Oleh
Fanda Eka Desyati
2034004
A. Pengertian
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena
adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence)
akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan Sehingga terjadi terjadi
insufisiensi aliran darah, anoksia, isckemic jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007). Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka
tekan, luka ranjang atau luka dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi
karena tekanan yang berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak
mengalami reposisi (Moore & Cowman, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dekubitus adalah
kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan
jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya
tekanan dari luar dalam jangka waktu lama. Perawatan kulit yang dengan minyak
zaitun dapat mengurangi tingkat kejadian dekubitus di rumah sakit. Minyak
zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau
iritasi. Orang-orang Yunani kuno bahkan menggunakan daun zaitun untuk
membasuh luka. Daun zaitun mengandung antimikroba dan sangat efektif
memerangi sejumlah jamur, virus, dan bakteri (Surtiningsih, 2005). Perawatan
kulit dengan Minyak membantu memelihara kelembapan, kelenturan, serta
kehalusan kulit karena minyak zaitun mengandung asam lemak (Khadijah,2008).
B. Etiologi
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan sebuah skema untuk
menggambarkan faktor - faktor resiko untuk terjadinya luka tekan. Ada dua hal
utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan, yaitu faktor tekanan
dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan
diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inakitifitas, dan penurunan sensori
persepsi. Sedangkan faktor yang mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan
menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
1. Faktor intrinsik:
Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya
overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan
penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan
tubuh.
2. Faktor Ekstrinsik:
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap
tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang
kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
e. Pergesekan ( friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah
yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
f. Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka
tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari
luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan,
rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
g. Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar
serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas
kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek.
h. Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit
terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah
mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang dilakukan
oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka
tekan.
i. Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien
psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka
tekan.
j. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut
hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara
merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
k. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh
terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka
(interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan perunit area
antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar dari pada tekanan kapiler rata-rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar
32 mmHg. Menurut penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang
tinggi merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka
tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan alat pengukur
tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.
C. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.
2. Durasi dan besarnya tekanan.
3. Toleransi jaringan.
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar
pula insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005). Kulit dan jaringan
subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal
terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan
aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan
terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps
dan trombosis (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis
maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis
hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi
otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis
(Potter & Perry, 2005). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan
adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur.
Area sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Potter & Perry, 2005).
Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak
merata.
Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan
tempatnya berada karena adanya gravitasi (Potter & Perry, 2005). Jika tekanan
tidak terdistribusisecara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang
mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan
mengalami gangguan.
D. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang dap-
at terjadi antara lain:
1. Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun anaerobic.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,
osteomielitis.
3. Septicemia
4. Anemia
5. Hipoalbumin
6. Hiperalbumin
7. Kematian
E. Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui
dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya,
perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat
badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi
penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat
malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut
NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat stadium ,yaitu :
F. Penatalaksanaa
Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan
pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari
beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk
dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa
aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal
dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan
(Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji
untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat,
jaringang nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan
rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan tidak
mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus
menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter &
Perry, 2005).
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dekubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang
tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit
(Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah
dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal
dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun
mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan, kelenturan, serta
kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat
hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan
karena minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang
luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).
G. Data Penunjang
1. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi,
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui
adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya
kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa
serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2. Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3. Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
4. Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus
dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi (Subandar, 2008).
2) Konsep Asuhan Keperawaatan
a) Pengkajian
1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang
tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien
dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien
juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit
beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa
metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa
nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya
pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha
yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya
yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan
gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan
neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut
serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi
nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan
kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen
kulit
2) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.Gambaran
lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan
kofigurasinya.
c. Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah
edema.
d. Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu
lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat,
proses menua.
e. Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
f. Kebersihan kulit
g. Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
h. Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau
elastisitas, turgor kulit.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
Nyeri Akut b/d Agem cedera fisik Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I.08238)
(L.08066)
(D.0077) Setelah dilakukan 1. Observasi
tindakan keperawatan o lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
selama 2-3 jam kualitas, intensitas nyeri
o Identifikasi skala nyeri
diharapkan tingkat
o Identifikasi respon nyeri non verbal
nyeri menurun dengan
o Identifikasi faktor yang memperberat dan
kriteria hasil :
memperingan nyeri
- Keluhan nyeri o Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menurun dari tentang nyeri
skala 4 menjadi o Identifikasi pengaruh budaya terhadap
2 sampai 0 respon nyeri
- Meringis o Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
menurun hidup
o Monitor keberhasilan terapi komplementer
- Sulit tidur
yang sudah diberikan
menurun o Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Gelisah 2. Terapeutik
menurun o Berikan teknik nonfarmakologis untuk
- Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
membaik hypnosis, akupresur, terapi musik,
- Tekanan darah biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
membaik
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kemampuan o Control lingkungan yang memperberat rasa
menuntaskan nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
aktivitas kebisingan)
membaik o Fasilitasi istirahat dan tidur
o Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
3. Edukasi
o Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
o Jelaskan strategi meredakan nyeri
o Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
o Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
o Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu