DI SUSUN OLEH :
SITTI KAILA
NIM : PO7120121001
CI LAHAN CI INSTITUSI
ASFIKSIA
A.Konsep Dasar
1. Definisi
Asfiksia merupakan gagalnya bernafas secara spontan dan teratur sesudah lahir
yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam tubuh janin di dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan penyebab yang timbul pada saat mengandung,
melahirkan atau pas bayi baru lahir. Asfiksia ini harus cepat di tangani atau
ditolong karena jika tidak dapat di tangani bayi yang mengalami gangguan
bernafas atau kegagalan dapat menyebabkan kecacatan pada bayi atau kematian
(Farahdiba & Rahmat MS, 2020).
B. Etiologi
Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan
darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran darah
uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensimendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensipada penyakit eklamsia dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan: kompresi tali pusat, dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian obat
anastesia/analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hypoplasia paru dan lain-lain.
5. Faktor persalinan
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi, dan lebih
dari 1 jam pada multi. Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia karena
seperti kita ketahui, bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Baru sedikit
sekali dari dukun beranak yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun.( Jumiarni
et al., 2018 ).
C. Tanda dan Gejala
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat antara lain: frekuensi jantung < 40 kali per menit, tidak ada usaha
panas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi
jika diberikan rangsangan, bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu, terjadi
kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul antara lain: frekuensijantung
menurun menjadi 60–80 kali per menit, usaha panas lambat, tonus otot biasanya
dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan,
bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain: napas
lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi tampakkemerah-merahan, gerak/tonus
otot baik, bayi menangis kuat (Yuliana, 2012).
D. Patofisiolog
Pembuluh
darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontraksi
dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru
sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta
namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki
kehidupan ekstrauteri (Nurarif, 2020).
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam
alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap (Braham 2018). Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darahke dalamparumeningkat
secaramemadai ( Yulinti, 2 0 1 9 ) .
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea
sekunder. Selama apnea sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan
(Yulianti, 2019).
E. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik ataubaik,
sianosis, reflekiritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang postpartum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi
:
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir
bilabayitidak menangis.
11. Komplikasi
Menurut Rosdianah (2019) dalam (Wahyuningsih et al., 2022) komplikasi yang dapat
muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak,
hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusijaringan tak
efektif.
d. Koma
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada neonatal dengan asfiksia, meliputi :