Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DEKUBITUS

OLEH
KELOMPOK 3
NI WAYAN DHARMAYANTI C2118062
I WAYAN SUWANA C2118063
KADEK SONIA WIDAYANTI C2118064
DESAK PUTU ARY CITRAWATI C2118065
I DEWA GEDE ADI SAPUTRA C2118066
I MADE OKTA SURIAWAN C2118067
NI KETUT NOMERTINI C2118068
MADE SANTIKA DEWI C2118069

PROGRAM ALIH JENJANG SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI
TAHUN AJAR 2018/2019
A. DEFINISI
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat (Hidayat, 2009).

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak
dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter
mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.

Ulkus dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang
terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang
yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda,
gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama (Harnawatiaj,
2008).

B. KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan
perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :

1. Tipe Normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit
sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi
karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-
pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe Arteriosklerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping
faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe Terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

Sedangkan berdasarkan stadiumnya dibagi menjadi 4, yaitu :


1. Stadium I
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita
dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan
dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2. Stadium II
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema
dan indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
3. Stadium III
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu
dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Biasanya
sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium IV
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-
6 bulan.
C. ETIOLOGI
1. Primer
a. Iskemia
b. Tekanan intra okuler dan supra kapiler.
c. Dilatasi pembuluh darah.
2. Sekunder
a. Gangguan saraf vasomotorik, sensorik dan motorik.
b. Malnutrisi
c. Anemia
d. Infeksi
e. Hygiene yang buruk.
f. Kemunduran mental dan penurunan kesadaran

D. FAKTOR RESIKO
1. Factor Intrinsik
a. Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit
akan tipis.
b. Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit
berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
c. Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus
yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
d. Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi
kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem
pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun.
e. Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight.
f. Anemia
g. Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek
penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akam menyebabkan kadar
albumin darah menurun.
h. Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah,
juga mempermudah dan meperjelek dekubitus.
i. Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.
2. Factor Ekstrinsik
a. Kebersihan tempat tidur.
b. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan
penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya
dekubitus.
c. Duduk yang buruk
d. Posisi yang tidak tepat
e. Perubahan posisi yang kurang
E. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut :

Derajat I Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai


daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajat II Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis
hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang
dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
Derajat III Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan
menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai
didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajat IV Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar
ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.
F. PATOFISIOLOGI
Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap
utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas
tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat
tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan
mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih
bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-
minggu tidak akan mengalami dakubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali
perjammnya.

Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat
memudahkan terjadinya dekubitus;

· Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan
posisi dengan setengah berbaring

· Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur,
sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya
berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar,
tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah,
apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang,
misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah
pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung
maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan
yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole
dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini
disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya
berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-
lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang
kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan
menutup pembuluh-pembuluh darah.

Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus
diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat
menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan
endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk
melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan
bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel
darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan
sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level,
prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau MRI.

H. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya
dekubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada
penderita yang immobil dan konfusio.

Usaha untuk meremalkan terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem
skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus.
Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita

Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan


memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion,
terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase
untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati
agari tidak menyebabkan lecet pada kulit penderita.

Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya
dekubitus adalah:

1. Meningkatkan status kesehatan penderita;

- Umum : memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia


diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin
C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
- Khusus : coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita,
misalnya DM.

2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;

a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada
cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah
sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita bahkan
menyakitkan.

b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,
misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang
temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal,
perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)

c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat
terganggu, dapat dikurangi antara lain;
· Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah
memungkinakan untuk duduk dikursi.

· Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh
penderita, “kue donat” untuk tumit,

· Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal
sebagai alas tubuh penderita.

Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-
tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan
lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan
jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa
yang dihadapi :

1) Dekubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis ; kulit yang kemerahan
dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian
dimassase 2-3 kali/hari.
2) Dekubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal ; Perawatan luka harus memperhatikan
syarat-syarat aseptik dan antiseptik. Daerah bersangkutan digesek dengan es dan
dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi. Dapat
diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan
muda/granulasi. Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena
malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
3) Dekubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan
sering sudah ada infeksi ; usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan
dapat mengalir keluar. Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan
sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan. Kelembaban
luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit. Jika
luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis. Antibiotik sistemik
mungkin diperlukan.
4) Dekubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan
nekrotik ; semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik
yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi pertumbuhgan
jaringan/epitelisasi. Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini,
dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga
merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih,
penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan. Beberapa usaha mempercepat
adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka. Tindakan
dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan
sampai pada transplantasi kulit setempat. Angka mortalitas dekubitus derajat IV
ini dapat mencapai 40%.
SKOR NORTON UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS

NAMA PENDERITA SKOR TANGGAL


Kondisi fisik umum:
- Baik 4
- Lumayan 3
- Buruk 2
- Sangat buruk 1
Kesadaran:
- Komposmentis 4
- Apatis 3
- Konfus/Soporis 2
- Stupor/Koma 1
Aktivitas :
- Ambulan 4
- Ambulan dengan bantuan 3
- Hanya bisa duduk 2
- Tiduran 1
Mobilitas :
- Bergerak bebas 4
- Sedikit terbatas 3
- Sangat terbatas 2
- Tak bisa bergerak 1
Inkontinensia :
- Tidak 4
- Kadang-kadang 3
- Sering Inkontinentia urin 2
- Sering Inkontinentia alvi dan urin 1
skor total

Risiko dekubitus jika skor total ≤ 14

I. KOMPLIKASI
1. Infeksi
2. keterlibatan jaringan tulang dan sendi
3. Septikemia
4. Anemia
5. Hiperbilirubin
6. Kematian
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian

1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan
luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang
tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien
dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien
juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit
beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa
metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel matai, kulit pecah dan terjadilah lubang
yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari
pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri.
Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada
daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang
mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan
serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah
dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya
seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
4. Riwayat Personal dan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi
( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal
ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi
dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM.
5. Riwayat Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat
yaitu:  Kapan pengobatan dimulai, Dosis dan frekuensi,Waktu berakhirnya minum
obat.
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang
dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah
terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat
mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat
menyebabkan penyakit kulit.

8. Riwayat Kesehatan, seperti :


- Bed-rest yang lama
- Immobilisasi
- Inkontinensia
- Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:  Perasaan
depresi , Frustasi , Ansietas/kecemasan ,Keputusasaan.
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada
daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak
banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan
peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi
paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),
penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit
sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat
adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
1) Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna
rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut,
menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
2) Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan
gangguan penglihatan.
3) Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan
cuping hidung, tidak ada sekret.
4) Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5) Telinga
Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka,
kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
6) Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena
jugularis dan kelenjar limfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal
premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan,
perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika
dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan
paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama,
sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi
nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan
kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
a. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membran mukosa, kulit
kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu,
kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang
harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
- Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
- Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna
dari daerah edema.
- Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan
aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok,
intake cairan yang inadekuat, proses menua.
- Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi,
apakah ada drainase atau infeksi.
- Kebersihan kulit
- Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan
echimosis.
- Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban,
suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh,
trauma jaringan)
Rencana Asuhan Keperawatan

No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


Dx
Dx 1 Setelah diberikan asuhan keperawatan,
NIC :Skin Surveilance
diharapkan kerusakan integritas kulit tidak 1. Observasi ekstremitas oedema,
terjadi ulserasi, kelembaban
2. Monitor warna kulit
NOC :Integritas jaringan : kulit dan membrane
3. Monitor temperature kulit
mukosa
4. Inspeksi kulit dan membrane
Kriteri hasil:
mukosa
1. Sensasi normal
5. Inspeksi kondisi insisi bedah
2. Elastisitas normal
6. Monitor kulit pada daerah
3. Warna
kerusakan dan kemerahan
4. Tekstur
7. Monitor infeksi dan oedema
5. Jaringan bebas lesi
6. Adanya pertumbuhan rambut di kulit
7. Kulit utuh
Keterangan skala:
1 = kompromi luar biasa
2 = kompromi baik
3=kompromi kadang- kadang
4 = jarang kompromi
5 = tidak pernah kompromi
Dx 2 Setelah diberikan asuhan keperawatan,
NIC :Manajemen nyeri
diharapkan nyeri berkurang atau hilang 1.
termasuk lokasi, durasi, frekuensi,
NOC 1: level nyeri
intensitas
Kriteria Hasil:
2.
1. Laporkan frekuensi nyeri
ketidaknyamanan terutama jika tidak
2. Kaji frekuensi nyeri
dapat berkomunikasi secara efektif
3. Lamanya nyeri berlangsung
3.
4. Ekspresi wajah terhadap nyeri
4.
5. Kegelisahan
seperti penyebab, berapa lama akan
6. Perubahan ttv
berkhir dan antisipasi
NOC 2: kotrol nyeri
Kriteria Hasil: ketidaknyanaman dari prosedur
1. Mengenal factor 5.
penyebab (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
2. Gunakan tindakan terapi music, distraksi)
pencegahan
3. Gunakan tindakan
non analgetik
4. Gunakan analgetik
yang tepat
Keterangan skala
1 = tidak pernah menunjkan
2 = jarang menunjukan
3 = kadang menunjukan
4 = sering menunjukan
5 = selalu menunjukan
Dx 3 NIC :Teaching diases proses
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Deskripsikan proses penyakit dengan
diharapkan infeksi tidak terjadi jelas
NOC :pengendalian infeksi 2. Sediakan informasi tentang kondisi
pasien
Kriteria Hasil: 3. Diskusikan perawatan yang akan
1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi dlakukan
4. Gambaran tanda dan gejala penyakit
2. Mampu memonitor factor risiko dari 5. Inntruksikan pasien untuk
lingkungan melaporkan kepada perawat untuk
melaporkan tentang tanda dan gejala
3. Membuat strategi untuk mengendalikan yang dirasakan
resiko infeksi
4. Mengatur gaya hidup untuk menguragi
resiko
5. Penggunaan pelayanan kesehatan yang
sesuai
Keterangan skala
1 = selalu
2 = sering
3 = kadang-kadang
4 = jarang
5 = tidak pernah
Implementasi
( sesuai dengan intervensi )

Evaluasi
a) DX.1 :

Kriteri hasil:

1) Sensasi normal 3
2) Elastisitas normal 3
3) Warna 3
4) Tekstur 3
5) Jaringan bebas lesi 3
6) Adanya pertumbuhan rambut di kulit 2
7) Kulit utuh 3

b) DX.2 :

NOC 1: level nyeri

Kriteria Hasil:

1) Laporkan frekuensi nyeri 3


2) Kaji frekuensi nyeri 3
3) Lamanya nyeri berlangsung 3
4) Ekspresi wajah terhadap nyeri 3
5) Kegelisahan 3
6) Perubahan ttv 3

NOC 2: kotrol nyeri

Kriteria Hasil:

1) Mengenal factor penyebab 3


2) Gunakan tindakan pencegahan 3
3) Gunakan tindakan non analgetik 3
4) Gunakan analgetik yang tepat 3
c) DX.3 :

Kriteria Hasil:

1) Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi 3


2) Mampu memonitor factor risiko dari lingkungan 3
3) Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi 3
4) Mengatur gaya hidup untuk menguragi resiko 3
5) Penggunaan pelayanan kesehatan yang sesuai 3

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin E., Moorhouse, Frances Mary., Aice C. 2010. Nursing Diagnosis Manual
, Planning, Individualizing, and Documenting Client Care. Philadelphia: Davis
Company.
Heardman, T. Heather (Editor). 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition
and Classification 2011 – 2014. Oxford : Wiley-Blackwel

Hidayat, Alimul. 2009. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyaki.
(ed.6). (vol.2). Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai