Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA

DISUSUN OLEH :

NURUL FADILA RAMADHANI


BT2101019
2A

CI LAHAN CI INSITITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE
2023
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Devinisi
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. (Dewi, 2011)
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin
dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor- faktor yang timbul
dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. (Hidayat, 2012)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. (Manuaba, 2012)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah
melancarkan kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada
waktu persalinan. (Maryunani, 2014)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.
(Rahayu, 2012)
2. Etiologi
Keadaan asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Sarwono (2012) adalah :
a. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat – obat bius
4) Uraemia dan toksemia gravidarum
5) Anemia berat
6) Cacat bawaan
7) Trauma
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
- Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)

- Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-


menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri.
- Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
- Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan
panggul.
- Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada
waktunya.
- Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
- Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi
uteri.

2) Paralisis pusat pernapasan


- Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
- Trauma dari dalam : akibat obat bius
Sedangkan menurut Smeltzer (2015), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa
faktor yaitu :
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
2) Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali
pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan
janin.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan
pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan
intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia
paru
\
3. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia
pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian
terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan
terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan
bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2)
terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi
jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
(Sarwono, 2012).
4. Manifestasi Klinis
a. Gejala klinis
1) RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
2) Bradikardia
3) Tonus otot berkurang
4) DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
5) Takikardi
6) Apnea

7.) Pucat
8) Sianosis
9) Penurunan terhadap stimulus
10) Nafas cepat, nafas cuping hidung

b. Gejala lanjut pada asfiksia


1) Pernafasan megap-megap yang dalam
2) Denyut jantung terus menurun
3) Tekanan darah mulai menurun
4) Bayi terlihat lemas (flaccid)
5) Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6) Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7) Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
8) Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9) Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler (Rustam,2014)

5. Penatalaksanaan Medis
a. Langkah awal
1) Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang
kering dan hangat untuk melakukan pertolongan.
2) Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah
tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain)
3) Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia
Bersihkan jalan nafas dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap
lendir pada mulut baru pada hidung
b) Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai
mengisap lendir setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk
menghisap lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas
teratur, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi
mengalami depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal
untuk membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut
lebar-lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
c) Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan
warna kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal.
Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau
pucat denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah
resusitasi.
b. Langkah resusitasi
1) Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi
dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test
untuk baton dan sungkup muka)
2) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau
memeriksa bayi

3) Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka
dan dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan
yang hangat.
4) Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi
tengadah
5) Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga
terbentuk
6) semacam tautan sungkup dan wajah.
7) Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan
(tergantung pada ukuran balon resusitasi)
8) Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua
kali dan periksa gerakan dinding dada
9) Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka
lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau
tersedia oksigen guna udara ruangan)
10) Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan
tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun)
selama ventilasi
11) Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi
berjalan secara adekuat.
12) Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi
atau terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang Lakukan
ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan
penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan warna kulit:
a) Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan
ventilasi, lakukan kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan
normal bayi barn lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai
memberikan ASI dm1 dan mencegah infeksi dan imunisasi)
b) Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x
30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.

c) Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan


ventilasi lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn
lahir.
d) Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada,
lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tersedia)
e) Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan
pernafasan dengan ventilasi.
f) Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha
bernafas denyut jari tung dan warna kulit
g) Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3
menit, rujuk ke fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko
tinggi.
h) Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi
denyut jari tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan
ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan kepada keluarga
bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri
dukungan emosional pada keluarga. (Dewi,2011)
6. Klasifikasi
a. Asfiksia ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang- kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit

sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum


pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Rustam,2014).
Cara menilai tingkatan APGAR score (Rustam,2016)
Tanda tanda vital Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
< 100 x/
(Frekuensi jantung) Tidak ada > 100 x/ menit
menit
Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat atau
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) (Rustam,2014).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa
asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2012), yaitu:
a. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit.
Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya
tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah
100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini
merupakan tanda bahaya.

b. Mekonium dalam air ketuban


Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
c. Pemeriksaan darah janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai
tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda
gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu
diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat
asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang
sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR.
d. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar
Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit.
e. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya
kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan
kondisi hemolitik.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam
melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan
dan pola pertahanan klien serta memudahkan menentukan status kesehatan dan
pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan
(Marilynn E. Doenges, 2018).
Data yang didapatkan bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu
data subjektif, merupakan data yang didapatkan melalui wawancara oleh perawat
kepada pasien, keluarga atau orang – orang yang dekat dengan pasien dan data
objektif, merupakan data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapat melalui
observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat (Departemen Kesehatan RI,
2018).

a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal
tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena. b.
Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir c.
Makanan dan cairan
1) Berat badan : 2500 – 4000 gram
2) Panjang badan : 44 – 45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama
30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik
yang memanjang)
e. Pernapasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-
10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.

f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks
(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna
herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan
peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau
bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada
(penempatan elektroda internal) (Herdman,2013)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu
mengklasifikasi masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan keputusan klinis tentang respon seorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat ini
dan merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah yang
diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi pengembangan
rencana intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis yang biasanya muncul pada pasien Diabetes Mellitus
adalah sebagai berikut :

1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi


jalan napas.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi.
4) Hipotermia berhubungan dengan penurunan laju metabolisme.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan, yang juga disebut program keperawatan atau
tindakan keperawatan adalah aktivitas yang akan cenderung mendatangkan
hasil yang diinginkan (jangka pendek atau jangka panjang).
Selama tahap perencanaan, perawat mengidentifikasikan hasil asuhan
yang diinginkan pasien dan intervensi keperawatan untuk mencapai hal
tersebut. Hasil, diterapkan oleh pasien dan perawat secara bersamaan,
menguraikan respons pasien yang diharapkan akan terjadi sebagai hasil
intervensi keperawatan.
Standar Intervensi Keperawatan mencakup intervensi keperawatan
secara komprehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik
(generalis dan spesialisis), berbagai kategori (fisiologis dan psikososial),
berbagai upaya kesehatan (kuratif, preventif dan promotif), berbagai jenis
klien (individu, keluarga, komunitas), jenis intervensi (mandiri dan
kolaborasi) serta intervensi komplementer dan alternatif.(PPNI, 2018)
Setelah menentukan Intervensi keperawatan selanjutkan menentukan
Kriteria hasil atau outcome yang akan dicapai. Standar luaran keperawatan
akan menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi atau status
kesehatan seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai oleh klien
setelah pemberian intervensi keperawatan dan dapat diukur secara spesifik.
(PPNI, 2018)

NO Diagnosa Tujuan Intervensi keperawatan

Keperawatan

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas

nafas tidak keperawatan selama waktu Observasi

efektif yang telah di tentukan - Monitor jalan nafas

berhubungan maka bersihan jalan nafas - Monitor bunyi nafas tambahan

dengan sposne meningkat dengan kriteria - Monitor sputum

jalan nafas hasil: Terapeutik

1. Batuk efektif - Prtahankan kepatenan jalan


meningkat nafas dengan head-tilt dan chin-

2. Produksi lift

sputum menurun - Berikan minuman hangat

3. Sulit bicara - Lakukan penghisapan lender

menurun kurang dari 15 detik

4. Gelisah
Edukasi
menurun
- Anjurkan asupan cairan 200
5. Sianosis
ml/hari, jika tidak kontraindikasi
menurun
- Anjurkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian

bronkodilator, ekspektoran,

mukolitik, jika perlu

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan
efektif 1. monitor frekuensi, kedalaman,
selama..kali/jam
berhubungan dan usaha napas
diharapkan masalah dapat
dengan teratasi dengan kriteria 2. monitor pola napas (bradipnea,
hasil:
hambatan upaya takipnea, hiperventilasi, kussmaul)
- dyspnea menurun
napas 3. auskultasi bunyi napas
- penggunaan otot bantu
pernapasan menurun 4. monitor saturasi oksigen
- pernapasan cuping
5. monitor bunyi napas tambahan
hidung menurun
(gurgling, mengi,wheezing, ronkhi)
- frekuensi napas membaik
- kedalaman napas Terapeutik
membaik 6. Pertahankan kepatenan jalan

napas dengan headtilt dan chin-lift

7. posisikan semi fowler atau

fowler

8. Berikan terapi oksigen

9. Dokumentasikan hasil

pemantauan Edukasi

10. jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan

Kolaborasi

terapi pemberian obat dengan tepat

dan sesuai prosedur

3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi


keperawatan
pertukaran gas Observasi
selama..kali/jam
berhubungan - Monitor kelelahan
diharapkan masalah dapat
dengan teratasi dengan kriteria fisik dan
hasil:
ketidakseimbang emosional
- tingkat kesadaran
an ventilasi- - Monitor pola dan
meningkat
perfusi dyspnea menurun jam tidur
- bunyi napas tambahan
Terapeutik
menurun
- Lakukan latihan
- diaphoresis menurun
- gelisah menurun rentang gerak
- takikardi membaik
pasif atau aktif
- sianosis membaik
- Sediakan
- warna kulit membaik lingkungan

nyaman dan

rentang gerak

pasif atau aktif

Edukasi

- Anjurkan tirah

baring

- Anjurkan

melakukan

aktivitas secara

bertahap

- Ajarkan strategi

koping untuk

mengurangi

kelelahan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan

ahli gizi tentang

cara

meningkatkan

asupan makanan

4. Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi


ketidakseimbang keperawatan selama waktu
1. monitor frekuensi, kedalaman, dan
an eletrolit yang telah ditentukan
usaha napas
berhubungan maka keseimbangan
dengan eletrolit meningkat dengan 2. monitor pola napas (bradipnea,
gangguan
ketidakseimbang kriteria hasil : takipnea, hiperventilasi, kussmaul)
an cairan. 1. Serum natrium
3. monitor adanya sumbatan jalan
membaik
napas
2. Serum kalium
membaik 4. monitor kecepatan aliran oksigen
3. Serum kalsium
5. monitor posisi alat terapi oksigen
membaik
6. monitor efektifitas terapi oksigen
4. Serum kalorida
membaik 7. monitor integritas mukosa hidung

akibat pemasangan oksigen

8. auskultasi bunyi napas

9. monitor saturasi oksigen

Terapeutik

10. bersihkan secret pada mulut,

hidung, dan trakea

11. Pertahankan kepatenan jalan

napas

12. Dokumentasikan hasil

pemantauan Edukasi

jelaskan tujuan danprosedur

pemantauan kolaborasi

kolaborasi penentuan dosis oksigen


4. Hipotermia Setelah dilakukan tindakan Observasi
berhubungan keperawatan 1. monitor suhu tubuh
dengan selama..kali/jam 2. identifikasi penyebab hipotermia
penurunan laju diharapkan masalah dapat 3. monitor tanda dan gejala akibat
metabolisme teratasi dengan kriteria hipotermia
hasil : Terapeutik
- kekuatan nadi 4. sediakan lingkungan yang
meningkat hangat
- saturasi oksigen 5. ganti pakaian / linen yang basah
meningkat 6. lakukan penghangatan pasif dan
- akral dingin menurun aktif
- berat badan meningkat 7. lakukan terapi paparan panas
Observasi
1. identifikasi kontraindikasi
penggunaan terapi
2. monitor suhu alat terapi
3. monitor kondisi umum,
kenyamanan dan keamanan
selama terapi
4. monitor respon pasien terhadap
terapi
Terapeutik
5. pilih metode stimulasi yang
nyaman dan mudah didapatkan
6. Tentukan durasi terapi sesuai
dengan respon pasien
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan
dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien - keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
(Hidayat,2012)
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia
berdasarkan kriteria hasil pada tujuan keperawatan yaitu :
a. Pola napas bayi kembali efektif sebagaimana
mestinya
b. Tidak ada penumpakan sekret pada jalan
napas bayi
c. Nutrisi bayi tercukupi dan tidak ada
masalah
d. Bayi tidak terjadi hipotermi dan suhu tubuh dalam keadaan normal
e. Pengetahuan keluarga terkait masalah bayi. (Hidayat,2012)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013 . aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta:medi action publishing
Carpenito, Lynda Juall. 2011. buku saku diagnosa keperawatan. Edisi.8
.Jakarta:EGC.
Dewi, Vivian. 2011. asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta: Salemba
Medika
Herdman, T. Heather.2013. diagnosis keperawatan definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : EGC
Hidayat, Aziz. 2012. pengantar ilmu keperawatan anak. jakarta
Mansjoer, arief. 2013. kapita selekta kedokteran. jakarta : media aesculapius
Manuaba, Ida ayu chandranita (2012). penyulit pada neonatus. ilmu
kebidanan, penyakit kandungan dan KB. jakarta : EGC
Maryunani A, Nurhayati. (2014) asuhan kegawat daruratan dan penyulit pada
neonatus. trans info medika. jakarta.
Rahayu, Sri Dedeh (2012). asuhan keperawatan anak dan neonatus. Jakarta:
salemba medika
Rustam, M. 2014. sinopsis obstentri fisiologi dan obstentri patofisiologi. edisi 3
jilidI. Jakarta. EGC.
Sarwono Prawirohardjo, (2012). ilmu bebidanan. Jakarta: EGC
Smeltzer, Bare.2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta :
EGG

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018.) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai