NY T DENGAN ASFIKSIA
DI RUANG ICU RSUD BREBES
Disusun Oleh:
Siska Sri Mulyani
C1015029
3. Tujuan
Tujuan umum
Dapat mengetahui tentang pendokumentasian pada klien dengan masalah asfiksia
Tujuan khusus
a. Dapat mendokumentasikan pengkajian pada klien dengan asfiksia
b. Dapat menentukan diagnosa pada klien dengan asfiksia
c. Dapat menentukan tindakan pada klien dengan asfiksia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer,
2000).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis,
bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
(Saiffudin, 2001).
Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa
asfiksia merupa suatu keadaan di mana bayi tidak dapat menangis secara
spontan setelah lahir.
B. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha bernafas Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
C. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
- Preeklampsia dan eklampsia
- Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
- Partus lama atau partus macet
- Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
- Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
- Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
- Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
- Kelainan bawaan (kongenital)
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang
berpotensi untuk menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor
risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya
tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi,
adakalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan
penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap
pertolongan persalinan.
E. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran
gas serta transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan
kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh
dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel
atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian
penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02
tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan
tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa
glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme
ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis
metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga
mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh
penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung
F. PATHWAY
Paralisis pusat pernafasan Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain: obat2an
pusat, presentasi janin
abnormal
ASFIKSIA
Proses keluarga
Janin tidak bereaksi terhadap terhenti
Resiko syndrom kematian
rangsangan
bayi mendadak
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak
pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik
otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan
O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada
anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
2. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
3. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
4. Pengkajian spesifik
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi
baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC
resusitasi :
a. Memastikan saluran nafas terbuka :
- Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
- Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
- Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
b. Memulai pernapasan :
- Lakukan rangsangan taktil
- Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi
darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-
obatan.
d. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa
hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang
timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama
memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan
intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02
tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula
glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini
disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali
satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau
stenosis jalan nafas.
2) Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus
segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal
dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi
kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan
mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai
dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker.
Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi
dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali
permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat
teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.
2. Terapi Medikamentosa
a. Epinefrin
Indikasi:
- Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
- Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03
mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5
menit bila perlu
b. Volume Ekspander
Indikasi:
- Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia
dan tidak ada respon dengan resueitasi.
- Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil /
lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
- Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis
awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.
- Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
c. Bikarbonat
Indikasi:
- Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
- Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah
dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1
ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 %
sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten
min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2
dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan
otak.
d. Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak
rnenyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
- Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya
menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
- Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
- Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa
with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi)
meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi
nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan,
penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat
antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal,
Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok,
ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika,
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan
psikologis.
Data Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko
terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi
hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh
antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan fisik.
Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau
cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau
tidak.
Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher;
perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal,
perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung
lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm
dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak
teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai
2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu,
perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda
infeksi pada tali pusat.
Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan
Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin,
perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf
atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro
dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A,
1996 : 109-356).
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak
teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.
f. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.
Intervensi :
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan
lender.
Rasional : Dengan melakukan suctin berarti membuka jalan nafas
dengan membersihkan jalan nafas dari penyumbatan
b. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
Rasional : Selalu mengetahui kebutuhan oksigen klien dan
perkembangan pernafasannya.
c. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan
ventilasi
Rasional : Auskultasi pernafasan merupakan cara untuk
mengetahui apakah ada penurunan ventilasi atau tidak.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemakaian alat bantu nafas
Rasional : Untuk memberikan kemudahan klien dalam memenuhi
kebutuhan oksigenasi.
e. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan pernafasan yang tidak teratur dengan
bantuan O2.
B. Saran
Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan etiologi dari asfiksia
neonatorum, diharapkan pembaca bisa mengantisipasi terhadap terjadinya asfiksia
neonatorum dan dapat melakukan pencegahan serta memahami tindakan
pengobatan yang dapat dilakukan pada bayi dengan asfiksia neonatorum.
DAFTAR PUSTAKA