Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
2. Friksi
Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit
digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur
(AHCPR, 1994). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera
akibat friksi mempengaruhi epidermis atau lapisan kulit bagian
atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali
terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki & Bryant,
1992). Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering
menyebut luka bakar seprei sheet burns (Bryant et al, 1992).
Cedera ini dapat terjadi pada pasien gelisah, pasien yang
gerakannya tidak terkontrol, seperti kondis kejang, dan pasien yang
kulitnya diseret daripada diangkat dari permukaan tempat tidur
selama perubahan posisi (Maklebust & Sieggreen, 1991). Tindakan
keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai
berikut: memindahkan klien secara tepat dengan menggunakan
teknik mengangkat yang benar, meletakkan benda-benda di bawah
siku dan tumit seperti pelindung dari kulit, penutup kulit, dan
membran transparan atau balutan hidrokoloid untuk melindungi
kulit, dan mengunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi
epidermis.
3. Kelembaban
Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan
terjadinya kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi
peningkatkan resiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali
lipat (Reuler & Cooney, 1981). Kelembaban menurunkan resistensi
kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek.
Pasien immobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
higienisnya sendiri, tergantung perawatan untuk menjaga kulit
pasien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan
higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal
dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang
mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontinensia.
Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan drainase luka
menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka
akibat tekanan pada pasien.
4. Nutrisi Buruk
Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan
penurunan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini
maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan
tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan
meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab
kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi,
patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh (Hanan & Escheele,
1991). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi
protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat
asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991). Status nutrisi buruk
dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan
atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk
biasa mengalami hipoalbuminenia (level albumin serum dibawah 3
g/100 ml) dan anemia (Natlo, 1983; Steinberg 1990).
Albumin adalah ukuran variabel yang biasa digunakan untuk
mengevaluasi status protein pasien. Pasien yang level albumin
serumnya dibawah 3 g/100 ml lebih berisiko tinggi. Selain itu, level
albumin rendah dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka
(Kaminski et al, 1989; Hanan & Scheele, 1991). Walapun kadar
albumin serum kurang tepat memperlihatkan perubahan protein
visceral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik
untuk semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991).
Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka
dekubitus. Level total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan
tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema interstisial
dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele, 1991).
Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada
dibawahnya terhadap tekanan, friksi dan gaya gesek. Selain itu,
penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang
menyebabkan cedera jaringan. Nutrisi buruk juga mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang mengalami
kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan
perpindahan volume cairan ekstra sel kedalam jaringan sehingga
terjadi edema. Edema dapat meningkatkan risiko terjadi dekubitus
di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan
produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan
pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk,1991).
5. Anemia
Pasien anemia berisiko terjadi dekubitus. Penurunan level
hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan
oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk
jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan
menggangu penyembuhan luka.
6. Kakesia
Kakesia merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum,
ditandai kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan
penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap
akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien.
Pada dasarnya pasien kakeksia mengalami kehilangan jaringan
adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari
tekanan.
7. Obesitas
Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada
jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga
melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat,
jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga
jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya
semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi.
8. Demam
Infeksi disebabkan adanya patogen didalam tubuh. Pasien
infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan
kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia
(penurunan oksigen) semakin rentan mengalami cedera akibat
iskemi (Skheleton & Litwack,1991). Selain itu demam menyebabkan
diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang
selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien.
9. Gangguan Sirkulasi Perifer
Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih
rentan mengalami kerusakan iskemia. Ganguan sirkulasi pada
pasien yang menderita penyakit vaskuler faskuler, pasien syok,
atau yang mendapatkan pengobatan sejenis vasopresor.
10. Usia
Studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989) mencatat adanya
luka dekubitus yang terbesar pada penduduk berusia lebih dari 75
tahun. Lansia potensi besar untuk mengalami dekubitus Karena
barkaitan dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia,
kecedrungan lansia yang lebih sering berbaring pada satu posisi
oleh karena itu immobilisasi akan memperbesar resiko terjadinya
luka dekubitus pada lansia. Immobilisasi berlangsung lama hampir
pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000). Menurut Pranaka
(1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:
a) Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status
gizi, penyakit-penyakit neurologik, pembuluh darah dan
keadaan hidrasi atau cairan tubuh).
b) Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan.
c) Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan
kotor atau peralatan medik yang menyebabkan lansia
terfiksasi pada suatu sikap tertentu.
D. ETIOLOGI ULKUS DEKUBITUS
Kulit kaya akan pembuluh darah yang mengangkut oksigen ke
seluruh lapisannya. Jika aliran darah terputus lebih dari 2-3 jam, maka
kulit akan mati, yang dimulai pada lapisan kulit paling atas (epidermis).
Penyebab dari berkurangnya aliran darah ke kulit adalah tekanan. Jika
tekanan menyebabkan terputusnya aliran darah, maka kulit yang
mengalami kekurangan oksigen pada mulanya akan tampak merah dan
meradang lalu membentuk luka terbuka (ulkus). Gerakan yang normal
akan mengurangi tekanan sehingga darah akan terus mengalir. Kulit juga
memiliki lapisan lemak yang berfungsi sebagai bantalan pelindung
terhadap tekanan dari luar.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat
ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk
menegakkan diagnosis ulkus dekubitus diperlukan beberapa pemeriksaan
laboratorium dan penujang lainnya. Beberapa pemeriksaan yang penting
untuk membantu menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan ulkus
dekubitus adalah
a. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami
perbaikan dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus
dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang
mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi
tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
b. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel
darah putih dan laju endap darah.Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
c. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa
adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum
protein level,
d. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan
tulang akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
sinar-X,scan tulang atau MRI.
I. PENATALAKSANAAN ULKUS DEKUBITUS
a) Perawatan luka diabetes
Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi
debridemen, pembersihan dan pemberian balutan. Ulkus dengan
jaringan nekrotik atau eskar atau telah menunjukkan tanda-tanda
mengelupas harus dilakukan debridemen. Pada prinsip debridemen
yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien dan kondisi luka
(Suriadi, 2004).
Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga
jaringan sehat dapat beregenerasi (Potter & Perry, 2006).
Pembuangan jaringan nekrotik diperlukan untuk menghilangkan
ulkus yang menjadi sumber infeksi, agar lebih mudah terlihat
bagian dasar luka sehingga dapat menentukan tahap ulkus secara
akurat dan memberikan dasar yang bersih yang diperlukan untuk
proses penyembuhan.
Beberapa metode debridemen antara lain debridemen
mekanik, autolitik, kimiawi/enzimatik dan pembedahan.
Debridemen mekanik menggunakan balutan tipis yang
mengandung salin yang basah hingga kering. Balutan tersebut
harus benar-benar kering sebelum perawat menarik balutan tipis
yang telah menempel pada jaringan dekubitus. Metode ini
merupakan metode yang tidak dipilih karena jaringan rusak maupun
jaringan sehat akan ikut terangkat (Potter & Perry, 2006).
Debridemen autolitik menggunakan balutan sintetik yang
diletakkan di atas luka agar eskar dapat lebih mudah dihancurkan
oleh kerja enzim yang ada dalam cairan luka. Metode ini dapat
dilaksanakan dengan menggunakan beberapa jenis balutan yang
lebih baru terletak diatas dekubitus. Beberapa contoh balutan yang
digunakan adalah balutan membran sintetik transparan atau
balutan hidrokoloid. Balutan akan berinteraksi dengan permukaan
jaringan dekubitus. Eskar akan semakin lunak karena jaringan rusak
telah dihancurkan oleh enzim yang secara normal ditemukan dalam
cairan luka. Debridemen autolitik ini kontraindikasi dengan luka
yang infeksi (Potter & Perry, 2006).
Debridemen enzimatik adalah penggunaan enzim
debridemen topikal pada jaringan rusak yang berada di atas
permukaan luka. Obat-obatan tersebut harus diresepkan dokter.
Perlu diingat bahwa teknik yang digunakan dan khasiat tiap obat
debridemen enzimatik berbeda. Dari semua obat debridemen
enzimatik, hanya kolagenase (Santyl) yang disebutkan oleh AHCPR
sebagai debridemen yang bersifat promotif dan meningkatkan
pertumbuhan granulasi di jaringan (Potter & Perry, 2006).
Debridemen bedah adalah pembuangan jaringan rusak dengan
merupakan metode paling cepat. Metode ini biasa dilakukan apabila
klien mempunyai tandatanda selulitis atau sepsis. Balutan kering
dan bersih harus digunakan dalam waktu 8 sampai 24 jam setelah
debridemen karena perdarahan, kemudian jaringan lembab harus
diganti untuk mempercepat penyembuhan luka (Potter & Perry,
2006).
d) Terapi Diet
Defisiensi protein menyebabkan luka dengan pengurangan
kekuatan regangan, sintesa kolagen mengalami gangguan bila
terdapat defisiensi vitamin C. oleh karena itu, pengkajian status
nutrisi segera setelah ia masuk rumah sakit merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan, dengan bantuan ahli diet,
dilakukan koreksi pada setiap defisiensi. Pasien juga harus tetap
dipertahankan hidrasinya dengan baik (Morison, 2004)
e) Mengurangi Tekanan
Tanpa memandang tahap dekubitus , tekanan pada area
harus dihilangkan. Ulkus tidak akan sembuh sampai semua tekanan
dihilangkan. Pasien tidak boleh duduk atau berbaring pada luka
dekubitus, sekalipun hanya untuk beberapa menit. Memindahkan
beban berat badan memungkinkan darah untuk mengalir ke area
iskemi dan membantu pemulihan jaringan dari efek tekanan.
Dengan demikian pasien harus dibalik dan diatur kembali posisi
dengan interval setiap 1-2 jam (Smeltzer&Bare, 2002).
g) Dressing
Dressing adalah suatu usaha untuk mempertahankan
integritas fisiologi pada luka. Sebelum melakukan dressing atau
balutan dan pengobatan luka diperlukan pengkajian pada kondisi
luka halni adalah dengan menentukan tipe dressing atau balutan
yang dibutuhkan. Perawatan luka pada dekubitus adalah
berdasarkan pada derajat luka dekubitus, eksudat, sekeliling luka
dan ada tidaknya infeksi. Beberapa hal yang perlu diketahui pada
balutan yaitu terdapat beberapa tipe balutan. Tipe balutan atau
dressing tersebut adalah dressing yang sifatny kering, basah,
basah-lembab atau basah-kering. Ada juga balutan untuk pelindung
luka dan dressing yang sifatnya menyerap dan mengabsorbsi
(Suriadi, 2004).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makan, dan aktivitas jasmani
b. Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan (pada luka
dekubitus)
c. Kerusakan integritas kulit
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan menurunnya
sirkulasi darah ke jaringan faktor mekanik (tekanan eksterna dan gaya
tarikan)
e. Nyeri akut berhubungan dengan destruksi jaringan (luka dekubitus)
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit (luka
dekubitus)
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(tidak nyaman terhadap luka dekubitus)
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, nyeri pada luka dikubitus
i. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan kelemahan
struktur panggul atau konstipasi
3. Perencanaan (NCP)
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan klien untuk Klien mampu makan
n nutrisi kurang asuhan keperawatan memenuhi kebutuhan nutrisi tanpa ada masalah
dari kebutuhan selama .... x 24 jam kebutuhan 2. Informasikan kepada keluarga faktor
tubuh nutrisi terpenuhi dengan yang dapat menimbulkan mual dan Mual dan muntah
berhubungan kriteria hasil: muntah dapat menurunkan
dengan gangguan Intake nutrisi adekuat 3. Ajarkan pada klien / keluarga tentang nafsu makan
keseimbangan Tidak terjadi kram perut pentingnya kebutuhan nutrisi
insulin, makan, Nafsu makan meningkat 4. Kolaborasi dengan medis dan ahli gizi Pemenuhan nutrisi
dan aktivitas untuk: TKTP
Tidak ada luka, inflamasi
jasmani Program therapi, diet, pemeriksaan
pada rongga mulut
laborat ( albumin, protein, Hb dan Ht), Pemeriksaan menilai
Bising usus dalam batas
pemberian nutrisi parenteral hasil laborat dalam
normal 5- 35 x/mnt 5. Monitor kulit kering dan perubahan nilai normal yang
Berat badan meningkat pigmentasi mengindikasikan
Tidak ada tanda-tanda 6. Monitor kekeringan, rambut kusam nutrisi klien
malnutrisi dan mudah patah
7. Monitor pucat, kemerahan dan Kulit tidak kering dan
kekeringan jaringan konjungtiva warna sesuai pigmen
8. Bantu klien dalam makan dan libatkan
keluarga dalam pemberian makanan Menilai nutrisi dari
9. Ciptakan lingkungan yang nyaman kekuatan akar rambut
saat makan
Konjungtiva berwarna
pink
Keluarga dapat
mendorong klien
untuk makan
Lingkungan dapat
mempengaruhi nafsu
makan klien
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakkan 1. kaji faktor yang meningkatkan resiko Menilai kerentangan
berhubungan asuhan keperawatan infeksi: lanjut usia, respon imune individu terhadap
dengan destruksi selam ..... x/ 24 jam tidak rendah dan malnutrisi infeksi
jaringan (pada terjadi gejala infeksi dengan 2. cuci tangan setiap sebelum dan
luka dekubitus) kriteria hasil: sesudah tindakkan keperawatan Meminimalkan
Klien bebas dari tanda- 3. Ajarkan pada klien & keluarga cara penyebaran bakteri
tanda dan gejala infeksi menjaga personal hygine untuk dari tangan
Klienmampu melindungi tubuh dari infeksi : cara
medeskripsikan proses mencuci tangan yang benar Mengurangi proses
penularan penyakit, faktor 4. jelaskan kepada klien dan keluarga penyebaran bakteri
yang mempengaruhi tanda & gejala infeksi dari orang lain
penularan serta termasuk keluarga
penatalaksanaannya 5. kolaborasi dengan ahli gizi : asupan
klien mempunyai nutrisi TKTP Tanda dan gejala
kemampuan untuk 6. pantau tanda & gejala infeksi: panas atau demam,
mencegah timbulnya peningkatan suhu tubuh, nadi, kulit kemerahan,
infeksi perubahan kondisi luka, sekresi, muncul pus
penampilan urine, penurunan BB,
jumlah leukosit dalam
keletihan dan malaise Diit TKTP dapat
batas normal (5.000-
7. pertahankan teknik aseptik pada klien menguatkan sistem
10.000)
yang beresiko imune
menunjukan prilaku hidup
8. batasi jumlah pengunjung bila
sehat diperlukan, dan anjurkan penggunaan Tidak terjadi tanda-
APD pada klien tanda infeksi
9. Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian terapi sesuai indikasi, dan Menjaga tubuh klien
pemeriksaan laboratorium dari paparan bakteri
Mengurangi agen
pembawa bakteri dan
mikroorganisme lain
Pemberian antibiotik
untuk
mempertahankan
daya tahan tubuh
3 Kerusakan Setelah dilakukan tindakkan 1. Identifikasi drajad luka Dapat membedakan
integritas kulit asuhan keperwatan janis perawatan
selama ....x24 jam integritas
kulit baik denga kriteria hasil: 2. Jelaskan pada klien dan keluarga Alat- alat yang dapat
Integritas kulit dan bahaya pemakaian alat yang dapat menimbulkan
membran mukosa baik: meningkatkan kerusakan integritas kerusakkan jaringan
kulit utuh dan berfungsi kulit : bantal pemanas kulit harus dihindari
dengan baik 3. Berikan cairan dan nutrisi yang
Regenerasi sel dan adekuat sesuai kondisi
jaringan membaik
Hipersensitif respon 4. Lakukan perawatan luka sesuai Pemenuhan cairang
immune terkendali kondisi kurang lebih minimal
1500 cc/hari
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman
Perawatan luka untuk
dalam proses perbaikan mencegah infeksi dan
kulit dan mencegah menyediakan
5. Moilisasi/ ubah posisi tidur klien tiap 2
terjadinya cedera berulang tenmpat untuk
jam sesuai jadwal
6. Jaga kebersihan kulit dan alat tenun regenerasi sel
kilen agar tetap bersih, kering dan
terhindar dari lipatan/kerutan Mencegah terjadi
ulkus pada bagian
yang tertekan
Mencegah
penyebaran bakteri
pada luka yang
menyebabkan infeksi
5 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji nyeri secara komperhensif: lokasi, Mengetahui jenis
berhubungan keperawatan selama ... x 24 durasi, karakteristik, frekuensi, nyeri secara
dengan destruksi jam nyeri berkurang sampai intensitas, faktor pencetus komperhensif
jaringan (luka menghilang dengan kriteria 2. Monitor skala nyeri dan reaksi
dekubitus) hasil: nonverbal Menentukan tingkat
Mampu mengontrol nyeri: skala nyeri ringan/
tahu penyebab, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi teraputik sedang/berat
menggunakan teknik untuk mengetahui pengalaman nyeri Melihat riwayat nyeri
nonfarmakologi untuk 4. Kontrol faktor lingkungan yang dapat pasien sebelumnya
mengurangi nyeri) mempengaruhi respon klien terhadap dan cara mengatasi
Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan: suhu ruangan,
berkurang dengan cahaya, kegaduhan Membuat suasana
menggunakan manajemen 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis: rileks pada
nyeri relaksasi, distraksi, terapi musik, lingkungan
Mampu mengenali nyeri masase
(skala, intensitas, frekuensi 6. Informasikan kepada klien tentang Menstimulasi
dan tanda nyeri) prosedur yang dapat meningkatkan pemngeluaran
nyeri: misal klien cemas, kurang tidur, hormon oksitoksin
Tidak menunjukkan respon
posisi tidak rileks
nono verbal adanya nyeri
7. Kolaborasi medis untuk pemberisn Dapat mencegah
Tanda vital dalam rentang
analgetik penyebab nyeri pada
yang diharapkan klien
4. Evaluasi Keperawatan
a. Perawatan luka ulkus dapat menjaga kelembapan dan meningkatkan regenerasi sel jaringan
b. Tidak terjadi infeksi
c. Klien mampu melakukan mobilisasi secara mandiri
d. Tidak terjadi pelebaran luka
e. Klien tidak menjadi tidak percaya diri
LUKA
A. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifi k yang dapat terjadi
tumpang tindih. Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase inflamasi:
o Hari ke-0 sampai 5.
o Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah.
o Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
o Fase awal terjadi hemostasis dan fase akhir terjadi fagositosis.
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
b. Fase proliferasi atau epitelisasi
o Hari ke-3 sampai 14.
o Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan
jaringan granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
o Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fi broblas, sel infl
amasi, pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
o Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka.
o Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
c. Fase maturasi atau remodelling
o Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
o Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength).
o Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnya
o Pengurangan bertahap
D. JENIS-JENIS BALUTAN
a. Hidrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh
tubuh sendiri. Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan
kelembapan; digunakan sebagai dressing primer dan memerlukan
balutan sekunder (pad/kasa dan transparent fi lm). Topikal ini tepat
digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan
eksudat minimal atau tidak ada.
b. Fim Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary
dressing dan untuk lukaluka superfi sial dan non-eksudatif atau
untuk luka post-operasi. Terbuat dari polyurethane fi lm yang
disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak.
c. Hydrocoloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko
infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing
primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan
nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin, gelatin,
carboxymethylcellulose, dan elastomers.
Indikasi: luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat
minimal.
Kontraindikasi: luka terinfeksi atau luka grade III-IV.
d. Calcium Alginate
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan
balutan sekunder. Membentuk gel di atas permukaan luka;
berfungsi menyerap cairan luka yang berlebihan dan menstimulasi
proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut yang berubah
menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.
Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering.
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan
dibersihkan.
e. Foam/absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairanluka yang jumlahnya
sangat banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer dan
sekunder
Terbuat dari polyurethane, non-adherent wund contact layer, high
absorptive
Indikasi: eksudat sedang sampai berat
Kontrindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam.
f. Dressing antimikrobakterial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan
spektrum luas termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant
Staphylococcus aureus). Balutan ini digunakan untuk luka kronis
dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan antimikrobial
tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
g. Antimikrobial hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, nonabsorben, non-
adhesif. Digunakan untuk luka bereksudat sedang banyak, luka
terinfeksi, dan memerlukan balutan sekunder.
h. Medical Collagen Sponge
Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk
merangsang percepatan pertumbuhan jaringan luka dengan
eksudat minimal dan memerlukan balutan sekunder.
G. PATHWAY
hipoksia