YI DENGAN ASFIKSIA
Nama Kelompok :
1. Meilani Misnengria (201804059)
2. Maulidyana Fitri (201804074)
1. Definisi
• Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernap
as secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi sela
ma kehamilan atau persalinan (Sofian, 2012).
• Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 20
11).
• Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan jani
n (fetal distress) intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseim
bangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan
perubahan metabolisme janin menuju metabolisme anaerob, yang m
enyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2 (Manuaba, 20
08).
2. Etiologi
• Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertam
a kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila ter
dapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu
ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapa
t timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. H
ampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjuta
n asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, pe
rsalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan
bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan ha
mpir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfik
sia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksi
mal pada saat lahir.
PENYEBAB KEGAGALAN PERNAFASAN PADA BAYI
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini d
apat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.
2.Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi jani
n akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,
perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3.Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah u
mbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
4.Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analge
tika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafas
an janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan
kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafas
an,hipoplasia paru dan lain-lain.
3. PATOFISIOLOGI
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan te
rjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi ter
ganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gang
guan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakiba
tkan kematian (Manuaba, 2008).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul rang
sangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat
. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruh
i lagi. Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih ce
pat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intraute
ri dan bila kita periksa kemudian banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, br
onkus tersumbat dan dapat terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkem
bang (Manuaba, 2008).
• Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkemban
g secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut
jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai men
urun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin le
mah sampai bayi memasuki periode apneu sekuner. Selama apneu se
kunder denyut jantung, tekanan darang dan kadar O2 dalam darah (P
aO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsang
an dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Ke
matian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan tidak di
mulai segera (Manuaba, 2008).
4. KLASIFIKASI
• Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
• Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih
dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak a
da.
• Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 1
00/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabil
itas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghi
lang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilan
g post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah de
ngan :
• Menghitung frekuensi jantung.
• Melihat usaha bernafas.
• Menilai tonus otot.
• Menilai reflek rangsangan.
• Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dial
ami bayi:
Tanda 0 1 3