DEKUBITUS
Disusun Oleh:
Kurnia Tamawwulan
P07120421019
Anoreksia
Inkontinensia urin
fungsional
Defisit Nutrisi
E. KLASIFIKASI DAN KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial.
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan penunjang/diagnostic antara lain sebagai berikut:
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat
apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama
pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik
untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan.
Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang
menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi
osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu jika terjadi
bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein
level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar- X,scan
tulang atau MRI.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengelolaan decubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah
terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya
dekubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.
Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai
sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk
terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan
penderita. Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita
khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan
baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada
tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan
sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati
agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.
Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah
terjadinya dekubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita;
Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita,
misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan
hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn)
ditambahkan.
Khusus : coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada
pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran
darah:
a) Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam.
Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat
yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang
mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b) Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada
tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara
yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur.
(keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya
sendir harus baik dan dapat ruasak)
c) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada
tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk
dikursi.
Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil
utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada
tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas
dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab
sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.
Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik
menyesuaikan apa yang dihadapi :
a) Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis ; kulit yang
kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi
lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
b) Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal ; Perawatan luka harus
memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah
bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat
bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat diberikan salep
topikal,mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan
muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering
karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c) Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus
otot dan sering sudah ada infeksi ; usahakan luka selalu bersih dan
eksudat disusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal
dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya
udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah,
karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor
dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik
mungkin diperlukan.
d) Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula
diserta jaringan nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap
dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebab
akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi. Beberapa
preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan
mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka
bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa
usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan
oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan dengan ultrasono untuk
membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada
transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini
dapat mencapai 40%.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a) Identitas meliputi
Nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan,
agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register,
serta identitas yang bertanggung jawab.2
b) Keluhan utama :
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia
mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya
yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah
bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami
ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
c) Riwayat penyakit sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan,
lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang
memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain
yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini
harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
d) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah diderita seperti diabetes, jantung dan
riwayat pasca operasi. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat penyakit
keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi
oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi,
Hipertensi ( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang
pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah
perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik
seperti : infeksi kronis, kanker, DM.
2. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breath)
- Tanda : Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan
gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang
dialami.
- Gejala: Serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada
adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme,oedema
laringeal);bunyi nafas :gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
b) B2 Blood
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c) B3 Brain
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
d) B4 Bladder
Tanda : Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis(setelah kebocorankapiler dan mobilisasi
cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya
pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) B5 Bowel
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak
nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
f) B6 Bone
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
B. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut (D.0077)
2. Resiko Infeksi (D.0142)
3. Gangguan Integritas Kulit (D.0129)
4. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
5. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
6. Inkontinensia Urine (D.0043)
7. Defisit Nutrisi (D.0019)
8. Gangguan Citra Tubuh (D.0083)
C. PERENCANAAN
Terapeutik
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
meningkat Terapeutik:
fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.
fasilitasi melakukan
pergerakan.
libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan.
Edukasi:
anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah di
tempat tidur ke kursi)
menurun ketidakmampuan
menurun mengganggu
kemampuan kognitif
identifikasi teknik
relaksasi yang pernah
efektif digunakan
identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
periksa ketegangan
otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan
suhu sebelum dan
sesudah Latihan
monitor respons
terhadap terapi
relaksasi
Terapeutik
ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman jika
memungkinkan
berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
gunakan pakaian
longgar
gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama
gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis lain
jika sesuai
Edukasi
jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang
tersedia (mis.musik,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot
progresif)
jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi
yang dipilih
anjurkan mengambil
posisi nyaman
anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
demonstrasikan dan
Ratih teknik relaksasi
(mis. nafas dalam,
peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA
Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV.Trans Info
Media.
BukuKedokteranEGC. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia