Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS ASFIKSIA DI

RUANGAN PERISTI RSUD UNDATA PALU

DI SUSUN OLEH :
SITTI KAILA
NIM : PO7120121001

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ni Nyoman Sriati, S.Kep.,Ns Ns. Ni Nyoman Elfiyunai, S.Kep.,M.Kes


NIP. 198309272006042012 NIK. 20210901130

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

A.Konsep Dasar

1. Definisi

Asfiksia merupakan gagalnya bernafas secara spontan dan teratur sesudah lahir
yang disebabkan oleh kurangnya oksigen dalam tubuh janin di dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan penyebab yang timbul pada saat mengandung,
melahirkan atau pas bayi baru lahir. Asfiksia ini harus cepat di tangani atau
ditolong karena jika tidak dapat di tangani bayi yang mengalami gangguan
bernafas atau kegagalan dapat menyebabkan kecacatan pada bayi atau kematian
(Farahdiba & Rahmat MS, 2020).

. Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan gangguan pada beberapa organ vital


yaitu seperti kardiovaskuler, paru, ginjal, traktus gastrointestinal dan system saraf
pusat (Iftitah, 2015).

B. Etiologi

a.. Faktor ibu

Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama anestesi,
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan
darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran darah
uterus dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin.
Hal ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensimendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensipada penyakit eklamsia dan lain-lain.

2. Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya: plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.

3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran
darah ini dapat ditemukan pada keadaan: kompresi tali pusat, dan lain-lain.

4. Faktor neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian obat
anastesia/analgetik yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarahan intra kranial. Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hypoplasia paru dan lain-lain.

5. Faktor persalinan

Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 1-2 jam pada primi, dan lebih
dari 1 jam pada multi. Partus lama masih merupakan suatu masalah di Indonesia karena
seperti kita ketahui, bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Baru sedikit
sekali dari dukun beranak yang telah ditatar sekedar mendapat kursus dukun.( Jumiarni
et al., 2018 ).
C. Tanda dan Gejala
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat antara lain: frekuensi jantung < 40 kali per menit, tidak ada usaha
panas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi
jika diberikan rangsangan, bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu, terjadi
kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul antara lain: frekuensijantung
menurun menjadi 60–80 kali per menit, usaha panas lambat, tonus otot biasanya
dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan,
bayi tampak sianosis, tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain: napas
lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi tampakkemerah-merahan, gerak/tonus
otot baik, bayi menangis kuat (Yuliana, 2012).

D. Patofisiolog
Pembuluh
darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontraksi
dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru
sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta
namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki
kehidupan ekstrauteri (Nurarif, 2020).

Setelah lahir bayi akan menarik nafas yang pertama kali

(menangis), pada saat ini paru janin mulaiberfungsi untuk resoirasi.

Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam
alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap (Braham 2018). Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darahke dalamparumeningkat
secaramemadai ( Yulinti, 2 0 1 9 ) .

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan


terhadap nervus vagus sehingga DJJ ( denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsungmaka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi.Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih
cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelaktasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnea
sekunder. Selama apnea sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan
(Yulianti, 2019).

E. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik ataubaik,
sianosis, reflekiritabilitas tidak ada.

c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang
dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek
iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung
fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang postpartum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.

Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :

1) Menghitung frekuensi jantung


2) Melihat usahabernafas
3) Menilai tonus otot
4) Menilai reflekrangsangan
5) Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi
:

Tandatanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2


Appearance Seluruh tubuh Tubuh Seluruh tubuh
(Warna kulit) biru atau putih kemerahan, kemerah-merahan
ekstremitas biru
Pulse (Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
jantung)
Grimance (reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin/menangis
Acivity (Tonus Tidak ada Fleksi Fleksi kuat, gerak aktif
otot) gerakan ekstremitas
(Lemah)
Respiration Tidak ada Lambat atau Menangis kuat atau
(Pernapasan) tidak teratur keras
(Merintih)

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar
5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi
dimulai 30 detik setelah lahir

bilabayitidak menangis.

11. Komplikasi
Menurut Rosdianah (2019) dalam (Wahyuningsih et al., 2022) komplikasi yang dapat
muncul pada asfiksia neonatorum antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak,
hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.

c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusijaringan tak

efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan


menyebabkankomakarena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan

perdarahan pada otak.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada neonatal dengan asfiksia, meliputi :

a. Nilai APGAR: memberikan pengkajian yang cepat mengenai kebutuhan


untuk resusitasi neonatal

b. Rontgen thoraks dan abdomen: untuk menyingkirkan


abnormalitas/cedera struktural dan penyebab masalah ventilasi
c. Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi
abnormalitas/cedera kranial atau otak atau adanya malformasi kongenital

d. Kultur darah: untuk menyingkirkan atau memastikan adanya


bakteremia
e. Skrining toksikologi: untuk menemukan adanya toksisitas obat atau
kemungkinan sindrom alkohol janin atau fetal alcohol syndorome.
f. Skrining metabolisme: untuk menyingkirkan adanya gangguan

endokrin atau metabolisme


10. Terapi/Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan terapi suportif pada bayi dengan asfiksia neonatorum
adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi system jantung, dan
paru dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup,
serta
memantauperfusijaringantiap 2-4 jam.
b. Mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga proses
oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetapbaik.
c. Berdasarkan teori Lissauer dan Fanaroff (2013) menyebutkan bahwa
pada bayi yang kadar glukosanya rendah, antara 25-45
mg/dL diberikan terapi D10% intravena (80-100
mg/kg/hari, 6-
8mg/kg/menit glukosa).
d. Asfiksia ringan APGAR skor (7-10)
1) Bayi dibungkus dengankain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada
hidung, kemudian mulut
3) Bersihkan badan dantalipusat.
4) Lakukan observasitanda-tanda vital, pantau APGAR
5) skor dan masukkanke dalam incubator
e. Asfiksia sedang APGAR skor (4-6)
1) Bersihkan jalan napas
2) Berikan oksigen 2 liter per menit
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki.
4) Apabilabelum adareaksi, bantu pernapasan dengan
5) masker (ambubag)
6) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi sianosis, berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4 cc
disuntikkan melalui vena umbilicus secara perlahan-lahan untuk
mencegah tekanan intracranial meningkat.
f. Asfiksiaberat APGAR skor (0-3)
1) Bersihkan jalan nafas sambil pompa melalui ambubag
Berikan oksigen 4-5 liter per menit

2) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT


(endotracheal tube)
3) Bersihkan jalan nafas melalui ETT
4) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat sebanyak 6 cc. selanjutnya
berikan dekstrosan 40% sebanyak 4 cc.

5) Terapi oksigen. Sharon (2011) menyebutkan bahwa


terapi oksigen lain yang diberikan kepada bayi yaitu CPAP
(continous positive airway pressure), alat ini memiliki
konsentrasi oksigen sekitar 60%.Dalam teori Sharon (2011)
juga menyebutkan bahwa salah satu terapi oksigen yang
diberikan yaitu bantuan ventilasi oksigen dengan hood.
Dimana alat ini konsentrasi maksimalnya sekitar 30%
sampai 40%, oksigen hood dapat menjadi metode pemberian
yang optimal untuk neonatus yang menderita takipnea
sementara pada bayi baru lahir, sindrome distres pernafasan.

6) Menejemen bayibaru lahir dengan asfiksia


.
DAFTAR PUSTAKA

Ditania Erninda Putri. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY I


DENGAN ASFIKSIA SEDANG. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Islam Sultan Agung Semarang

Mentari Agatha Rifmi. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ASFIKSIA


SEDANG PADA BAYI NY E DIRUANGAN BAYI. Profesi Ners Stikes
Widyahama Husada Malang

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai