Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asfiksia

2.1.1 Definisi

Asfiksia neonatus adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir (Alfitri et al., 2021). Istilah asfiksia sendiri berasal
dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti (stopping of the pulse). Menurut
WHO (World Health Organization) definisi asfiksia adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia terjadi karena kurangnya
ketersedianya oksigen dan kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ
sehingga bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur (Batubara and Fauziah 2020).

Menurut Mendri (Yuni,2019) asfiksia neonatus adalah suatu kondisi yang


terjadi ketika bayi tidak medapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran.
Penyakit ini juga didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai respirasi biasa
dalam satu menit kelahiran. Asfiksia neonatus ini ditandai dengan hipoksia dan
hipercapnia disertai asidosis metabolic. Asfiksia neonatus merupakan keadaan
darurat neonatal karena dapat menyebabkan Hipoksia (penurunan suplai oksigen ke
otak dan jaringan) janin dalam uterus dan kerusakan otak atau mungkin kematian jika
tidak dikelola dengan benar.

Pengertian lainnya menyatakan Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan


oleh beberapa hal, diantaranya adalah: penyakit yang diderita ibu selama kehamilan
seperti hipertensi, paru-paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu risiko tinggi
kehamilan, keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidarum dan anemia berat.
Selain faktor ibu, dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan
solusio plasenta atau juga faktor janin itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali
pusat yang menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara
janin dan jalan lahir. Sedangkan selama persalinan, asfiksia dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya partus lama, ruptura uteri yang membakat, tekanan terlalu

5
kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus)
(Yuliastati 2019).

2.1.2 Etiologi
Penyebab asfiksia neonatorum dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor ibu:
1. Hipoksia ibu
2. Gangguan aliran darah fetus: Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni,
hipotoni, tetani uteri, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan,
hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia.
3. Primi tua: ibu dengan diabetes mellitus (DM), anemia, riwayat lahir mati,
ketuban pecah dini, infeksi.
b. Faktor plasenta:
1. Abruptio plasenta
2. Solutio plasenta
c. Faktor fetus:
1. tali pusat menumbung
2. lilitan tali pusat
3. meconium kental
4. prematuritas
5. persalinan ganda.
d. Faktor lama persalinan:
1. persalinan lama
2. persalinan dengan ekstraksi vakum
3. kelainan letak
e. Faktor neonates
1. Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernafasan pada bayi.
2. Trauma lahir sehingga mengakibatkan pendarahan intracranial
3. Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatik, atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasi paru.

6
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan apgar skor asfiksia dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Asfiksia berat (APGAR SKOR 0-3)
2. Asfiksia sedang (APGAR SKOR 4-6)
3. Asfiksia ringan ( APGAR SKOR 7-10)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Ada 2 kriteria asfiksia, yaitu asfiksia pallid (putih) dan asfiksia livida
(biru). Perbedaan keduanya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida


Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negative positif
Bunyi jantung Tak teratur Masih teratur
prognosis Jelek Lebih baik

Sedangkan berdasarkan penilaian APGAR, asfiksia di klasifikasikan


menjadi asfiksia ringan (7- 10), sedang (4-6) dan berat (0-3) dengan tanda dan
gejala seperti terlihat pada tabel APGAR SCORE di bawah ini:

Tanda Nilai
0 1 2
A(Appearance) Biru/ pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit Ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan
P (Pulse) Tidak ada < 100x/menit >100x/menit
Denyut nadi
G (Grimance) Tidak ada Gerak sedikit Menangis
Reflek
A (Activity) Lumpuh Fleksi lemah Aktif
Tonus otot

7
R (Respiration) Tidak ada Lemah merintih Tangisan kuat
Usaha nafas
Penilaian :
7-10 : normal (vigorous baby)
4-6 : asfiksia sedang
0-3 : asfiksia berat

Downe Skore pada neonatus post asfiksia


PARAMETER 0 1 2

Frekuensi nafas < 60-80x/menit >80x/menit


60x/menit

Retaksi Tidak ada Ringan Berat

Sianosis Tidak ada Hilang dengan O2 Menetap


walaupun diberi
O2

Air entry Udara Penurunan ringan Tidak ada udara


masuk udara masuk masuk

Merintih Tidak Dapat didengar Dapat didengar


merintih dengan stetoskop tanpa alat bantu

1. Skor kurang dari 3 termasuk gawat nafas ringan

2. Skor 4-5 termasuk gawat nafas sedang

3. Skor lebih dari 6 termasuk gawat nafas berat

8
2.1.5 Penatalaksanaan
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas agar tetap baik
sehingga proses oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara pelaksanaan
resusistasi sesuai dengan tingkatan asfiksi, antara lain:

a. Asfiksia Ringan (apgar skor 7-10)


1. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.  Bersihkan badan dan tali pusat.
3. Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia Sedang (apgar skor 4-6)
1. Bersihkan jalan napas.
2. Berikan oksigen 2 liter per menit.
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi, bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4. Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra
kranial meningkat.
c. Asfiksia Berat (apgar skor 0-3)
1. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3. Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4. Bersihkan jalan nafas melalui ETT.
5. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sinosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak 4 cc.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan adalah:

a. Analisa gas darah


b. Elektrolit darah

9
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)

2.1.7 Patofisiologis

Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),

pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang

udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveli

secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran

darah ke dalam paru meningkat secara memadai. Bila janin kekurangan O₂ dan kadar

CO₂ bertambah , maka timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ

(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka

nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu

simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang.

Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian

terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi

atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan

menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah

bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin

lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,

denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi

sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan

upaya pernapasan secara spontan (Sudarti dan Fauziah 2012)

10
2.1.8 Pathway
Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain: obat-obatan,
Resiko termogulasi tidak
pusat, presentasi janin narkotika,dll
efektif
abnormal

Suplai O2 dalam darah Asfiksia Paralisis pusat pernapasan


menurun

Janin kekurangan O2 & Bersihan jalan napas tidak efektif Paru-paru terisi
kadar CO2 meningkat cairan
Gangguan metabolism & perubahan asam
basa
Nafas cepat Suplai O2 dalam darah menurun
Asidosis respiratorik
Apnea Kerusakan otak
Gangguan perfisi ventilasi

DJJ & TD menurun Kematian bayi


Resiko cedera Nafas cuping hidung, sianosis, hipoksia

Pola nafas tidak efektif


Gangguan proses keluarga Gangguan pertukaran gas

11
2.1.9 Komplikasi

a. Anuria atau oliguria, merupakan gangguan pada ginjal sebagai sistem ekskresi
pada manusia.
b. Perdarahan otak
c. Hipotensi, merupakan keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih
rendah di bandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah
d. CHF (congestive heart failure), merupakan kegagalan jantung dalam memompa
pasokan darah yang dibutuhkan tubuh
e. Perdarahan gastro intestinal
f. Hipoglikemi, merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula
dalam darah berada dibawah kadar normal
g. Hiponatremia, merupakan kondisi dimana konsentrasi natrium yang rendah di
dalam darah
h. Trombositopenia, merupakan kondisi yang terjadi akibat kurangnya jumlah
platelet atau trombosit sel darah yang berperan penting dalam proses
pembekuan darah
i. Hipertensi pulmonal persistem
j. Perdarahan paru
k. Edema paru
l. Asidosis metabolik, gangguan status asam basa bergeser ke sisi asam akibat
hilangnya basa dalam tubuh
m. Infeksi karena lima imuniglobulin utama, hanya IgM yang diproduksi oleh bayi
baru lahir, IgG tidak menembus plasenta dengan jumlah yang cukup sampai
usia gestasi 34 minggu. Hal tersebut dapat membahayakan bayi baru lahir
pretern
n. Hipotermia. Hipotermi memiliki hubungan erat dengan kadar oksigen yakni
pada bayi hipotermi dapat meningkatkan metabolisme dalam rangka
meningkatkan kalori tubuh sehingga diperlukan peningkatan kadar oksigen
dalam tubuh (Harina, 2018).

12
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Asfiksia

2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan data awal atau dasar bagi pasien yang komperehensif
yang meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostic
dan laboratorium serta informasi dari keluarga pasien dan tim kesehatan, Pada saat
kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang
menuntut perhatian yang cepat (Wong, 2019). Pengkajian tersebut meliputi:

1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa
dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa asfiksia (arum and anggita nofita sari 2018).
2. Keluhan utama : bayi dengan asfiksia merupakan kondisi dimana bayi lahir tidak
dapat bernapas secara spontan sesaat setelah lahir.keadaan ini disebabkan karena
adanya gangguan pertukaran oksigen dari ibu ke janin. (Yuni 2019).
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat kehamilan mencangkup semua data yang berhubungan dengan
kesehatan ibu selama kehamilan, proses persalinan, kelahiran dan kondisi bayi
segera setelah lahir. Pemicu terjadinya asfiksia Pada Riwayat kehamilan dan
persalinan ialah persalinan lama, Persalinan lama dapat menyebabkan asfiksia
karena lamanya proses persalinan dan bayi dapat mengalami hipoksia (Febrina
et al. n.d.). Penelitian ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2011) yang
menyatakan bahwa asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur.
Selain persalinan lama, asfiksia dapat terjadi pada bayi Prematur
dikarenakan paru-paru pada bayi prematur belum sempurna karena tidak
memiliki zat pelindung yaitu surfaktan. Hal ini menyebabkan bayi prematur sulit
menyesuaikan diri dengan kehidupan luar rahim, sehingga mengalami banyak
gangguan Kesehatan (Dubie et al. 2021).

13
4. Kebutuhan dasar :
a. pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral karena
organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumoni (Anggraeni, Azza, and Komarudin
2018).
b. Pola eliminasi : pada umumnya bayi asfiksia dapat mengalami gangguan
BAB karena organ tubuh pada pencernaan belum sempurna (Anggraeni et
al. 2018).
c. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak napas (Anggraeni et al.
2018).
5. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum
Pasien dengan asfiksia pada umunya dalam keadaan tidak bernapas
secara spontan segera setelah lahir (arum and anggita nofita sari 2018).
b) Kulit
Kulit pada pasien asfiksia biasanya terdapat sianosis yang
disebabkan karena kekurangan oksigen dalam darah (arum and anggita
nofita sari 2018)
c) Kepala
Pada bayi asfiksia dengan persalinan ekstraksi vakum maka pada
kepala terdapat kaput suksedaneum adalah edema pada kulit kepala yang di
temukan dini. Tekanan vertex yang lama pada serviks menyebabkan
pembuluh darah setempat mendapat penekanan, sehingga memperlihatkan
aliran balik vena. Aliran balik vena yang melambat membuat cairan
jaringan di kulit daerah kepala meningkat, sehingga terjadi pembengkakkan
edema. Tonjolan edema, yang terlihat saat bayi lahir, memanjang sesuai
garis sutura tulang tengkorak dan lenyap secara spontan dalam tiga sampai
empat hari. (Irene.2005)
d) Mata
Pada bayi dengan asfiksia dilakukan pemeriksaan bola mata apakah
dapat mengikuti arah pemeriksa gerak bola mata sangat penting untuk

14
menentukan kelainan pertumbuhan otot mata atau tentang nervus sentralis
(arum and anggita nofita sari 2018)
e) Hidung
Pemeriksaan hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk,
kebersihan, distribusi bulu hidung, pernafasan cuping hidung, ada tidaknya
epitaksis, anak dengan masalah asfiksia ditemukan adanya pernafasan
cuping hidung atau hidung terlihat kotor karena adanya lender atau secret
yang sulit keluar (Batubara and Fauziah 2020).
f) Dada
Dada pasien asfiksia biasanya ditemukan pernapasan yang irregular
dan frekuensi pernapasan yang cepat (takipnu) karena kegagalan absorbsi
oksigen didalam darah (arum and anggita nofita sari 2018)
g) Neurolgy atau reflek
Pada bayi asfiksia reflek pada bayi masih sangat lemah. Reflek moro
pada bayi asfiksia didapati ditandai dengan bayi akan mengadakan reaksi
ekstrensi atau abduksi lengan dan jaringan membuka matanya dan diikuti
dengan fleksi lengannya, jika tangan bayi dipegag maka bayi akan menarik
lengannya. (arum and anggita nofita sari 2018).
6. Data penunjang Data
penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
a) Pemeriksaan darah lengkap, Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri
dari : Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x
10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih
rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) Trombosit
pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi (Yuni 2019)
b) Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) Nilai analisa gas darah pada bayi post
asfiksia terdiri dari : pH (normal 7,36- 7,44). Kadar pH cenderung turun

15
terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35- 45 mmHg) kadar PCO2 pada
bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-
100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L (Yuni 2019)).
c) Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium (normal
134- 150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-
10,4 mEq/L) (Yuni 2019).
d) Photo thorax dan abdomen : untuk memastikan tidak ada abnormalitas atau
cedera yang disebabkan oleh masalah ventilasi.
e) Skrining toksikologi: untuk melihat adanya toksisitas obat atau
kemungkinan sindrom alcohol janin atau fetal alcohol syndrome (Yuni 2019)
f) Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas atau
cedera kranial atau otak atau adanya malformasi kongenital (Yuni 2019).

16
2.2.2 Diganosis
Diagnosa Luaran Intervensi
pola napas tidak efektif : Pola napas: L.01004 Intervensi utama :
D.0005 (inspirasi dan/atau ekspirasi Managemen jalan napas: 1.01011
(Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi (mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas)
yang tidak memberikan ventilasi adekuat Observasi
adekuat) - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ekspektasi: membaik - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Penyebab : wheezing, ronkhi kering).
1. Depresi pusat pernapasan Kriteria hasil: - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Hambatan upaya napas (mis. 1. Ventilasi semenit Terapeutik
nyeri saat bernapas, 2. Kapasitas vital - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
kelemahan otot pernapasan) 3. Diameter thoraks asnterior – chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
3. Deformitas dinding dada. posterior - Posisikan semi-fowler atau fowler
4. Deformitas tulang dada. 4. Tekanan ekspirasi - Berikan minum hangat
5. Gangguan neuromuskular. 5. Tekanan inspirasi - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Gangguan neurologis (mis 6. Dispnea - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
elektroensefalogram [EEG] 7. Penggunaan otot bantu napas - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
positif, cedera kepala ganguan 8. Pemanjangan fase ekspirasi endotrakeal
kejang). 9. Ortopnea - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
7. maturitas neurologis. 10. Pernafasan pursed-lip - Berikan oksigen, jika perlu
8. Penurunan energi. 11. Pemasangan cuping hidung

17
9. Obesitas. 12. Frekuensi napas Edukasi
10. Posisi tubuh yang 13. Kedalaman nafas - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika kontraindikasi
menghambat ekspansi paru. 14. Ekskursi dada - Ajarkan tehnik batuk efektif
11. Sindrom hipoventilasi. kolaborasi
12. Kerusakan inervasi diafragma - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
(kerusakan saraf CS ke atas). mukolitik, jika berlu
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis. Pemantauan respirasi: 1.01014
15. Kecemasan. (mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas)
Gejalan dan Tanda Mayor : Observasi
Subjektif : - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
1. Dispnea - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Objektif : hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
1. Penggunaan otot bantu - Monitor kemampuan batuk efektif
pernapasan. - Monitor adanya produksi sputum
2. Fase ekspirasi memanjang. - Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Pola napas abnormal (mis. - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
takipnea. bradipnea, - Auskultasi bunyi napas
hiperventilasi kussmaul - Monitor saturasi oksigen
cheyne-stokes). - Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray thoraks

18
Gejala dan Tanda Minor : Terapeutik
Subjektif : - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Ortopnea - Dokumentasikan hasil pemantauan
Objektif : Edukasi
1. Pernapasan pursed-lip. - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Pernapasan cuping hidung. - Informasikan hasil pemantauan jika perlu
3. Diameter thoraks anterior—
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait


1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian bare syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke

19
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol

Gangguan pertukaran gas: Pertukaran gas: L.01003 Intervensi Utama


D.0003 (oksigenasi dan/atau eliminasi Pemantauan respirasi: 1.01014
(Kelebihan atau kekurangan karbondioksida pada membran (mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
oksigenasi dan atau eleminasi alveolus-kapiler dalam batas kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas)
karbondioksida pada membran normal) Observasi
alveolus-kapiler) - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Penyebab: Ekspetasi: meningkat - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Ketidakseimbangan hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
ventilasi-perfusi. Kritetria hasil: - Monitor kemampuan batuk efektif
2. Perubahan membran alveolus 1. tingkat kesadaran - Monitor adanya produksi sputum
-kapiler. 2. dispnea - Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. bunyi napas tambahan - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Gejalan dan Tanda Mayor: 4. pusing - Auskultasi bunyi napas
Subjektif: 5. penglihatan kabur - Monitor saturasi oksigen
1. Dispnea. 6. diaforesis - Monitor nilai AG D
Objektif: 7. gelisah - Monitor hasil x-ray thoraks
1. PCO2 meningkat / menurun. 8. napas cuping hidung Terapeutik
2. PO2 menurun. 9. pco2 - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
3. Takikardia. 10. po2 - Dokumentasikan hasil pemantauan

20
4. pH arteri meningkat/ 11. takikardi Edukasi
menurun. 12. ph arteri - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Bunyi napas tambahan. 13. sianosis - Informasikan hasil pemantauan jika perlu
14. pola napas
Gejala Dan Tanda Minor 15. warna kulit Terapi oksigen: 1.01026
Subjektif: (memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan
1. Pusing. mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan)
2. Penglihatan kabur.
Objektif: Observasi
1. Sianosis. - Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Diaforesis. - Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Gelisah. - Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
4. Napas cuping hidung. fraksi yang diberikan cukup
5. Pola napas abnormal (cepat/ - Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
lambat, regular/iregular, analisa gas darah), jika perlu
dalam/ dangkal). - Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Warna kulit abnormal (mis. - Memonitor tanda-tanda hipoventilasi
pucat, kebiruan). - Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
7. Kesadaran menurun atelektasis.
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Kondisi klinis terkait - Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen

21
1. Penyakit paru obstruksi terapeutik
kronis (PPOK) - Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
2. Gagal jantung kongestif perlu
3. Asma - Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Pneumonia - Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
5. Tuberkolosis paru - Berikan oksigen tambahan, jika perlu
6. Penyakit membran hialin - Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
7. Asfiksia - Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
8. Persistent pulmonary mobilitas pasien
hypertension of newborn - Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
(PPHN) dirumah
9. prematuritas kolaborasi
10. infeksi saluran napas - Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur

Risiko Termoregulasi Tidak Termogulasi : L.14134 Intervensi Utama


Efektif : D.0148 (pengaturan suhu tubuh agar
(berisiko mengalami kegagalan tetap berada pada rentang Edukasi pengukuran suhu tubuh (1.12414)

mempertahankan suhu tubuh normal )


(mengajarkan cara pengukuran suhu tubuh)
dalam rentang normal)
Ekspetasi : Membaik

22
Faktor Risiko Observasi
Kriteria Hasil:
1. Cedera otak akut 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
1. mengigil
2. Dehidrasi informasi
2. kulit merah
3. Pakaian yang tidak sesuai
3. kejang
Terapeutik
untuk suhu lingkungan
4. takikardi
4. Peningkatan area permukaan
5. takipnea 1. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
tubuh terhadap rasio berat badan
6. bradikardi 2. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
5. kebutuhan oksigen meningkat
7. suhu tubuh 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
6. perubahan laju metabolism
8. suhu kulit 4. Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
7. proses penyakit
9. tekanan darah
8. suhu lingkungan ekstrem Edukasi
9. suplai lemak subkutan tidak
1. Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
memadai
2. Anjurkan terus memegang bahu dan menahan dada
10. proses penuaan
saat pengukuran aksila
11. berat badan ekstrem
3. Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau
12. efek agen farmakologis
aksila
Kondisi Klinis Terkait 4. Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer di bawah
1. cedera otak akut lidah atau di bagian tengah aksila
2. dehidrasi 5. Ajarkan cara membaca hasil thermometer raksa
3. trauma dan/atau elektronik

23
Edukasi Termoregulasi (1.12457)

(Mengajarkan pasien untuk mendukung keseimbangan antara


produksi panas, mendapatkan panas, dan kehilangan panas)

Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima


informasi Terapeutik
2. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
3. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Berikan kesempatan untuk bertanya

Terapeutik

1. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan


2. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

1. Ajarkan kompres hangatjika demam


2. Ajarkan cara pengukuran suhu

24
3. Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap
keringat
4. Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
memungkinkan
5. Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi
6. Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
7. Anjurkan membanyak minum
8. Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
9. Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai
indikasi
10. Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika
demam >3 hari

Intervensi Pendukung

◆ Edukasi aktivitas/istirahat
◆ Edukasi berat badan efektif
◆ Edukasi dehidrasi
◆ Edukasi diet
◆ Edukasi terapi cairan
◆ Kompres dingin
◆ Kompres panas
◆ Management cairan

25
◆ Management lingkungan
◆ Pencegahan hipertermia maligna
◆ Perawatan bayi
◆ Promosi Teknik kulit ke kulit
◆ Regulasi temperatur

Risiko Cedera: D.0136 Tingkat Cedera: L.14136 Intervensi utama


(Berisiko mengalami bahaya (kepecahan dari cedera yang Managemen Kesehatan kerja: 1.14512
atau kerusakan fisik yang diamati atau dilaporkan) (mengidentifikasi dan mengelola lingkungan fisik untuk
menyebabkan seseorang tidak meningkatkan Keselamatan)
lagi seepenuhnya sehat atau Ekspektasi: menurun
dalam kondisi baik) Kriteria Hasil: Observasi
1. Toleransi aktifitas - Identifikasi Kesehatan pekerja
Faktor Risiko
2. Nafsu makan - Identifikasi standar prosedur Kesehatan kerja,
1. Terpapar patogen 3. Toleransi makanan administrasi dan penerapan peraturan tempat kerja
2. Terpapar zat kimia toksik 4. Kejadian cedera terhadap standar
3. Terpapar agen nosocomial 5. Luka/lecet - Identifikasi faktor risiko penyakit dan kecelakaan
4. Ketidaknyamanan 6. Ketegangan otot kerja
transportasi 7. Fraktur - Monitor Kesehatan pekerja secara berkala
5. Ketidaknormalan profil 8. Pendarahan Terapeutik
darah 9. Ekspresi wajah kesakitan - Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis.
6. Perubahan orientasi afektif 10. Agitasi Fisik, biologi dan kimia), jika memungkinkan.

26
7. Perubahan sensasi 11. Iritabilitas - Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
8. Disfungsi autoimun 12. Gangguan mobilitas dan resiko.
9. Disfungsi biokimia 13. Gangguan kognitif - Gunakan perangkat pelindung (mis. Pengekangan
10. Hipoksia jaringan fisik, rel samping, pintu terkunci, pagar).
11. Kegagalan mekanisme - Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
pertahanan tubuh - Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
12. Malnutrisi - Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
13. Perubahan fungsi - Lakukan program skrining bahaya lingkungan
psikomotor Edukasi
14. Perubahan fungsi kognitif - Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan.
Kondisi Klinis Terkait

Pencegahan Cedera : 1.14537


1. Kejang
(mengidentifikasi dan menurunkan risiko mengalami bahaya
2. Sinkop
aau kerusakan fisik)
3. Vertigo
Observasi
4. Gangguan penglihatan
- Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
5. Gangguan pendengaran
menyebarkan cedera
6. Penyakit Parkinson
- Identifikasi obat yang berpotensi menyebarkan cedera
7. Hipotensi
- Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis
8. Kelainan nervus
pada ekstremitas bawah
vestibularis
Terapeutik

27
9. Retardasi mental - Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
ruang rawat
- Gunakan alas lantai jika beresiko cedera serius
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai engan
kebijakan fasilitas pelayanan Kesehatan
- Diskusikan mengenal Latihan dan terapi fisik yang
diperlukan.
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien.
Intervensi Pendukung

- Edukasi keamanan bayi


- Edukasi keamanan anak
- Edukasi keselamatan lingkungan
- Edukasi pengurangan risiko
- Pencegahan jatuh
- Pencegahan pendarahan
- Pencegahan risiko lingkungan
- Pengekangan fisik
- Pengembangan Kesehatan masyarakat

28
Gangguan proses keluarga: Proses Keluarga: l.13123 Dukungan koping keluarga: 1.09260
D.0120 (kemampuan untuk berubah (memfasilitasi peningkatan nilai-nilai, minat dan tuuan dalam
(perubahan dalam hubungan dalam hubungan atau fungsi keluarga)
atau fungsi keluarga) keluarga)
Ekspektasi: membaik Observasi
Penyebab : - Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini
1. Perubahan status Kesehatan Kriteria Hasil - Identifikasi beban prognosis secara psikologis
anggota keluarga 1. Adaptasi keluarga terhadap - Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan
2. Perubahan finansial keluarga situasi setelah pulang
3. Perubahan status social 2. Kemampuan keluarga - Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan
keluarga berkomunikasi secara terbuka tenaga Kesehatan
4. Perubahan interaksi dengan di antara anggota keluarga Terapeutik
masyarakat 3. Kemampuan keluarga - Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga
5. Krisis pengembangan memenuhi kebutuhan fisik - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak
6. Transisi perkembangan anggota keluarga menghakimi
7. Peralihan pengambilan 4. Aktifitas mendukung - Diskusikan rencana medis dan perawatan
keputusan dalam keluarga keselamatan anggota keluarga - Berikan kesempatan berkunung bagi anggota keluarga
8. Perubahan peran keluarga 5. Ketepatan peran keluarga pada Edukasi
9. Krisis situasional tahap perkembangan - Informasikan kemajuan pasien secara berkala
10. Transisi situasional - Informasikan fasilitas perawatan Kesehatan yang tersedia
Gejalan dan Tanda Mayor :
Subjektif :

29
(tidak terseida) Intervensi pendukung:
Objektif : Terapi keluarga
1. Keluarga tidak mampu Promosi proses efektif keluarga
beradaptasi terhadap situasi Bimbingan system Kesehatan
2. Tidak mampu berkomunikasi Dukungan kelompok
secara terbuka diantara Edukasi keluarga berencana
anggota keluarga Edukasi proses keluarga
Intervensi krisis
Gejala dan Tanda Minor : Mobilisasi keluarga
Subjektif : Pelibatan keluarga
1. Keluarga tidak mampu
mengungkapkan perasaan
secara leluasa
Objektif :
1. Keluarga tidak mampu
memenuhi kebutuhan
fisik/emosional/spiritual
anggota keluarga
2. Keluarga tidak mampu
mencari atau menerima
bantuan secara tepat.

30
Kondisi klinis terkait
1. Hospitalisasi
2. Kondisi penyakit kronis
3. Prosedur pembedahan
4. Cedera traumatis
5. Penyalagunaan zat
6. Penyakit Alzheimer
7. Kehamilan

2.2.3 Implementasi
Tahap ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang telahditetapkan.

2.2.4 Evaluasi
Tahap ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.

31

Anda mungkin juga menyukai