Anda di halaman 1dari 7

ASFIKSIA NEONATARUM

1 Votes

DEFINISI

1. Bayi bernafas kurang 20x per menit atau bayi mengalami megap – megap atau tidak
bernafas secar spontan
2. Suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir (Huttchinson, 1967)

EPIDEMIOLOGI

Merupakan penyebab kematian paling tinggi sekitar 25.2 % bayi lahir menderita asfiksia di
RS profinsi di Indoensia (Jawa Barat). Angka kematian sekitar 41.94 % di RS rujukan
propinsi.

ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas trsnsport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
menghilangkan C02. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau
kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal – hal yang diderita ibu
dalam persalinan.

Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun
seperti anemia hipertensi, jantung dan lain-lain. Faktor – faktor yang timbul dalam persalinan
yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan darah dalam tali pusat karena
tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat – obatan anestesia/ analfetika yang
diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafiagmatika,
atresia saluran pernafasan hipoplasia paru dll. Sedangkan faktor dari ibu adalah gangguan his
missalnya hipertonia dau tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi
pada eklamsia- gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.

Tawel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri
dari :

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia Ibu

Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau antensi dalam, dan
kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan juga ke janin, kondisi ini saling diternukan pada gangguan kontraksi uterus,
hipotensi rnendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi pada penyakit eklemsi, dsb.

2. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengeruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya perdarahan plasenta,
solusio plasenta, dsb.

3. Faktor fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilftus dan rnengharnbatperrukaran gas antara ibu dart janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan dalarn keadaan tali pusat membumbung melilit leher, kompresi tali pusat
antara jalan lahir dan janin. dll

4. Faktor neonatns

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, traurna yang terjadi pada persalinan
misalnya perdarahan intrakranial, kelainan kongenitol pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenrosis saluran pernafasan, hipoplasia pam, dsb.

PATOFISIOLOGI

Pemafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbullcan asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsarg hemoreseptor pusat pernafasan untuk
terjadinya usaha pernafasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernafasan
yang teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha pernafasan ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut
jantung (bradikardia) ditemukan pula penuruanan tekanan darah dan bayi nampak lemas
(flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak merugikan
upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas/transports 02
(menurunnya tekanan 02 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik, tetapi
bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga
terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan
gangguan kardiovaskuler dalam tubuuh berakibat buruk terhadap sel – sel otak, dimana
kerusakan sel-sel otak ini dapat rnenimbulkan kernatian atau gejala sisa (squele).

KLASIFIKASI

Untuk menentukan derajat asfiksia, digunakan skor APGAR

Tanda 0 1 2
Frekuensi Jantung Tidak ada <100x/menit >100x/menit
Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ektremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan ektremitas
ektermitas biru kemerahan

SkoTAPGAR dinilai :

I : 1 menit setelah bnyi lalrirrmhrk menentukan berafnya dan tindakan resusitasi

II : 5 ruenit setelah bayi lahir untuk menilai hasil resusitasi dan prognosis

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:

1. “Vigorous Baby”

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

2. ”MiId Moderate asphycsia” /asfiksia sedang

Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik aftan terlihat frekumsi jantung lebih dari

100/menit tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabiilitas tidak ada.

3. Asfiksia berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuesi jantung kurang dari 100x
permenit tonus otot buruk. sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabiliras tidak
ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi janntung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1 Analisa Gas darah

2. Elektrolit darah

3. Gula darah

4. Foto torax (RO dada}

5. USG, CT Scan

PENATALAKSANAAN
Terapi suportif

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang
mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang
dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :


1. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
2. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
3. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka

2. Memulai pernapasan :

1. Lakukan rangsangan taktil


2. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.

4. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

Tindakan Umum

a. Pengawasan suhu

b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru dengan
pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu
diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi
dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4
mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha
pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3
kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh
3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi
atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

b. Asfiksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan
kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu
keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke
kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan
nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn
berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi
telah dilakukan dengan adekuat.

Terapi Medikamentosa

Epinefrin

Indikasi:

1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik

Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau
endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu

Volume Ekspander

Indikasi:

1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai
dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respons yang adekuat.

Jenis Cairan :

1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml /
kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
2. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat

Indikasi:

1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila


ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus
disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.

Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).

Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v
dengan kecepaten min 2 menit.

Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak
furgsi miokardium dan otak.

Nalokson

Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi


pernapasan.

Indikasi:

1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam
sebelurn pmsalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.

Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)

Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c

PROGNOSIS

1. Asfiksia sedang : tergaffung pada kecepatan psnafiillaksa$Ban


2. Asfiksiabsat : dapat mefiin$Hlken kematimr pada hri – hnri pefiama atau
kelainan smaf.

Asfiksia dengan pH 6.9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis
permamen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Purwadianto : Kedaruratan bayi baru lahir, kedaruratan rnedis pedoman


penatalaksaan praktis, edisi revisi : 223-228, 2000
2. Hardiono Dipusponegoro : Asfiksia neonatarum, standar pelayanan medls kesahatan
anak, edisi I : 212-276, IDAI 2004.
3. htlp//perawat.malut.tblog.com
4. Mansjoer A : Asfiksia neonatus, kapita selekta kedokteran edisi kedua, jilid 2 : 502-
503, penerbit Aesculapius FKUI, 2000.
5. M. Soleh Kosim : Manajemen asfiksia neonatorum : buku panduan manajemen
masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di RS, IDAI, 2003.
6. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI : Asfiksia neonatorum : buku kuliah : 1072 –
1801, cetakan 2002.
7. Wahab : Hipoksia, Nelson ilmu kesehatan anak (terjemahan) edisi ke 15 : 581,
penerbit buku kedokteran EGC, 2000.

Like this:

Like
Be the first to like this post.

3 Responses to

Anda mungkin juga menyukai