Anda di halaman 1dari 24

ULKUS DEKUBITUS

A. DEFINISI ULKUS DEKUBITUS


Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang
didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka
waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).
Dekubitus adalah lesi dikulit yang terjadi akibat rusaknya epidermis, dermis, dan
kadang hingga ke jaringan subkutis dibawahnya. Terutama pada bagian kulit yang menonjol
oleh tulang. Kompresi jaringan akan menyebabkan ganguan suplai darah pada daerah yang
tertekan. Apabila berlangsung lama hal ini akan menyebabkan kolaps aliran darah atau
iskemia jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Corwin, 2007).

B. FAKTOR RESIKO ULKUS DEKUBITUS


Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi predisposisi
terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu:

1. Gangguan Input Sensorik


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan
tekanan beresiko tinggi menggalami gangguan integritas kulit dari pada pasien yang
sensasinya normal. Pasien yang mempunyai persesi sensorik yang utuh terhadap
nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan
tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi,
mereka dapat mengubah atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.

2. Gangguan Fungsi Motorik


Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri beresiko tinggi
terhadap dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu
mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini
meningkatkan peluang terjadinya dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera
medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus
pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan sebesar 85%, dan
komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan penyebab kematian
pada 8% populasi ini (Ruller & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2005).

3. Perubahan tingkat kesadaran


Pasien bingung, disorientasi, atau mengalami perubahan tingkat kesadaran
tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari luka dekubitus. Pasien bingung atau
disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami
bagaimana menghilangkan tekanan itu. Pasien koma tidak dapat merasakan tekanan
dan tidak mampu mengubah ke posisi yang labih baik. Selain itu pada pasien yang
mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi binggung. Beberapa
contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan untuk perawatan
intensif dengan pemberian sedasi.
4. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain
Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstermitasnya. Pasien
yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi
eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik
kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat
dikeringkan atau ekstremitasnya bengkak.
Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan
pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus
marupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang
dilakukan plaiser dkk, (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan
wajah yang diberikan oleh emapt jenis penyangga leher yang berbeda dengan subjek
berada posisi terlentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya
menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang
menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada klien
yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada
di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk
mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit (Potter & Perry, 2005).

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN LUKA DEKUBITUS


Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat tekanan.
Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko terjadi luka dekubitus
yang terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry (2005)
ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus diantaranya gaya gesek,
friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer,
obesitas, kakesia, dan usia.
1. Gaya gesek
Gaya gesek merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah
pararel terhadap permukaan tubuh (AHCPR, 1994). Gaya ini terjadi saat pasien
bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya di atas saat tempat tidur dengan cara
didorong atau digeser ke bawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika
terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan
tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan
tubuh. Tulang pasien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada kulit (Maklebust
& sieggren, 1991). Kapiler jaringan yang berada di bawahnya tertekan dan terbeban
oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tak lama setelah itu akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi, perdarahan dan nekrosis pada
lapisan jaringan. Selain itu, terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan
eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap efek gesek dan hasil
tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya. Akhirnya pada kulit akan
terbuka sebuah saluran sebagai ruang drainase dari area nekrotik. Perlu diingat
bahwa cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai
dari rangka tulang yang berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan
tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera
yang diakibatkan gaya gesek (AHCPR, 1994). Bryant et al (1992) mengatakan juga
bahwa gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi.

2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit digeser pada
permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHCPR, 1994). Tidak seperti
cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epidermis atau lapisan
kulit bagian atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali
terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki & Bryant, 1992). Karena cara
terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei sheet
burns (Bryant et al, 1992). Cedera ini dapat terjadi pada pasien gelisah, pasien yang
gerakannya tidak terkontrol, seperti kondis kejang, dan pasien yang kulitnya diseret
daripada diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust
& Sieggreen, 1991). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara
lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengan menggunakan teknik
mengangkat yang benar, meletakkan benda-benda di bawah siku dan tumit seperti
pelindung dari kulit, penutup kulit, dan membran transparan atau balutan
hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan mengunakan pelembab untuk
mempertahankan hidrasi epidermis.

3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya
kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatkan resiko
pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981).
Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan
atau gaya gesek. Pasien immobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
higienisnya sendiri, tergantung perawatan untuk menjaga kulit pasien tetap kering
dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan.
Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem
yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontinensia. Beberapa
cairan tubuh seperti urine, feses, dan drainase luka menyebabkan erosi kulit dan
meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien.

4. Nutrisi Buruk
Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan jaringan
subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai
bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek
tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua
hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang
tidak sembuh (Hanan & Escheele, 1991). Pasien yang mengalami malnutrisi
mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat
asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991). Status nutrisi buruk dapat diabaikan
jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal.
Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminenia (level albumin
serum dibawah 3 g/100 ml) dan anemia (Natlo, 1983; Steinberg 1990).
Albumin adalah ukuran variabel yang biasa digunakan untuk mengevaluasi
status protein pasien. Pasien yang level albumin serumnya dibawah 3 g/100 ml lebih
berisiko tinggi. Selain itu, level albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya
penyembuhan luka (Kaminski et al, 1989; Hanan & Scheele, 1991). Walapun kadar
albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein visceral, tapi
albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok
manusia (Hanan & Scheele, 1991).
Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus. Level
total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan
menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan &
Scheele, 1991). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada
dibawahnya terhadap tekanan, friksi dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level
oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan. Nutrisi
buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang
mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan perpindahan
volume cairan ekstra sel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat
meningkatkan risiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan
edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan
tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk,1991).
5. Anemia
Pasien anemia berisiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin
mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah
oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel
dan menggangu penyembuhan luka.
6. Kakesia
Kakesia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai kelemahan
dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan
penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus
pada pasien. Pada dasarnya pasien kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose
yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan.
7. Obesitas
Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil
berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan.
Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang
buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya semakin
rentan mengalami kerusakan akibat iskemi.
8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen didalam tubuh. Pasien infeksi biasa
mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh,
membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan
mengalami cedera akibat iskemi (Skheleton & Litwack,1991). Selain itu demam
menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang
selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien.
9. Gangguan Sirkulasi Perifer
Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan
mengalami kerusakan iskemia. Ganguan sirkulasi pada pasien yang menderita
penyakit vaskuler faskuler, pasien syok, atau yang mendapatkan pengobatan sejenis
vasopresor.
10. Usia
Studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989) mencatat adanya luka dekubitus
yang terbesar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia potensi besar
untuk mengalami dekubitus Karena barkaitan dengan perubahan kulit akibat
bertambahnya usia, kecedrungan lansia yang lebih sering berbaring pada satu posisi
oleh karena itu immobilisasi akan memperbesar resiko terjadinya luka dekubitus
pada lansia. Immobilisasi berlangsung lama hampir pasti dapat menyebabkan
dekubitus (Roah, 2000). Menurut Pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab
dekubitus pada lansia yaitu:
a) Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-
penyakit neurologik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan
tubuh).
b) Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
c) Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau
peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap
tertentu.

D. ETIOLOGI ULKUS DEKUBITUS


Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke seluruh lapisannya.
Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka kulit akan mati, yang dimulai pada lapisan
kulit paling atas (epidermis). Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah
tekanan. Jika tekanan menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang mengalami
kekurangan oksigen pada mulanya akan tampak merah dan meradang lalu membentuk luka
terbuka (ulkus). Gerakan yang normal akan mengurangi tekanan sehingga darah akan terus
mengalir. Kulit juga memiliki lapisan lemak yang berfungsi sebagai bantalan pelindung
terhadap tekanan dari luar.

E. KLASIFIKASI ULKUS DEKUBITUS


Salah satu cara yang paling awal untuk mengklasifisikan dekubitus adalah dengan
menggunakan sistem nilai atau tahapan (Potter, 2006).
1. Tahap I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi kulit yang diperbesar, kulit tidak
berwarna, hangat atau keras juga dapat menjadi indikator.
2. Tahap II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau dermis,
ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi lecet atau lubang yang
dangkal.
3. Tahap III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringa subkutan yang rusak atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah, tapi tidak melampaui yang dalam
dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Tahap IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai dekstruksi ekstensif, kerusakan
jaringan atau kerusakan otot, atau struktur penyangga seperti tendon, kapsul sendi,
dll.

F. PATOFOSIOLOGI ULKUS DEKUBITUS (TERLAMPIR)


Patofisiologi terjadinya ulkus dekubitus.
Tiga elemen dasar yang menjadi dasar terjadinya dekubitus (Potter & Perry, 2005), yaitu:
a) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapipe
b) Durasi dan besarnya tekanan
c) Toleransi jaringan
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada area
permukaan tulang menonjol dan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah pada area
yang tertekan lama kelamaan jaringan setempat mengalami iskemik, hipoksia, dan
berkembang menjadi nekrosis. Hal ini dapat dicegah bila tekanan cepat dihilangkan sehingga
memberikan waktu jaringan disekitar memperbaiki diri. Reaksi kompresi sirkulasi akan
tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan
sebelum periode kritis yaitu 1-2 jam. Tekanan yang normal pada kapiler adalah 32 mmHg.
Apabila tekanan kapiler melebihi dari tekanan kapiler dan struktur pembuluh darah pada
kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadinya kolaps akan menghalangi oksigenasi dan
nutrisi ke jaringan, jaringa tidak mampu bermetabolisme dengan semestinya. Alhasil jaringan
akan menjadi mati.

G. MANIFESTASI ULKUS DEKUBITUS


Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh yang paling
sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan penonjolan tulang. Bagian tubuh
yang sering terkena ulkus dekubitus adalah tuberositas ischi (30%)i,trochanter mayor(20%),
sacrum (15%), tumit (10%), lutut, maleolus, siku, jari kaki,scapulae dan processus spinosus
vertebrae.
Tingginya frekuensi tersebut tergantung pada posisi penderita.
Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang kemerahan sampai
terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat meliputi dermis, epidermis, jaringan
otot sampai tulang.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat ditegakkan
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk menegakkan diagnosis ulkus
dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan penujang lainnya. Beberapa
pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
ulkus dekubitus adalah
a. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan
bila terjadi osteomyelitis.
b. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih
dan laju endap darah.Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
c. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level,
prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level,
d. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.
I. PENATALAKSANAAN ULKUS DEKUBITUS
a) Perawatan luka diabetes
Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen,
pembersihan dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik atau eskar
atau telah menunjukkan tanda-tanda mengelupas harus dilakukan debridemen.
Pada prinsip debridemen yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien dan kondisi
luka (Suriadi, 2004).
Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga jaringan sehat
dapat beregenerasi (Potter & Perry, 2006). Pembuangan jaringan nekrotik
diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang menjadi sumber infeksi, agar lebih
mudah terlihat bagian dasar luka sehingga dapat menentukan tahap ulkus secara
akurat dan memberikan dasar yang bersih yang diperlukan untuk proses
penyembuhan.
Beberapa metode debridemen antara lain debridemen mekanik, autolitik,
kimiawi/enzimatik dan pembedahan. Debridemen mekanik menggunakan balutan
tipis yang mengandung salin yang basah hingga kering. Balutan tersebut harus
benar-benar kering sebelum perawat menarik balutan tipis yang telah menempel
pada jaringan dekubitus. Metode ini merupakan metode yang tidak dipilih karena
jaringan rusak maupun jaringan sehat akan ikut terangkat (Potter & Perry, 2006).
Debridemen autolitik menggunakan balutan sintetik yang diletakkan di atas luka
agar eskar dapat lebih mudah dihancurkan oleh kerja enzim yang ada dalam cairan
luka. Metode ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa jenis balutan
yang lebih baru terletak diatas dekubitus. Beberapa contoh balutan yang digunakan
adalah balutan membran sintetik transparan atau balutan hidrokoloid. Balutan akan
berinteraksi dengan permukaan jaringan dekubitus. Eskar akan semakin lunak
karena jaringan rusak telah dihancurkan oleh enzim yang secara normal ditemukan
dalam cairan luka. Debridemen autolitik ini kontraindikasi dengan luka yang infeksi
(Potter & Perry, 2006).
Debridemen enzimatik adalah penggunaan enzim debridemen topikal pada
jaringan rusak yang berada di atas permukaan luka. Obat-obatan tersebut harus
diresepkan dokter. Perlu diingat bahwa teknik yang digunakan dan khasiat tiap obat
debridemen enzimatik berbeda. Dari semua obat debridemen enzimatik, hanya
kolagenase (Santyl) yang disebutkan oleh AHCPR sebagai debridemen yang bersifat
promotif dan meningkatkan pertumbuhan granulasi di jaringan (Potter & Perry,
2006). Debridemen bedah adalah pembuangan jaringan rusak dengan merupakan
metode paling cepat. Metode ini biasa dilakukan apabila klien mempunyai
tandatanda selulitis atau sepsis. Balutan kering dan bersih harus digunakan dalam
waktu 8 sampai 24 jam setelah debridemen karena perdarahan, kemudian jaringan
lembab harus diganti untuk mempercepat penyembuhan luka (Potter & Perry,
2006).

b) Linkungan luka yang lembab


Lingkungan penyembuhan luka yang lembab merupakan hal yang paling
penting untuk penyembuhan luka karena lingkungan lembab mempengaruhi
kecepatan epitelialisasi den pembentukan jumlah skar. Lingkungan penyembuhan
luka yang lembab memberikan kondisi optimum untuk mempercepat proses
penyembuhan. Winter (1962) menemukan bahwa pada saat epidermis hilang, maka
luka terbuka dapat menjadi kering, desikasi dan dehidrasi. Kemudian sel epidermal
pindah ke bawah kulit kering atau borok dan pindah ke jaringan fibrosa yang akan
menimbulkan jalur resistensi terendah. Karena perubahan rute sel epidermal
kurang efisien dan dapat meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan sel untuk
pindah sebelum sel-sel tersebut sampai ke bagian tepi lain dari luka, sehingga
penyembuhan luka berlangsung lebih lama. Barier, contohnya balutan, diletakkan di
bagian atas luka (tertutup seluruh atau sebagian), maka permukaan luka akan tetap
lembab karena cairan luka. Kondisi ini membuat sel epidermal mudah bermigrasi
dengan segera dan cepat. Lingkungan luka yang lembab dapat ditingkatkan dengan
penggunaan balutan yang tepat (Potter & Perry, 2006). Setelah dekubitus berhasil
dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar granulasi bersih, maka tujuan
perawatan luka lokal selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang tepat untuk
penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan
granulasi baru. Luka harus dibersihkan dan balutan diganti secara teratur. Dekubitus
hanya dibersihkan dengan menggunakan cairan pembersih luka seperti normal
saline atau beberapa cairan pembersih luka komersial lainnya yang tidak merusak
atau mematikan sel, seperti fibrolas dan jaringan yang sedang mengalami proses
penyembuhan (Potter & Perry, 2006).

c) Menggunakan alas yang sesuai


Penggunaan alas tidur yang sesuai yakni empuk, kering dan tidakkotor Apabila klien
dalam keadaan inkotinensia maka kulit harus dibersihkan segera tanpa melakukan
friksi yang tidak perlu misalnya dengan menggosok kulit (Morison, 2004).

d) Terapi Diet
Defisiensi protein menyebabkan luka dengan pengurangan kekuatan
regangan, sintesa kolagen mengalami gangguan bila terdapat defisiensi vitamin C.
oleh karena itu, pengkajian status nutrisi segera setelah ia masuk rumah sakit
merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, dengan bantuan ahli diet,
dilakukan koreksi pada setiap defisiensi. Pasien juga harus tetap dipertahankan
hidrasinya dengan baik (Morison, 2004)

e) Mengurangi Tekanan
Tanpa memandang tahap dekubitus , tekanan pada area harus dihilangkan.
Ulkus tidak akan sembuh sampai semua tekanan dihilangkan. Pasien tidak boleh
duduk atau berbaring pada luka dekubitus, sekalipun hanya untuk beberapa menit.
Memindahkan beban berat badan memungkinkan darah untuk mengalir ke area
iskemi dan membantu pemulihan jaringan dari efek tekanan. Dengan demikian
pasien harus dibalik dan diatur kembali posisi dengan interval setiap 1-2 jam
(Smeltzer&Bare, 2002).

f) Pembersihan (Wound Cleansing)


Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang
perlu dihindari untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium
hypochlorite, hydrogen peroxide, acetic acid karena bahan-bahan tersebut bersifat
cytotoxic. Yang paling sering digunakan untuk membersihkan luka dekubitus adalah
dengan normal salin atau bisa juga dengan larutan antiseptik yang tidak
menimbulkan cytotoxic. Dalam membersihkan luka perlu dilakukan irigasi dengan
tekanan yang tidak terlalu kuat, dengan tujuan untuk membersihkan sisa-sisa
jaringan yang nekrotik atau eksudat. Prinsip membersihkan luka adalah dari pusat
luka ke arah luar luka dan secara hati-hati atau dapat juga dari bagial luar dulu
kemudian bagian dalam dengan kasus yang berbeda (Suriadi, 2004).

g) Dressing
Dressing adalah suatu usaha untuk mempertahankan integritas fisiologi
pada luka. Sebelum melakukan dressing atau balutan dan pengobatan luka
diperlukan pengkajian pada kondisi luka halni adalah dengan menentukan tipe
dressing atau balutan yang dibutuhkan. Perawatan luka pada dekubitus adalah
berdasarkan pada derajat luka dekubitus, eksudat, sekeliling luka dan ada tidaknya
infeksi. Beberapa hal yang perlu diketahui pada balutan yaitu terdapat beberapa tipe
balutan. Tipe balutan atau dressing tersebut adalah dressing yang sifatny kering,
basah, basah-lembab atau basah-kering. Ada juga balutan untuk pelindung luka dan
dressing yang sifatnya menyerap dan mengabsorbsi (Suriadi, 2004).

h) Tatalakasana dekubitus berdasarkan derajatnya


ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DEKUBITUS

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas
2) Keluhan utama
3) Riwayat keperawatan sekarang
4) Riwayat keperawatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Pola fungsi
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak. Pada area
yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan tunas.
b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cidera,
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin,
pembentukan edema jaringan.
c. Eliminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase darurat, warna
mungkin hitam kemerahan , bila terjadi, mengidentifiasi kerusakan otot.
d. Nutrisi dan cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla, kerusakan neurology,
paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.
h. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi otot tetanik,
sampai dengan syok listrik).
7) Pemeriksaan diagnostik
a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel sel jaringan
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan keseimbangan insulin, makan, dan aktivitas jasmani
b. Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan (pada luka dekubitus)
c. Kerusakan integritas kulit
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan menurunnya sirkulasi darah ke
jaringan faktor mekanik (tekanan eksterna dan gaya tarikan)
e. Nyeri akut berhubungan dengan destruksi jaringan (luka dekubitus)
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit (luka dekubitus)
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (tidak nyaman
terhadap luka dekubitus)
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, nyeri pada
luka dikubitus
i. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan kelemahan struktur panggul
atau konstipasi
3. Perencanaan (NCP)
No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Kaji kemampuan klien untuk memenuhi Klien mampu makan tanpa
nutrisi kurang dari keperawatan selama .... x 24 jam kebutuhan nutrisi ada masalah
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan 2. Informasikan kepada keluarga faktor yang
berhubungan dengan kriteria hasil: dapat menimbulkan mual dan muntah Mual dan muntah dapat
gangguan Intake nutrisi adekuat 3. Ajarkan pada klien / keluarga tentang menurunkan nafsu makan
keseimbangan insulin, Tidak terjadi kram perut pentingnya kebutuhan nutrisi
makan, dan aktivitas Nafsu makan meningkat 4. Kolaborasi dengan medis dan ahli gizi untuk: Pemenuhan nutrisi TKTP
jasmani Tidak ada luka, inflamasi pada Program therapi, diet, pemeriksaan laborat (
rongga mulut albumin, protein, Hb dan Ht), pemberian nutrisi Pemeriksaan menilai hasil
Bising usus dalam batas normal parenteral laborat dalam nilai normal
5- 35 x/mnt 5. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi yang mengindikasikan
Berat badan meningkat 6. Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah nutrisi klien
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi patah
7. Monitor pucat, kemerahan dan kekeringan Kulit tidak kering dan
jaringan konjungtiva warna sesuai pigmen
8. Bantu klien dalam makan dan libatkan keluarga
dalam pemberian makanan Menilai nutrisi dari
9. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan kekuatan akar rambut

Konjungtiva berwarna pink

Keluarga dapat mendorong


klien untuk makan

Lingkungan dapat
mempengaruhi nafsu
makan klien

2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakkan asuhan 1. kaji faktor yang meningkatkan resiko infeksi: Menilai kerentangan
berhubungan dengan keperawatan selam ..... x/ 24 jam lanjut usia, respon imune rendah dan malnutrisi individu terhadap infeksi
destruksi jaringan tidak terjadi gejala infeksi dengan 2. cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
(pada luka dekubitus) kriteria hasil: tindakkan keperawatan Meminimalkan penyebaran
Klien bebas dari tanda-tanda dan 3. Ajarkan pada klien & keluarga cara menjaga bakteri dari tangan
gejala infeksi personal hygine untuk melindungi tubuh dari
Klienmampu medeskripsikan infeksi : cara mencuci tangan yang benar Mengurangi proses
proses penularan penyakit, faktor 4. jelaskan kepada klien dan keluarga tanda & penyebaran bakteri dari
yang mempengaruhi penularan gejala infeksi orang lain termasuk
serta penatalaksanaannya keluarga
klien mempunyai kemampuan 5. kolaborasi dengan ahli gizi : asupan nutrisi TKTP
untuk mencegah timbulnya 6. pantau tanda & gejala infeksi: peningkatan Tanda dan gejala panas
infeksi suhu tubuh, nadi, perubahan kondisi luka, atau demam, kulit
jumlah leukosit dalam batas sekresi, penampilan urine, penurunan BB, kemerahan, muncul pus
normal (5.000-10.000) keletihan dan malaise
menunjukan prilaku hidup sehat 7. pertahankan teknik aseptik pada klien yang Diit TKTP dapat
beresiko menguatkan sistem imune
8. batasi jumlah pengunjung bila diperlukan, dan
anjurkan penggunaan APD pada klien Tidak terjadi tanda- tanda
9. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian infeksi
terapi sesuai indikasi, dan pemeriksaan
laboratorium Menjaga tubuh klien dari
paparan bakteri

Mengurangi agen
pembawa bakteri dan
mikroorganisme lain

Pemberian antibiotik untuk


mempertahankan daya
tahan tubuh
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakkan asuhan 1. Identifikasi drajad luka Dapat membedakan janis
kulit keperwatan selama ....x24 jam perawatan
integritas kulit baik denga kriteria
hasil: 2. Jelaskan pada klien dan keluarga bahaya Alat- alat yang dapat
Integritas kulit dan membran pemakaian alat yang dapat meningkatkan menimbulkan kerusakkan
mukosa baik: kulit utuh dan kerusakan integritas kulit : bantal pemanas jaringan kulit harus
berfungsi dengan baik 3. Berikan cairan dan nutrisi yang adekuat sesuai dihindari
Regenerasi sel dan jaringan kondisi
membaik
Hipersensitif respon immune 4. Lakukan perawatan luka sesuai kondisi
terkendali Pemenuhan cairang kurang
Perfusi jaringan baik lebih minimal 1500 cc/hari
Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan Perawatan luka untuk
mencegah terjadinya cedera 5. Moilisasi/ ubah posisi tidur klien tiap 2 jam mencegah infeksi dan
berulang sesuai jadwal menyediakan tenmpat
6. Jaga kebersihan kulit dan alat tenun kilen agar untuk regenerasi sel
tetap bersih, kering dan terhindar dari
lipatan/kerutan Mencegah terjadi ulkus
pada bagian yang tertekan

Lipatan yang ada pada


tubuh dapat menyebabkan
lekukan hingga beresiko
menyebabkan luka
4 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. Anjurkan klien menggunakkan pakaian yang Pakaian yang longgar tidak
jaringan berhubungan keperawatan selam .... x 24 jam longgar dapat menghambat
dengan menurunnya integritas jaringan membaik dengan sirkulasi darah
sirkulasi darah ke kriteria hasil: 2. Jaga agar kulit tetap bersih dan kering
jaringan faktor Perfusi jaringan normal Kulit yang bersih dan kering
mekanik (tekanan Tidak ada tanda-tanda infeksi dapat terhindar dari resiko
eksterna dan gaya Ketebalan dan tekstur jaringan 3. Monitor kulit adanya kemerahan ulkus
tarikan) normal
Menunjukkan pemahaman dalam 4. Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang Kemerahan tanda awal
proses perbaikan kulit dan tertekan adanya iskemik
mencegah terjadinya cidera 5. Mandikan pasien dengan air hangat dan sabun
berulang Menjaga elastisitas kulit
Menunjukkan terjadinya proses
penyembuhan luka Air hangat dapat membuka
6. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman pori-pori dan
luka,jaringan nekrotik, tanda infeksi lokal membersihkan kotoran
7. Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan dengan bersih
luka
8. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP Dapat mengetahui
tinggkatan luka

9. Lakukan teknik perawatan luka dengan steril Melatih keluarga


perawatan secara mandiri
Meningkatkan proses
pembentukkan jaringan

Mencegah penyebaran
bakteri pada luka yang
menyebabkan infeksi
5 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji nyeri secara komperhensif: lokasi, durasi, Mengetahui jenis nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama ... x 24 jam nyeri karakteristik, frekuensi, intensitas, faktor secara komperhensif
destruksi jaringan (luka berkurang sampai menghilang dengan pencetus
dekubitus) kriteria hasil: 2. Monitor skala nyeri dan reaksi nonverbal Menentukan tingkat skala
Mampu mengontrol nyeri: tahu nyeri ringan/ sedang/berat
penyebab, mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi teraputik untuk Melihat riwayat nyeri
teknik nonfarmakologi untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien sebelumnya dan
mengurangi nyeri) 4. Kontrol faktor lingkungan yang dapat cara mengatasi
Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi respon klien terhadap
berkurang dengan menggunakan ketidaknyamanan: suhu ruangan, cahaya, Membuat suasana rileks
manajemen nyeri kegaduhan pada lingkungan
Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis: relaksasi,
intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, terapi musik, masase Menstimulasi
nyeri) 6. Informasikan kepada klien tentang prosedur pemngeluaran hormon
Tidak menunjukkan respon nono yang dapat meningkatkan nyeri: misal klien oksitoksin
verbal adanya nyeri cemas, kurang tidur, posisi tidak rileks
Tanda vital dalam rentang yang 7. Kolaborasi medis untuk pemberisn analgetik Dapat mencegah penyebab
diharapkan nyeri pada klien

Pada nyeri skala sedang


hingga berat, analgesik
dapat menghilngkan nyeri
6 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakkan asuhan 1. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien Menilai pasien tentang
berhubungan dengan keperawatan selam .... x 24 jam klien terhadap tubuhnya tubuhnya
proses penyakit (luka mampu memandang positif terhadap 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
dekubitus) citra tubuh dengan kriteria hasil: 3. Jelaskan tentang perngobatan, prawatan, Menilai seberapa sering
Body image positif kemajuan dan prognosis penyakit klien menilai negatif
Mendiskribsikan secara fakrual 4. Dorong klien mengungkapkann perasaannya
perubahan fungsi tubuh 5. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam Menciptakkan harapan
Mempertahankan interaksi sosial kelompok kecil kepada klien

Dapat mengurangi
kecemasan dan ketakutan
Dapat mengutaran
perasaan kepada orang lain
dan dapat saling
memberikan motivasi
7 Gangguan rasa Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakkan pendekatan yang menenangkan Membangun hubungan
nyaman berhubungan keperawatan selama .... x 24 jam tidak saling percaya
dengan gejala terkait terjadi gangguan rasa nyaman dengan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
penyakit (tidak kriteria hasil: pasien Meningkkatkan motivasi
nyaman terhadap luka Mampu mengontrol kecemasan 3. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres dan harapan
dekubitus) Mengontrol nyeri 4. Identifikasi tingkat kecemasan
Kualitas tidur dan istirahat 5. Bantu klien untuk mengungkapkan situasi yang Menilai dari sudut pandang
adekuat menimbulkan kecemasan pasien
Agresi pengendalan diri 6. Instruksikan pasien menggunakan teknik
Dapat mengontrol ketakutan relaksasi Menilai kecemasan pasien
7. Berikan terapi untuk mengurangi kecemasan Ungkapan klien dapat
berlebihan mengurangi kecemasan

Teknik relaksasi dapat


mengeluarkan hormon
oksitoksin

Menjaga klien tetap tenang


agar tidak mempengaruhi
tekanan darah
8 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor vital sign sebelum/ sesudah latihan Menilai kemampuan klien
fisik berhubungan keperawatan selama .... x 24 jam dan lihat respon pasien saat latihan dalam latihan
dengan penurunan mobilitas fisik tidak terhambat 2. Ajarkan teknik ambulasi & berpindah yang
kekuatan otot, nyeri dengan kriteria hasil: aman kepada klien dan keluarga Cara yang aman bagi klien
pada luka dikubitus Klien meningkat dalam aktivitas 3. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, untuk berpindah
fisik kursi roda, dan walker
Mampu mandiri total 4. Dorong klien melakukan latihan untuk Membantu klien unutk
Membutuhkan bantuan orang memperkuat anggota tubuh memenuhi adl secara
laon mandiri atau
Memperagakan penggunaan alat memandirikan pasien
Bantu untuk mobilisasi (walker)
Latihan untuk menguatkan
anggota tubuh pasien
9 Inkontinensia urinarius Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor eliminasi urin, frekuensi, konsistensi, Menilai kualitas berkemih
fungsional keperawatan selama ... x 24 jam bau, volume dan warna klien dalam sehari
berhubungan dengan eliminasi klien dalam batas normal 2. Monitor tanda dan gejala retensi urin
kelemahan struktur dengan kriteria hasil: 3. Ajarkan pasien dan keluarga untuk mencatat Urine dapat keluar dengan
panggul atau Mengidentifikasi keinginan haluaran dan pola urine tuntas
konstipasi berkemih 4. Identifikasi faktor yang menyebabkan
Melakukan eliminasi secara inkontinensia (produksi urin, pola perkemihan, Memonitor berapa banyak
mandiri masalah berkemih) urin yang keluar dalam
Mengosingkan kandung kemih 5. Anjurkan pasien untuk minum minimum 1500 sehari
secara tuntas cc/hari
Mengkonsumsi cairan dalam Dapat menenukan masalah
jumlah adekuat dan dapat mendapatkan
Tidak terjadi hematuri, dan partikel cara penanganan
pada urin
Tidak ada rasa sakit pada saat Pemenuhan cairan dalam
berkemih sehari disesuaikan dengan
jenis aktivitas, berat badan
dan penyakit pasien.
Umumnya rata-rata setiap
orang minimum
1500cc/hari

4. Evaluasi Keperawatan
a. Perawatan luka ulkus dapat menjaga kelembapan dan meningkatkan regenerasi sel jaringan
b. Tidak terjadi infeksi
c. Klien mampu melakukan mobilisasi secara mandiri
d. Tidak terjadi pelebaran luka
e. Klien tidak menjadi tidak percaya diri
LUKA
A. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifi k yang dapat terjadi tumpang tindih. Fase
penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase inflamasi:
o Hari ke-0 sampai 5.
o Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah.
o Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
o Fase awal terjadi hemostasis dan fase akhir terjadi fagositosis. Lama fase ini bisa
singkat jika tidak terjadi infeksi.
b. Fase proliferasi atau epitelisasi
o Hari ke-3 sampai 14.
o Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan granulasi;
luka tampak merah segar, mengkilat.
o Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fi broblas, sel infl amasi, pembuluh
darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
o Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka.
o Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
c. Fase maturasi atau remodelling
o Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
o Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength).
o Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya
o Pengurangan bertahap

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA


a. Status imunologi atau kekebalan tubuh
.Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri dari serangkaian
peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang terluka. Peran
sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk mengenali dan
memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses regenerasi sel.
b. Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam
sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.
c. Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di dalam
luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan
berkurang.
d. NutrisI
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya, vitamin C
sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan epitelisasi,dan seng
(zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi,
termasukprotein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan
parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan berbagai
perubahan metabolik yang penyembuhan luka.
e. Kadar albumin darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar
dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin dalam
penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti proliferasi sel,
pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen. Penyembuhan luka akan
terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g. Nyeri
Rasa nyei merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
h. Kortikosteroid
Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan dan
deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan
tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.

C. KONDISI WARNA LUKA


a. Luka dasar warna merah
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah mempertahankan
lingkungan luka dalam keadaaan lembab, mencegah trauma/perdrahan serta
mencegah eksudat
b. Luka dasar kuning
Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis debridement agar luka
berwarna merah, kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi/menghindari kejadian infeksi
c. Luka dasar hitam
d. Tujuan perawatan sama denganluka dasar berwarna kuning yaitu pembersihan
jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolisis debridement maupun
dengan pembedahan

D. JENIS-JENIS BALUTAN
a. Hidrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai
dressing primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent fi lm).
Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan
eksudat minimal atau tidak ada.
b. Fim Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan
untuk lukaluka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat
dari polyurethane fi lm yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak.

c. Hydrocoloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka
dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat
tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk
mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin,
carboxymethylcellulose, dan elastomers.
Indikasi: luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.
Kontraindikasi: luka terinfeksi atau luka grade III-IV.

d. Calcium Alginate
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder.
Membentuk gel di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut
yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.
Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering.
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.
e. Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairanluka yang jumlahnya sangat banyak
(absorbant dressing), sebagai dressing primer dan sekunder
Terbuat dari polyurethane, non-adherent wund contact layer, high absorptive
Indikasi: eksudat sedang sampai berat
Kontrindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

f. Dressing antimikrobakterial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus). Balutan ini
digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan
antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
g. Antimikrobial hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, nonabsorben, non-adhesif. Digunakan
untuk luka bereksudat sedang banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan balutan
sekunder.
h. Medical Collagen Sponge
Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang
percepatan pertumbuhan jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan
balutan sekunder.
G. PATHWAY Faktor tekanan, toleransi Tekanan eksternal >
jaringan, durasi & besar tekanan dasar
tekanan

Aliran darah menurun/


hipoksia menghilang

Tidak mendapat suplai Resiko infeksi


nutrisi & leukosit yang
cukup

Iskemik jaringan & infeksi Kematian jaringan

Nyeri akut Perubahan temperatur


kulit Dekubitus

kerusakan Hilang sebagian lapisan


integritas kulit kulit

Keterbatasan Lap. Kulit hilang secara Kerusakan integritas


gerak lengkap, meluas & luka jaringan
dalam

Gangguan citra tubuh Tingkat kesakitan tinggi

Hambatan Penurunan peristaltik Gangguan rasa


mobilitas fisik usus nyaman

Anoreksia
Inkontinensia
urinarius fungsional
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai