Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DEKUBITUS

Disusun Oleh:
Kurnia Tamawwulan
P07120421019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
TAHUN AJAR 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
DEKUBITUS

I. KONSEP DASAR TEORI


A. PENGERTIAN
Ulkus dekubitus adalah luka akibat tekanan di kulit karena posisi tubuh tidak
berganti dalam waktu yang lama. Luka akan muncul di area kulit yang paling
banyak mendapatkan tekanan, seperti tumit, siku, pinggul, dan tulang ekor. Ulkus
dekubitus juga dikenal sebagai bed sore atau pressure ulcer.
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofittersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejalaklinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang
disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP,
2014). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan
tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada
individu yang berada diatas kursi atau diatas tempat tidur, seringkali pada
inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran. Sedangkan menurut
Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan
dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai
akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau
gesekan.
Kesimpulan defisini dari beberapa kesimpulan diatas adalah dekubitus
merupakan sebuah luka yang diakibatkan sebuah tekanan yang lama sehingga
menyebabkan sebuah luka.
B. ETIOLOGI
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan,
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas,
inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik
dan faktor intrinsik.
1. Faktor Intrinsic:
Penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang menimbulkan
seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, anemia,
hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit
yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.
2. Faktor Ekstrinsik :
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap
tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan posisi yang
kurang. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing masing faktor diatas :
a) Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk
berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa
mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka
tekan. Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam
kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi (2003) di
salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa
mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan
luka tekan.
b) Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan.
c) Kelembaban
Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan
yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih
signifikan dalam perkembangan luka tekan dari pada inkontinensia
urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
d) Tenaga yang merobek ( shear)
Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek
jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam
yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling
sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan
dalam posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad. Pada posisi ini
pasien bisa merosot kebawah, sehingga mengakibatkan 17
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertinggal. Ini
dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta kerusakan
pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya menimbulkan
sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
e) Pergesekan (friction)
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak
permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
f) Nutrisi
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka
tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat
dari luka tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat
badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak
mencukupi.
g) Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan
penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar
serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas
kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis.
Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan
membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan.
pergesekan, dan tenaga yang merobek.
h) Tekanan arteriolar yang rendah
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit
terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah
sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang
dilakukan oleh Nancy Bergstrom (1992) menemukan bahwa tekanan
sistolik dan tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada
perkembangan luka tekan.
i) Stress emosional
Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik
juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.
j) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah.
Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang
signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka
tekan.
k) Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2000) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan. Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga
berpengaruh terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan
antar muka (interface pressure). Tekanan antar muka adalah
kekuatan perunit area antara tubuh dengan permukaan matras.
Apabila tekanan antar muka lebih besar dari pada tekanan kapiler
rata-rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah
tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik.
Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut
penelitian Suriadi (2003) tekanan antar muka yang tinggi
merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
Tekanan antar 19 muka diukur dengan menempatkan alat pengukur
tekanan antar muka (pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda cidera awal adalah kemerahan (hiperemis) yang tidak hilang apabila
ditekan ibu jari
2. Pada cidera yang lebih berat dijumapi ulkus dikulit
3. Timbul rasa nyeri
4. Demam
5. Peningkatan leukosit
6. Edema
Tanda dan gejala dari ulkus dekubitus di bagi berdasarkan stadium, yaitu
sebagai adalah sebagai berikut :
1. Stadium 1
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau
lebih hangat), terubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri), pada orang yang berkulit putih,
luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. sedangkan
pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium 2
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk
3. Stadium 3
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
pascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. nekrosis jaringan,
kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
D. PATOFISIOLOGI
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan.
Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar pula insidensinya
terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa
tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler
akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan
sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika
tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang
mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis.
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan
tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar
pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita
immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas
kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan
daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.
Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus :
1. Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
2. Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus
dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari
area tubuh lainnya.
Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang
mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh
untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini
dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu
pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari
kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung
maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada
jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu,
dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu
teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering
Forces.
PATHWAY Faktor tekanan, toleransi Tekanan eksternal >
jaringan, durasi & besar tekanan dasar
tekanan

Aliran darah menurun/


hipoksia menghilang

Tidak mendapat suplai Resiko infeksi


nutrisi & leukosit yang
cukup

Iskemik jaringan & infeksi Kematian jaringan

Nyeri akut Perubahan temperatur


kulit Dekubitus

Hilang sebagian lapisan


Gangguan
kulit
integritas kulit

Keterbatasan Lap. Kulit hilang secara


gerak lengkap, meluas & luka
dalam

Gangguan citra tubuh


Tingkat kesakitan tinggi

Gangguan Penurunan peristaltik


mobilitas fisik usus Gangguan rasa
nyaman

Anoreksia
Inkontinensia urin
fungsional

Defisit Nutrisi
E. KLASIFIKASI DAN KOMPLIKASI

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus


dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya,
dekubitus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tipe Normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC
dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6
minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan,
tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe Arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan
kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat
penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk
terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini
diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.
Sedangkan berdasarkan derajat dibagi menjadi 4, yaitu :
a) Derajat I :
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan
tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit
yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :
perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat),
perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), dan
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih
luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap, sedangkan
pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah
yang menetap, biru atau ungu. Cara untuk menentukan derajat I
adalah dengan menekan daerah kulit yang merah (erytema) dengan
jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap berwarna merah dan
apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna merah.
b) Derajat II :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar
luka merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang
dangkal. Derajat I dan II masih bersifat refersibel.
c) Derajat III :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fasia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Disebut sebagai
“typical decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan
bagian dalam kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon
dan tulang. Slough mungkin tampak dan mungkin meliputi
undermining dan tunneling.
d) Derajat IV :
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang,
tendon atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin
ditemukan pada beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering
juga ada undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV
dekubitus bervariasi berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung,
telinga, oksiput dan malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan
lukanya dangkal. Derajat IV dapat meluas ke dalam otot dan atau
struktur yang mendukung (misalnya pada fasia, tendon atau sendi)
dan memungkinkan terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon
yang terkena bisa terlihat atau teraba langsung.

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial.
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan penunjang/diagnostic antara lain sebagai berikut:
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat
apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama
pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik
untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan.
Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang
menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi
osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu jika terjadi
bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein
level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar- X,scan
tulang atau MRI.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengelolaan decubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah
terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya
dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan
penderita. Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita
khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan
baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada
tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan
sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati
agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita;
 Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita,
misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan
hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn)
ditambahkan.
 Khusus : coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada
pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran
darah:
a) Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat
yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang
mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b) Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada
tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara
yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur.
(keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya
sendir harus baik dan dapat ruasak)
c) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
 Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada
tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk
dikursi.
 Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil
utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada
tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab
sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik
menyesuaikan apa yang dihadapi :
a) Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis ; kulit yang
kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi
lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
b) Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal ; Perawatan luka harus
memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah
bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat
bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep
topikal,mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan
muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering
karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c) Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus
otot dan sering sudah ada infeksi ; usahakan luka selalu bersih dan
eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal
dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya
udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah,
karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor
dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik
mungkin diperlukan.
d) Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula
diserta jaringan nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap
dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebab
akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa
preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan
mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka
bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa
usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan
oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan dengan ultrasono untuk
membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada
transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini
dapat mencapai 40%.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

1. Anamnesa
a) Identitas meliputi
Nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan,
agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register,
serta identitas yang bertanggung jawab.2
b) Keluhan utama :
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia
mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami
ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
c) Riwayat penyakit sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan,
lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang
memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita seperti diabetes, jantung dan
riwayat pasca operasi. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit
keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi
oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang
pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah
perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik
seperti : infeksi kronis, kanker, DM.
2. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breath)
- Tanda : Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan
gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang
dialami.
- Gejala: Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme,oedema
laringeal);bunyi nafas :gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
b) B2 Blood
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c) B3 Brain
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
d) B4 Bladder
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis(setelah kebocorankapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) B5 Bowel
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak
nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
f) B6 Bone
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri

B. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Resiko Infeksi (D.0142)
3. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
4. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
5. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
6. Inkontinensia Urine (D.0043)
7. Defisit Nutrisi (D.0019)
8. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)

C. PERENCANAAN

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut Setelah melakakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan ( i. 08238)
selama x 24 jam Observasi:
diharapkan nyeri dapat  identifikasi lokasi,
teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil: kualitas, intensitas seri
1. Keluhan nyeri menurun  identifikasi skala
2. Meringis menurun  identifikasi respons
3. TTV dalam batas nyeri non verbal
normal  identifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
 identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
 identifikasi pengaruh
budaya terhadap
respon nyeri
 identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan

monitor efek samping


penggunaan analgetic

Terapeutik

 berikan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 fasilitasi istirahat dan
tidur
 pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meledakan
nyeri
Edukasi
 jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 jelaskan strategi
meredakan nyeri
 anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
 anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

 kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu

Resiko Infeksi Setelah melakakukan Pencegahan infeksi


tindakan keperawatan ( I.14539)
selama x 24 jam
diharapkan resiko infeksi Observasi:
teratasi dengan kriteria
hasil:  monitor tanda dan

1. Kemerahan menurun gejala infeksi lokal

2. Kebersihan luka dan sistemik

meningkat Terapeutik:

3. Keadaan luka membaik  batasi jumlah

4. Nyeri menurun pengunjung.


 berikan perawatan
kulit pada area edema.
 cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien.
 pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi.
Edukasi:
 jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
 ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar.
 ajarkan etika batuk.
 ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka operasi.
 anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.
 anjurkan
meningkatkan asupan
cairan.
Kolaborasi:
 kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu.

Gangguan Mobilitas Setelah melakakukan Dukungan mobilisasi


(I.05173)
Fisik tindakan keperawatan
selama x 24 jam Observasi:
diharapkan gangguan
mobilitas fisik teratasi  identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
dengan kriteria hasil: fisik lainnya
1. Pergerakn  identifikasi toleransi
fisik melakukan
esktremitas pergerakan
membaik  monitor frekuensi
jantung dan tekanan
2. Nyeri menurun darah sebelum
3. Kecemasan memulai mobilisasi
menurun  monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik:

 fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
 fasilitasi melakukan
pergerakan.
 libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.

Edukasi:

 jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi
 anjurkan melakukan
mobilisasi dini

anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah di
tempat tidur ke kursi)

Defisit Nutrisi Setelah melakakukan Manajemen Nutrisi ( i.


tindakan keperawatan 03119)
selama x 24 jam Observasi
diharapkan deficit nutrisi  identifikasi status
meningkat dengan kriteria nutrisi
hasil:  identifikasi alergi dan
1. porsi makanan yang intoleransi makanan
dihabiskan meningkat  identifikasi makanan
2. kekuatan otot yang disukai
pengunyah meningkat  identifikasi kebutuhan
3. Berat badan membaik kalori dan jenis
nutrient
 identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
 monitor asupan
makanan
 monitor berat badan
 monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
 lakukan orang hygiene
sebelum makan
 fasilitasi menentukan
pedoman diet
 sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
 berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
 berikan suplemen
makanan
 hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogasi jika asupan
orang dapat ditoleransi
Edukasi
 anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan-kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

Gangguan Integritas Setelah melakakukan Perawatan Integritas


Kulit tindakan keperawatan Kulit (i.11353)
selama x 24 jam Observasi
diharapkan gangguan  identifikasi penyebab
integritas kulit meningkat gangguan integritas
dengan kriteria hasil: kulit (mis. perubahan
1. keluhan sulit tidur sirkulasi, perubahan
menurun status nutrisi,
2. keluhan sering terjaga penurunan
menurun kelembaban, suhu
3. Keluhan tidak puas lingkungan ekstrem,
tidur menurun penurunan mobilitas)
Terapeutik
 ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring
 lakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang, jika perlu
 bersihkan perineal
dengan air hangat
terutama selama
periode diare
 gunakan produk
berbahan petroleum
atau minyak pada kulit
kering
 gunakan produk
berbahan ringan atau
alami dan hipoalergik
pada kulit sensitif
hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
 anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
 anjurkan minum air
yang cukup
 anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
 anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur
 anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
 anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada di luar
rumah
 anjurkan mandi dan
menggunakan
sabun secukupnya

Gangguan Rasa Setelah melakakukan Terapi Relaksasi


Nyaman tindakan keperawatan (i.09326)
selama x 24 jam
diharapkan status Observasi
kenyamanan meningkat
dengan kriteria hasil:  identifikasi penurunan

1. Keluhan tidak nyaman tingkat energi

menurun ketidakmampuan

2. Gelisah menurun berkonsentrasi, atau

3. Keluhan sulit tidur gejala lain yang

menurun mengganggu
kemampuan kognitif
 identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
 identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah Latihan
 monitor respons
terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik

 ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman jika
memungkinkan
 berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
 gunakan pakaian
longgar
 gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
 gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain
jika sesuai

Edukasi

 jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis.musik,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot
progresif)
 jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
 anjurkan mengambil
posisi nyaman
 anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
 anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
 demonstrasikan dan
Ratih teknik relaksasi
(mis. nafas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA

Betty, Sunaryanti. (2014). Pencegahan dekubitus dengan pendidikan kesehatan reposisi

dan minyak kelapa.

Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV.Trans Info

Media.

Smeltzer, S.(2011).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :

BukuKedokteranEGC. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai