Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIKUBITUS PADA Tn.M DI RUANG


DIPONEGORO RSUD KANJURUHAN, KAB.MALANG

Keperawatan Medikal Bedah

Oleh
Fanda Eka Desyati
2034004

PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Juni, 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DIKUBITUS PADA Tn.M DI RUANG
DIPONEGORO RSUD KANJURUHAN, KAB.MALANG

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal

Pembimbing Lahan, Pembimbing Akademik,


LAPORAN PENDAHULUAN DIKUBITUS

1. Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena
adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence)
akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi
insufisiensi aliran darah, anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007). Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka
tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi
karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak
mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah
kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan
jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya
tekanan dari luar dalam jangka waktu lama. Perawatan kulit yang dengan minyak
zaitun dapat mengurangi tingkat kejadian dekubitus di rumah sakit. Minyak
zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau
iritasi. Orang-orang Yunani kuno bahkan menggunakan daun zaitun untuk
membasuh luka. Daun zaitun mengandung antimikroba dan sangat efektif
memerangi sejumlah jamur, virus, dan bakteri (Surtiningsih, 2005). Perawatan
kulit dengan Minyak membantu memelihara kelembapan, kelenturan, serta
kehalusan kulit karena minyak zaitun mengandung asam lemak (Khadijah,2008).

B. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk
menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal
utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan
dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan
diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori
persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan
menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
1. Faktor intrinsik:
Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya
overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan
penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan
tubuh.

2. Faktor Ekstrinsik:
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap
tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang
kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :

a. Mobilitas dan aktivitas


Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk
merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas
adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di salah satu rumah sakit di
Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas merupakan faktor yang
signifikan untuk perkembangan luka tekan.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena luka tekan.
c. Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang
mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih
signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.

d. Tenaga yang merobek ( shear )


Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek
jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang
berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering
dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam
posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini pasien
bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak
kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan
oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan pada jaringan bagian dalam
seperti otot, namun hanya menimbulkan sedikit kerusakan pada
permukaan kulit.

e. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah
yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
f. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka
tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari
luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
g. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar
serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas
kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek.
h. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit
terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah
mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan
oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka
tekan.
i. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka
tekan.
j. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut
hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara
merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
k. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh
terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka
(interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan perunit area
antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar dari pada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar
32 mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang
tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka
tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur
tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.

C. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.
2. Durasi dan besarnya tekanan.
3. Toleransi jaringan.
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar
pula insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan
subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal
terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan
aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan
terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps
dan trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis
maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis
hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi
otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis
(Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan
adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur.
Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005).
Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak
merata.
Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan
tidak terdistribusisecara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang
mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan
mengalami gangguan.

D. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dap-
at terjadi antara lain:
1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,
osteomielitis.
3. Septicemia
4. Anemia
5. Hipoalbumin
6. Hiperalbumin
7. Kematian

E. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui
dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya,
perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat
badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi
penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat
malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut
NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat stadium ,yaitu :

1. Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema


pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini
biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan
adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis
dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini
dapat sembuh dalam 10- 15 hari.
3. Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang
struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak
melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi.
Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :
1. Stadium 1 :
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau
lebih hangat)
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka
akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium 2 : Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis,
atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.

3. Stadium 3 : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan


atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium 4 : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang
luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.

F. Penatalaksanaa
Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan
pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari
beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk
dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa
aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal
dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan
(Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji
untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat,
jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan
rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak
mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus
menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter &
Perry, 2005).
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang
tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit
(Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah
dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal
dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun
mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan, kelenturan, serta
kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat
hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan
karena minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang
luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).

G. Data Penunjang
1. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi,
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui
adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya
kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa
serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2. Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3. Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4. Pembuatan foto klinis

Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus
dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi (Subandar, 2008).
2) Konsep Asuhan Keperawaatan
a) Pengkajian
1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang
tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien
dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien
juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit
beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa
metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya
pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha
yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya

yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan
gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan
neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )

4. Riwayat Personal dan Keluarga


a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini
untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi
dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat.
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan
yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah
terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.

8. Riwayat Kesehatan, seperti:


a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
a. Perasaan depresi
b. Frustasi
c. Ansietas/kecemasan
d. Keputusasaan
e. Gangguan Konsep Diri
f. Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus
pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak
banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan
peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi
paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),
penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.

b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi
nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan
kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.Gambaran
lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan
kofigurasinya.
c. Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
d. Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat,
proses menua.
e. Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.

f. Kebersihan kulit
g. Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
h. Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.

H. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis darijaringan


sekunder akibat tekanan dan gesekan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan

kekuatan dan tahanan.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.

Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervesi (SIKI)

Nyeri Akut b/d Agem cedera fisik Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
(L.08066)
(D.0077) Setelah dilakukan 1. Observasi
tindakan keperawatan o lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
selama 2-3 jam kualitas, intensitas nyeri
o Identifikasi skala nyeri
diharapkan tingkat
o Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri menurun dengan
o Identifikasi faktor yang memperberat dan
kriteria hasil :
memperingan nyeri
- Keluhan nyeri o Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menurun dari tentang nyeri
skala 4 menjadi o Identifikasi pengaruh budaya terhadap
2 sampai 0 respon nyeri
- Meringis o Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
menurun hidup
o Monitor keberhasilan terapi komplementer
- Sulit tidur
yang sudah diberikan
menurun o Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Gelisah 2. Terapeutik
menurun o Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
membaik hypnosis, akupresur, terapi musik,
- Tekanan darah biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
membaik
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kemampuan o Control lingkungan yang memperberat rasa
menuntaskan nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
aktivitas kebisingan)
membaik o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
o Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
o Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Resiko infeksi b.d kerusakan Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)


(L.14137) Observasi;
integritas kulit (D.0142) Setelah dilakukan a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
tindakan keperawtan sistematik
tingkat infeksi dapat Terapeutik:
menurun dengan b. Batasi jumlah pengunjung
kriteria hasil : c. Berikan perawatan kulit pada area edema
- Demam menurun d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
- Kemerahan dengan pasien dan lingkungan pasien
menurun e. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
- Nyeri menurun beresiko tinggi
- Bengkak menurun
- Kadar sel darh Edukasi:
putih membaik f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Vesikel membaik g. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Cairan berbau h. Ajarkan etika batuk
busuk membaik i. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
j. Anjrkan meningkatkan asupan nutrisi
k. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu .
Gangguan integritas kulit Integritas Kulit dan Perawatan Luka (I.14564)
berhubungan dengan iritasi zat Jaringan (L.14125) 1.     Kaji atau catat ukuran, warna, keadaan luka /
kimia, faktor mekanik, faktor Setelah dilakukan kondisi sekitar luka.
nutrisi ditandai dengan intervensi selama 2.     Lakukan kompres basah dan sejuk atau
kerusakan jaringan kulit (D.0192) 3x24 jam, diharapkan terapi rendaman.
Kerusakan integritas 3.     Lakukan perawatan luka dan hygiene
kulit dapat teratasi, sesudah itu keringkan kulit dengan hati-hati dan
dengan kriteria hasil: taburi bedak yang tidak iritatif.
- turgor kulit baik 4.     Berikan prioritas untuk meningkatkan
- gatal hilang kenyamanan dan kehangatan pasien
- kulit tidak bersisik 5.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
- bercak-bercak hilang obat-obatan
Gangguan mobilitas fisik b/d Mobilitas fisik Dukungan Mobilisasi (I.14539)
nyeri (D.0054) (L.05042) Observasi:
Setelah dilakukan - Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
tindakan keerawatan lainnya
di harapkan mobilitas - Identifikasi tolerenasi fisik melakukan
fisik meningkat pergerakan
dengan kriteria hasil: - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
- Pergerakan sebelum memulai mobilisasi
ektremitas - Monitor kondisi umum selama melakukan
meningkat monilisasi
- Kekuatan otot Terapeutik
meningkat - Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan alat
- Rentang gerak bantu
(ROM) meninkat - Fasilitas melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam menigkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur monilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur)
Gaganguan pola tidur b/d nyeri Pola Tidur (L. Dukungan Tidur (I.05174)
(D.0055) Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Observasi:
diharapkan pola tidur Identifikasi pola aktivitas dan tidur
membaik dengan Identifikasi faktor pengganggu tidur
kriteria hasil: Identifikasi makanan dan minuman yang
- Keluhan sulit mengganggu tidur
tidur membaik
Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
- Keluhan sering
Terapeutik:
terjaga membaik
Modifikasi lingkunganBatasi waktu tidur siang
- Keluhan tidak
puas tidur Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur
membaik Tetapkan jadwal tidur rutin
- Keluhan pola Lakukan prosedur untuk meningkatkan
tidur berubah kenyamanan
membaik Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan
- Keluhan istirahat untuk menunjang siklus tidur terjaga
tidak cukup Edukasi:
membaik Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur
.Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak
mengandung supresor terhadap tidur REM
Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur
Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

Anda mungkin juga menyukai