Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DEKUBITUS

DI RUANG CEMPAKA RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

Untuk Memenuhi Nilai Praktik Keperawatan Medikal Bedah II

Disusun oleh:

Alfisa Her Bening

Tingkat III C

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS DEKUBITUS

A. PENGERTIAN
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi
akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi
(Harnawatiaj, 2013).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang
disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2013)
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat kekurangan
alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulittersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau
benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2013)
Ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena
kurangnya aliran darah didaerah yang bersangkutan. Decubitus berasal dari bahasa latin
yang artinya berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan terjadinya luka baring.
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat
tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj,
2008).

B. ETIOLOGI
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras
lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang
lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi
gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis.
tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per
unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan
nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
b. Gesekan dan pergeseran
gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak.
Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal.
c. Kelembaban
akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat.
Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan
perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam
perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan
medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga
memudahkan terjadinya dekubitus.
2. Fase Intrinsik
a. Usia
pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang
sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan
jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan
kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis.
Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit
menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi
kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk
merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini
terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena
nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk
bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes)
dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c. Penurunan kesadaran
gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
d. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan
lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna
karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus.
Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan
dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan.
Menurut penelitian Guenter (2014) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada
orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,
dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh,
sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring
terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi
untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya
lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan
dalam kejadian luka tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki
efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi
(2015) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan
terhadap luka tekan.
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (2012) peningkatan temperatur merupakan
faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena
dekubitus dan memperburuk dekubitus.

C. PATIFISIOLOGI
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan(Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinyamaka semakin
besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapipada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkanatau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan inimenjadi hipoksia
sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, makapembuluh darah kolaps dan
trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,2005). Jika tekanan dihilangkan
sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringanakan pulih kembali melalui mekanisme
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulitmempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemi dari otot,maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang
berhubungan dengantekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995
dalam Potter &Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesekyang terjadi
saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dantumit merupakan area
yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,2005). Efek tekanan juga
dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yangtidak merata. Seseorang mendapatkan
tekanan konstan pada tubuh dari permukaantempatnya berada karena adanya gravitasi
(Berecek, 1975 dalam Potter & Perry,2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata
pada tubuh maka gradientekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat
dan metabolisme selkulit di titik tekanan mengalami gangguan.
D. Pathway
E. Klasifikasi
Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalahdengan
menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kalidikemukakan oleh Shea
(1975 dalam Potter & Perry, 2015) sebagai salah satu carauntuk memperoleh metode
jelas dan konsisten untuk menggambarkan danmengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem
tahapan luka dekubitus berdasarkangambaran kedalaman jaringan yang rusak
(Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry,2015). Luka yang tertutup dengan jaringan
nekrotik seperti eschar tidak dapatdimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut
dibuang dan kedalaman lukadapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat
mempersulit pengkajiandilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2015).
Pada konferensikonsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang
memperlihatkankarakteristik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain
warnakulit, seperti suhu, adanya pori-pori ”kulit jeruk”, kekacauan atau
ketegangan,kekerasan, dan data laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit
gelap(Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2015). (Bennet 1995
dalamPotter & Perry, 2015). Menyatakan saat mengkaji kulit pasien berwarna
gelap,memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat.
Dianjurkanberupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru
yangdihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang
dapatmengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995 dalam Potter &Perry,
2015) ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
1. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yangdiperbesar. Kulit tidak
berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadiindikator
2. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dandermis. Luka superficial
dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, ataulubang yang dangkal.
3. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di
bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau
kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan
epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

F. TANDA DAN GEJALA

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple


sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu diketahui dari
riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan
luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi,
konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem
termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,
bau, nyeri (Arwaniku, 2017).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat tadium, yaitu :
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan
kulit yang ormal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit ( lebih dingin ataulebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan
( lebih keras atau lunak ), perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang
berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yangmenetap. Sedangkan
pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yangmenetap,
biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang
yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta
saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan luar
kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka tekan
juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walapun tanpa
adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injuri jaringan
bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan
subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering
disebabkan karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode
operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga yang
merobek (shear).
Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang dengan cepat daripada
luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan DTI juga lebih sulit
disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang adekuat. NPUAP dan WOCN
(2015) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori luka tekan, namun stadium
dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang selama ini ada merepresentasikan
luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju kedalam jaringan (top-down),
sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju ke kulit superficial ( bottom-up).
Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi adanya DTI karena kerusakan
pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari luar[15]. Yang selama ini sering
digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien yaitu adanya tanda trauma yang
dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang yang berkulit putih, DTI sering
nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan pada kulit. Saat ini terdapat metode yang
reliabel untuk mengenali adanya DTI, yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila
hasil ultrasonografi menunjukan adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat
kerusakan yang parah pada jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan
dipermukaan kulit atau hanya minimal. Gambar 4 menunjukan adanya daerah hypoechoic
(lingkaran merah) pada pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupundapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut Subandar (2017) komplikasiyang dapat
terjadi antara lain:

1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.


2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis, osteomielitis, dan
arthritis septik.
3. Septikimia
4. Animea
5. Hipoalbuminea
6. Kematian.

H. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan luka decubitus
2. Penerangan untuk pasien dan keluarga
3. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
4. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
5. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
6. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan
sampai kotor karena urin dan feses.
7. Terapi obat :
 Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
 Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
8. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang
terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air.

I. PENGOBATAN
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun
dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih
cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena
ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan
menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat
dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan
topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan
larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat
aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
memper-cepat proses penyembuhan ulkus.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang
tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien
dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001).
Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak
duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang
menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan
sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J ,
1998 ).

b. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri.
Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah
belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami
ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan,
serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan
perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J ,
1998 )
d. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi
( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini
untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari
penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
e. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum obat.
f. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang
dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena
lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
g. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan
penyakit kulit.

h. Riwayat Kesehatan, seperti:


 Bed-rest yang lama
 Immobilisasi
 Inkontinensia
 Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
i. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
Perasaan depresi , Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan
j. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah
kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit.
Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat
badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada
ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan
menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta
pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan
penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping
hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen.
Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi
ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar linfe.

d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax


Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus,
adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk
mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada
masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau
tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi
terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga
terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri
hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.

i. Pengkajian Fisik Kulit


1) Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit kepala,
rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,
kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang harus diperhatikan
oleh perawat yaitu :
 Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
 Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.
 Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau
suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang
inadekuat, proses menua.
 Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada
drainase atau infeksi.
 Kebersihan kulit Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan
petechie dan echimosis.
2) Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur
atau elastisitas, turgor kulit.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada
masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula
spinalis.
b) Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan
toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
c) Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu
dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
d) Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan
laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
e) Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan
ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,
transferrin level, dan serum protein level.
f) Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

K. ANALISA DATA

Tanda
No/Tgl Data Fokus Problem Etiologi
tangan
DS:Klien mengatakan gatal di
seluruh badan dan panas di sekitar
pantat saat tertidur.
DO:Tampak ada luka dekubitus,
tampak adanya kerusakan pada
lapisan epidermis dan dermis, Faktor mekanik
pasien terlihat lemas,kulit tampak Kerusakan (daya gesek,
bersisik, integritas kulit tekanan,imobilisasi
TTV fisik)
TD: 100/70 mmHg
S :36,6 C
N :88 x/menit
R :20x/menit

DS: Klien mengatakan nyeri di Nyeri Akut Gen injuri Biologis


bagian mata dan luka
dekubitusnya di kaki kanan
P : Nyeri biologis
Q: Nyeri tertusuk-tusuk
R: Nyeri di luka kaki
S: Skala nyeri 5
T: Tidak menentu
DO:terlihat di bagian kaki tidak
bisa digerakan, terlihat luka di
kaki,
DS: Klien mengatakan kaki kanan Hambatan Kerusakan
post op tidak bisa digerakan mobilisasi fisik integritas struktur
DO: Pasien terlihat bedrest, kaki tulang
kanan dan kiri tidak bisa
digerakan,

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Faktor mekanik (daya gesek,
tekanan,imobilisasi fisik)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen injuri fisik dan biologis.
3. Hambatan mobilisasi fisik berhubungn dengan Kerusakan integritas struktur tulang.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familier dengan sumber informasi

M. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC Rasional


Kerusakan Tujuan: Setelah dilakukan - Skin surveilance - prinsip
- Inspeksi kondisi insisi bedah,
integritas tindakan 3x24 jam diharapkan pencegahan luka
jika perlu
kulit kerusakan integritas kulit dapat dekubitus
- Observasi ekstremitas untuk
berhubungan teratasi dengan indikator sebagai meliputi
warna, hangat, bengkak, pulsasi,
dengan berikut: mengurangi atau
tekstur, edema, dan ulserasi
faktor Indikator awa Tuj - Inspeksi kulit dan membran merotasi tekanan
mekanik l uan mukosa umtuk adanya dari jaringan
(tekanan, Sensasi 2 5 kemerahan, ekstremitas hangat, lunak
Pengelupaan 2 4 - meminimalkan
daya gesek, atau drainase
kulit - Monitor sumber tekanan dan terjadinya
imobilisasi Penebalan kulit 2 5
Pengerasan kulit 2 5 pergeseran jaringan yang
fisik)
Keterarangan: - Monitor kulit adanya rash dan
terkena dekubitus
1. Berat abrasi - luka yang
2. Besar - Monitor suhu dan warna kulit
3. Sedang lembab dapat
- Atur posisi pasien senyaman
4. Ringan mempercepat
5. Tidak ada mungkin
- Balut luka dengan balutan yang kesembuhan
- Mengetahui
mempertahankan kelembapan
adanya infeksi
lingkungan diatas dasar luka
pada luka
dekubitus

Hambatan Tujuan : Setelah dilakukan - Ubah posisi klien tiap 2 jam  Agar pasien
- Ajarkan klien untuk
mobilitas tindakan keperawatan 2x24 jam mampu untuk
melakukan latihan gerak aktif
fisik pasien diharapkan dapat melakukan
pada ekstremitas yang tidak
berhubungan menggerakan sendinya dengan latihan.
sakit  Untuk mengetahui
dengan baik dengan indikator
- Observasi KU
kerusakan - Kolaborasi denagn fisoterapi kekuatan otot
- Bantu pasien untuk  Untuk
jaringan NOC : Pergerakan Sendi : Pasif
mengeksplorasi keyakinannya menghindari
tulang (0206)
sendiri, memotivasi,dan gerakan yang
(00085) Indikator Awal Tuju
tingkat kebugaran dapat
an
muskuloskeletal memperburuk
- Berikan informasi mengenai keadaan pasien
 Untuk latihan
Jari 5 5 penuaan terkait perubahan sendiri sehingga
(Kanan) struktur neuromuskuloskeletal sendi yang kaku

Jari (Kiri) 5 5 dan efek penyalahgunaan bisa membaik


- Instruksikan untuk
seperti
Jempol 5 5
menghindari gerakan
sebelumnya.
(Kanan)
cepat,kuat, atau memantul  Agar keluarga
Jempol 5 5 untuk mencegah simulasi selalu
(Kiri) berlebihan dari nyeri otot mendampingi
Pergelang 3 5 yang berlebihan. dan memotivasi
- Intruksikan cara untuk
an tanagn pasien kegiatan
memonitor kepatuhan diri
(Kanan) latihan
sendiri akan jadwal dan
Pergelang 3 5 peregangan
mencapai tujuan, misalnya
an tangan sendiri.
ROM
(Kiri) - Kolaborasi dengan anggota
Pergelang 2 4 keluargadalam perencanaan,
an kaki pengajaran, dan pemantauan
(kanan) rencana latihan

Pergelang 2 4
an kaki
(kiri)

Lutut 1 4
kanan dan
kiri

Skala :
1 : Deviasi berat dari kisaran
normal
2 : Deviasi yang cukup besar
dari kisaran normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran
normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran
normal
5: Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
Nyeri akut Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen nyeri - Untuk mengetahui
berhubungan tindakan keperawatan selama 2 x - Lakukan pengkajian nyeri pengalaman
dengan agen 24 jam, diharapkan nyeri yang secara komprehensif(lokasi, nyeri pasien
injuri fisik dirasakan berkurang dengan karakteristik, durasi, secara
dan biologis indikator : frekuensi, kualitas dan faktor komprehensif
NOC : Tingkat Nyeri (2102) - Untuk mengetahui
presipitasi)
Indikator Awal Tuju - Observasi reaksi nonverbal tingkat
an dan ketidaknyamanan kenyamanan
Nyeri yang 2 5 - Monitor vital sign
pasien terhadap
- Gunakan teknik komunikasi
dilaporkan rasa nyeri
Ekspresi 2 5 terapetik untuk mengetahui
- Untuk mengetahui
nyeri wajah pengalaman nyeri pasien
perubahan yang
Mengeri 3 5 - Kontrol lingkungn yang
nyit terjadi pada
mempengaruhi nyeri seperti
Berkeri 4 5 pasien
ngat suhu ruang, pencahayaan dan
- Untuk mengetahui
kebisingan
Skala : pengalam nyeri
- Ajarkan teknik
1 : Berat pasien
2 : Cukup Berat nonfarmakologis: nafas
- Untuk mengurangi
3 : Sedang dalam, relaksasi, distraksi,
4 : Ringan nyeri
5 : Tidak ada kompres hangat atau dingin
- Tingkatkan istirahat
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
N. EVALUASI
1. Klien dapat mencegah dan mengidentifikasi factor penyebab luka dekubitus,
menunjukan penyembuhan
2. Pasien mempunyai kulit tanpa neritema dan tidak pucat
3. Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan massa otot
4. Kulit tidak akan teritasi akibat pemajanan terhadap fekal atau urine draimage
5. Menunjukkan hasil pembelajaran yang efektif untuk tujuan pemulangan dan perawatan
pasien dirumah
6. Klien mengetahui informasi tentang penyakitnya
7. Nyeri berkurang
8. Klien dapat beraktifitas dengan normal
9. Nutrisi kembali normal
DAFTAR PUSTAKA

 Guenter P., Malyszck R.,Bliss D.Z.,et al. Survey of nutritional status in newly
hospitalized patiens with stage III or stage IV pressure ulcers. Advances in
Wound Care.2013;13:164-168
 Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T.
DiPiro, kk, editor. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.Edisi 6.
Chicago: McGrawHill Company; 2014. p1998-90
 Potter & Perry, 2015, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik, Jakarta: EGC
 Sugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore
development, intensive care unit, Pressure – relieving care, the Japanese version
of the Braden Scale. Kanazawa Junior Collage, 2015, 16, 55-59
 Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the
braden scale translated into indonesia. 2017. Master thesis. Kanazawa
University, Japan
 Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed 9. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai