Anda di halaman 1dari 17

PRESSURE SORE (ULCUS DECUBITUS)

PENDAHULUAN

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak merubah dalam

jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 1989 mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan lokal yang dengan jaringan

tulang

permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi

gangguan

mikrosirkulasi

lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan. Istilah bedsore atau decubitus ulser harus dihndari karena megandung arti bahwa semua ulcus terjadi akibat posisi tiduran. Ischial sore terjai pada pasien yang duduk di kursi roda dalam jangka waktu lama, seingga istilah pressure sore lebih tepat Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus. Bagian tubuh yang sering mengalami pressure adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang.Sistim staging yang paling banyak diterima saat ini diperkenalkan oleh National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989

EPIDEMIOLOGI

Pressure sore merupakan problem yang serius karena dapat mengakibatkan meningkatnya biaya, lama perawatan dirumah sakit karena memperlambat program rehabilitasi bagi penderita (Potter, Perry, 1993). Selain itu pressure sore juga dapat menyebabkan nyeri yang berkepanjangan, rasa tidak nyaman, tergangu dan frustasi yang menghinggapi para pasien dan meningkatkan biaya dalam penaganan. Estimasi biaya penanganan dikemukanan oleh Bryant et al (1992) mencapai 5000 dolar 27000 dolar. Di Amerika, dekubitus akan meningkatkan biaya medis dan perawatan hampir mencapai 1,385 juta dolar Amerika (http:// www. Medlineplus.com) pressure sore dapat menyebabkan komplikasi berat yang mengarah ke sepsis, infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis serta meningkatkan pravalensi mortalitas pada klien lanjut usia. Karenanya angka kejadian dekubitus menjadi salah satu factor indicator penting mutu pelayanan rumah sakit (DEPKES, 1998) Insidensi dan pravelensi terjadinya dekubitus di Amerika tergolong masih cukup tinggi dan perlu mendapatkan perhatian dari kalangan tenaga kesehatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa insidensi terjadinya dekubitus bervariasi, tapi secara umum dilaporkan bahwa 5-11%

terjadi di perawtan acute care, 15-25% di perawatan jangka panjang/ longterm care, dan 7-12% ditatanan perawatan rumah// homecare (Mukti, 2002) Penelitian di Indonesia dilaporkan dari Annas, HA cit Purwaningsih (2000) menyebutkan bahwa dari 78 orang pasien tirah baring yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar sebanyak 12 orang (15,8%) mendapatka dekubitus. Setyajati (2001) juga melakukan penelitian yang menghitung angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring di RS Muwardi Surakarta, pada bulan oktober 2002 angka kejadian dekubitus sebanyak 38,18 %. Penelitian tentang angka kejadian dekubitus juga dilakukan oleh Purwaningasih (2000) di Ruang Al, B1, C1, D1 dan ruang B3 IRNA I RSUP DR. Sardjito pada bula oktober 2001, didapatkan hasil dari 40 pasien tirah baring, angka insiden mencapai 40 %. Angka ini relative tinggi dan akan semakin meningkat jika tidak dilakukan upaya dalam mencegahnya. Pressure sore paling sering terjadi di sacrum (36-60%), tumit (30%), ischium (6%), dan trochanters (6%). Tempat lain yang kurang sering yaitu siku, scapula, occipital, bahu, dan lutut. Pada ulcus stadium IV urutan lokasi terering yaitu trochanter (18%), iscium(15%), sedangkan untuk stadium I dan II paling sering terjadi di sacrum (82%) dan tumit (80%)

ETIOLOGI

Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-32 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang

mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry,2005). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena

kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter &Perry, 2005). Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya. Sebagai

Gambar distribusi tekanan pada laki-laki normal contoh bila seorang pasien terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

FAKTOR RESIKO

Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada pasien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain: 1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan. 2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin.

3. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh. Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk terjadinya dekubitus antara lain; 1. Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit akan tipis. 2. Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan. 3. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif. 4. Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenasi darah pada kulit menurun. 5. Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight. 6. Anemia. 7. Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek

penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akan menyebabkan .kadar albumin darah menurun. 8. Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, juga mempermudah dan memperburuk dekubitus 9. Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.

Faktor ekstrinsik yang berperan untuk terjadinya dekubitus antara lain;


1. 2.

Kebersihan tempat tidur. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan pasien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.

3. 4. 5.

Duduk yang buruk. Posisi yang tidak tepat. Perubahan posisi yang kurang.

Resiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada:

1. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,dirawat dengan protsis, dipasung). 2. Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri. 3. Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting. Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. 4. Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa menyebabkan terbentuknya ulkus.Baju yang terlalu besar atau terlalu kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang bergesekan dengan kulit bisa menyebabkan cedera pada kulit.Pemaparan oleh kelembaban dalam jangka panjang (karena berkeringat, air kemih atau tinja) bisa merusak permukaan kulit dan memungkinkan terbentuknya ulkus.

KLASIFIKASI PRESURRE SORE

Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea 1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode jelas dan onsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry2005). Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak dapat di

dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dapat observasi. Peralatan orthopaedi dan braces dapat mempersulit

pengkajian dilakukan

(AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005). Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga

digunakan dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-pori

kulit jeruk, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2005) menyatakan saat mengkaji kulit pasien

berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji

kulit secara akurat.

Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pengkajian yang akurat. pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu

Menurut NPUAP ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu: Derajat I tidak berwarna, hangat,

Eritema yang tidak menadi pucat dengan kulit utuh. Kulit atau keras juga dapat menjadi indicator. Derajat II

Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis atau keduanya. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal. Derajat III Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang

mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Derajat IV Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi yang ekstensif, nekrosis atau jaringan;

kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan

epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

PENGELOLAAN PRESSURE SORE Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya

dekubitus dengan mengenal pasien dengan risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada pasien yang immobil dan tidak sadar.

Usaha untuk menentukan resiko terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan klien. Tindakan berikutnya adalah menjaga kebersihan pasien khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari, dikeringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agar menyebabkan lecet pada kulit. tidak

Tindakan pencegahan dekubitus : 1. Meningkatkan status kesehatan klien; Memperbaiki dan menjaga keadaan umum misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan. Mengatasi/mengobati penyakit-penyakit yang ada misalnya DM. 2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah: a) Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keburukan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat pasien bahkan

menyakitkan. b) Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh klien, misalnya kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak) c) Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain: 1. Menjaga posisi pasien, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinkan untuk duduk dikursi. 2. Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk menahan tubuh klien, kue donat untuk tumit.

3. Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh klien. 4. Begitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh klien, khususnya pada tempattempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usaha diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringan upaya penyembuhan akan lebih rumit. Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi: 1. Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari. 2. Dekubitus derajat II

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptic. Dapat diberikan salep topikal untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan. 3. Dekubitus derajat III

Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi. usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik mungkin diperlukan. 4. Dekubitus derajat IV

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik, semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Jika defek terlalu besar upaya rekonstruksi

dengan pembedahan harus dikerjakan. Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium 3 dan 4 karenanya sering dilakukan penanaman kulit, myocutaneous flap, skin graft serta intervensi lainnya terhadap ulkus. Intervensi terbaru terhadap ulkus dekubitus adalah Negative Pressure Wound Therapy, yang merupakan aplikasi tekanan negatif topikal pada luka. Teknik ini menggunakan busa yang ditempatkan pada rongga ulkus yang dibungkus oleh sebuah lapisan yang kedap udara. Dengan demikian, eksudat dan material infeksi dapat dikeluarkan ditambahkan untuk membantu tubuh membentuk jaringan granulasi dan membentuk kulit baru. Terapi ini harus dievaluasi setiap dua minggu untuk menetukan terapi selanjutnya

Skor Norton untuk mengukur resiko dekubitus

DAFTAR PUSTAKA 1.Pendland, Susan L., dkk. Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T. DiPiro, dkk, editor.Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi 6. Chicago: McGrawHill Company; 2005. Pp 1998-90 2.StafMayoklinik.2007.Bedsores (pressure sores). Availaible from URL:www.mayoclinic.com diakses tanggal 5 April 2011 3.Jr, Don R Revis. 2008. Decubitus Ulcer. Availaible from URL: www.emedicine.com diakses tanggal 5 April 2011 4.Hidayat, Djunaedi, Sjaiful Fahmi Daili, dan Mochtar Hamzah.UlkusDekubitus . Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 64, Tahun 1990.Availaible from URL:www.kalbe.co.id diakses tanggal 20 Juli 2008 5.Anonim. 2008.Bedsore. Availaible from URL:www.wikipedia.org diakses tanggal 5 April 2011 6.Wilhelmi, Bradon J. 2008. Pressure Ulcers, Surgical Treatment andPrinciples. Availaible from URL:www. emed ic in e. co m diakses tanggal5 April 2011 7.Anonim. 2008.Bedsores. Availaible from URL:www.dermnetnz.orgdiakses tanggal 5 April 2011 8.Salcido, Richard. 2006.Pressure Ulcers and Wound Care. Availaible from URL:www. emed ic in e. co m diakses tanggal 5 April 2011 9.Thomas, David R. Prevention and treatment of pressure ulcers: What works? What doesnt?D alam Cleveland Clinic Journal Of Medicine. Volume 68 Number 8 Augustus 2001. Availaible from URL:www .ccjm.org diakses tanggal 5 April 2011 10.Kirman,Christian N. 2008.Pressure Ulcers, Nonsurgical Treatment and Principles. Availaible from URL:www. emed ic in e. co m diakses tanggal 5 April 2011 11.Pershall, Linda D.2008. Decubitus Ulcer Information and Stages of Wounds. From URL:http://expertpages .com diakses tanggal 5 April 2011 12.Anonim.2006. Decubitus Ulcers.Availaible fromURL:www.expertlaw.com diakses tanggal 5 April 201113.Susanto, Heri. 2008. Integumen Disorder. Availaible from

URL: http://els.fk.umy.ac.iddiakses tanggal 20 Juli 2008 14.Anonim 2008. Pressure Sores, Pressure Ulcers or Decubitus Ulcers. Availaible from URL: www .apparelyzed.com diakses tanggal 5 April 2011 Posted by ahimzt at 11:38 PM

DEFEK DI SACRUM

Pressure sore di sacrum terjadi pada pasien akibat berbaring. Penanganannya membutuhkan debridement jaringan lunak yang adekwat dan excisi tulang yang tidak vital. Musculocutaneus atau fasciocutaneus flap merupakan terapi bedah yang diguakan untuk menutup defek. Salah satu fasciocutan flap yaitu rotasional flap seperti yang digambarkan oleh Conway dan Griffith. Pada penelitian mereka dari 34 pasien hanya 16% yang mengalami kekambuhan. Flap musculocutaneus yang paling banyak digambarkan menggunakan otot gluteus maksimus. Flap gluteus bisa diambil sebagian atau keseluruhan, komponennya bisa otot saja atau menyertakan kulit, arahnya bisa rotasi, advanced, atau turn over. Flap lain yang tersedia yaitu transverse dan vertical lumbosacral, dengan pendarahan dari vasa perforating lumbal, walaupun kurang tebal, sehingga kurang berguna untuk defek yang dalam.

GLUTEUS FLAP
Pendahuluan
Gluteus maksimus (GM) flap pertama kali digambarkan sebagai flap otot turnover untuk menutup defek sacrum tahun 1974. Sejak saat itu GM flap menjadi gold standart untuk penanganan pressure sore di sacrum karena kemampuannya mengisi death space dan menyediakan jaringan yang bervascularisasi baik, dan kadang defek yang terkontaminasi. Flap ini berkembang variasinya untuk merekonstruksi sacrum, ischium, trochanter dan perineum. Sejak diperkenalkannya perforator flap, pengambilan flap dari regio gluteus tanpa mengikutsertakan otot gluteus, yaitu sebagai superior gluteal arteri perforator (SGAP) atau inferior gluteal arteri perforator (IGAP), telah menggantikan rekonstruksi dengan GM flap untuk mengurangi morbiditas daerah donor. Ahli bedah yang menggunakan perforator flap jarang menggunakan GM flap dan hanya menggunakannya terbatas pada pasien dengan paralisis tungkai yang dapat menyumbangkan keseluruhan otot tersebut.

Anatomi Regional
Gluteus maksimus yaitu otot superficial di pantat, ia merupakan otot yang tebal. Fungsinya untuk ekstensi tungkai dan merotasikan paha ke lateral. Origonya di garis posterior gluteal dari os ileum, aponeurosis m erector spina, permukaan dorsal bagian bawah sacrum, sisi coccyx dan ligamentum sacrotuberosum. Bagian atas berinsersi ke traktus iliotibial dan serabut dalam dari bagian inferior insersinya pada tuberositas gluteal dari femur. Otot GM keseluruhan tertanam di bawah deep fascia dari ekstremitas bawah yang membelah menjadi dua lamina mengelilingi otot GM, lapisan dalamnya tebal dan berisi pembuluh darah dan saraf gluteal. Otot piriformis terletak di bawah otot GM. Anatomi arteri Baik arteri gluteal superior dan inferior merupakan cabang terminal dari a. ilaka. Mereka meninggalkan pelvis diatas dan dibawah otot piriformis, mendarahi sisi atas dan setengah sisi bawah otot GM. Setelah berada di foramen sciatica mayor, a. gluteus superior (SGA: diameter 23mm, panjang 2-3cm) terbagi menjadi cabang superficial dan profunda diantara gluteus medius dan os iliaka. Cabang superficial memberian beberapa perforator yang berjalan melalui otot GM untuk mendarahi kulit dan jaringn subcutan. Arteri gluteus inferior (IGA: diameter 2.5-3.5 mm,

panjang 8-10cm) berjalan beriringan dengan nervus gluteus inferior yang menginervasi seluruh otot gluteus. IGA menyedikan vascularisai sisi bawah otot GM.

Komponen flap
Untuk pressure sore di sacrum yang berukuran kecil, desain dengan pure skin rotasional flap sudah cukup. Untuk pressure sore berukuran besar bagian otot GM diikutsertakan, berbasis SGA. Sebagai musculocutneus flap komponen sacrum bisa diikutsertkan, walaupun morbiditas daerah donor menjadi pertimbanan sehingga tidak digunakan. Gluteal flap bisa juga diambil sebagai skin-fat perforator flap atau sebagai compound flap (kulit dan otot) dimana segmen otot GM diambil berbasis cabang otot dari pedikel utama atau sebagai cabang sisi dari perforator.

Keuntungan
1. Menyediakan jaringan dengan vascularisi baik yang banyak.

2. Otot dan jaringan subcutan yang tebal mampu menutup tonjolan tulang dan mengisi defek. 3. Sebagai free flap yang mengandung banyak jaringan dan vacularisasinya baik bisa digunakan untuk rekonstruksi payudara dengan meninggalkan bekas yang baik di daerah donor.

Kerugian
1. Saat pengambilan donor melakukan transeksi otot yang memungkinkan kehilangan banyak darah. Perdarahan di daerah ini dapat sulit dikontrol. 2. Sebagai free flap SGA adalah pembuluh darah yang pendek sehingga mungkin memerlukan interposisi dengan graft vena untuk mencapai resipient. 3. Mati rasa di daerah posterior paha mungkin terjadi akibat terputusnya cabang cutaneus selama diseksi inferior gluteal musculocutaneus flap. 4. Jika akan dijahit primer di tempat donor, kulit yang diambil tidak bisa lebih dari 10 cm lebarnya. 5. Walaupum tidak ada gangguan fungsi akibat pengambilan otot GM pada pasien paralisis tungkai, bisa menyebabkan kelemahan ekstensi hip pada pasien yang aktif.

Keutungan gluteal perforator flap dibanding GM muscle flap


Kerugian-kerugian diatas bisa dikurangi dengan mengambil flap hnya berbasis perforator. Keuntungan gluteus perforator flap yaitu: 1. Morbiditas daerah donor lebih rendah. 2. Paparan lapangan operasi yang lebih baik, kehilangan darah sedikit, pedikel pembuluh darah yang lebih panjang. Pedikel yang panjang memungkinkan mobilisasi lebih mudah dan tidak tegang. 3. Memberikan fungi sensorik yang lebih baik. 4. Sebagai pedikel flap jaringan yang dipakai oleh perforator flap berasal dari jarak yang lebih jauh dari ulcus atau luka, sehingga mengurangi oedema, reaksi peradangan, dan

resiko dehiscence. Sisi dalam flap bebas tension dan defek donor dapat selalu dijahit primer.

Desain gluteal flap, sebagai rotasional flap (garis hitam), V-Y flap (garis biru), transposisi (garis merah)

Menandai flap Saat memakai flap perforator, penandaan tergantung pada lokasi perforator. Pasien tidur miring dengan sisi donor sebelah atas. garis ditarik dari PSIS dan coccyx (PSIS-C). Posisi otot piriformis ditentukan dengan menghubungkan pertengahan PSIS-C dengan tepi superior trochanter mayor (T) femur. Lokasi yang relatif konstan dari SGA dan adanya sedikit perforator yang menembus fascia membuat lokainya mudah ditentukan preoperasi dengan Doppler.

Anda mungkin juga menyukai