TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Asfiksia neonatus adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir (Alfitri et al., 2021). Istilah asfiksia sendiri berasal
dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti (stopping of the pulse). Menurut
WHO (World Health Organization) definisi asfiksia adalah kegagalan bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia terjadi karena kurangnya
ketersedianya oksigen dan kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ
sehingga bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur (Batubara and Fauziah 2020).
5
kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius terlalu banyak dan
tidak tepat pada waktunya, plasenta previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus)
(Yuliastati 2019).
2.1.2 Etiologi
Penyebab asfiksia neonatorum dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor ibu:
1. Hipoksia ibu
2. Gangguan aliran darah fetus: Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni,
hipotoni, tetani uteri, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan,
hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia.
3. Primi tua: ibu dengan diabetes mellitus (DM), anemia, riwayat lahir mati,
ketuban pecah dini, infeksi.
b. Faktor plasenta:
1. Abruptio plasenta
2. Solutio plasenta
c. Faktor fetus:
1. tali pusat menumbung
2. lilitan tali pusat
3. meconium kental
4. prematuritas
5. persalinan ganda.
d. Faktor lama persalinan:
1. persalinan lama
2. persalinan dengan ekstraksi vakum
3. kelainan letak
e. Faktor neonates
1. Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernafasan pada bayi.
2. Trauma lahir sehingga mengakibatkan pendarahan intracranial
3. Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatik, atresia/stenosis saluran
pernafasan, hipoplasi paru.
6
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan apgar skor asfiksia dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Asfiksia berat (APGAR SKOR 0-3)
2. Asfiksia sedang (APGAR SKOR 4-6)
3. Asfiksia ringan ( APGAR SKOR 7-10)
Tanda Nilai
0 1 2
A(Appearance) Biru/ pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
Warna kulit Ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan
P (Pulse) Tidak ada < 100x/menit >100x/menit
Denyut nadi
G (Grimance) Tidak ada Gerak sedikit Menangis
Reflek
A (Activity) Lumpuh Fleksi lemah Aktif
Tonus otot
7
R (Respiration) Tidak ada Lemah merintih Tangisan kuat
Usaha nafas
Penilaian :
7-10 : normal (vigorous baby)
4-6 : asfiksia sedang
0-3 : asfiksia berat
8
2.1.5 Penatalaksanaan
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas agar tetap baik
sehingga proses oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara pelaksanaan
resusistasi sesuai dengan tingkatan asfiksi, antara lain:
9
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala)
2.1.7 Patofisiologis
Segera setelah lahir bayi akan menarik napas yang pertama kali (menangis),
pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang
udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveli
secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran
darah ke dalam paru meningkat secara memadai. Bila janin kekurangan O₂ dan kadar
CO₂ bertambah , maka timbullah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O₂ terus berlangsung maka
nervus vagus tidak dapat di pengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nervu
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernapasan intrauterine dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernapasan yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah
bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas. Pernapasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O₂ dalam darah (PaO₂) terus menurun. Bayi
sekarang tidak dapat bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
10
2.1.8 Pathway
Persalinan lama, lilitan tali Faktor lain: obat-obatan,
Resiko termogulasi tidak
pusat, presentasi janin narkotika,dll
efektif
abnormal
Janin kekurangan O2 & Bersihan jalan napas tidak efektif Paru-paru terisi
kadar CO2 meningkat cairan
Gangguan metabolism & perubahan asam
basa
Nafas cepat Suplai O2 dalam darah menurun
Asidosis respiratorik
Apnea Kerusakan otak
Gangguan perfisi ventilasi
11
2.1.9 Komplikasi
a. Anuria atau oliguria, merupakan gangguan pada ginjal sebagai sistem ekskresi
pada manusia.
b. Perdarahan otak
c. Hipotensi, merupakan keadaan ketika tekanan darah di dalam arteri lebih
rendah di bandingkan normal dan biasa disebut dengan tekanan darah rendah
d. CHF (congestive heart failure), merupakan kegagalan jantung dalam memompa
pasokan darah yang dibutuhkan tubuh
e. Perdarahan gastro intestinal
f. Hipoglikemi, merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula
dalam darah berada dibawah kadar normal
g. Hiponatremia, merupakan kondisi dimana konsentrasi natrium yang rendah di
dalam darah
h. Trombositopenia, merupakan kondisi yang terjadi akibat kurangnya jumlah
platelet atau trombosit sel darah yang berperan penting dalam proses
pembekuan darah
i. Hipertensi pulmonal persistem
j. Perdarahan paru
k. Edema paru
l. Asidosis metabolik, gangguan status asam basa bergeser ke sisi asam akibat
hilangnya basa dalam tubuh
m. Infeksi karena lima imuniglobulin utama, hanya IgM yang diproduksi oleh bayi
baru lahir, IgG tidak menembus plasenta dengan jumlah yang cukup sampai
usia gestasi 34 minggu. Hal tersebut dapat membahayakan bayi baru lahir
pretern
n. Hipotermia. Hipotermi memiliki hubungan erat dengan kadar oksigen yakni
pada bayi hipotermi dapat meningkatkan metabolisme dalam rangka
meningkatkan kalori tubuh sehingga diperlukan peningkatan kadar oksigen
dalam tubuh (Harina, 2018).
12
2.2 Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Asfiksia
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan data awal atau dasar bagi pasien yang komperehensif
yang meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostic
dan laboratorium serta informasi dari keluarga pasien dan tim kesehatan, Pada saat
kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang
menuntut perhatian yang cepat (Wong, 2019). Pengkajian tersebut meliputi:
1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa
dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa asfiksia (arum and anggita nofita sari 2018).
2. Keluhan utama : bayi dengan asfiksia merupakan kondisi dimana bayi lahir tidak
dapat bernapas secara spontan sesaat setelah lahir.keadaan ini disebabkan karena
adanya gangguan pertukaran oksigen dari ibu ke janin. (Yuni 2019).
3. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat kehamilan mencangkup semua data yang berhubungan dengan
kesehatan ibu selama kehamilan, proses persalinan, kelahiran dan kondisi bayi
segera setelah lahir. Pemicu terjadinya asfiksia Pada Riwayat kehamilan dan
persalinan ialah persalinan lama, Persalinan lama dapat menyebabkan asfiksia
karena lamanya proses persalinan dan bayi dapat mengalami hipoksia (Febrina
et al. n.d.). Penelitian ini sesuai dengan teori Wiknjosastro (2011) yang
menyatakan bahwa asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur.
Selain persalinan lama, asfiksia dapat terjadi pada bayi Prematur
dikarenakan paru-paru pada bayi prematur belum sempurna karena tidak
memiliki zat pelindung yaitu surfaktan. Hal ini menyebabkan bayi prematur sulit
menyesuaikan diri dengan kehidupan luar rahim, sehingga mengalami banyak
gangguan Kesehatan (Dubie et al. 2021).
13
4. Kebutuhan dasar :
a. pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral karena
organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan untuk
mencegah terjadinya aspirasi pneumoni (Anggraeni, Azza, and Komarudin
2018).
b. Pola eliminasi : pada umumnya bayi asfiksia dapat mengalami gangguan
BAB karena organ tubuh pada pencernaan belum sempurna (Anggraeni et
al. 2018).
c. Pola tidur : biasanya terganggu karena bayi sesak napas (Anggraeni et al.
2018).
5. Pemeriksaan fisik :
a) Keadaan umum
Pasien dengan asfiksia pada umunya dalam keadaan tidak bernapas
secara spontan segera setelah lahir (arum and anggita nofita sari 2018).
b) Kulit
Kulit pada pasien asfiksia biasanya terdapat sianosis yang
disebabkan karena kekurangan oksigen dalam darah (arum and anggita
nofita sari 2018)
c) Kepala
Pada bayi asfiksia dengan persalinan ekstraksi vakum maka pada
kepala terdapat kaput suksedaneum adalah edema pada kulit kepala yang di
temukan dini. Tekanan vertex yang lama pada serviks menyebabkan
pembuluh darah setempat mendapat penekanan, sehingga memperlihatkan
aliran balik vena. Aliran balik vena yang melambat membuat cairan
jaringan di kulit daerah kepala meningkat, sehingga terjadi pembengkakkan
edema. Tonjolan edema, yang terlihat saat bayi lahir, memanjang sesuai
garis sutura tulang tengkorak dan lenyap secara spontan dalam tiga sampai
empat hari. (Irene.2005)
d) Mata
Pada bayi dengan asfiksia dilakukan pemeriksaan bola mata apakah
dapat mengikuti arah pemeriksa gerak bola mata sangat penting untuk
14
menentukan kelainan pertumbuhan otot mata atau tentang nervus sentralis
(arum and anggita nofita sari 2018)
e) Hidung
Pemeriksaan hidung untuk menilai adanya kelainan bentuk,
kebersihan, distribusi bulu hidung, pernafasan cuping hidung, ada tidaknya
epitaksis, anak dengan masalah asfiksia ditemukan adanya pernafasan
cuping hidung atau hidung terlihat kotor karena adanya lender atau secret
yang sulit keluar (Batubara and Fauziah 2020).
f) Dada
Dada pasien asfiksia biasanya ditemukan pernapasan yang irregular
dan frekuensi pernapasan yang cepat (takipnu) karena kegagalan absorbsi
oksigen didalam darah (arum and anggita nofita sari 2018)
g) Neurolgy atau reflek
Pada bayi asfiksia reflek pada bayi masih sangat lemah. Reflek moro
pada bayi asfiksia didapati ditandai dengan bayi akan mengadakan reaksi
ekstrensi atau abduksi lengan dan jaringan membuka matanya dan diikuti
dengan fleksi lengannya, jika tangan bayi dipegag maka bayi akan menarik
lengannya. (arum and anggita nofita sari 2018).
6. Data penunjang Data
penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan
diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat
pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
a) Pemeriksaan darah lengkap, Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri
dari : Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb
cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x
10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih
rendah sehingga resiko tinggi. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) Trombosit
pada bayi preterm dengan post asfiksia cenderung turun karena sering terjadi
hipoglikemi (Yuni 2019)
b) Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) Nilai analisa gas darah pada bayi post
asfiksia terdiri dari : pH (normal 7,36- 7,44). Kadar pH cenderung turun
15
terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35- 45 mmHg) kadar PCO2 pada
bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-
100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena
terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L (Yuni 2019)).
c) Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium (normal
134- 150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-
10,4 mEq/L) (Yuni 2019).
d) Photo thorax dan abdomen : untuk memastikan tidak ada abnormalitas atau
cedera yang disebabkan oleh masalah ventilasi.
e) Skrining toksikologi: untuk melihat adanya toksisitas obat atau
kemungkinan sindrom alcohol janin atau fetal alcohol syndrome (Yuni 2019)
f) Pemeriksaan ultrasonografi kepala: untuk mendeteksi abnormalitas atau
cedera kranial atau otak atau adanya malformasi kongenital (Yuni 2019).
16
2.2.2 Diganosis
Diagnosa Luaran Intervensi
pola napas tidak efektif : Pola napas: L.01004 Intervensi utama :
D.0005 (inspirasi dan/atau ekspirasi Managemen jalan napas: 1.01011
(Inspirasi dan/atau ekspirasi yang memberikan ventilasi (mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas)
yang tidak memberikan ventilasi adekuat Observasi
adekuat) - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Ekspektasi: membaik - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
Penyebab : wheezing, ronkhi kering).
1. Depresi pusat pernapasan Kriteria hasil: - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. Hambatan upaya napas (mis. 1. Ventilasi semenit Terapeutik
nyeri saat bernapas, 2. Kapasitas vital - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
kelemahan otot pernapasan) 3. Diameter thoraks asnterior – chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
3. Deformitas dinding dada. posterior - Posisikan semi-fowler atau fowler
4. Deformitas tulang dada. 4. Tekanan ekspirasi - Berikan minum hangat
5. Gangguan neuromuskular. 5. Tekanan inspirasi - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Gangguan neurologis (mis 6. Dispnea - Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
elektroensefalogram [EEG] 7. Penggunaan otot bantu napas - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
positif, cedera kepala ganguan 8. Pemanjangan fase ekspirasi endotrakeal
kejang). 9. Ortopnea - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
7. maturitas neurologis. 10. Pernafasan pursed-lip - Berikan oksigen, jika perlu
8. Penurunan energi. 11. Pemasangan cuping hidung
17
9. Obesitas. 12. Frekuensi napas Edukasi
10. Posisi tubuh yang 13. Kedalaman nafas - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika kontraindikasi
menghambat ekspansi paru. 14. Ekskursi dada - Ajarkan tehnik batuk efektif
11. Sindrom hipoventilasi. kolaborasi
12. Kerusakan inervasi diafragma - Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
(kerusakan saraf CS ke atas). mukolitik, jika berlu
13. Cedera pada medula spinalis.
14. Efek agen farmakologis. Pemantauan respirasi: 1.01014
15. Kecemasan. (mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan
kepatenan jalan napas dan keefektifan pertukaran gas)
Gejalan dan Tanda Mayor : Observasi
Subjektif : - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
1. Dispnea - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Objektif : hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)
1. Penggunaan otot bantu - Monitor kemampuan batuk efektif
pernapasan. - Monitor adanya produksi sputum
2. Fase ekspirasi memanjang. - Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Pola napas abnormal (mis. - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
takipnea. bradipnea, - Auskultasi bunyi napas
hiperventilasi kussmaul - Monitor saturasi oksigen
cheyne-stokes). - Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray thoraks
18
Gejala dan Tanda Minor : Terapeutik
Subjektif : - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Ortopnea - Dokumentasikan hasil pemantauan
Objektif : Edukasi
1. Pernapasan pursed-lip. - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Pernapasan cuping hidung. - Informasikan hasil pemantauan jika perlu
3. Diameter thoraks anterior—
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
19
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol
20
4. pH arteri meningkat/ 11. takikardi Edukasi
menurun. 12. ph arteri - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
5. Bunyi napas tambahan. 13. sianosis - Informasikan hasil pemantauan jika perlu
14. pola napas
Gejala Dan Tanda Minor 15. warna kulit Terapi oksigen: 1.01026
Subjektif: (memberikan tambahan oksigen untuk mencegah dan
1. Pusing. mengatasi kondisi kekurangan oksigen jaringan)
2. Penglihatan kabur.
Objektif: Observasi
1. Sianosis. - Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Diaforesis. - Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Gelisah. - Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan
4. Napas cuping hidung. fraksi yang diberikan cukup
5. Pola napas abnormal (cepat/ - Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri,
lambat, regular/iregular, analisa gas darah), jika perlu
dalam/ dangkal). - Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Warna kulit abnormal (mis. - Memonitor tanda-tanda hipoventilasi
pucat, kebiruan). - Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
7. Kesadaran menurun atelektasis.
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Kondisi klinis terkait - Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
oksigen
21
1. Penyakit paru obstruksi terapeutik
kronis (PPOK) - Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika
2. Gagal jantung kongestif perlu
3. Asma - Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Pneumonia - Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
5. Tuberkolosis paru - Berikan oksigen tambahan, jika perlu
6. Penyakit membran hialin - Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
7. Asfiksia - Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat
8. Persistent pulmonary mobilitas pasien
hypertension of newborn - Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen
(PPHN) dirumah
9. prematuritas kolaborasi
10. infeksi saluran napas - Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
tidur
22
Faktor Risiko Observasi
Kriteria Hasil:
1. Cedera otak akut 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
1. mengigil
2. Dehidrasi informasi
2. kulit merah
3. Pakaian yang tidak sesuai
3. kejang
Terapeutik
untuk suhu lingkungan
4. takikardi
4. Peningkatan area permukaan
5. takipnea 1. Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
tubuh terhadap rasio berat badan
6. bradikardi 2. Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
5. kebutuhan oksigen meningkat
7. suhu tubuh 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
6. perubahan laju metabolism
8. suhu kulit 4. Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
7. proses penyakit
9. tekanan darah
8. suhu lingkungan ekstrem Edukasi
9. suplai lemak subkutan tidak
1. Jelaskan prosedur pengukuran suhu tubuh
memadai
2. Anjurkan terus memegang bahu dan menahan dada
10. proses penuaan
saat pengukuran aksila
11. berat badan ekstrem
3. Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu oral atau
12. efek agen farmakologis
aksila
Kondisi Klinis Terkait 4. Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer di bawah
1. cedera otak akut lidah atau di bagian tengah aksila
2. dehidrasi 5. Ajarkan cara membaca hasil thermometer raksa
3. trauma dan/atau elektronik
23
Edukasi Termoregulasi (1.12457)
Observasi
Terapeutik
Edukasi
24
3. Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat menyerap
keringat
4. Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
memungkinkan
5. Anjurkan pemberian antipiretik, sesuai indikasi
6. Anjurkan menciptakan lingkungan yang nyaman
7. Anjurkan membanyak minum
8. Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
9. Anjurkan minum analgesik jika merasa pusing, sesuai
indikasi
10. Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika
demam >3 hari
Intervensi Pendukung
◆ Edukasi aktivitas/istirahat
◆ Edukasi berat badan efektif
◆ Edukasi dehidrasi
◆ Edukasi diet
◆ Edukasi terapi cairan
◆ Kompres dingin
◆ Kompres panas
◆ Management cairan
25
◆ Management lingkungan
◆ Pencegahan hipertermia maligna
◆ Perawatan bayi
◆ Promosi Teknik kulit ke kulit
◆ Regulasi temperatur
26
7. Perubahan sensasi 11. Iritabilitas - Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya
8. Disfungsi autoimun 12. Gangguan mobilitas dan resiko.
9. Disfungsi biokimia 13. Gangguan kognitif - Gunakan perangkat pelindung (mis. Pengekangan
10. Hipoksia jaringan fisik, rel samping, pintu terkunci, pagar).
11. Kegagalan mekanisme - Sediakan alat bantu keamanan lingkungan
pertahanan tubuh - Hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
12. Malnutrisi - Fasilitasi relokasi ke lingkungan yang aman
13. Perubahan fungsi - Lakukan program skrining bahaya lingkungan
psikomotor Edukasi
14. Perubahan fungsi kognitif - Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan.
Kondisi Klinis Terkait
27
9. Retardasi mental - Sediakan pencahayaan yang memadai
- Gunakan lampu tidur selama jam tidur
- Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
ruang rawat
- Gunakan alas lantai jika beresiko cedera serius
- Gunakan pengaman tempat tidur sesuai engan
kebijakan fasilitas pelayanan Kesehatan
- Diskusikan mengenal Latihan dan terapi fisik yang
diperlukan.
- Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien.
Intervensi Pendukung
28
Gangguan proses keluarga: Proses Keluarga: l.13123 Dukungan koping keluarga: 1.09260
D.0120 (kemampuan untuk berubah (memfasilitasi peningkatan nilai-nilai, minat dan tuuan dalam
(perubahan dalam hubungan dalam hubungan atau fungsi keluarga)
atau fungsi keluarga) keluarga)
Ekspektasi: membaik Observasi
Penyebab : - Identifikasi respons emosional terhadap kondisi saat ini
1. Perubahan status Kesehatan Kriteria Hasil - Identifikasi beban prognosis secara psikologis
anggota keluarga 1. Adaptasi keluarga terhadap - Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan
2. Perubahan finansial keluarga situasi setelah pulang
3. Perubahan status social 2. Kemampuan keluarga - Identifikasi kesesuaian antara harapan pasien, keluarga, dan
keluarga berkomunikasi secara terbuka tenaga Kesehatan
4. Perubahan interaksi dengan di antara anggota keluarga Terapeutik
masyarakat 3. Kemampuan keluarga - Dengarkan masalah, perasaan, dan pertanyaan keluarga
5. Krisis pengembangan memenuhi kebutuhan fisik - Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak
6. Transisi perkembangan anggota keluarga menghakimi
7. Peralihan pengambilan 4. Aktifitas mendukung - Diskusikan rencana medis dan perawatan
keputusan dalam keluarga keselamatan anggota keluarga - Berikan kesempatan berkunung bagi anggota keluarga
8. Perubahan peran keluarga 5. Ketepatan peran keluarga pada Edukasi
9. Krisis situasional tahap perkembangan - Informasikan kemajuan pasien secara berkala
10. Transisi situasional - Informasikan fasilitas perawatan Kesehatan yang tersedia
Gejalan dan Tanda Mayor :
Subjektif :
29
(tidak terseida) Intervensi pendukung:
Objektif : Terapi keluarga
1. Keluarga tidak mampu Promosi proses efektif keluarga
beradaptasi terhadap situasi Bimbingan system Kesehatan
2. Tidak mampu berkomunikasi Dukungan kelompok
secara terbuka diantara Edukasi keluarga berencana
anggota keluarga Edukasi proses keluarga
Intervensi krisis
Gejala dan Tanda Minor : Mobilisasi keluarga
Subjektif : Pelibatan keluarga
1. Keluarga tidak mampu
mengungkapkan perasaan
secara leluasa
Objektif :
1. Keluarga tidak mampu
memenuhi kebutuhan
fisik/emosional/spiritual
anggota keluarga
2. Keluarga tidak mampu
mencari atau menerima
bantuan secara tepat.
30
Kondisi klinis terkait
1. Hospitalisasi
2. Kondisi penyakit kronis
3. Prosedur pembedahan
4. Cedera traumatis
5. Penyalagunaan zat
6. Penyakit Alzheimer
7. Kehamilan
2.2.3 Implementasi
Tahap ini perawat mencari inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukan pada nursing orders untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang telahditetapkan.
2.2.4 Evaluasi
Tahap ini perawat melakukan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan pelaksanaanya sudah berhasil dicapai.
31