan para perawat kompeten secara budaya dalam praktek
sehari-hari. Perawat yang kompeten dalam budaya memiliki pengetahuan tentang budaya
lain dan terampil dalam mengidentifikasi pola-pola budaya tertentu sehingga dirumuskan
rencana perawatan yang akan membantu memenuhi tujuan yang telah ditetapkan untuk
kesehatan pasien (Gustafson, 2005).
Selain itu, praktik keperawatan memberikan perawatan yang holistik. Pendekatan
holistik ini meliputi perawatan fisik, psikologi , emosional, dan kebutuhan rohani pasien.
Penting untuk menekankan bahwa perawat harus mengidentifikasi dan memenuhi
kebutuhan tersebut agar dapat memberikan perawatan individual, yang telah ditetapkan
sebagai hak pasien dan merupakan ciri praktek keperawatan profesional (Locsin, 2001).
Dalam rangka untuk memberikan perawatan holistik, perawat juga harus harus
mempertimbangkan perbedaan budaya dalam membuat rencana keperawatan.
Dengan demikian, perawat harus mempunyai kompetensi budaya dalam praktek
sehari-hari mereka agar pasien merasa dikenal dan diperhatikan sebagai individu dalam
suatu sistem kesehatan yang sangat kompleks dan beragam secara budaya. Pekerja sosial
menggambarkan kompetensi budaya sebagai suatu proses terus-menerus berusaha untuk
menyadari, menghargai keragaman, dan meningkatkan pengetahuan tentang pengaruh
budaya (Bonecutter & Gleeson, 1997). Dan perawat telah mengadopsi konsep ini.
Perawat menggambarkan kompetensi budaya adalah kemampuan untuk memahami
perbedaan budaya dalam rangka untuk memberikan layanan berkualitas kepada pasien
dengan berbagai keanekaragaman budaya (Leininger, 2002). Perawat yang mempunyai
kompetensi budaya mempunyai kepekaan terhadap isu-isu yang berkaitan dengan
budaya, ras, etnis, gender, dan orientasi seksual.
Dengan memiliki pengetahuan tentang perspektif budaya pasien memungkinkan
perawat untuk memberikan perawatan yang tepat dan efektif. Sebagai contoh, pada kasus
pasien yang menolak untuk diberikan tranfusi darah dengan alasan agama, perawat yang
mempunyai kompetensi budaya akan memahami dan mengatasi masalah pasien tersebut
dengan masalah keanekaragaman budaya.
Perawat mungkin menghadapi pasien dari berbagai budaya dalam praktek sehari-
hari dan tidak mungkin perawat dapat memahami seluruh keanekaragaman budaya.
Namun, perawat dapat memperoleh pengetahuan dan skill dalam komunikasi
transkultural untuk membantu memfasilitasi perawatan individual yang didasarkan pada
praktek-praktek budaya. Perawat yang terampil dalam komunikasi transkultural akan
lebih siap untuk memberikan perawatan yang kompeten secara budaya untuk pasien
mereka.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Keperawatan Transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan
kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, Meningkatkan perilaku sehat sesuai
dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajari dimulai dari kehidupan biologis sebelumnya,
kehidupan psikologis, kehidupan spiritualnya. Pelaksanaan dan perencanaan prose keperawatan
transkultural tidak dapat dipaksakan begitu saja kepada klien sebelum perawat memahami,
sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien, penyesuaian diri sangatlah
diperlukan dalam aplikasi keperawatan traanskultural

Anda mungkin juga menyukai