Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah keadaan ini disertai dengan

hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat

pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat

menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel

Duc,2011) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis

menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan

morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006)

yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi

hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang

tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan

pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan

kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia

merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi

sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah

lahir(james,2009).

1
Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan

Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak

bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara riwayat asfiksia
dengan perkembangan bayi usia 6 - 12 bulan.
2. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan bayi menurut KPSP
dengan riwayat asfiksia.

C. MANFAAT
1. Menjelaskan hubungan riwayat asfiksia dengan perkembangan bayi
2. Sebagai bahan edukasi agar para ibu lebih memperhatikan perawatan
antenatal yang diterima ketika bayi masih dalam kandungan 2.
Meningkatkan kesadaran ibu/pengasuh agar selalu memantau
perkembangan bayi sedini mungkin

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Asfiksia neonatorum merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan

adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2008). Asfiksia

neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup

oksigen selama proses kelahiran (Mendri & Sarwo prayogi, 2017). Asfiksia

neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur,

sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya CO2 yang menimbulkan

akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Jumiarni, Mulyati, & Nurlina, 2016).

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan

kemudian disusul dengan pernapasan teratur, bila terjadi gangguan pertukaran gas

atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.

Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah

kelahiran (Jumiarni et al., 2016).

Penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari: faktor ibu, faktor

plasenta, faktor janin dan faktor persalinan (Jumiarni et al., 2016).

Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain
sebagai berikut:

3
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus


Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi
tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.

4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

C. Patofisiologi Asfiksia

Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan

kontriksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru

paru sehingga darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta

namun suplai oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki

kehidupan ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui

plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru neonatus diaktifkan dan

terjadi perubahan pada alveolus yang awalnya berisi cairan kemudian digantikan

4
oleh oksigen (Behrman et al., 2000). Proses penggantian cairan tersebut terjadi

akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana

saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (toraks) berada

dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru

dikeluarkan (Manuaba, Manuaba, & Manuaba, 2007). Setelah toraks lahir terjadi

mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya inspirasi pasif paru karena

bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan perluasan permukaan

paru yang cukup untuk membuka alveoli (Manuaba et al., 2007). Besarnya

tekanan cairan pada dinding alveoli membuat pernapasan yang terjadi segera

setelah alveoli terbuka relatif lemah, namun karena inspirasi pertama neonatus

normal sangat kuat sehingga mampu menimbulkan tekanan yang lebih besar ke

dalam intrapleura sehingga semua cairan alveoli dapat dikeluarkan (Hall &

Guyton, 2014). Selain itu, pernapasan pertama bayi timbul karena ada

rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan pH, serta peningkatan PCO2

akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung

sesudah talipusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan taktil

(Behrman et al., 2000). Namun apabila terjadi gangguan pada proses transisi ini,

dimana bayi tidak berhasil melakukan pernapasan pertamanya maka arteriol akan

tetap dalam vasokontriksi dan alveoli akan tetap terisi cairan. Keadaan dimana

bayi baru lahir mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera

setelah dilahirkan disebut dengan asfiksia neonatorum (Fida & Maya, 2012).

Menurut Price & Wilson (2006) gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat

5
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteri

dan pembuangan karbon dioksida (Price & Wilson, 2006). Proses pertukaran gas

terganggu apabila terjadi masalah pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas

merupakan pertukaran antara oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler

dengan alveoli (Hidayat, 2008). Proses difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh

luas permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabelitas membran,

perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan aktivitas gas (Hidayat, 2008).

D. Manifestasi Klinis

1. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap

2. denyut jantung kurang dari 100 x/menit

3. kulit sianosis, pucat,

4. tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan

(Sembiring, 2017).

E. Klasifikasi

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:


a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

6
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
1. Appearance Seluruh tubuh bayi Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) berwarna kebiru- normal, tetapi seluruh tubuh
biruan atau pucat tangan dan kaki normal
berwarna kebiruan
2. Pulse (denyut Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
jantung)
3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis, menarik,
(Respons meringis batuk, atau bersin
reflek) saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
stimulasi
4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan

5. Respiration Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


(usaha terdengar seperti pernapasan baik
bernafas) merintih, pernapasan dan teratur
lambat dan tidak
teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila
frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang.
Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila
apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi
menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga
tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

7
F. DIAGNOSIS
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin Frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan
semenit, selama his frekuensi ini bisaturun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya
tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah100
kali permenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan
tandabahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk terus-
menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada
artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang
dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil padakulit kepala janin, dan
diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Nurarif & Kusuma (2015)

8
G. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu:
1) Penafasan
2) Denyut jantung
3) Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membua tkeputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan
menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus
segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan
tekanan positif (VTP). (Nurarif & Kusuma (2015)

H. Penanganan Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal


sebagai ABCresusitasi, yaitu :
1. Memastikan saluran terbuka Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi
bahu diganjal 2-3 cm. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea. Bila
perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasanterbuka.
2. Memulai pernafasan memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon
atau mulut ke mulut(hindari paparan infeksi).
3. Mempertahankan sirkulasi, Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah
dengan cara kompresi dada. (Nurarif & Kusuma (2015)

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah,
asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi
terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang
baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan
kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan
kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk
menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja
(dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan
persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk
mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu
juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan
terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua
untuk hamil.

B.Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami
masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua

10
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.


Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai