Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN ASFIKSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Departemen Keperawatan Anak
Di Ruang Bayi RSUD ANSARI SHALEH

Oleh:
Nama : Muhammad Ridho
NIM : P17212215121

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Asfiksia Di Ruang Bayi RSUD Ansari
saleh.
Periode tanggal 01 s/d 27 Bulan November Tahun Akademik 2021/2022

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal Bulan November Tahun 2021

Preceptor Lahan RS Malang,


Preceptor Akademik

_________________________ _________________________
NIP/NIK. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ASFIKSIA

A. Definisi

Menurut Nurarif (2016), asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru

lahir yang mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan

teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan.

Asfiksia Neonatorum merupakan kegagalan bayi baru lahir untuk memulai

dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur. Keadaan ini biasanya

disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkarbia dan asidosis. Asfiksia dapat

terjadi karena kurangnya kemampuan organ pernapasan bayi dalam

menjalankan fungsinya, seperti mengembangkan paru, bayi mungkin lahir

dalam keadaan asfiksia primer atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian

mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir yaitu asfiksia sekunder

(Sudarti dan fauzizah, 2013).

Menurut Weni Kristiyanasari (2013), Asfiksia dalam kehamilan dapat


disebabkan oleh usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun,
penyakit pembuluh darah ibu yang menganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus penyakit infeksi akut atau
kronis, anemia berat, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum,
cacat bawaan atau trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh
partus lama, ruptur uteri, tekanan kepala anak yang terlalu kuat pada plasenta,
pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta
previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus), prolapsus.

Dengan demikian asfiksia pada BBL adalah suatu keadaan bayi baru

lahir yang gagal bernapas secara spontan dan teratur sehingga bayi tidak

bisa memasukkan oksigen dan tidak bisa melepaskan karbondioksida dari

tubuhnya segera setelah lahir atau beberapa waktu kemudian (Dewi,


2014).

B. Patofisiologi (Pohon Masalah)

Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara, proses ini perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan

primary gasping yang kemudian berlanjut pernafasan teratur. Hal ini tidak

berpengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Kegagalan pernafasan mengakibatkan berkurangnya oksigen dan

meningkatkan karbondioksida diikuti oleh asidosis respiratorik apabila proses

ini berlanjut maka metablisme sel akan berlangsung yang berupa glikolisis

glikogen sehingga sumber utama glikogen pada jantung dan hati akan

berkurang dan akan menyebabkan asidosis metabolic.

Sehubungan dengan proses tersebut maka fase awal asfiksia ditandai

dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperapnue)

diikuti dengan apnea primer kira-kira satu menit dimana denyut jantung dan

tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas 10x/menit

selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akan timbul

apneu sekunder. Pada keadaan ini tidak terlihat jelas setelah dilakukannya

pembersihan jalan nafas maka bayi akan bernafas dan menangis kuat.

Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam waktu singkat dapat

menyebabkan hipoglikemi pada bayi, pada asfiksia berat dapat menyebabkan

kerusakan membran sel terutama susunan sel saraf pusat sehingga

mengakibatan gangguan elektrolit, hiperkalemi dan pembengkakan sel.

Kerusakan pada sel otak berlangsung setelah asfiksia terjadi 8-10 menit.

Manifestasi kerusakan sel otak setelah terjadi pada 24 jam pertama


didapatkan gejala seperti kejang subtel, fokal klonik manifestasi ini dapat

muncul sampai
hari ke tujuh maka perlu dilakukannya pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala

dan rekaman elektroensefaografi.

Patofisiologi :

Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain: obat-


Resiko ketidakseimbangan
pusat, presentasi janin obatan narkotik
suhu tubuh
abnormal

Paralisis pusat
ASFIKSIA pernafasan
Suplai O2 dalam darah
menurun pernapasan
Paru-paru terisi cairan

Gangguan metabolism &


Janin kekurangan O2 & kadar Gangguan suplai darah perubahan asam basa
Nafas Cepat
CO2 meningkat iskemia

Asidosis respiratorik
Apneu hipoksia

Gangguan perfusi ventilasi


Penurunan spo2

DJJ & TD menurun Hambatan ventilasi spontan Nafas cuping hidung,


sianosis, hipoksia

Ketidakefektifan Pola
Nafas
Gangguan pertukaran gas
C. Gejala/Tanda

1. Pada kehamilan
Denyut jantung lebih cepat dari 100 x/ menit atau kurang dari 100x/menit,
halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160x/ menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
c. Jika DJJ 100x/ menit ke bawah ada mekonium : janin dalam
gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru–biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolic dan respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
Tabel APGAR SCORE
Tanda
Nilai
0 1 2
Denyut Jantung Tidak ada <100 >100
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Baik
Tonus Otot Lemah Sedang Baik
Peka Rangsang Tidak ada Meringis Menangis
Warna Biru/putih Ujung-ujung biru Merah Jambu

Ada 2 macam kriteria asfiksia :


Dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua
telapak kaki bayi.
1. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Memperbaiki ventilasi paru–paru dengan memberikan O2 secara

tekanan langsung dan berulang dengan cara melakukan intubasi


endotrakeal setelah kateter dimasukkan kedalam trakea, O2 diberikan

dengan tekanan yang tidak lebih dari 30 ml. Tekanan positif dikerjakan

dengan meniupkan udara yang telah diperkaya dengan O2 melalui

kateter apabila pernapasan tidak segera timbul maka segera lakukan

massege jantung yaitu dilakukan dengan penekanan 80–100 kali per

menit.

b. Asfiksia ringan–sedang

Melakukan rangsangan untuk menimbulkan refleks pernapasan yang

dilakukan selama 30–60 detik setelah penilaian menurut Apgar 1, bila

pernapasan tidak timbul segera lakukan pernapasan kodok (frog

breathing) dengan cara memasukkan pipa kedalam hidung dan O2

dialirkan dengan kecepatan 1–2 liter dalam satu menit.

D. Masalah Keperawatan
1. D.0005 Pola Nafas Tidak Efektif
2. D.0003 Gangguan Pertukaran Gas
3. D.004 Gangguan ventilasi spontan

Pemeriksaan Diagnostik Hasil


Analisa Gas Darah Menunjukkan hasil asidosis jika
PaO2 2O, PaCO2>55 mmH2O dan
pH <7,30
Elektrolit Darah, Ureum Kreatinin, Melihat apakah terdapat komplikasi
Gula Darah pada bayi
USG (Kepala) Memperlihatkan apakah terdapat
perdarahan atau tidak
Baby Gram Memperlihatkan apakah ada
kelainan dari thorax sampai
symphisis pubis bayi

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis

a. Asfiksia Berat

Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui ipa

endotrakeal, dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya

dengan O2. Tekanan O2 yang diberikan tidak 30 cm H 20. Bila

pernafasan spontan tidak timbul lakukan message jantung dengan ibu jari

yang menekan pertengahan sternum 80-100x menit.

b. Asfiksia sedang/ringan

Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-

60 detik. Bila gagal dilakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2menit

yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri O2 1-2 1/menit melalui kateter

dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-

bawah secara teratur 20x/menit. Penghisap cairan lambung untuk

mencegah regurgitasi.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir dengan menggunakan


kasa steril.
b. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
c. Apabila bayi tidak menangis lakukan rangsangan tartil dengan cara
menepuk nepuk kaki, mengelus-elus dada, perut atau punggung. Jika bayi
masih belum menangis setelah dilakukan rangsangan tartil maka lakukan
nafas buatan mulut ke mulut atau dengan ventilasi tekanan positif.
Langkah – langkah ventilasi :
1). Pasangan sungkup, perhatikan lekatan.
2). Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada
bayi.

3). Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan


tekanan 20 cm air dalam 30 detik.
4). Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan teratur atau
tidak.
5). Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksia
dengan cara Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas
yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan
mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera
setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi
dengan kain keing dan hangat), badan bayi harus dalam keadaan kering,
jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby
oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutupi dengan kain atau
topi kepala yang terbuat dari plastik.

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus

a. Identitas orang tua

b. Identitas bayi baru lahir

c. Riwayat Persalinan

d. Pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan APGAR pada menit pertama ke 5 dan 10.
- Pemeriksaan umum
Keadaan umum tampak lemah, Pemeriksaan ukuran keseluruhan, kepala,
badan, ekstremitas, tonus otot, tingkat aktivitas, warna kulit dan bibir tangis
bayi.
Pemeriksaan tanda-tanda :
a) Laju nafas 40-60 kali per menit, periksa kesulitan bernapas.
b) Laju jantung 120-160 kali per menit.
c) Suhu normal 36,50C.

1) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala :

- Inspeksi : rambut tebal, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, wajah
simetris tidak ada massa pada leher ubun-ubun (raba adanya cekungan
atau cairan dalam ubun-ubun), sutura (pada perabaan sutura masih
terbuka), molase, periksa hubungan dalam letak dengan mata dan
kepala. Ukur lingkar kepala dimulai dari lingkar skdipito sampai
frontal.

- Palpasi : tidak ada benjolan kelenjar tiroid dan tidak ada bendungan
vena jugularis.

b) Mata :
- Inspeksi : Mata tidak strambismus (juling), alis mata simetris, tidak ada
edema, pupil isokor, reflek cahaya kanan dan kiri positif.

c) Hidung :

- Inspeksi : Hidung simetris, terpasang O2

- Palpasi : tidak ada nyeri

- Auskultasi : adanya pernapasan cuping hidung.

d) Mulut dan Faring :

- Inspeksi : Mukosa bibir lembab

- Palpasi : tidak ada faringitis

e) Thorax dan Paru

- Inspeksi : Bentuk dada simetris

- Palpasi : Sesak Nafas

- Auskultasi : Suara nafas ronchi, adanya pernafasan cuping hidung,


frekuensi nafas 68 x/menit.
f) Jantung

- Perkusi : Tidak ada nyeri dada

- Auskultasi : Irama jantung teratur, CRT 2 detik

g) Abdomen

- Inspeksi : Tidak ada luka

- Perkusi : Tidak ada nyeri tekan

- Palpasi : Tidak terdapat pembesaran hepar, OGT

h) Ekstremitas dan Persendian

- Inspeksi : Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstremitas, tidak


terdapat luka

- Palpasi : Akral hangat

2. Diagnosa yang Mungkin Muncul


a. D.0005 Pola Nafas Tidak Efektif
b. D.0003 Gangguan Pertukaran Gas
c. D.0004 Hambatan ventilasi spontan

Banjarbaru, 01 November 2021

Muhammad Ridho
P17212215121
3. Rencana Keperawatan

Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI) (SIKI)
1 (D.0005) Pola Nafas Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 Pemantauan Respirasi
Hipoventilasi jam diharapkan inspirasi dan ekspirasi yang Observasi:
tidak memberikan ventilasi adekuat membaik.  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
Dengan kriteria hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
a) Dispnea menurun napas
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
c) Frekuensi nafas membaik Terapeutik
d) Kedalaman nafas membaik  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI) (SIKI)
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. (D.0003) Gangguan Pertukaran Gas b.d Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 2 x Pemantauan Respirasi
Keitdakefektifan Ventilasi-perfusi
24 jam diharapkan karbondioksida pada Observasi:
 Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
membrane alveolus-kapiler dalam batas  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
normal dengan kriteria hasil : napas
a) Tingkat kesadaran meningkat  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
b) Dispneu menurun  Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
c) Bunyi nafas tambahan menurun pasien
Edukasi
d) Sianosis membaik
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,
Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Diagnosa Keperawatan
No Indonesia (SLKI) (SIKI)
jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen

3. Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1 x Intervensi Utama


(D.004)Hambatan ventilasi spontan ventilasi
spontan b.d kelemahan otot pernafasan 24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun
Pemantauan respirasi
dengan kriteria hasil :
Observasi
Ventilasi spontan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya nafas
1. PCO2 membaik
2. Monitor pola nafas
2. PO2 membaik 3. Monitor adanya produksi sputum/sekret
4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
5. Auskultasi bunya nafas
6. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemeriksaan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian antibiotik


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, V. N. L. (2014). Resusitasi Neonatus. Jakarta : Salemba Medika

Ikatan Ners Indonesia. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asfiksia


Neonatorum.

Kristiyanasari, weni. 2013. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak.


Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurarif, H. A. & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawtan Praktis Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Jogjakarta : Medi Action.

PPNI, 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Criteria


Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI, 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Sudarti, & Fauziah A. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan


Kegawatan.Jogjakarta : Nuha Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia definisi dan indikator diagnostik. Jakarta:PPNI

Anda mungkin juga menyukai